Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59801 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muttiara Lisaanie
"ABSTRAK
Penulisan jurnal ini bertujuan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam puisi Nunmur-ui jumeokbap karya Koh Jung-Hee dengan melihat kaitannya dengan tragedi Pemberontakan Kwangju 1980. Penulisan jurnal ini menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penulisan jurnal ini menunjukkan bahwa puisi Nunmur-ui jumeokbap karya Koh Jung-Hee memiliki makna mendalam yang menggambarkan suasana ketika pemberontakan Kwangju 1980 terjadi. Puisi ini diterbitkan tahun 1990 dalam buku kumpulan puisi Koh Jung-Hee yang berjudul Kwangju-ui nunmulbi, dalam buku kumpulan puisi tersebut, puisi-puisinya menceritakan tentang tragedi pemberontakan Kwangju, bagaimana kondisi masyarakat pada saat itu. Kata kunci jumeokbap atau dalam bahasa Indonesia berarti ldquo;nasi kepal rdquo; juga memiliki peran penting dalam peristiwa yang menjadi pintu gerbang demokrasi di Korea tersebut. Jumeok sendiri dapat diartikan sebagai kepalan yang menandakan kekuatan dan semangat juang masyarakat Kwangju pada masa itu. Puisi Nunmur-ui Jumeokbap karya Koh Jung-Hee ini menggambarkan tragedi pemberontakan Kwangju 1980 melalui larik-larik puisinya dan makna yang terkandung di dalamnya.

<ABSTRACT
This study aims to know the meaning contained in the poem Nunmur ui jumeokbap by Koh Jung Hee by looking at the connection with the 1980 Kwangju uprising tragedy. This study using qualitative analysis methods. The results of this journal show that the Nunmur ui jumeokbap poetry by Koh Jung Hee has a profound meaning that describes the atmosphere and situation when the 1980 Kwangju uprising occurred. This poem was published in 1990 in Koh Jung Hee 39 s poetry book entitled Kwangju ui nunmulbi, in the collection of poems, her poems recounting the tragedy of the Kwangju rebellion, the condition of society at the time. Keyword jumeokbap or in Indonesian means ldquo nasi kepal rdquo also has an important role in the event that became the gate of democracy in Korea. Jumeok itself can be interpreted as a fist that denotes the fighting spirit of Kwangju society at that time. Koh Jung Hee as a writer from Kwangju made the tragedy her inspiration for writing poetry. Nunmur ui Jumeokbap by Koh Jung Hee illustrates the tragedy of the Kwangju 1980 revolt through its poetry lines and the meaning that contained in this poetry.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Kyung Soon
City of Kwangju: The May 18th History Compilation Committee of Kwangju City,, 2000
951.950 43 LEE mt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Jung Hee
Kyeong Ki Do: Mun Hak Dong Ne, 2004
KOR 398.208 LEE e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"The game of the evening Chinatown Tokyo old well / Oh Jung-hee Moon byeongeohoe / uncle / Three Coins in the Fountain ring this moment of the winter / Kim Chae-won"
Kyeong Gido: Chang bi, 2005
KOR 895.730 8 SEG XXXIII
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jen, In-gwon
Seoul : beehaksa, 2006
KOR 951.902 JEN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun, Charina Pratenta Br
"Jurnal ini membahas mengenai makna kebebasan pada puisi karya Shin Dong Yup yang berjudul 껍데기는 가라 (Kkeobdegineun Gara, Wahai Kulit, Pergilah) yang dipublikasikan tahun 1967. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginterpretasikan makna kebebasan yang terkandung pada puisi tersebut melalui analisis simbol dan imaji. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berupa penjelasan secara deskriptif terhadap data penelitian berdasarkan studi pustaka. Dari data yang diperoleh, hasil penelitian menunjukkan bahwa simbol dan imaji yang di tuangkan ke dalam puisi ini menyiratkan dengan kuat makna kebebasan hidup yang diinginkan oleh Shin Dong Yup sebagai representasi penggambaran peristiwa yang terjadi pada tahun 1960-an dan sebagai tanda kebangkitan kembali kesusastraan Korea setelah sebelumnya mengalami keterpurukan pada tahun 1950-an.

