Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143584 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irene Aprilia
"Persepsi akuntabilitas merupakan elemen penting di masyarakat dan dalam organisasi. Tanpa akuntabilitas, individu akan bertindak dengan tidak memperhatikan kemungkinan konsekuensi yang terjadi dari perbuatannya bagi orang lain. Akan tetapi, penelitian empiris mengenai faktor-faktor yang memprediksi persepsi akuntabilitas masih sangat minim. Penelitian berdesain korelasional ini dilakukan untuk meneliti hubungan antara persepsi akuntabilitas dengan perilaku pengawasan manajerial yang dibagi menjadi pengawasan terhadap tugas dan hubungan interpersonal dan iklim pemberdayaan oleh pemimpin. Untuk menghindari common method bias, data penelitian diperoleh dari sumber berbeda: 85 pasang atasan dan bawahan di Indonesia dan juga diberikan jeda waktu time-lag untuk sumber yang sama. Seluruh alat ukur penelitian menunjukkan konsistensi internal yang baik dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,7-0,9. Hasil analisis korelasi pearson menunjukkan a tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara perilaku pengawasan manajerial terkait tugas dan iklim pemberdayaan oleh pemimpin terhadap persepsi akuntabilitas b terdapat hubungan positif yang signifikan dari perilaku pengawasan manajerial terkait hubungan interpersonal terhadap felt accountability. Hasil temuan ini memberikan kontribusi bagi pembentukan dan evaluasi felt accountability dalam lingkup organisasi.

Felt Accountability is an imperative element within a society, as well as an organization. Without accountability, one would disregard the consequences that their actions may cost another individual. However, the number of empirical research that studies predicting factors of felt accountability, is very much lacking. This correlational design research is done to study the relationship of felt accountability among managerial monitoring for task and for interpersonal facilitation behavior and empowering leadership climate. To reduce common method bias, these research data were obtained from multiple different sources 85 pairs of leaders and their subordinates in Indonesia, furthermore an appropriate amount of time lag was given for the ones that were obtained from the same source. All the measuring instruments for the purposes of this research exhibit a relatively good internal consistency, with the reliability coefficients ranging from 0.7 0.9. The Pearson correlation analysis shows a there are no significant, positive correlation, between managerial monitoring behavior for task and empowering leadership climate with felt accountability b there are significantly positive effect that managerial monitoring for interpersonal facilitation have towards felt accountability. These findings provide new empirical evidences concerning the construction and evaluation of felt accountability within the organizational scope.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Candra Dewi
"Felt accountability, atau persepsi akuntabilitas karyawan, merupakan salah satu faktor yang memegang andil dalam penentuan kesuksesan ataupun kegagalan perusahaan. Hal ini disebabkan, karyawan dengan felt accountability yang rendah, berisiko melakukan kecurangan yang mampu merugikan perusahan. Sayangnya, meskipun konsekuensi dari felt accountability sudah banyak diketahui, namun masih minim penelitian yang berusaha mengetahui antesedennya.
Penelitian dengan desain korelasional ini dilakukan untuk mengetahui apakah afek positif, afek negatif, dan persepsi dukungan perusahaan memiliki hubungan dengan felt accountability. Untuk menghindari adanya common method bias, penulis memberikan jarak dua minggu antara pengambilan data variabel independen dan variabel dependen. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian skripsi inisebanyak 134 orang.
Hasil analisis regresi majemuk menunjukkan bahwa afek positif, afek negatif, dan persepsi dukungan perusahaan memiliki hubungan yang signifikan dengan felt accountability. Riset ini memberi kontribusi empiris dalam mengangkat aspek individu dan situasi sebagai anteseden dari felt accountability.

