Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143299 dokumen yang sesuai dengan query
cover
H. Syamsu Purnomo
"Dakwah Islam merupakan fenomena baru, yang makin marak dalam kurun waktu lebih dari 4 tahun terakhir mi terutama dengan tumbuhnya stasiun televisi swasta. Sebagai negara dengan penduduk lebih dari 180 juta yang beragama Islam, acara dakwah di televisi mernperoleh perhatian yang cukup baik dari para pemirsa di Indonesia. Kenyataan mi membuat para pengelola stasiun televisi menyadani bahwa dakwah Islam merupakan acara yang dibutuhkan Pemirsa. Semua stasiun televisi swasta menyajikan acara dakwah Islam setiap pagi, sebelum memulai acara-acara unggulannya pada hari itu sehingga Pemirsa mempunyai ragam pilihan acara dakwah Islam. Adanya acara dakwah di televisi setiap hari memerlukan para pengisi acara sebagai Ulama ataU Narasumber, yang jumlahnya cukup banyak untuk kebutuhan lima stasiun televisi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa isi pesan komunikasi dakwah yang disampaikan di RCTI dan TPI, umumnya sangat sesuai dengan kerangká pemikiran atau teori-tebri komunikasi yang ada. Hal mi disebabkan karena para Ulama/Narasumber sudah terbiasa mengikuti metode, teknik dan sistematika yang ada dalam Kitab Suci Al Qur'an dalam menyampaikan pesan-pesan agama. Namun demikian dalam dakwah yang dilakukan melalui media televisi, penggunaan teknik rekaman dan editing yang baik belum banyak digunakan sebagai suatu produk acara televisi yang menarik. Bagaimanapun juga, acara dakwah di televisi merupakan upaya dari stasiun televisi untuk lebih mendekati pemirsanya secara spiritual. Sehingga upaya-upaya peningkatan mutu acara dakwah dalam hal materi bahasan, teknik siaran, editing dan pemanfaatan teknologi televisi perlu terus dilakukan agar acara dakwah juga merupakan tontonan yang tetap disukai pemirsa Penggunaan Retorika dan Komunikasi oleh Ulama Narasumber merupakan suatu keharusan, karena dakwah bertujuan agar pesan-pesan agama dapat diresapi pemirsa dan diharapkan untuk dapat diamalkan. Pesan-pesan agama tidak lepas dari aplikasi struktur pesan dan daya tank pesan, agar dakwah agama juga menarikbagi pemirsa sebagai suatu tontonan yang menghibur. Sedangkan teknik argumentasi merupakan salah satu upaya untuk meyakinkan pemirsa, bahwa pesan agama yang disampaikan memiliki landasan yang kuat dan layak di-imani."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Qothrun Nadaa
"Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri rantai sanad mujahadah Nihadlul Mustaghfirin dan interkoneksinya dengan sanad K.H. Dalhar serta pengaruh ajarannya pada masyarakat Muslim Indonesia. Mujahadah ini menarik untuk dibahas sebab walaupun tidak terikat dengan organisasi masyarakat apapun, perkembangannya sangat pesat di berbagai daerah. Selain itu, pentingnya sanad keilmuan perlu untuk dikaji secara mendalam bukan hanya dalam ranah pembahasan hadits, tetapi juga mencangkup seluruh disiplin ilmu, dengan fungsi utamanya menjaga orisinalitas suatu ilmu. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan interkoneksi sanad keilmuan sebagai fokus utama. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari pendekatan studi kasus melalui wawancara pada tokoh-tokoh yang bersangkutan. Dalam menganalisis interkoneksi sanad keilmuan mujahadah, penulis menggunakan teori integrasi-interkoneksi Amin Abdullah dan teori sanad keilmuan Abu Hamid Al-Ghazali. Berdasarkan teori tersebut menyimpulkan bahwa sanad mujahadah Nihadlul Mustaghfirin masuk dalam kategori sanad ijazah, ketersambungan sanad keilmuan diberikan langsung oleh guru (Kyai Nahrowi Dalhar) kepada muridnya (Gus Muh). Eksistensi mujahadah ditemukan membawa pengaruh dalam merekatkan hubungan antar masyarakat dan meluaskan koneksi karena diikuti oleh ribuan masyarakat.