The focus of this study is the meaning of freedom in the poetry by Shin Dong Yup, entitled 껍데기는 가라 (Kkeobdegineun Gara, Skin, Go Away ) published in 1967. The purpose of this study is to interpret the meaning of freedom contained in the poetry mentioned above through the analysis of symbols and images. This study uses qualitative methods such as descriptive explanation of data research based on literature. From the data obtained, the results shows that the symbols and images contained in this poetry strongly implies the meaning of life and believes that freedom desired by Shin Dong Yup is a sign of the revival of Korean literature after crash in 1950."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Iza Radeska
"[ABSTRAK
Jurnal ini membahas tentang analisis makna ?nim? dalam dua puisi karya Kim Sowol yang berjudul 님의
노래(Nimeui Norae, Nyanyian Kekasih) dan 님에게(Nimege,Untuk Kekasih). Kedua puisi ini menarik untuk diteliti
karena keduanya mengandung kata ?nim? yang dapat diinterpretasikan berbeda. Akan tetapi, jika ditelaah lebih
dalam, makna ?kekasih? dalam kedua puisi ini dapat memiliki makna yang berbeda dengan makna ?nim? yang
sebenarnya. Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah close reading dengan pendekatan struktural
dan semiotik. Studi kepustakaan dilakukan untuk mengetahui latar belakang sosial masyarakat Korea dan penyair
saat kedua puisi ini ditulis. Analisis dalam jurnal ini dikaitkan dengan hakikat puisi, yaitu tema, perasaan penyair,
nada, dan amanat puisi, lalu menerjemahkan keseluruhan kedua puisi ini dengan berfokus pada makna ?nim?. Hasil
dari penelitian ini adalah makna ?nim? dalam puisi yang berjudul Nimeui Norae memiliki makna "negara" dimana
yang dimaksud di sini adalah Korea, sedangkan makna ?nim? dalam puisi yang berjudul Nimege memiliki makna
?kekasih?.ABSTRAK
This journal discusses about the analysis of ?nim??s meaning in two Kim Sowol?s poetries entitled 님의
노래(Nimeui Norae, Lover?s Song) and 님에게(Nimege, For Lover). Both of them are appropriate to study because
the contain of word ?nim? that could be interpreted differently. However, when they examined more deeply, the
word lover in both poetry?s can have different meaning to the"nim? in the real meaning which is interesting to study.
The method used in this journal is closed reading with structural and semiotic approaches. Literature study used to
determine the social background of the Korean and the poets when both them were written. Analysis in this journal
related to the theory of basic of poetry, which is the poetry?s theme, poet?s feeling, tone, and the message of the
poetry. Then, translate both of those poetries with more focus to the meaning of the "nim?. The results of this study
is ?nim? in Nimeui Norae means "country" or Korea. Meanwhile, ?nim? in Nimege means "lover"., This journal discusses about the analysis of “nim”’s meaning in two Kim Sowol’s poetries entitled 님의
노래(Nimeui Norae, Lover’s Song) and 님에게(Nimege, For Lover). Both of them are appropriate to study because
the contain of word “nim” that could be interpreted differently. However, when they examined more deeply, the
word lover in both poetry’s can have different meaning to the"nim” in the real meaning which is interesting to study.
The method used in this journal is closed reading with structural and semiotic approaches. Literature study used to
determine the social background of the Korean and the poets when both them were written. Analysis in this journal
related to the theory of basic of poetry, which is the poetry’s theme, poet’s feeling, tone, and the message of the
poetry. Then, translate both of those poetries with more focus to the meaning of the "nim”. The results of this study
is “nim” in Nimeui Norae means "country" or Korea. Meanwhile, “nim” in Nimege means "lover".]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ajrina Nurul Fallah
"Saat ini penerjemahan telah menjadi kegiatan sehari-hari. Selain teks-teks dan artikel ilmiah, penerjemahan puisi berbahasa asing juga sering dilakukan oleh banyak penerjemah. Namun, penerjemahan puisi tidak sama dengan penerjemahan teks-teks bahasa asing lain. Puisi merupakan karya sastra yang unik, saat menerjemahkan penerjemah tidak hanya harus mempertahankan makna puisi namun juga harus mempertahankan bentuknya. Dalam tulisan ini akan membahas tentang pergeseran struktur dan makna dalam puisi terjemahan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi kepustakaan terhadap buku yang relevan dengan topik ini.

Nowadays, translation already become a daily activity. Beside science texts and articles, foreign-language poetry translation often done by many translators. However , poetry translation is different with other foreign-language texts translation. Poetry is an unique literature work, translator have to maintain not only structure but also poetry's meaning. This paper will discuss about structural and meaning shift in translated poetry. The method used is qualitative method with a literature study of the book which relevant with the topic."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Jingga
"Batasan etnik (ethnic boundary) terbentuk ketika adanya interaksi diantara dua atau lebih kelompok etnik dalam ruang lingkup sosial dan kawasan. Perbedaan budaya, bahasa, arsitektur dan kebiasaan sebagai ciri khas kelompok etnik membentuk sejenis batasan yang bersifat membedakan identitas kelompok etnik. Ketika masyarakat semakin lama berinteraksi dan bersosialisasi, batasan etnik juga akan berubah dan memengaruhi perkembangan area di mana mereka hidup dan berkegiatan. Salah satu pecinan terbesar di Indonesia, yaitu kawasan Glodok Jakarta memiliki identitas sebagai pusat perdagangan yang dikelola oleh kelompok etnik Tionghoa dari masa kolonial hingga saat ini, dan telah menjadi kawasan yang unik di Jakarta dengan karakteristik arsitektur pecinannya. Penulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi batasan etnik dengan melihat unsur bangunan serta ruang kegiatan dalam arsitektur di area Glodok serta perkembangannya ketika adanya faktor eksternal, seperti tragedi pembantaian keturunan etnis Tionghoa di Batavia pada era kolonial Belanda maupun tragedi Mei 1998 di Indonesia yang menargetkan kawasan etnik Tionghoa. Oleh karena itu, penulisan ini mencoba menghubungkan manifestasi batasan etnik dengan identitasnya untuk mengidentifikasi perubahan pada kawasan Glodok sebagai respon terhadap tragedi Mei 1998, seperti perubahan visual pada bangunan ruko yang berkembang mengikuti batasan etnik, atau ruang kegiatan berdagang sebagai media berkembangnya batasan tersebut.