Felt accountability is one of the major factors that can determine the successor failure of a company. Employees with low felt accountability have a greater risk of doing fraud which can harm the company. However, despite the consequences of felt accountability have already been known, there is still little empirical research regarding its antecedents.
Research with the correlational design is under taken to investigate whether the relationship of positive affect, negative affect, and perceived organizational support towards felt accountability exist or not. To avoidthe common method bias, there was two weeks delay between the first data taking and second data taking. The data were collected from 134 participants.
The result from multiple regression analysis shows that positive affect, negative affect, andperceived organizational support have significant relationships with feltaccountability. This research provides empirical contribution in felt accountabilityresearch field by highlighting the person situation aspects as its antecedents.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afiania
"Felt Accountability merupakan kunci yang menuntun pada kesuksesan dalam dunia organisasi karena dapat membantu mengarahkan karyawan membentuk ekspektasi peran dan kewajiban bersama, serta memperjelas kriteria evaluasi kinerja dan perilaku mereka. Selain itu, felt accountability juga dapat berasosiasi dengan tindakan-tindakan tidak etis dan ilegal karyawan. Oleh karena itu, menjadi penting untuk mengetahui faktor yang dapat memprediksikan felt accountability.
Penelitian berdesain korelasional ini dilakukan untuk meneliti faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan felt accountability. Secara spesifik ingin meneliti hubungan dari faktor individu berupa conscientiousness dan faktor kelompok berupa ethical leadership dengan felt accountability karyawan.
Adapun untuk mencegah common method bias, pengambilan data menerapkan metode time lag yang memisahkan pengambilan data independent variable dan dependent variable dengan jarak dua minggu pada masing-masing partisipan. Penelitian ini dilakukan terhadap 140 orang karyawan dengan dua struktur perusahaan berbeda: organic dan mechanistic. Seluruh alat ukur penelitian menunjukkan konsistensi internal yang baik dengan koefisien reliabilitas yang berada pada rentang 0,7 ndash; 0,9.
Hasil analisis multiple regression menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara conscientiousness dan felt accountability. Akan tetapi, tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara ethical leadership dan felt accountability. Adapun implikasi dari penelitian ini didiskusikan lebih lanjut.

Felt Accountability is a key that leads to success in organization because it provides guidance and direction for employees to form their role expectations and mutual obligations, also clarify the evaluation criteria for their performance and behavior. Felt accountability is associated with employees unethical and illegal conducts, hence it is important to explore the predictors of felt accountability.
This research is conducted to investigate the factors involved in correlational relationship of felt accountability. Specifically, aim to investigate the relationship of individual factor, such conscientiousness and group factor, such ethical leadership to felt accountability in employee.
To avoid common method bias, the survey was applying time lag method which separate the independent from dependent variable for two weeks gap of survey time. This research is conducted towards 140 employees in two different structure of companies organic and mechanistic. All of the research instruments show good internal consistency with coefficient of reliability from 0,7 ndash 0,9.
Analysis result of multiple regression shows a positively significant correlational relation between conscientiousness and felt accountability. However, there is no significant correlation found between ethical leadership and felt accountability. The implications of this study is discussed further.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devika Nur Shabrina
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kepemimpinan pemberdayaan dan perilaku kerja inovatif pada karyawan di perusahaan digital Indonesia. Dengan semakin berkembangnya perusahaan digital di Indonesia, maka daya saing antar perusahaan digital semakin ketat. Salah satu cara penting yang dapat dilakukan oleh karyawan pada perusahaan digital di Indonesia untuk menghadapi persaingan tersebut adalah berinovasi. Pada penelitian ini terdapat 217 responden yang berasal dari beberapa perusahaan digital di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur perilaku kerja inovatif oleh Janssen 2000 yang telah diadaptasi oleh Etikariena dan Muluk 2014 dan kepemimpinan pemberdayaan dari Amundsen dan Martinsen 2014.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan pemberdayaan dan perilaku kerja inovatif pada karyawan perusahaan digital di Indonesia r= 0.56, n = 217, p < 0.01. Selain itu, hasil juga membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi dukungan otonom r=0.57, n=217, p.