This study aims to trace the chain of sanad mujahadah Nihadlul Mustaghfirin and interconnection with sanad K.H. Dalhar, as well as the influence of its teachings on the Indonesian Muslim community. This mujahadah is interesting to discuss because although it is not tied to any community organization, its development is very rapid in various regions. In addition, the importance of scientific sanad needs to be studied in depth not only in the realm of hadith discussion but also covers all disciplines, with its main function being to maintain the originality of a science. This research was conducted by qualitative methods with the interconnection of scientific sanad as the main focus. The source of data used in this study comes from a case study approach through interviews with the figures concerned. In analyzing the interconnection of the mujahadah scientific sanad, the author uses Amin Abdullah's theory of integration-interconnection and the theory of Abu Hamid Al-Ghazali’s scientific sanad. Based on this theory, it is concluded that the sanad mujahadah Nihadlul Mustaghfirin is included in the category of sanad diploma, and the connection of scientific sanad is given directly by the teacher (Kyai Nahrowi Dalhar) to his students (Gus Muh). The existence of mujahadah was found to influence bonding relations between communities and expand connections because it was followed by thousands of groups of people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Ukhuwah Islamiyah, 1984
297.4 ZAM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iding Rosyidin
"Fokus penelitian ini adalah pembahasan tentang hubungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah pasca Orde Baru. Dan waktu penelitiannya dipusatkan pada masa dimulainya era reformasi atau pasca tumbangnya pemerintahan Orde Baru pada 21 Mei 1998. Namun demikian, sebagai bahan perbandingan, dibahas pula pola-pola hubungan yang diperlihatkan MUI dan pemerintah pada masa Orde Baru untuk mendukung penelitian ini. Sebab, pada periode ini hubungan MUI dan pemerintah mengalami beragam dinamika dari oposisional kritis pada masa Hamka sampai akomodatif pada masa KH Hasan Basri.
Dinamika hubungan MUI dan pemerintah baik pada masa pra dan pasca Orde Baru tentu saja tidak lahir begitu saja, melainkan karena dipengaruhi perkembangan sosial-politik yang terjadi di Indonesia, terutama relasi antara negara dan masyarakat, dalam hal ini, Islam. Oleh karena itu, sangatlah relevan jika peneliti melihat latar belakang munculnya pola hubungan semacam itu atau faktor yang mempengaruhinya, terutama dalam konteks hubungan MUI dan pemerintah pasta Orde Baru yang menjadi fokus penelitian ini.
Penelitian ini bersifat kualitatif Untuk pengumpulan data di lapangan digunakan tiga teknik: Document analysis: dipergunakan untuk menelaah data-data yang telah ada yang , berupa wawasan dan Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga (PD/PRT) MUI yang barn atau pernyataan-pernyataan sikap dan taushiyah atau rekomendasi MUI yang dikeluarkan selama masa pasca Orde Baru ini, jugs makalah, jurnal, buku-buku hasil penelitian sebelumnya yang relevan. Depth Interview : wawancara dengan beberapa orang pengurus MUI pusat. Unstructured observation: dipergunakan untuk melakukan oberservasi secara langsung tetapi tidak terstruktur dengan mengamati perkembangan-perkembangan yang terjadi di MUI.
Teori yang digunakan untuk menganalisis data-data tersebut adalah teori civil society yang berguna untuk melihat posisi MUI sebagai bagian dan civil society vis-a-vis pemerintah, dan teori analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dari model Teun A. van Dijk untuk menganalisis sejumlah pernyataan sikap dan taushiyah atau rekomendasi yang dikeluarkan MUI pasca Orde Baru.
Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa pola hubungan MUI dan pemerintah pasca Orde Baru yang kritis dengan sejumlah indikatomya tampaknya banyak dipengaruhi oleh perubahan sistem politik yang tengah berlangsung di Indonesia pasta tumbangnya pemerintah Orde Baru. Yaitu, munculnya enomena liberalisasi politik yang membuka pintu lebar-lebar bagi digunakannya hak-hak warga negara: hak berbicara, hak mengkritik, hak berserikat dan berkumpul dan seterusnya. Lahirnya partai-partai politik yang berjumlah lebih dari 150 buah merupakan pengejawantahan dari liberalisasi politik tersebut. Dan di antara partai-partai tersebut terdapat partai-partai politik Islam atau berkonstituen islam dalam jumlah yang cukup siginifikan. sehingga bagi sebagian kalangan, fenomena ini disebutnya sebagai kebangkitan kembali politik Islam.
