Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96752 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adani Shabrina Ghassani
"Transaksi repo di Indonesia yang selama ini mekanisme dan perjanjiannya belum terstandarisasi, melatarbelakangi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meluncurkan Global Master Repurchase Agreement (GMRA) Indonesia yang menjadi landasan pelaksanaan transaksi repo di pasar modal sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan. GMRA Indonesia merupakan standarisasi perjanjian transaksi repo yang mengadopsi standar perjanjian GMRA yang diterbitkan oleh International Capital Market Association (ICMA) dengan klausul yang disesuaikan dengan kondisi hukum dan pelaku pasar di Indonesia. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian, yaitu bagaimana perbedaan implementasi penggunaan GMRA dalam transaksi repo di Indonesia dengan negara lain. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan secara yuridis normatif. Tahap penelitian terdiri atas penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Analisis data menggunakan metode analisis normatif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa GMRA dijadikan acuan internasional dalam melakukan transaksi repo di berbagai negara, seperti Amerika Serikat dan Singapore yang sudah terlebih dahulu menggunakan GMRA dalam transaksi repo untuk meningkatkan pendalaman pasar keuangannya. Tesis ini juga membahas ketentuan dalam GMRA Indonesia yang diharapkan dapat mencegah sengketa apabila terjadi peristiwa kegagalan (default) dikemudian hari guna melindungi semua pihak terlibat termasuk investor agar tidak mengalami kerugian. GMRA juga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan Penawaran Perdana saham (Initial Public Offering/IPO), dimana dalam pelaksanaannya tidak lepas dari fungsi Notaris sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal.

Within the practice in Indonesia, its mechanism and agreement have not been standardized, a circumstance which brings about the Financial Services Authority or Otoritas Jasa Keuangan (OJK) to launch the Indonesia's Global Master Repurchase Agreement (GMRA) called GMRA Indonesia as a basis for the implementation of repo transactions in the capital market as stipulated in Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 9 / POJK.04 / 2015 on Guidelines for Repurchase Agreement Transactions for Financial Services Institutions (Pedoman Transaksi Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan). GMRA Indonesia is a standardized Repo Transaction Agreement that adopts the GMRA standard agreement issued by the International Capital Market Association (ICMA) with clauses tailored to the legal and market conditions in Indonesia. The research is descriptive analytical with normative juridical approach. The research phase consists of literature and field research. Data collection tehniques were conducted by document studies and interviews. Analytics are done using normative qualitative analysis method. Based on the results of the research, GMRA is used as an international reference in conducting Repo transactions on various countries, such as the United States and Singapore which have already been long utilizing GMRA in Repo transactions for its financial markets. This thesis also discusses the provisions in GMRA Indonesia which are expected to prevent disputes in case of default event in the future to protect all parties involved including investors from the risk of loss. GMRA could also encourage companies to conduct Initial Public Offering (IPO), which in its implementation is not possible without the function of Notary as one of the professions supporting the capital market.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aljefri Febrizarli
"Skripsi ini membahas mengenai Transaksi Repo Antar Bank seiring dengan diresmikannya Mini Master Repurchase Agreement Mini MRA yang difasilitasi oleh Bank Indonesia sebagai payung hukum bagi para pelaku Transaksi Repo Antar Bank di Indonesia Bank yang mengalami kesulitan likuiditas wajib mencari pendaan terlebih dahulu di Pasar Uang sebelum Bank Indonesia menajalankan fungsinya sebagai lender of resort. Sebelum dikeluarkannya Mini MRA Pasar Uang Antar Bank PUAB merupakan sumber pendanaan yang paling dominan. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh melalui pengumpulan data primer berupa wawancara dengan narasumber dan pengumpulan data sekunder berupa penelitian kepustakaan Dalam tahap pengelohan data metode yang digunakan adalah deskriptif analitis. Dari penelitian ini ditemukan bahwa Transaksi PUAB bersifat uncollateralized karena tidak adanya jaminan yang diberikan oleh bank yang membutuhkan uang terhadap bank yang memberikan pinjaman. Transaksi PUAB yang bersifat uncollateralized cenderung rentan terhadap shock yang dapat dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian risiko kredit sedangkan transaksi Repo bersifat lebih aman karena adanya jaminan berupa surat berharga atau dengan kata lain transaksi Repo ini bersifat collateralized. Transaksi Repo yang bersifat collateralized dapat memitigasi permasalahan default risk counterparty risk serta memitigasi risiko kredit.

