Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138832 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edelyne Chelsea
"Demensia merupakan salah satu penyakit degeneratif yang secara progresif menyebabkan turunnya fungsi kognitif otak, hal ini membuat orang dengan demensia ODD akan semakin bergantung pada caregiver-nya. Manifestasi klinis yang diakibatkan dari turunnya fungsi kognitif ini dikenal sebagai Gangguan Perilaku dan Psikologis Demensia GPPD . Ada 12 gejala GPPD yaitu delusi, halusinasi, agitasi, depresi, euforia, ansietas, apatis, iritabilitas, disinhibisi, perilaku motorik abnormal, gangguan tidur, dan gangguan napsu makan. GPPD pada ODD dapat menjadi beban bagi caregiver yang berpotensi mengganggu kesehatan mental caregiver. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan antara GPPD pada ODD dengan kesehatan mental caregiver. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan dilakukan di Poliklinik Geriatri Terpadu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo serta Caregiver Meeting Yayasan Alzheimer Indonesia dari Maret-September 2017. Penilaian GPPD dan distress yang disebabkan GPPD menggunakan kuesioner Neuropsychiatry Inventory, sementara penilaian kesehatan mental caregiver menggunakan kuesioner kualitas hidup Short-Form 36. Terdapat 42 subjek dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian, diperoleh gangguan perilaku dan psikologis demensia paling banyak adalah iritabilitas sebanyak 24 subjek 57,1 , diikuti oleh apatis 22 subjek 52,3 dan agitasi 19 subjek 45,2 . Nilai rerata Mental Component Score dari subjek adalah 46,23 dengan standar deviasi 6,98. GPPD memiliki hubungan bermakna hanya dengan kesehatan mental caregiver utama dengan nilai p 0,044 p.

Dementia is one of degenerative diseases that causes a cognitive impairment progressively. Therefore, as the disease worsens, the person with dementia PWD will be more dependent to his caregiver. Clinical manifestation that occurs because of the cognitive impairment is known as Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia BPSD . There are 12 symptoms of GPPD including delusion, hallucination, agitation, depression, euphoria, anxiety, apathy, iritability, disinhibition, aberrant motoric behavior, sleeping disturbance, and eating problem. BPSD can bring burden to caregivers and eventually affect caregivers rsquo mental health. The purpose of this study is to find the correlation between BPSD and caregivers rsquo mental health. This is a cross sectional study which took place in Poliklinik Geriatri Terpadu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo and Caregiver Meeting Yayasan Alzheimer Indonesia during March September 2017. We used Neuropsychiatry Inventroy to assess BPSD and the distress caused by it, whereas Short Form 36 was used to assess the caregivers rsquo mental health. There were 42 subjects included in this study. The results of the study showed that the three most common BPSD were iritability occuring in 24 subjects 57.1 , apathy occuring in 22 subjects 52.3 , and agitation occuring in 19 subjects 45.2 . The mean value of Mental Component Score in subjects was 46.23 with standard deviation of 6,98. BPSD had statistically significant correlation only with main caregivers rsquo mental health with the value of p 0.044 p."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ficky
"Behavioral and psychological symptoms of dementia BPSD yang diderita oleh orang dengan demensia ODD menimbulkan beban pada caregiver baik secara mental maupun fisik karena diperlukan penjagaan dan perawatan yang lebih intensif. Studi ini bertujuan untuk untuk menilai hubungan BPSD dengan kualitas kesehatan fisik caregiver. Penelitian dilakukan secara potong lintang dengan subjek sebanyak 42 caregiver keluarga. BPSD dinilai dengan menggunakan kuesioner Neuropsikiatri Inventori NPI sedangkan, kualitas kesehatan fisik caregiver dinilai dengan kuesioner Short-Form 36v2 SF-36 versi Bahasa Indonesia. Hasil yang didapatkan adalah korelasi antara kualitas kesehatan fisik caregiver dengan total skor NPI tidak bermakna r=-0,172, p=0,277 dan korelasi kualitas kesehatan fisik caregiver dengan total distress bermakna r=-0,378, p=0,013 . Selain itu, total skor NPI hanya berhubungan dengan satu domain kualitas kesehatan fisik yaitu general health r=-0,363, p=0,018 . Namun, total distress berkorelasi signifikan dengan kekuatan lemah-sedang dengan semua domain kesehatan fisik yaitu physical functioning r=-0,436, p=0,002 , physical role r=-0,328, p=0,017 , bodily pain r=-0,403, p=0,004 , dan general health r=-0,262, p=0,047 . Kualitas kesehatan fisik caregiver tidak secara langsung berhubungan dengan BPSD yang diderita oleh ODD tetapi lebih berhubungan dengan distress yang ditimbulkan oleh BPSD.Kata kunci : Behavioral and psychological symptoms of dementia, caregiver, demensia, kualitas kesehatan kesehatan fisik, NPI, SF-36.