This research aims to examine the relation between empowering leadership and innovative work behavior on employees in Indonesia rsquo s digital enterprises. With the increasing development of digital enterprises, the competitiveness between each company becomes more rigorous. Therefore, one of the most important things that the employees in digital enterprises can do is to innovate. There are 217 respondents from several digital enterprises in Indonesia within this research.
The method used in this research is quantitative method in which the author uses Janssens 2000 innovative work behaviour instruments and Amundsen and Martinsens 2014 empowering leadership instruments to measure the data. The analysis technique used in this research is Pearsons Product Moment.
The result shows that there is a significant relation between empowering leadership and innovative work behavior on employees in Indonesias digital enterprises r 0.56, p 0.01, autonomy support and innovative work behavior r 0.57, n 217.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Octara
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara iklim organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja pada karyawan perusahaan, serta untuk mengetahui dimensi dari iklim organisasi yang memberikan sumbangan terbesar terhadap perilaku inovatif di tempat kerja. Pengukuran perilaku inovatif di tempat kerja sendiri dilakukan dengan menggunakan Janssen’s Innovative Work Behavior, sedangkan pengukuran iklim organisasi dilakukan dengan menggunakan Organizational Climate Measure (OCM). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 205 karyawan perusahaan, yang terdiri dari berbagai macam divisi dalam satu perusahaan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara perilaku inovatif di tempat kerja dan iklim organisasi pada karyawan perusahaan X (r = 0.685, n = 205, p < .01, one-tailed). Hasil tersebut memiliki arti bahwa semakin tinggi perilaku inovatif di tempat kerja yang dimiliki oleh individu, maka akan semakin tinggi iklim organisasi yang dimilikinya. Hasil lain dari penelitian ini diperoleh bahwa dimensi open system dari iklim organisasi memberikan sumbangan terbesar terhadap perilaku inovatif di tempat kerja, yang berarti peningkatan pada open system dari iklim organisasi akan diikuti oleh peningkatan terhadap perilaku inovatif di tempat kerja.

This research was conducted to find the relationship between organizational climate and innovative work behavior among employee in company, to know how much each dimension of organizatioanl climate was given to innovative work behavior. Innovative work behavior was measured by using instrument named Janssen's Innovative Work Behavior and organizational cimate was measured by using a modification instrument named Organizational Climate Measure (OCM). The participants of this research were 205 employee of company, consist of various divisions within company.
The main result of this research showed that there was a positive significant correlation between innovative work behavior and organizational climate among employee (r = .685, n = 205, p < .01,onetailed). This result means that the higher innovative work behavior of one’s own, the higher organizational climate of him. Another result of this research was that the biggest contribution of organizational climate to innovative work behavior was open system, which meant, an increase of open system component from organizational climate would be followed by an increase of innovative work behavior.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oloi, Peter Samuel
"Persaingan bisnis mendorong perusahaan untuk bertahan dengan melakukan inovasi. Inovasi merupakan solusi terbaik bagi perusahaan untuk tidak hanya bertahan dalam persaingan, melainkan untuk meningkatkan kesuksesan. Dalam konteks bekerja, inovasi disebut sebagai perilaku kerja inovatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesiapan untuk berubah dan perilaku kerja inovatif pada karyawan pemasaran tingkat manajerial di PT XYZ. Sebagai penelitian kuantitatif, penelitian ini menggunakan kuesioner yang telah mengumpulkan data 38 responden penelitian, yaitu karyawan pemasaran tingkat manajerial dari sebuah perusahaan pada industri barang kebutuhan sehari-hari.
Hasil korelasi Pearson Product Moment menunjukkan bahwa kesiapan untuk berubah berhubungan secara positif dan signifikan dengan perilaku kerja inovatif pada karyawan pemasaran tingkat manajerial di PT XYZ (r = .482, p< 0.01). Semakin siap karyawan untuk berubah, semakin sering karyawan menampilkan perilaku kerja inovatif di perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, PT XYZ perlu memperhatikan kesiapan untuk berubah pada karyawan pemasaran tingkat manajerial agar memiliki karyawan yang menampilkan perilaku kerja inovatif.

Business rivalry forces to the companies to survive by doing innovation. Innovation is the best solution for the companies to not only survive on that circumstance, but also improve its success. In working context, innovation is as well-known as innovative working behavior. This research aims to know the relationship between readiness for change and innovative working behavior among managerial level of marketing employees in PT XYZ. As a quantitative study, the methodology used is questionnaire which has collected 38 of managerial level of marketing employees from a consumer goods company.
The result of Pearson Product Moment shows that readiness for change has a positive and significant relationship with innovative working behavior among marketing managerial level of marketing employees in this company (r = .482, p< 0.01). The more ready employees to change, the more often employees to show innovative working behavior in this company. Thus, PT XYZ should have a concern to the readiness for change to its managerial level of marketing employees in order to have employees who show their innovative working behavior.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59001
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiya Faiza Yumna
"Di tengah era digitalisasi dan persaingan industri global, perilaku kerja inovatif karyawan menjadi kunci dari kesuksesan perusahaan, khususnya perusahaan berbasis digital. Dalam mengimplementasikan ide-ide inovatif, karyawan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama atasan. Dibutuhkan gaya kepemimpinan yang tepat untuk mendukung perilaku kerja inovatif karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan salah satu gaya kepemimpinan, yaitu benevolent leadership dengan perilaku kerja inovatif karyawan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain korelasional yang menggunakan alat ukur Benevolent Leadership Scale dari Cheng dkk. 2004 dan The Innovatiove Work Behavior Scale dari Janssen 2000. Pearson Product Moment dan Hierarchical Regression digunakan dalam menganalisis hasil penelitian ini.
Hasil penelitian terhadap 217 karyawan di perusahaan berbasis digital menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dan positif antara benevolent leadership dan perilaku kerja inovatif r 215 = 0.48, p < 0.01 . Lebih lanjut, penelitian ini juga menemukan adanya hubungan antara perilaku kerja inovatif dan beberapa variabel demografis seperti usia dan lama kerja karyawan.