This thesis discusses the Interbank Repo Transaction under Mini Master Repurchase Agreement Mini MRA facilitated by Bank Indonesia Indonesian Central Bank as the legal basis for Interbank Repo Transactions stakeholders in Indonesia. Before Bank Indonesia perform its function as the lender of last resort banks having liquidity problems is obliged to find fresh money in the money market. Prior to the enactment of Mini MRA scheme Interbank Money Market Pasar Uang Antar Bank PUAB is the most dominant source of bank funding. This study uses data obtained through the collection of primary data in the form of interviews with sources and secondary data collection form library research In the data processing stage the method used is descriptive analysis. From this study it was found that the interbank transaction is an unsecured transaction since no securities are provided by the debtor bank to the lender bank. Given these facts the unsecured interbank transactions tend to be vulnerable to shocks which are triggered by the increasing of credit risk uncertainty while the Repo transaction is more secure since it is equipped by securities. The secured Repo transactions may mitigate the problems of default and counterparty risk as well as credit risk."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S57246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrita
"Menteri Keuangan memiliki kewenangan untuk menerbitkan Surat Utang Negara (SUN), namun demikian dalam hal akan diterbitkannya suatu SUN maka Menteri Keuangan harus terlebih dahulu melakukan konsultasi terhadap Bank Indonesia dan mendapatkan persetujuan dari DPR. Transaksi repo SUN adalah transaksi jual beli SUN yang disertai adanya janji untuk membeli kembali SUN yang menjadi objek transaksi pada waktu dan dengan harga tertentu. Dalam rangka untuk menciptakan keseragaman perihal transaksi repo Surat Utang Negara, serta juga untuk memberikan perlindungan hukum kepada para pelaku transaksi repo, maka telah disusunlah suatu perjanjian induk untuk transaksi repo, yang dinamakan Master Repurchase Agreement (MRA). Adapun masalah yang dibahas adalah mengenai pengaturan terhadap penerbitan Surat Utang Negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengenai tata cara transaksi repo sebagaimana ditetapkan dalam MRA, dan mengenai sejauh mana efektifitas MRA dalam hal memberikan perlindungan hukum terhadap para pelaku transaksi repo. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yang menyimpulkan bahwa MRA telah cukup dapat memberikan perlindungan hukum kepada para pelaku transaksi repo SUN dengan dicantumkannya beberapa klausul yang cukup dapat memberikan perlindungan hukum kepada para pelaku transaksi repo, yaitu: pembayaran dan pengalihan, pernyataan dan jaminan, pemahaman resiko dan kemandirian bertransaksi, pemeliharaan marjin, wanprestasi, penyesuaian, tuntutan terbatas, pengakhiran perjanjian, dan ketentuan mengenai penyelesaian sengketa."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Farizki
"Fokus dari tesis ini adalah pada pengembangan Repo sebagai lembaga pendanaan di Indonesia Indonesia, khususnya yang terkait dengan Equity Repo; Konsep repo di Indonesia setelah diterapkan Peraturan OJK No. 9 / POJK.04 / 2015; dan implementasi Repo konsep di Pengadilan Indonesia. Ada beberapa masalah mengenai konsep Repo sebagai perjanjian yang diatur, digunakan dalam praktik berbeda dan di pengadilan putusan di Pengadilan Indonesia terkait dengan hak milik dan prinsip pribadi hukum berdasarkan KUHPerdata Indonesia. Maka, penulis merumuskan dan membahas masalah berikut: 1. Bagaimana implementasi konsep Repo secara khusus Repo Ekuitas melalui Regulasi dan Pasar Modal di Indonesia ?; 2. Bagaimana hubungan antara konsep Repo sebagai perjanjian dengan konsep hak properti di Indonesia kerangka kerja hukum swasta Indonesia ?; 3. Bagaimana implementasi dari
konsep hak properti tentang Repo sebagai perjanjian di Pengadilan Indonesia Aturan? Dalam kesimpulan ini, pengembangan Equity Repo di Indonesia masih belum optimal dan peraturan tentang Repo tidak konsisten sehingga ada urgensi untuk menyelaraskan konsep Repo sebagai kesepakatan dalam kerangka hukum Indonesia kerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan deskriptif analitis
tipologi.