Behavioral and psychological symptoms of dementia BPSD can be a challenging clinical manifestation to handle for caregiver. It can cause burden to the caregiver rsquo s health related quality of life both mentally and physically. Aim of this study was to investigate association between BPSD and caregiver rsquo s physical health. This study had a cross sectional design with fourty two family caregivers. Subjects were assessed with Neuropsychiatry Inventory NPI to evaluate the BPSD rsquo s severity and frequency of the person with dementia PWD and Short Form 36v2 SF 36 Bahasa Indonesia version to analyze the caregiver rsquo s physical health. There is no significant correlation between caregiver rsquo s physical health with total NPI score r 0.172, p 0.277 but, there is significant correlation between caregiver rsquo s physical health and total caregiver distress r 0.378, p 0.013 . Furthermore, total NPI score only correlates with one of four domain in physical health which is general health r 0.363, p 0.018 but, total distress had a significat weak moderate correlation with four physical health domains such as physical functioning r 0.436, p 0.002 , physical role r 0.328, p 0.017 , bodily pain r 0.403, p 0.004 , and general health r 0.262, p 0.047 . Caregiver rsquo s physical health is not associated directly with BPSD but more likely through the distress caused by BPSD that caregiver suffers."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabil Karim
"Meningkatnya angka harapan hidup menyebabkan kebutuhan perawatan jangka panjang orang lanjut usia, yang mayoritas diberikan oleh family caregivers. Family caregiver seringkali mengalami burden, terutama jika penyakit yang dimiliki anggota keluarga sulit untuk dirawat seperti demensia. Family caregiver orang dengan demensia seringkali mengalami penurunan dalam well-being. Salah satu hal yang dapat meningkatkan well-being adalah mindfulness. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara mindfulness dengan well-being pada family caregiver orang dengan demensia. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara mindfulness dengan setiap dimensi well-being (spirituality, positive social relations, basic needs, dan acceptance) pada family caregiver orang dengan demensia. Penelitian ini melibatkan sebanyak 38 family caregiver orang dengan demensia. Hasil penelitian menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara mindfulness dengan well-being pada family caregiver orang dengan demensia. Hasil penelitian juga menemukan bahwa dimensi spirituality, positive social relations, dan basic needs dari well-being tidak memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan mindfulness. Sementara itu dimensi acceptance dari well-being ditemukan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan mindfulness. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai penggunaan mindfulness untuk meningkatkan well-being dari family caregiver orang dengan demensia.