Dalam konteks sosial-politik inilah di mana sistem politik Indonesia pasca Orde Baru dentildan longgar dengan adanya liberalisasi itu-MUI menampilkan pola hubungaanya dengan pemerintah. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap performance MCA yang mulai menampakkan kebeianian dan kekritisan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Di sini MUI bahkan merumuskan "paradigma baru" guna merespons perkembangan situasi tersebut, seperti dengan melakukan perubahan-perubahan substantif atas hal-hal fundamental dalam Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga (PDIPRT)nya, semisal asas organisasi, kaitan struktural dengan pemerintah dan sebagainya Dan perubahan-pensbahan itu kemudian direfleksikan dalam berbagai pemyataan sikap MUI dan taushiyah alau rekomendasi yang sangat kritis. Namun begitu, kekritisan MUI itu tetap dalam kerangka menjalankan fungsi civil society yang tidak menegasikan pemerintah atau negara karena posisinya sebagai jembatan penghubung antara pemerintah dan rakyat, yang mengharuskannya tetap menjalin hubungan dengan pemerintah seraya memelihara kekritisan. Karenanya pola hubungan semacam ini lebih tepat untuk disebut resiprokal kritis.
Memang muncul juga masalah, di tengah fenomena liberalisasi politik pasca Orde Baru yang acap tak terkendali, MCA juga tarapak terhanyut oleh eforia kebebasan, sehingga pada tingkatan tertentu, ia cenderung ke arah kanan atau membawa semangat aliran. Dalam hal ini, keberpihakannya kepada idelogi Islam sangat kuat, yang terkadang membuatnya tampil kurang bijak dalam melihat suatu persoalan atau malah menyederhanakan persoalan. MUI, misalnya, sering menggunakan istilah-istilah yang berkonotasi ideologic, semacam "kafir harbi, "jihad fi sabilillah" dan sebagainya dalam sejumlah pernyataan sikap dan taushiyah atau rekomendasi yadg dikeluarkannya selama masa pasca Orde Baru ini.
Dengan demikian, sistem politik pasta Orde Baru yang sangat longgar itu telah membawa pengaruh yang signifikan pada pola hubungan MUI dan pemerintah pasca Orde Baru. Dt satu sisi, ia sudah mulai tampil berani dan kritis terhadap kebijakan pemerintah tetapi di sisi lain, terdapat pula kecenderungan bahwa ia agak teihanyut pada semangat aliran. Tentu saja tidak tertutup kemungkinan ada variable-variabel lain yang turut berperan dalam pola hubungan semacam itu sehingga memungkinkan untuk dijadikan penelitian lebih lanjut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Angrika
"Penelitian ini menggambarkan pandangan dan sikap terhadap fenomena peran ganda, KDRT dan TKW dalam hubungannya dengan program organisasi perempuan Islam. Alasan yang mendasari penelitian ini adalah adanya tudingan bahwa organisasi perempuan Islam kurang vokal, cenderung lamban dalam merespon isu-isu gender, dan terkooptasi oleh Orba. Akibatnya, organisasi perempuan Islam (OPI) seolah tidak peduli akan persoalan perempuan dan tenggelam dalam lingkaran gerakan perempuan di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berperspektif perempuan, melibatkan 24 subjek penelitian yang terdiri dari 12 orang dari PPNA Yogyakarta dan 12 orang dari PP Fatayat NU Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan dan sikap terhadap fenomena peran ganda, KDRT, dan TKW pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pemahaman pengurus tentang konsep gender. Sejauh pengurus memiliki pemahaman dan kepekaan gender, maka semakin tumbuh program yang berwawasan gender pula. Nasyiah dan Fatayat, sesungguhnya mempunyai perhatian dan kepedulian yang tinggi, serta cukup responsif dalam menanggapi persoalan gender. Ini terlihat dari program kerja yang mencoba melepaskan diri dari bias gender dan berpihak pada kepentingan perempuan. Program kerja yang relevan dengan ketiga isu gender yang diangkat dalam penelitian ini dikemas oleh Nasyiah dan Fatayat dalam fokus program gender masing-masing. Nasyiah berfokus pada program kewirausahaan perempuan, dan Fatayat pada penguatan hak perempuan melalui penguatan hak reproduksi.