The focus of this thesis is on the development of Repo as a funding institution in Indonesia Indonesia, specifically related to Equity Repo. The concept of repo in Indonesia after the implementation of OJK Regulation No. 9 / POJK.04 / 2015; and the implementation of the Repo concept in the Indonesian Courts. There are several issues regarding the concept of Repo as a regulated agreement, used in different practices and in court decisions in Indonesian Courts relating to property rights and personal legal principles based on the Indonesian Civil Code. So, the authors formulate and discuss the following issues: 1. How is the implementation of the Repo concept specifically Repo Equity through Regulations and Capital Markets in Indonesia ?; 2. What is the relationship between the concept of Repo as an agreement with the concept of property rights in Indonesia in Indonesias private legal framework ?; 3. How is the implementation of the concept of property rights regarding Repo as an agreement in Indonesian Court Rules? In this conclusion, the development of Equity Repo in Indonesia is still not optimal and the regulations on Repo are not consistent so there is an urgency to harmonize the concept of Repo as an agreement in the Indonesian legal framework. This study uses a normative juridical approach with analytical descriptive typology.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sultan Fawwaz
"

Skripsi ini menganalisa akuntabilitas hukum dalam pengalihan kepemilikan saham pada transaksi repurchase agreement (repo), dengan fokus khusus pada Putusan Nomor 1491 K/PID.SUS/2016 dan Nomor 1104 K/PID.SUS/2017. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan kasus, undang-undang, dan analitis. Bahan hukum primer mencakup dua putusan pengadilan tingkat akhir dan peraturan perundang-undangan terkait, didukung oleh bahan hukum sekunder. Transaksi repo muncul dari perkembangan dinamis di pasar modal. Istilah "repo" dapat berarti perjanjian jual beli dengan janji untuk membeli kembali atau menjual kembali saham pada harga dan waktu yang telah ditentukan. Variasi pemahaman ini dapat menyebabkan tanggung jawab yang berbeda bagi para pihak yang terlibat. Masalah hukum dalam makalah ini muncul dari dua putusan pengadilan akhir dengan peristiwa hukum yang serupa—transaksi repo saham di mana pembeli mengalihkan saham repo tanpa persetujuan penjual. Dalam Putusan No. 1491/K.Pid.Sus/2016, pengadilan menyatakan terdakwa bersalah atas tindak pidana penggelapan. Sebaliknya, Putusan No. 1104/K.Pid.Sus/2017 menghasilkan terdakwa dibebaskan dari semua tuduhan. Skripsi ini berpendapat bahwa tindakan pembeli yang mengalihkan saham tanpa persetujuan penjual dalam transaksi repo seharusnya diklasifikasikan sebagai pelanggaran kontrak (wanprestasi) daripada tindak pidana. Selain itu, makalah ini menyarankan bahwa penerapan Peraturan OJK Nomor 9/POJK.04/2015 dapat secara efektif menangani isu-isu inti dalam kedua kasus tersebut.

 


This paper analyzes the legal accountability in the transfer of ownership of shares in repurchase agreement (repo) transactions, specifically focusing on Decision Number 1491 K/PID.SUS/2016 and Number 1104 K/PID.SUS/2017. The research employs normative juridical methods, using case, statute, and analytical approaches. Primary legal materials include the two final court decisions and relevant legislation, supported by secondary legal materials. Repo transactions arise from the dynamic developments in the capital market. The term "repo" can mean a sales agreement with a promise to repurchase or resell shares at a predetermined price and time. This variation in understanding can lead to different responsibilities for the involved parties. The legal issue in this paper stems from two final court decisions with similar legal events—share repo transactions where the buyer transferred the repo shares without the seller's consent. In Decision No. 1491/K.Pid.Sus/2016, the court found the defendant guilty of embezzlement. In contrast, Decision No. 1104/K.Pid.Sus/2017 resulted in the defendant being acquitted of all charges. This paper argues that the buyer's action of transferring shares without the seller's consent in a repo transaction should be classified as a breach of contract (wanprestasi) rather than a criminal act. Additionally, it suggests that the application of OJK Regulation Number 9/POJK.04/2015 can effectively address the core issues in both cases.