The increase in life expectancy has increased the amount of long term care needed for the elderly, which is mostly given by family caregivers. Family caregivers are prone to experience burden, especially if they’re caring for people with harder-to-treat diseases like dementia. Family caregivers of people with dementia frequently experience decreased well-being. One of the things that can increase well-being is mindfulness. This study aimed to see if there was a positive and significant relationship between mindfulness and well-being in family caregivers of people with dementia. The study also aimed to see if there were positive and significant relationships between mindfulness and the dimensions of well-being (spirituality, positive social relations, basic needs, and acceptance) in family caregivers of people with dementia. The study involved 38 family caregivers of people with dementia. Analysis found no positive and significant relationship between mindfulness and well-being in family caregivers of people with dementia. Analysis also found that the well-being dimensions spirituality, positive social relations, and basic needs did not have a positive and significant relationship with mindfulness. The well-being dimension acceptance was found to have a positive and significant relationship with mindfulness. This study adds knowledge to what we know about using mindfulness to increase well-being in family caregivers of people with dementia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Pebruarini
"Layanan psikologis daring semakin berkembang dalam membantu remaja mencari bantuan profesional. Depresi yang dialami remaja merupakan faktor yang mempengaruhi remaja menggunakan layanan psikologis daring. Literasi kesehatan mental merupakan faktor yang perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui perannya dalam memfasilitasi remaja dalam mencari bantuan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran literasi kesehatan mental sebagai moderator antara gejala depresi dan intensi mencari bantuan psikologis pada remaja. Partisipan penelitian ini berusia 13-18 tahun dan memenuhi kriteria gejala depresi sesuai dengan alat ukur DASS-21. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan tiga instrumen yaitu DASS-21 milik Lovibond & Lovibond (1995) untuk mengenali tingkat depresi remaja, yang itemnya telah diadaptasi oleh Novera, Wetasin, & Khamwong (2013), Mental Health Literacy Scale (MHLS) milk O’Connor (2015) untuk mengukur literasi kesehatan mental yang itemnya telah diadaptasi oleh Pebruarini (2022), serta GHSQ milik Rickwood (2005) untuk mengukur intensi mencari bantuan psikologis yang dimodifikasi dalam konteks daring oleh Naila & Pebruarini (2022). Analisis moderasi dilakukan melalui program PROCESS dari Hayes v4.2 pada SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi kesehatan mental memoderasi gejala depresi dengan intensi mencari bantuan psikologis daring. Dalam hal ini literasi kesehatan mental yang tinggi akan memperkuat remaja yang memiliki tingkat depresi yang tinggi dalam mencari bantuan psikologis daring.

Psychological Online Help Seeking is growing to help teenagers seek professional help. Depression can influence adolescents to use online psychological services. Mental health literacy needs further investigation to determine its role in facilitating adolescents seeking psychological assistance. This study aims to examine the role of mental health literacy as a moderator between depressive symptoms and the intention to seek psychological help in adolescents. The participants in this study were aged 13-18 years and met the criteria for depressive symptoms according to the DASS-21 measurement tool. Data collection used three instruments, namely DASS-21 from Lovibond & Lovibond's (1995) to identify the level of adolescent depression, whose items have been adapted by Novera, Wetasin, & Khamwong (2013), O'Connor's Mental Health Literacy Scale (MHLS) (2015) to measure mental health literacy whose items have been adapted by Pebruarini (2022), as well as Rickwood's online GHSQ (2005) to measure the intention to seek psychological assistance modified in an online context by Naila & Pebruarini (2022). Moderation analysis was carried out through the PROCESS program from Hayes v4.2 on SPSS. The results showed that mental health literacy moderated depressive symptoms with the intention to seek psychological help online. In this case, high mental health literacy will s"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Amalia Putri
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas hubungan dukungan sosial keluarga, teman, dan petugas kesehatan jiwa dengan beban keluarga penderita gangguan jiwa. Responden dari penlitian ini adalah keluarga yang memiliki dan merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa seperti skizofrenia, bipolar, dan deperesi berat. Dukungan sosial merupakan sistem dukungan yang penting dimiliki oleh keluarga penderita gangguan jiwa, untuk mencegah beban keluarga yang dapat menyebabkan tekanan emosional. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan accidental sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya korelasi negatif antara dukungan sosial keluarga, teman dan petugas kesehatan terhadap beban keluarga penderita gangguan jiwa. Hasil negatif tersebut menunjukan bahwa semakin rendah dukungan sosial keluarga, teman, dan petugas kesehatan jiwa yang dimiliki maka semakin berat beban keluarga yang dirasakan. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dharmawangsa dengan sampel 100 orang responden.

ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses correlation of social support from family, friend, and mental health professional with family burden of mental ilness patient. Subject of this undergraduate thesis is the family living with family member diagnosed with mental illness such as schizophrenia, bipolar, severe depression, and personality disorder. Social support is a support system that family who lives with family member with mental illness needed as protector from stress that is caused by taking care of family member with mental illness. This research use quantitative approach with descripitive research type. Accidental sampling was used as a sampling methode for this research The result of this research show low social support received from family and friends, high social support receives from mental health professional. This research also show low level of family burden. Negative correlates was found in this research. This research has taken place in Dharmawangsa Mental Hospital with 100 responden."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Lidia Sari
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara caregiver strain dan caregiving self-efficacy pada ibu selaku caregiver dari anak dengan retardasi mental. Pengukuran caregiver strain menggunakan alat ukur modified caregiver strain index (Thornton & Travis, 2003) dan pengukuran caregiving self-efficacy menggunakan caregiver self-efficacy scale (Boothroyd, 1993). Partisipan berjumlah 40 orang ibu yang memiliki anak yang mengalami retardasi mental. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan caregiving self-efficacy pada ibu selaku caregiver dari anak dengan retardasi mental (r = - 0,360; p = 0,023, signifikan pada L.o.S 0,05). Artinya, semakin tinggi caregiver strain yang dimiliki oleh ibu selaku caregiver dari anak dengan retardasi mental, maka semakin rendah caregiving self-efficacy yang dimilikinya. Untuk itu, disarankan agar ibu sebagai caregiver dari anak dengan retardasi mental mendapatkan intervensi untuk meningkatkan caregiving self-efficacy-nya.

This study was conducted to find the correlation between caregiver strain and caregiving self-efficacy among mothers as caregivers of mentally retarded child. Caregiver strain was measured using modified caregiver strain index (Thornton & Travis, 2003) and caregiving self-efficacy was measured using caregiver selfefficacy scale (Boothroyd, 1993). The participants of this study are 40 mothers who have mentally retarded child. The result of this study shows that there is a significant negative correlation between caregiver strain and caregiving selfefficacy (r = - 0,360; p = 0,023, significant at L.o.S 0,05). That is, the higher caregiver strain owned by mothers as caregivers of mentally retarded child, the lower caregiving self-efficacy of their. Therefore, the mothers as caregivers for mentally retarded child need to get intervention to increase their caregiving selfefficacy. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrina Ayu Rahmasari
"Retardasi mental adalah gangguan psikologis yang banyak ditemui di dunia. Penderita retardasi mental mengalami banyak keterbatasan dalam aspek intelektual dan perilaku adaptif. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan orang lain untuk membantunya melakukan kegiatan sehari-hari yang disebut caregiver. Dalam merawat anak dengan retardasi mental, seringkali caregiver merasa kesulitan pada aspek fisik, finansial, emosional, dan sosial/personal yang disebut dengan caregiver strain (Thornton &Travis, 2003).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara caregiver strain dan resiliensi pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan retardasi mental. Resiliensi adalah daya tahan terhadap emosi pada individu yang memperlihatkan keberanian dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi yang tidak menyenangkan (Wagnild & Young, 1993).
Peneliti menggunakan alat ukur Modified Caregiver Strain Index (MCSI) dari Thornton dan Travis (2003) serta alat ukur The Resilience Scale (R- 25) dari Wagnild dan Young (1993). Sampel dari penelitian ini berjumlah 42 orang.
Penelitian ini menghasilkan hubungan yang tidak signifikan antara kedua variabel dengan r = 0,110. Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan kontrol terhadap karakteristik care-recipient berdasarkan tingkat keparahan retardasi mental yang dimiliki sehingga hasil yang didapat tidak terlalu beragam.

Mental retardation is a psychological disorder which is commonly found in the world. People with mental retardation had many limitations in intellectual aspects and adaptive behavior. Therefore, they need others people who can help them to carry out daily activities that called caregiver. In caring for children with mental retardation, caregiver often find difficulties on physical, financial, emotional, and social/personal called caregiver strain.
This study aims to determine the relationship between caregiver strain and resilience among mothers as caregiver of children with mental retardation. Resilience is emotional stamina and has been used to describe persons who displays courage and adaptability in the wake of misfortunes.
