Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195098 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hyon Ye Jin
"ABSTRAK
Penelitian ini menenmui motif-motif cerita dalam dongeng Bawang Merah Bawang Putih dari Indoensia dan dongeng Kongjui Patjui dari Korea serta membahas kesamaan dan perbedaan motif cerita dari dua negara yang berbeda. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motif cerita dongeng Bawang Merah Bawang Putih dan dongeng Kongjui Patjui memiliki motif percintaan, motif makhluk gaib, motif kekejaman ibu tiri, motif iri dan dengki, dan motif pengingkaran. Motif-motif tersebut terlihat pada tokoh, alur, dan tema dalam dongeng.
ABSTRACT
This thesis find out motives in fairytale of Bawang Merah Bawang Putih from Indonesia and Kongjui Patjui from Korea, and discussed about similarities and differences between two different countries. This research used qualitative method. The result showed that the fairytale of Bawang Merah Bawang Putih dan dongeng Kongjui Patjui contain love motive, mystical creatures motive, stepmother motive, jealousy motive, and negation motive in the stories. Those motives are shown in the character, plot, and theme of story."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Murti Bunanta
"ABSTRAK
Di Indonesia cukup banyak dilakukan penulisan kembali dan penerbitan cerita rakyat, baik untuk keperluan cerita anak-anak, maupun untuk kepentingan dokumentasi dan inventarisasi. Melalui pendataan yang dilakukan untuk kepentingan penelitian ini, dapat dilihat bahwa cerita rakyat untuk anak paling banyak diterbitkan dalam kurun waktu dua puluh tahun belakangan ini. Paling tidak ada enam penggunaan dari buku-buku tersebut yang dapat disebutkan di sini, yaitu: (1) sebagai bacaan penghibur (leisure reading) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah, (2) sebagai teks bacaan buku pelajaran bahasa Indonesia, (3) sebagai teks bacaan buku pelajaran bahasa Belanda dan bahasa daerah, (4) sebagai teks bacaan buku pelajaran bahasa Inggris, (5) sebagai bacaan pendidikan yang berkaitan dengan budi pekerti, dan (6) sebagai bacaan pendidikan yang berkaitan dengan nilai-nilai moral Pancasila.
Penulisan kembali cerita rakyat untuk bahan bacaan anak mengundang berbagai argumentasi. Paling tidak ada lima masalah yang telah dilontarkan oleh para peneliti Barat. Pertama, berkaitan dengan asal cerita rakyat. Karena berasal dari tradisi Iisan, maka ada pendapat yang mengatakan bilamana cerita rakyat sudah menjadi bahan bacaan, maka tak dapat disebut lagi sebagai cerita rakyat (Shannon, 1986: 117). Kedua, berkaitan dengan kejujuran pengarang. Seseorang yang menuliskan kembali suatu cerita rakyat seyogyanya mencantumkan dalam bukunya selain data-data dari sumbernya, juga memberikan keterangan apakah cerita tersebut merupakan saduran, versi pendek, atau penceritaan kembali (lihat Ord, 1986:115). Ketiga, berkaitan dengan mutu penulisan atau ketrampilan penulis. Tidak semua pengarang menghasilkan versi yang baik; ada versi yang bersifat moralistis, ada yang sangat disederhanakan, ada yang memberikan keterangan panjang lebar dan amat membosankan pada setiap kejadian, dan ada pula yang memberikan banyak detil-detil seperti sebuah novel (lihat Nodelman, 1982: 9 dan lihat pula Smith, 1980: 18). Keempat, berkaitan dengan maksud penulisan kembali cerita tersebut. Misalnya: 1. Untuk kepentingan target pembaca, seperti yang dilakukan Charles Perrault. la mengubah beberapa bagian dongeng Cinderella supaya cocok dengan pembaca bukunya, yaitu anak-anak yang berasal dari golongan bangsawan; 2. Untuk menghilangkan hal-hal yang dianggap tabu supaya dapat dibaca anak, seperti yang dilakukan oleh Grimm bersaudara; 3. Untuk kepentingan suatu paham, yaitu feminisme yang bermaksud mengubah citra tokoh wanita dalam cerita rakyat (lihat Lurie, 1990: 16-28). Perubahan-perubahan semacam ini antara lain dianggap sebagai penyebab cerita rakyat mengalami distorsi (Nodelman, 1990: 145). Kelima, berkaitan dengan asal usul koleksi. Timbul pertanyaan, apakah cerita yang diberikan pada anak sebaiknya yang berasal dari koleksi di lapangan ataukah yang sudah dituliskan kembali (lihat Lurie, 1990: 22 dan lihat pula Smith, 1980: 18).