 

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Princessa Deanera
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis eksekusi saham dalam Transaksi Repurchase Agreement (REPO) ketika efek yang dijadikan jaminan berada dalam status suspensi, serta perlindungan hukum yang relevan dalam kasus PT MAS melawan PT TGP. Metode penelitian yang digunakan adalah metode doktrinal dengan pendekatan analisis terhadap peraturan dan dokumen hukum terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksekusi saham dalam transaksi REPO menjadi rumit saat efek yang dijadikan jaminan berada dalam status suspensi, yang mengakibatkan ketidakpastian hukum dan risiko finansial bagi penerima jaminan. Status suspensi menyebabkan efek tidak dapat diperdagangkan, sehingga pihak penerima jaminan mengalami kesulitan dalam memperoleh keuntungan atau mengamankan haknya ketika pemberi jaminan tidak memenuhi kewajibannya, seperti melakukan top-up atau menyediakan tambahan jaminan. Global Master Repurchase Agreement (GMRA) belum mengatur secara spesifik mengenai penanganan efek yang disuspensi. Perlindungan hukum yang dapat diambil oleh pihak yang dirugikan dalam transaksi REPO mencakup beberapa langkah: (1) Negosiasi tambahan untuk meminta pemberi jaminan menyediakan aset pengganti, (2) Melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bursa Efek Indonesia untuk memberikan kejelasan terkait penyelesaian transaksi dalam status suspensi, (3) Penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau jalur hukum untuk memperoleh keputusan yang mengikat, dan (4) Jalur pidana sebagai upaya ultimum remedium apabila terdapat bukti kuat pelanggaran hukum seperti penipuan atau penggelapan. Meskipun langkah pidana bukan prioritas dalam penyelesaian sengketa bisnis, opsi ini dapat dipertimbangkan jika upaya lain tidak membuahkan hasil yang memadai. Temuan ini menegaskan perlunya regulasi yang lebih jelas dan perlindungan hukum yang memadai bagi para pihak dalam transaksi REPO yang melibatkan efek di suspensi.