Researcher used Modified Caregiver Strain Index (MCSI) that compiled by Thornton and Travis (2003) as well as the Resilience Scale (R-25) that compiled by Wagnild and Young (1993). Sample of this study were 42 mothers as caregiver of mental retarded children.
This study yielded no significant relationship between the two variables with r = 0.110. Suggestion for further research should be conducted to control care-recipient characteristics based on the severity of mental retardation so the results are not too diverse.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Michaely Aurelia Goldiny Lengkey
"Kasus demensia di Indonesia diperkirakan ada sekitar 1,2 juta orang pada tahun 2016 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 2 juta pada 2030 dan 4 juta pada 2050 (Alzheimer’s Indonesia, 2016). Jumlah penderita demensia yang akan terus meningkat juga menggambarkan peningkatan akan kebutuhan caregiver untuk mendampingi kebutuhan harian pengidap demensia, baik fisik maupun mental. Pada sisi lain, seringkali anggota keluarga kurang berpengalaman dalam proses caregiving bagi orang dengan demensia (ODD) karena gejala demensia yang tidak disadari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara caregiver burden dengan perceived social support pada cucu berusia dewasa muda yang menjadi family caregiver bagi kakek atau nenek mereka yang mengalami demensia. Responden penelitian ini terdiri dari 33 cucu berusia 18-26 tahun yang menjadi pendamping atau caregiver bagi kakek atau nenek mereka yang mengidap demensia. Alat ukur yang digunakan adalah Zarit Burden Interview (Zarit, Reever & Bach-Peterson, 1980) dan Multi-dimensional Scale of Perceived Social Support (Zimet et al., 1988). Hasil analisis korelasi Pearson menunjukan bahwa caregiver burden tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan perceived social support, namun nilai koefisien korelasi di antara kedua variabel tersebut cukup tinggi dan memiliki arah positif sebesar 0,981 (𝑟 2 = 0,962361). Hasil penelitian mengindikasikan bahwa cucu sebagai caregiver memerlukan bantuan orang lain yang dipersepsikan sebagai sebuah dukungan (perceived social support) untuk menghadapi tantangan sebagai caregiver ODD dan untuk meminimalisir burden yang dirasakan sebagai caregiver.

Dementia cases in Indonesia are estimated to be around 1.2 million people in 2016 and are expected to increase to 2 million in 2030 and 4 million in 2050 (Alzheimer's Indonesia, 2016). The number of people with dementia that will continue to increase also illustrates the increasing need for caregivers to accompany the daily needs of people with dementia, both physically and mentally. On the other hand, family members often lack experience in the caregiving process for people with dementia because of unconscious symptoms of dementia. This study aims to determine the relationship between caregiver burden and perceived social support for young adult grandchildren who become family caregivers for their grandparents with dementia. Respondents in this study consisted of 33 grandchildren aged 18-26 years who became caregivers for their grandparents with dementia. The measuring instruments used in this study are the Zarit Burden Interview (Zarit, Reever & Bach-Peterson, 1980) and the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (Zimet et al., 1988). The results of the Pearson correlation analysis show that the caregiver burden does not have a significant correlation with perceived social support, but the correlation coefficient between the two variables is quite high and has a positive direction of 0.981 ( = 0,962361). The results showed that grandchildren as caregivers need the help of others who are perceived as a support (perceived social support) to face challenges as caregivers of people with dementia and to minimize the perceived burden of being a caregiver."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Rakhmaningrum
"Pandemi COVID-19 memberikan dampak psikologis pada individu di seluruh level usia termasuk remaja. Di masa ini remaja rentan mengalami distres psikologi yang kemudian dapat berdampak buruk pada kondisi kesehatan mentalnya. Dengan sumber distres yang tidak terhindarkan di masa pandemi ini, kajian untuk melihat faktor protektif yang dapat bertindak sebagai buffer hubungan distres psikologi dengan kesehatan mental remaja dirasa perlu untuk dilakukan. Salah satu faktor yang diduga berperan dalam hal ini adalah resiliensi. Penelitian ini melihat peran resiliensi terhadap hubungan antara distres psikologi dan kesehatan mental pada remaja. Penelitian ini merupakan menggunakan desain korelasional dan kuantitatif dengan teknik non probability sampling dengan target partisipan adalah remaja berusia 11-19 tahun. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner untuk mengukur kesehatan mental (Mental Health Continuum - Short Form), distres psikologi (K10), dan resiliensi (Resilience Scale – 14) secara onlinemelalui google form dengan jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 390 orang. Hasil analisis multiple regression menunjukkan bahwa distres psikologi dan resiliensi memiliki sumbangan sebesar 40,5 persen terhadap kesehatan mental remaja setelah mengontrol jenis kelamin, usia, dan domisili. Analisis moderasi menggunakan PROCESS menemukan bahwa resiliensi secara signifikan memoderasi hubungan antara distres psikologi dengan kesehatan mental pada remaja (t = 2,038 dan p = < 0,05).