Penelitian juga menunjukkan bahwa Nasyiah dan Fatayat tidak hanya menekankan pada program untuk memenuhi kebutuhan praktis gender perempuan, tetapi telah mulai memenuhi kebutuhan strategisnya. Nasyiah dan Fatayat perlu berbenah diri dan merumuskan kembali program-programnya khususnya yang berkaitan dengan ketiga isu di atas. Keduanya harus berusaha agar ketergantungannya terhadap lembaga dana dan organisasi induk dapat diminimalisir.
Islamic Women's Organizations' Perception and Attitude towards Gender Issues (Case study of Nasyiatul Aisyah Yogjakarta and Fatayat NU Jakarta)This research is grounded on the assumption that Islamic women's organizations have not been actively involved in addressing women's issues as well as been cooped by the New Order Ruler. This research thus aims to reveal the perception and attitude of the organizations towards gender issues, namely dual roles, domestic violence, and women labors.
Using qualitative approach with feminist perspective, 24 subjects from PPNA Jogjakarta and Fatayat NU Jakarta are interviewed.
Findings show that the perception and attitude towards gender issues of the organizations have been mostly influenced by the concepts of gender shared by the members of the board. Good understanding of gender issues shared by the members will result in good work program in addressing women's issues. Nasyiah and Fatayat have good understanding of gender concept as reflected by their work program that focuses more on women's interests. Even though Fatayat and NU have different approach, both organizations to some extent have set up work program dealing with gender issues. While Nasyiah has been intensely working on women's entrepreneurship, Fatayat focuses more on women's reproductive rights.
Both organizations also focus more on programs dealing with strategic than practical needs. It concludes, however, both Fatayat and Nasyiah still need to reformulate their work programs especially those tackling issues such dual roles, domestic violence and women labors.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
297.094 7 KAU
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Mardiansyah
Bandung: Grafindo, 2012
910.202 ACH a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ismah Salman
"Studi ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari kegiatan Aisyiyah sebagai suatu organisasi wanita Islam yang terkemuka di Indonesia dalam mewujudkan Keluarga Sakinah. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
(1) Peran organisasi dalam mendorong peran aktif wanita dalam kehidupan sosial ekonomi, baik di dalam keluarga maupun di masyarakat.
(2) Strategi Aisyiyah dalam mencapai terbentuknya Keluarga Sakinah di kalangan anggotanya.
Penelitian dilakukan dengan mempergunakan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian mencakup tiga Cabang Aisyiyah, yaitu Cabang Jakarta Selatan dan Timur dan Yogyakarta (Kauman sebagai tempat asal Aisyiyah didirikan). Lokasi ini dipilih karena merupakan tempat Pimpinan Pusat Aisyiyah berada dan relatif bervariasi, baik dalam jumlah anggota maupun permasalahan yang dihadapi. Subjek penelitian adalah Pimpinan (Ketua, sekretaris, bendahara dan bagian-bagian) dan anggota Aisyiyah, pimpinan Muhammadiyah dan pengurus Kowani. Subjek penelitian berjumlah 50 orang. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif.
Aisyiyah merupakan organisasi wanita Islam yang tertua di Indonesia. Pendiriannya dirintis oleh seorang remaja wanita bernama Siti Walidah dalam bentuk kelompok pengajian. Pada tahun 1917 diresmikan sebagai "bagian organisasi kewanitaan" dari persyarikatan Islam yang bernama Muhammadiyah, dan pada tahun 1966 menjadi organisasi wanita otonom dengan status Ketua Aisyiyah sebagai anggota Pleno Pimpinan Muhammadiyah.