In the midst of digitization era and global industry competition, employees rsquo innovative work behavior is key to the success of a company, especially for digital based company. In order to implement innovative ideas, employees need support from various parties, specifically from their leaders. It takes a certain style of leadership that suitable to support employees rsquo innovative work behavior. This study aims to describe the relationship between one of the leadership styles, that is benevolent leadership, and innovative work behavior.
This study is a quantitave research with correlational design using Benevolent Leadership Scale from Cheng et al. 2004 and The Innovative Work Behavior Scale from Janssen 2000. Pearson Product Moment and Hierarchical Regression were used to analyze the result of this study.
The results carried out among 217 employees from various digital enterprises showed that there was a positive and significant correlation between benevolent leadership and innovative work behavior r 215 0.48, p 0.01 . Furthermore, this study also showed the relationship between innovative work behavior and some demographic variables, such as age and employees rsquo tenure.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Nur Ilma
"Penelitian terkait faktor dan mekanisme psikologis yang menyebabkan individu memiliki grit yang tinggi masih belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran mediasi pemberdayaan psikologis pada hubungan antara kepemimpinan yang memberdayakan dan grit karyawan menggunakan teori self- determination. Penelitian ini bersifat korelasional menggunakan metode pengambilan data survei daring pada sampel karyawan di perusahaan digital yang minimal sudah bekerja selama satu tahun (N = 179). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Grit-O Scale, Leadership Empowerment Behavior (LEB), dan Psychological Empowerment Questionnaire (PEQ).
Hasil analisis mediasi sederhana menggunakan makro PROCESS Hayes versi 4.2 pada SPSS versi 21 menunjukkan bahwa efek tidak langsung dari kepemimpinan pemberdayaan terhadap grit melalui pemberdayaan psikologis signifikan. Namun, efek mediasi pemberdayaan psikologis tergolong parsial, karena empowering leadership masih dapat memprediksi grit setelah mengontrol mediator. Implikasi teori dari penelitian ini adalah pentingnya teori self-determination sebagai kerangka teori untuk menjelaskan faktor dan mekanisme psikologis penyebab grit. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah organisasi perlu melatih dan mendorong manajer untuk menampilkan gaya kepemimpinan pemberdayaan untuk meningkatkan grit karyawan.

Research related to psychological factors and mechanisms that cause individuals to have high grit is still not much done. This study aims to determine the mediating role of psychological empowerment in the relationship between debilitating leadership and employee grit using self-determination theory. This research is correlational using the daring survey data collection method on a sample of employees in digital companies who have worked for at least one year (N = 179). The instruments used in this study were the Grit-O Scale, Leadership Empowerment Behavior (LEB), and the Psychological Empowerment Questionnaire (PEQ).
The results of a simple mediation analysis using the PROCESS Hayes version 4.2 macro on SPSS version 21 show that the indirect effect of empowering leadership on grit through psychological empowerment is significant. However, the mediating effect of psychological empowerment is partial, because empowerment leaders are still able to process grit after controlling the mediators. The theoretical implication of this research is the importance of self-determination theory as a theoretical framework to explain the psychological factors and mechanisms that cause grit. The practical implication of this research is that organizations need to train and encourage managers to display an empowering leadership style to increase employee grit.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Aprilia Roscantika
"Pada era globalisasi saat ini, perilaku kerja inovatif dianggap sebagai hal krusial karena berguna dalam pencapaian keuntungan kompetitif dan keberlangsungan organisasi jangka panjang. Sama seperti perilaku kerja inovatif yang dianggap penting bagi organisasi, hal lain yang juga penting adalah bagaimana peran pemimpin dalam memunculkan perilaku kerja inovatif pada karyawan itu sendiri. Akan tetapi dari hasil melakukan tinjauan literatur ditemukan adanya penelitian yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh langsung dari kepemimpinan etis terhadap perilaku kerja inovatif karyawan. Adanya hasil penelitian tersebut yang bersifat inkonsisten dengan beberapa hasil penelitian-penelitian sebelumnya, membuat penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kembali hubungan antara kepemimpinan etis dan perilaku kerja inovatif pada sampel lain, khususnya karyawan di perusahaan berbasis digital. Perilaku kerja inovatif diukur dengan menggunakan alat ukur Innovative Work Behavior 2000, sedangkan kepemimpinan etis diukur dengan menggunakan alat ukur Ethical Leadership Questionnaire 2013. Sampel penelitian ini terdiri dari 217 karyawan dari perusahaan berbasis digital yang telah memiliki lama kerja dengan atasan minimal tiga bulan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Pearson. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan etis dan perilaku kerja inovatif pada karyawan di perusahaan berbasis digital r = 0.44, p < 0.01.