The purpose of this paper is to analyze the execution of shares in repurchase agreements (REPO) when the securities used as collateral are in suspension status, as well as the relevant legal protection in the case of PT MAS against PT TGP. The research method used is the doctrinal method, with an analytical approach to the regulations and related legal documents. The results show that the execution of shares in REPO transactions becomes complicated when the securities used as collateral are in suspension status, which results in legal uncertainty and financial risk for the collateral recipient. The suspension status results in the securities not being traded, which makes it difficult for the pledgee to make a profit or to secure its rights if the pledgor fails to meet its obligations, such as topping up or providing additional collateral. The Global Master Repurchase Agreement (GMRA) does not specifically address the treatment of suspended securities. The legal protection that can be taken by the aggrieved party in the REPO transaction involves several steps: (1) additional negotiations to require the guarantor to provide replacement assets, (2) involvement of the Financial Services Authority (OJK) or the Indonesia Stock Exchange to provide clarity on the settlement of transactions in suspension status, (3) dispute resolution through arbitration or legal channels to obtain binding decisions, and (4) criminal channels as an ultimum remedium if there is strong evidence of legal violations such as fraud or embezzlement. While criminal proceedings are not a priority in business dispute resolution, this option may be considered if other efforts do not yield adequate results. These findings underscore the need for clearer rules and adequate legal protection for parties to REPO transactions involving suspended securities."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Nugroho Bramantyo
"Skripsi ini membahas mengenai kepastian hukum perpajakan pada transaksi repo. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis masalah yang timbul dari berlakunya peraturan pajak yang berlaku umum (lex generalis) untuk mengatur penghasilan yang timbul di dalam transaksi repo. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang menggunakan metode wawancara mendalam dalam mengumpulkan data yang diperlukan. Hasil penelitian menunjukan bahwa peraturan pajak yang berlaku umum tidak dapat memberikan kepastian hukum pada transaksi repo, dilihat dari subjek terdapat dua subjek wajib pajak dalam satu transaksi repo, objek pajak penghasilan yang tidak sesuai dengan substansi ekonomi yang terjadi, tarif pajak yang memberikan beban wajib pajak diluar substansi ekonomi dan pemotongan pajak terutang yang tidak sesuai dengan kepentingan para pihak transaksi repo. Penerbitan Peraturan Pemerintah yang mengatur bahwa pemilik surat berharga yang dijadikan dasar transaksi repo tetap pada penjual repo dapat memberikan kepastian hukum terkait pajak penghasilan yang timbul di dalam suatu skema transaksi repo.
This thesis discusses the legal certainty of taxation in repo transactions. This study aims to analyze the problems that arise from the enactment of generally accepted tax regulations (lex generalis) to regulate income arising in repo transactions. This research is a descriptive study using a qualitative approach that uses in-depth interviews in collecting the necessary data. The results show that generally accepted tax regulations cannot provide legal certainty on repo transactions, judging from the subject there are two taxpayers in one repo transaction, income tax objects that are not in accordance with the economic substance that occurs, tax rates that impose a burden on taxpayers outside the economic substance and withholding taxes payable that are not in accordance with the interests of the parties to the repo transaction. Issuance of a Government Regulation which stipulates that the owner of the securities which are used as the basis for repo transactions remains with the repo seller can provide legal certainty regarding income tax arising in a repo transaction scheme."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valerie Pricillia
"Close-out Netting adalah mekanisme penyelesaian transaksi apabila terjadi Peristiwa Kegagalan dalam Transaksi Repo, dimana perjanjian akan segera jatuh tempo dan kemudian dilakukan perhitungan kewajiban para pihak yang terutang satu sama lain (offsetting) yang menghasilkan Final Close-out Amount yang harus dibayarkan. Mekanisme Close-out Netting terdapat dalam Global Master Repurchase Agreement, perjanjian standar yang wajib digunakan oleh Lembaga Jasa Keuangan yang ingin melakukan Transaksi Repo. Dengan dilakukannya Close-out Netting maka Pihak yang Tidak Gagal memiliki kepastian bahwa Counterparty akan melakukan pembayaran kepadanya tanpa harus menempuh proses Kepailitan terlebih dahulu. Skripsi ini akan meninjau bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh mekanisme Close-out Netting kepada para pihak dalam Transaksi Repo. Selain itu, akan dianalisis pula kepastian hukum pelaksanaan Close-out Netting dalam Transaksi Repo berdasarkan hukum Pasar Modal dan hukum Kepailitan. Penelitian ini dilakukan dengan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipe penelitian deskriptif. Penulis menggunakan data sekunder dan melakukan analisis dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Close-out Netting dapat melindungi para pihak dalam Transaksi Repo, namun masih terdapat disparitas perlindungan antara Penjual Repo dengan Pembeli Repo. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Close-out Netting akan bermanfaat ketika terjadi Peristiwa Kegagalan berupa Kepailitan karena dalam keadaan tersebut, Pihak yang Tidak Gagal tidak perlu merasakan ketidakpastian tentang nilai Efek yang menjadi objek dalam Transaksi Repo. Lebih lanjut, pelaksanaan Close-out Netting tidak pasti karena adanya pertentangan dengan ketentuan dalam UU KPKPU. Namun, disahkannya UU P2SK menjadi jawaban atas ketidakpastian tersebut karena UU P2SK memiliki ketentuan yang dapat menjadi dasar pelaksanaan Close-out Netting baik sebelum maupun sesudah putusan pernyataan pailit.