Sesuai dengan keadaan di Indonesia, masalah yang disoroti dalam disertasi ini adalah penulisan kembali (retelling) cerita rakyat untuk anak di Indonesia ditinjau dari penyajian cerita. Hal ini berkaitan dengan masalah ketiga di atas, yaitu kualitas penulisan. Untuk itu, dibahas 22 versi dongeng Bawang Merah Bawang Putih dari 21 pencerita kembali (untuk selanjutnya disebut pengarang). Penelitian dilaksanakan dengan membandingkan penyajian cerita 22 versi tersebut. Perlu dikemukakan, bahwa pada awalnya telah diteliti 128 cerita rakyat yang terdiri dari 8 judul cerita (tema). Kedelapan judul ini merupakan tema yang paling sering dituliskan dan diterbitkan kembali sehingga muncul dalam berbagai versi tulis. Cerita-cerita ini berjenis dongeng, legenda, dan mite. Berhubung metode kerja dan metode penelitian yang dipakai ternyata dapat diterapkan pada ketiga jenis cerita rakyat ini, maka diputuskan untuk menggunakan dan menuliskan satu contoh saja, yaitu Bawang Merah Bawang Putih.
Masalah yang ditinjau dalam mengembangkan 22 versi dongeng Bawang Merah Bawang Putih adalah sebagai berikut:
  1. Apa perbedaan dan persamaan versi-versi tersebut dan bagaimana persamaan ini membentuk suatu verisi kelompok atau versi kebudayaan
  2. Bagaimana pengarang menggarap elemen-elemen penyajian cerita
  3. Bagaimana dampak penyajian pada makna cerita
Metode penelitian yang dipakai dalam disertasi ini adalah penelitian pustaka. Secara keseluruhan, penelitian ini mengetengahkan 29 versi dongeng Bawang Merah Bawang Putih, 22 versi diantaranya akan dibahas secara mendalam dan ditabelkan, sedangkan 7 versi lainnya akan disinggung seperlunya sebagai materi pembanding (dua berasal dari buku anak Malaysia dan 5 lainnya berasal dari wawancara). Tahun penerbitan yang tertua yang dapat dilacak adalah keluaran tahun 1904 dan yang termuda keluaran tahun 1994 (sampai saat disertasi ditulis). Selain dalam bentuk buku, dongeng yang diteliti juga ditemukan dalam bentuk tulisan dalam majalah, lontar, dan dokumentasi. Mengenai bahasa yang dipakai tercatat lima versi menggunakan bahasa Belanda, satu versi bahasa Jawa aksara jawa, satu versi bahasa Bali, satu versi bahasa Inggris, dan 14 versi bahasa Indonesia. Sebagian besar buku-buku ini diterbitkan sebagai bacaan anak dan remaja. Sedangkan yang bukan dikhususkan untuk anak dan remaja tetap akan dibahas dan digunakan sebagai materi pembanding...

ABSTRACT
Folktales written for children in Indonesia have been done for more than 100 years. And in 1993 publication of folktales as children's reading was even included in the National Guidelines, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN 1993).
The research is aimed at finding out the problems in retelling folktales seen from the story presentation. There are two approaches applied in this research comprising children literature and folklore approaches based upon a structural theory.
As the corpus of study, 29 versions of Bawang Merah Bawang Putih were chosen, 22 versions of which were profoundly discussed while the necessary discussion of the rest 7 versions were used as comparison. The oldest publication was in 1904 and the latest in 1994. Each version was retold by different author. And the languages used in these resources are Dutch (5), Javanese in Javanese Character (1), Balinese (1), English (1), and Indonesian (14).
The research was carried out through three stages. The first stage was version analysis. The second stage was an analysis around the literary qualities such as characterization, plot, setting, theme, style and diction. Since the presentation of these elements might influence the meaning of story, the impact of presentation on meaning was then discussed in the third stage.
It could be concluded from the analysis of versions that the story published earlier seems to be the only source of reference for later works. There was no indication that the writers have tried to seek for or add other sources in order to improve the quality of their creative process.
From the analysis of presentation, it could be concluded that the literary folktales as the products of writers? creation are often didactic, moralistic, sentimental, and demonstrate moral explicitly. In treating the theme of story, the writer's attention is especially focused on the central theme (stepchild abuse) so that the values evoked on side themes seem to be ignored or deserved less consideration.