In this current era of globalization, innovative work behavior is regarded as crucial because it is useful in achieving competitive advantage and long term organizational sustainability. Just as innovative work behavior is considered important to organization, another important thing is how the leaders role in generating innovative work behavior on the employees themselves. However, results from reviewing the literature found a study showing that there is no direct influence of ethical leadership on employees innovative work behavior. The results of this study are inconsistent with some of the results of previous studies, making this research conducted with the aim to re examine the relationship between ethical leadership and innovative work behavior on other samples, especially employees in digital enterprise. Innovative work behavior was measured using Innovative Work Behavior Scale 2000, while ethical leadership was measured using Ethical Leadership Questionnaire 2013. The sample of this study consists of 217 employees of digital enterprise that have had a period of work with their leaders for at least three months. The analysis technique used in this study is Pearson correlation. The results of this study indicate that there is a positive and significant relationship between ethical leadership and innovative work behavior on employees in digital enterprise r 0.44, p 0.01."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Azaria
"Masuknya generasi Z sebagai salah satu angkatan kerja di Indonesia membuat jumlah angkatan kerja bertambah banyak variasinya karena terdiri dari berbagai macam generasi. Adapun karakteristik dari generasi Z adalah mereka menyukai apabila diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ide atau pendapat mereka serta diterimanya umpan balik atas pekerjaan yang telah dilakukan. Dengan begitu, diperlukan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan karakteristik karyawan generasi Z. Pemimpin yang menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan karakteristik generasi Z dapat memberikan karyawannya pengalaman kerja yang positif sehingga karyawan pun memiliki komitmen untuk bekerja di suatu organisasi dalam rentang waktu yang lama. Penelitian ini memiliki tipe korelasional dengan menggunakan metode kuantitatif. Penelitian ini melibatkan 187 partisipan karyawan generasi Z yang sedang bekerja minimal enam bulan dan memiliki atasan langsung. Instrumen yang digunakan adalah alat ukur kepemimpinan pemberdayaan (Empowering Leadership Scale) dan komitmen organisasi (Organizational Commitment Questionnaire). Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis korelasional karena data yang diperoleh tidak terdistribusi secara normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi dukungan otonomi (r = 0.654, p < 0.01) dan dukungan pengembangan (r = 0.455, p < 0.01) memiliki hubungan yang signifikan dengan komitmen organisasi pada karyawan generasi Z. 

The entry of Generation Z as one of the workforce in Indonesia has made the number of the workforce increase in variety because it consists of various generations. The characteristics of the Z generation are that they like to be given the opportunity to express their ideas or opinions and receive feedback on the work that has been done. That way, a leadership style is needed that is in accordance with the characteristics of generation Z employees. Leaders who adapt their leadership style to the characteristics of generation Z can provide their employees with positive work experiences so that employees also have a commitment to work in an organization for a long time. This research has a correlational type using quantitative methods. This research involved 187 Generation Z employee participants who were working for at least six months and had a direct supervisor. The instruments used are measuring leadership empowerment (Empowering Leadership Scale) and commitment to the organization (Organizational Commitment Questionnaire). The analysis technique used is correlational analysis because the data obtained is not normally distributed. The results showed that the dimensions of autonomy support (r = 0.654, p < 0.01) and development support (r = 0.455, p < 0.01) had a significant relationship with organizational commitment among Generation Z employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>