Close-out Netting is a transaction settlement mechanism if an Event of Default in a Repo Transaction happened, in which the agreement becomes due soon and the obligations of the parties that are owed to each other are offset against each other resulting a Final Close-out Amount to be paid. The Close-out Netting mechanism is provided in the Global Master Repurchase Agreement, a standard agreement that must be used by Financial Services Institutions wishing to carry out Repo Transactions. By implementing Close-out Netting, the Non-Defaulting Party has certainty that the Counterparty will make payments to them without having to go through the Bankruptcy process first. This thesis will review how the Close-out Netting mechanism can give legal protection to the parties in Repo Transactions. Besides that, this thesis will analyze the legal certainty of the implementation of Close-out Netting in Repo Transactions according to the Capital Market law and Bankruptcy law. This research was conducted in the form of juridical-normative research and descriptive research type. The author uses secondary data and performs analysis with qualitative methods. The results of the study show that Close-out Netting gives protection to the parties in Repo Transactions, but there is still a disparity in the protection between Repo Sellers and Repo Buyers. The legal protection provided by Close-out Netting will be beneficial in case the Event of Default is a Bankruptcy because in such condition, the Non-Defaulting Party does not need to through uncertainty about the value of the Securities that became the object of the Repo Transaction. Furthermore, the implementation of Close-out Netting is uncertain because there is a conflict with the provisions in the KPKPU Law. However, the enactment of the P2SK Law has become the answer of such uncertainty because the P2SK Law has provisions that can become the basis for implementing Close-out Netting, both before and after the bankruptcy declaration decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apul Sanjaya
"Perkembangan dunia pasar modal berkembang semakin cepat seiring berjalannya waktu. Banyak orang yang mengetahui bahwa transaksi pasar modal hanya membeli dan menjual saham saja. Salah satu bentuk transaksi yang terdapat dalam pasar modal adalah repurchase agreement atau yang lebih dikenal dengan repo. Transaksi ini adalah semacam jual beli saham pada umumnya tetapi dalam transaksi ini terdapat janji dari pihak penjual saham untuk membeli kembali saham tersebut pada waktu tertetu dan pada harga tertentu.
Dalam skripsi ini membahas mengenai transaksi repo yang dilakukan oleh suatu perusahaan terbuka PT ABCD.Tbk di tahun 2012 dengan saham perusahaan terbuka kepada PT DEFG , tetapi PT ABCD.Tbk menggunakan nominee dalam transaksinya. Pada saat transaksi sebelum jatuh tempo pembelian kembali PT ABCD.Tbk tersebut ingin membeli kembali saham tersebut tetapi PT DEFG tidak dapat menunjukkan saham tersebut karena saham tersebut sedang direpokan kembali kepada pihak ketiga lainnya.
Belakangan diketahui oleh PT DEFG ternyata transaksinya yang dilakukan oleh PT ABCD.Tbk tidak dilaporkan kepada Bapepam-LK. Hal ini yang membuat kekhawatiran PT ABCD.Tbk sehingga PT ABCD.Tbk tidak mau menerima korespondensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun karena merasa bahwa yang melakukan transaksi adalah pihak nominee bukan pihak PT ABCD.Tbk. Maka dari itu terdapat suatu masalah ketika transaksi itu tidak dilaporkan, pihak yang melakukan adalah nominee dan obyek saham tersebut ternyata direpokan kembali oleh pihak pembeli.

The development of the capital market developing faster at time. Many people knows that capital market transactions only buy and sell stocks .One kind of transaction contained in capital market is repurchase agreement or which is recognized with repo facilities.This transaction was like a buy and sell shares in general but in this transaction there are promise from the seller of stock to buy back the shares in the one time and at a certain price.
In a thesis this discussing the transaction repo facilities done by a publicly-listed companies PT ABCD.Tbk in 2012 with company shares open to PT DEFG, but PT ABCD.Tbk use nominee in this transaction. At the transaction before maturity repurchase PT ABCD.Tbk has wanted to buy back stock were but PT DEFG could not show the shares because the shares being repo again to the other third party.
Later found to by PT DEFG of this transaction which was carried out by PT ABCD.Tbk not reported to Bapepam-LK.These things that make concern PT ABCD.Tbk so that PT ABCD.Tbk unwilling to accept correspondence in the form of anything from any party because feel that who transacts is a party is the nominee not PT ABCD.Tbk.Therefore there is a problem, when a deal has not reported, a party who do is nominee and object of the shares it turns repo return by the buyer.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>