An Ethnic Boundary forms between the interaction of two or more different ethnic groups, the differences between culutures, languages, architecture and gestures form a kind of boundary that makes people distinctive to one another. Then, as more people interact and socialize, ethnic boundaries will also change and affect the development of the area whereas people live and do activities. One of the biggest Chinatown in Indonesia, Glodok area had the identity known as a trading area managed by Chinese Indonesian from the colonial era until now, and has become a very iconic place in Jakarta for the characteristics as a Chinatown. This study aims to identify the ethnic boundary by studying the buildings and space for activity formed within the area of Glodok, and also to identify another effect of the boundary as it was influenced by major external factors, just like the massacre of the Chinese Indonesian in the colonial era and also the tragedy of May 1998 in Indonesia that mainly targeted the Chinese Indonesian settlement, this also includes the characteristic and changes that occur in the rebuilding of the area. Therefore, this study tries to connect the forms of ethnic boundary identity to identify the changes made to the urban area of Glodok afterwards as the response to the May 1998 tragedy, like the visual changes in ruko buildings that develops alongside the ethnic boundary, or the space of activities that becomes the medium of the development of that boundary."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Handoyo
"ean-Paul Sartre menyatakan kebebasan sebagai ciri manusia bereksistensi. Kebebasan manusia dicirikan melalui cara mengadanya. Meskipun ada kefaktaan-kefaktaan yang dapat mengurangi penghayatan kebebasannya, Sartre berpendapat bahwa manusia tetap dapat memilih untuk menghayati kebebasannya secara maksimal, tanpa menghiraukan kefaktaan-kefaktaan tersebut. Penyair Na Tae-ju melalui puisi “Pulkkot 1-2-3” mengajak para pembacanya untuk menghayati kebebasannya secara penuh tanpa memperhatikan kefaktaan-kefaktaan yang dihadapinya. Sehubungan dengan itu, penelitian ini berfokus pada analisis puisi “Pulkkot 1”, “Pulkkot 2”, dan “Pulkkot 3” yang diterbitkan pada kumpulan buku puisinya yang berjudul “Kkocheul Bodeut Neoreul Bonda”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna kebebasan dari ketiga puisi melalui teori eksistensialisme Jean Paul Sartre dengan pendekatan semiotik Michael Riffaterre. Penulis menggunakan metode deskriptif-kualitatif untuk mengumpulkan data dan menggunakan metode studi pustaka untuk menemukan referensi relevan guna mendukung penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapatnya makna kebebasan Sartre pada puisi “Pulkkot 1-2-3” melalui ajakan tokoh aku kepada tokoh kamu untuk menghayati kebebasannya secara penuh dengan tidak menyerah pada hidupnya dan tidak menghiraukan kefaktaan yang mengikatnya.

Jean-Paul Sartre stated that freedom is a characteristic of existing humans. Human freedom is characterized by the way it creates itself. Even though there are facts, which can reduce the appreciation of freedom, Sartre argues that humans can still choose to live their freedom to the fullest regardless of these facts. The poet Na Tae-Ju through his poems “Pulkkot 1-2-3” invites his readers to experience freedom to the fullest regardless of the facts they face. This study focuses on analyzing the poetry of “Pulkkot 1, Pulkkot 2, and Pulkkot 3” published in his collection of poetry books entitled “Kkocheul Bodeut Neoreul Bonda”. This study aims to analyze the meaning of freedom in the three poems through the existentialism theory of Jean-Paul Sartre with Michael Riffaterre's semiotic approach. The author uses a descriptive qualitative method to collect data and the literature study method to find relevant references to support this research. The results of this study indicate that there's Sartre's meaning of freedom in “Pulkkot 1-2-3” poetry through the invitation of the 'I' character to the 'You' character to live his freedom to the fullest by not giving up on his life and ignoring the facts that bind him."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>