Although the tales are fantasy, but the writers' inability to sustain it and present the stories realistically caused settings in the stories do not look like to take place in a fairyland but in a real world and happen not so long ago.
Regarding the characterization, in general the protagonist appears only in a single character, kind hearted, diligent and hard working, obedience, self-surrender, not greedy, not revengeful and devoted. The result is that the story fails to present victory, recognition, and justice for the good.
The problems coming out of plots result from the numerous interpolated unconnected events which then bring about considerable sub-plots. Consequently, the story seems not to directly touch on the core of story and its conflicts. This makes the meaning of the story vague.
The language style of the folktale should be brief and simple. Nevertheless, many versions use language style with long sentences. Besides, in some version the style used does not fit the age of intended readers.
The research also shows that the interpretation of meaning is only based upon what has been explicitly presented due to the unawareness of its symbolic meaning. Besides creation and improvisation done by the authors are merely focused on the step children's sufferings and the cruelty of step mother. Consequently, events having the elements of fantasy which are potential to be developed without ruining the central theme are ignored or even forgotten.
Another thing that contributes to the problems is related to retellings which are not intended for leisure readings but as educational aids and informational readings instead. This has made the children unable to interpret the meaning of story freely as it is strictly tied to certain intended answers.
In addition to discussing the problems in retelling a folktale, the research also shows how the concept of Type-Index and Motif-Index derived from folklore study could be applied on literary study. Moreover, the research has also identified the uniqueness of Bawang Merah Bawang Putih story as having two tale-types namely "Cinderella" and "The Kind and the Unkind Girls". And unlike the most European fairytales, the main woman character is not stereotype.
To conclude, a good retelling depends upon three aspects. Firstly, to enforce creation not strictly to plots connected to the central theme alone. Secondly, the ability to sustain the fantasy and imagination contained in fairy tales. And thirdly, meaning interpretation should be considered from literal and psychological prospective. In this way the retellings will not be destructive creations, but innovative instead.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
D77
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nathania Wilson
"Penelitian ini membahas proses ekranisasi cerita rakyat ‘Bawang Merah & Bawang Putih’ ke dalam bentuk animasi pendek berjudul ‘The Twisted Lore: Bawang Merah & Bawang Putih’. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif dan bertujuan untuk menganalisis perubahan naratif dan visual yang terjadi selama proses adaptasi. Adaptasi ini tidak hanya mengalihkan medium dari cerita rakyat ke animasi, tetapi juga melakukan reinterpretasi terhadap tema, karakter, dan struktur cerita agar lebih sesuai dengan selera dan pola konsumsi media generasi modern, khususnya dalam konteks media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi transformasi dalam bentuk pengurangan, penambahan, dan perubahan variasi. Pengurangan mencakup elemen magis, karakter pendukung, dan latar realistis; penambahan meliputi simbolisme visual, gaya visual kontras, dan musik intens; sementara perubahan variasi terjadi pada penyusunan alur, penokohan, dan atmosfer cerita yang kini lebih gelap dan simbolik. Penelitian ini menegaskan bahwa adaptasi cerita rakyat melalui animasi pendek dapat menjadi strategi pelestarian budaya yang efektif sekaligus membuka ruang bagi ekspresi kreatif dan interpretasi ulang yang lebih kontekstual dan relevan dengan audiens masa kini.

This study explores the ecranisation (screen adaptation) process of the Indonesian folktale ‘Bawang Merah & Bawang Putih’ into a short animated film titled ‘The Twisted Lore: Bawang Merah & Bawang Putih’. Conducted through a qualitative descriptive approach, the research aims to analyze the narrative and visual transformations involved in adapting the original story into a new medium. The adaptation does not merely convert the story into animation but also reinterprets its themes, characters, and plot structure to align with contemporary audience preferences, particularly within the context of social media content. The findings indicate three key adaptation strategies: reduction, addition, and variation. Reductions include the removal of magical elements, supporting characters, and realistic settings; additions involve symbolic visuals, contrasting visual styles, and intense music; and variations reflect narrative restructuring, character reinterpretation, and a darker, more symbolic atmosphere. This study highlights that adapting traditional folktales into short animation can serve as an effective cultural preservation strategy while offering space for creative expression and relevant reinterpretation for modern viewers."
Depok: Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvana Rizal
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S32008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Suhartono
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S32115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Citraprianti
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S31991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nunik Triana
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4616
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartina Zulfiani
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S32017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1995,
635.26 TEK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>