Pemahaman yang ingin ditanamkan Aisyiyah tentang pengertian "Keluarga" kepada anggota-anggotanya adalah perwujudan pembinaan Keluarga Sakinah menurut ajaran Islam. Realisasinya akan membantu terlaksananya usaha pemerintah dalam mewujudkan Ketahanan Nasional melalui ketahanan keluarga dalam bentuk peningkatan kualitas peran wanita.
Upaya yang dianjurkan dan didorong Aisyiyah kepada para anggotanya dalam mewujudkan keluarga sakinah adalah dengan memenuhi tatanan kehidupan berkeluarga yang agamis dan ubudiyah, keluarga yang sehat, ekonomi keluarga yang stabil, dan hubungan harmonis antaranggota keluarga.
(1) Kehidupan keluarga yang agamis yang dicirikan oleh 80 persen responden yang menyatakan memperoleh pengetahuan agama dari hasil mengikuti pengajian agama dan buku-buku tentang keluarga Sakinah yang dikeluarkan oleh Aisyiyah; sebanyak 905 responden mengirim anak-anaknya bersekolah di madrasah untuk belajar agama.
(2) Kehidupan keluarga yang sehat dicirikan oleh: 65% responden melaksanakan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan sewaktu hamil, merawat kesehatan anak dan anggota keluarga, menjaga kebersihan rumah, pakaian dan makanan dan cara hidup sehat, 85% responden kondisi rumahnya dan pekarangan bersih, demikian pula anak-anak dan pakaian responden.
(3) Kehidupan ekonomi keluarga yang stabil dicirikan oleh 85% responden memiliki penghasilan tetap (bekerja sebagai pegawai negeri 65% disamping suami), 20% pengusaha, sedangkan 15% responden menambah pendapatan keluarga dengan berdagang dan menjahit.
(4) Hubungan harmonis antar keluarga dicirikan oleh 90% responden hidup rukun, selalu bermusyawarah dalam memutuskan persoalan dalam rumahtangga, dan tidak bercerai. Anak-anak mereka pun berlaku hormat pada orang tua dan tidak punya masalah serius. lni terbukti tidak terdapat di kalangan responden yang memiliki masalah serius yang berdampak merusak keharmonisan keluarga sekalipun tersedia kesempatan konsultasi atau diskusi setelah pengajian.
(5) Pengamalan agama di kalangan anggota keluarga dengan salat berjamaah, puasa dilaksanakan dengan tepat, di samping menunaikan zakat dan haji (dari 25%) responden yang terhitung mapan di bidang ekonomi.
Pemahaman jender memperjelas peran dan fungsi wanita dalam keluarga, di samping tidak mengabaikan kewajiban mereka di tengah-tengah masyarakat. Pemahaman jender tidak saja dimaksudkan untuk menyadarkan wanita akan keberadaannya tetapi juga menyadarkan pria tentang pentingnya. Peran serta mereka dalam mewujudkan Keluarga Sakinah, sebagai implikasi posisi wanita sebagai mitra sejajar pria, baik dalam rumah tangga maupun di masyarakat.
Strategi Aisyiyah dalam mewujudkan Keluarga Sakinah dilakukan melalui berbagai jalur upaya berikut:
(1) Pendidikan formal dan nonformal, seperti pendirian sekolah TK sampai Perguruan Tinggi, kursus-kursus keterampilan dan pengajian agama, seminar, diskusi dan penyuluhan.
(2) Peningkatan ekonomi keluarga melalui peningkatan keterampilan usaha wirausaha, koperasi, dan kegiatan anak asuh, bantuan dana pendidikan dan usaha Qaryah Thayyibah (Desa Binaan).
(3) Peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, Klinik Bersalin, KB dan fasilitas kesejahteraan lainnya seperti panti asuhan dan panti jompo.
(4) Membina hubungan dengan masyarakat luas, instansi pemerintah maupun swasta dalam mensukseskan program pemerintah, termasuk di dalamnya usaha membina kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
(5) Menerbitkan buku-buku tuntunan dan pedoman yang dapat berguna bagi masyarakat. Di antara buku-buku yang telah diterbitkan oleh Aisyiah, di antaranya adalah Tuntunan menuju Keluarga Sakinah, Adabul Mar'ah Fil Islam (etika wanita), Tuntunan Peningkatan Ekonomi Keluarga, Peranserta Wanita dalam Pembangunan, Pedoman Pendidikan Madrasah Diniyah, Pedoman Pengkaderan dan buku-buku pedoman praktis bagi lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh Aisyiyah.