The COVID-19 outbreak has psychological impact on individuals at all ages including adolescents. At this very time, adolescents are prone to experiencing psychological distress which has a negative impact on their mental health. With a potential source of stress that cannot be avoided during this pandemic, a study to look at protective factors that can act as a buffer for the relationship between psychological distress and adolescent mental health during this pandemic is deemed necessary. One factor presumed to play a role is resilience. The aim of this study is to look at the role of resilience in the relationship between psychological distress and mental health in adolescents. This research uses correlational and quantitative design with non-probability sampling techniques, the target participants are adolescents aged 11-19 years. The research was conducted by distributing questionnaires to assess mental health (Mental Health Continuum - Short Form), psychological distress (K10), and resilience (Resilience Scale - 14) via google form and obtained 390 samples. Multiple regression analysis showed that psychological distress and resilience contributed 40,5 percent to adolescent mental health after controlling for gender, age, and domicile. Moderation analysis using PROCESS found that resilience significantly moderated the relationship between psychological distress and mental health in adolescents (t = 2.038 and p = <0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresna Lintang Pratidina
"Gangguan mental emosional, atau yang biasa disebut dengan distres psikologik, merupakan salah satu penyebab disabilitas pada negara ekonomi menengah ke bawah. Gangguan neuropsikiatri ini merupakan penyumbang sepertiga disabilitas yang dinilai dengan disability adjusted life years (DALYs). Banyak faktor yang memengaruhi gangguan mental ini. Selain karakteristik responden seperti umur dan jenis kelamin, banyak penelitian yang menemukan bahwa keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan mental seseorang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan mental emosional ditinjau dari keberadaan RTH dan karakteristik responden. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara untuk mendapatkan data mengenai status mental, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan responden, data sekunder dari Bappeda, BPLH, dan Dinas Tata Kota Bekasi untuk mengetahui jumlah RTH di wilayah penelitian.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sebanyak 23,3% responden di Kecamatan Jatiasih mengalami gangguan mental emosional. Faktor risiko tertinggi yang berhubungan signifikan dengan gangguan mental emosional pada responden yaitu tingkat pendidikan (OR = 4,206) dan status pekerjaan (OR = 2,306). Tidak ada hubungan yang signifikan antara RTH dan gangguan mental emosional.

Emotional mental disorders, or commonly referred to as psychological distress, are one cause of disabilities in the lower middle economies. Neuropsychiatric disorders is a third contributor to disability as measured by disability adjusted life years (DALYs). Many factors affect the mental disorder, such as depression and anxiety. In addition to respondent characteristics, e.g. age and gender, many studies found that the presence of green open space to be one of the factors that determine a person's mental health condition.
This study aims to determine the factors associated with emotional mental disorders in terms of the presence of green spaces and respondent characteristics. The study design for this reaseach was cross sectional. Data collected by interviews to obtain data regarding mental status, age, gender, education level, and employment status of the respondents, secondary data from Bappeda, BPLH, and Dinas Tata Kota Bekasi to determine the amount of green spaces in the study area.
The analysis showed that 23.3% of respondents in the Kecamatan Jatiasih suffered mental emotional disorder. The highest risk factors significantly associated to educational level (OR = 4,206) and employment status (OR = 2,306). There is no significant relationship between green space and mental emotional disorders.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54946
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>