(6) Pengkaderan melalui penataran bagi remaja, kursus kader, penataran mubalig, nasehat perkawinan, dan pembinaan Nasyiatul Aisyiyah (Remaja Aisyiyah).
Potensi yang menunjang perwujudan Keluarga Sakinah yang ingin dicapai oleh organisasi Aisyiah adalah:
(1) jumlah anggota telah mencapai angka 70.370 untuk seluruh Indonesia. Berarti ada sebanyak 70.370 calon Keluarga Sakinah yang sedang dikelola oleh Aisyiah dan akan diwujudkan oleh anggota (P.P Aisyiyah, 1995).
(2) beragam jenis pendidikan formal (seperti TK, Madrasah Diniyah, SLTP dan SLTA serta Akademi Perawat) dan beragam jenis pendidikan non-formal (seperti Kursus ketrampilan, pengajian agama, kursus mubaligat dan bina usaha) telah diselenggarakan oleh Aisyiyah dan telah dimanfaatkan oleh anggota (termasuk masyarakat non-Aisyiah) dalam upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan produktif. Jumlahnya dua sarana pendidikan ini telah mencapai ribuan ( Laporan Muktamar PP.Aisyiyah 1995) dan begitu juga jumlah anggota yang telah berpartisipasi di dalamnya dan tersebar di seluruh Indonesia,
(3) panti asuhan sebagai wadah pembinaan anak yatim dan tidak mampu secara juga ada diseluruh wilayah disamping kegiatan anak asuh. Jumlahnya telah mencapai angka ribuan dan tidak hanya dimanfaatkan oleh anggota tetapi juga oleh non-anggota, terutama keluarga Islam yang tidak mampu,
(4) Rumah Sakit Bersalin, Klinik Keluarga Berencana sebagai wadah menunjang kesehatan keluarga ternyata telah banyak dimanfaatkan oleh anggota.
(5) penerbitan majalah sekalipun masih relatif sederhana.
Setelah memperoleh data dan fakta dari kegiatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Aisyiyah telah berhasil mendorong anggotanya untuk mewujudkan Keluarga Sakinah di dalam rumah tangganya, sekalipun kendala-kendalanya tetap ditemukan. Peran organisasi Aisyiyah dalam mewujudkan Keluarga Sakinah dikalangan anggotanya adalah:
1. sebagai motivator, mendorong anggota untuk menciptakan Keluarga Sakinah, minimal dalam keluarga mereka sendiri.
2. sebagai dinamisator, dengan melatih mubaligah yang bertugas menyampaikan penyuluhan Keluarga Sakinah bagi anggota dan masyarakat sekitar tempat mereka berada,
3. sebagai stabilisator, menyediakan sarana-sarana penunjang untuk menjaga kestabilan keluarga sakinah.
Kendala-kendala yang menghambat terwujudnya cita-cita organisasi Aisyiyah dalam pelaksanaan perwujudan Keluarga Sakinah adalah sebagai berikut:
(a) Dari individu wanita, baik sebagai anggota maupun pengurus. Hal ini, disebabkan oleh keterbatasan mereka dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan, serta penghayatan ajaran agama yang keliru atau tidak tepat dalam mempersepsikan peran wanita.
(b) Manajemen yang kurang terutama sarana administrasi.
(c) Kurangnya dana, yang antara lain disebabkan kurang lancarnya iuran wajib darn anggota. Hal ini disebabkan karena tidak seluruh anggota menyadari kewajibannya sebagai anggota.
(d) Kurang rapinya administrasi seperti kegiatan pendokumentasian, pencatatan, agenda, maupun notulen rapat sehingga data kegiatan organisasi tidak seluruhnya dapat diperoleh.
(e) Kurangnya tenaga ahli dalam membantu pelaksanaan kegiatan organisasi di beberapa cabang."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nourouzzaman Shiddiqie
Yogyakarta: PLP2M, 1984
297.124 3 NOU m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siddique, Kaukab
Jakarta : Paramadina, 2002
297.152 2 SID m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>