Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Farhan Darus
"Merger konglomerat saat ini telah menjadi sorotan dari pemasaran dan kebijakan publik di Amerika Serikat karena efeknya yang dapat menimbulkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tulisan ini membahas mengenai perbandingan penerapan pengaturan mengenai merger konglomerat di Amerika Serikat dengan Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data penelitian berdasarkan pada studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapatnya perbedaan antara penerapan pengaturan merger konglomerat antara Indonesia dan Amerika Serikat. Amerika Serikat dalam peraturannya telah mengatur mengenai akuisisi aset, sebagaimana ketentuan tersebut belum diatur di Indonesia. Di Amerika Serikat juga telah terdapat pengaturan yang mengatur mengenai merger konglomerat secara khusus dalam pedomannya dengan menggunakan penilaian merger yang mengeliminasi pesaing potensial. Dengan menggunakan penilaian tersebut, Amerika Serikat dapat memperkirakan potensi persaingan yang akan terjadi di masa yang akan datang bahkan sebelum terjadi kerugian aktual terhadap hukum persaingan usaha. Ketentuan seperti ini belum terdapat ketentuannya dalam peraturan di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan pembahasan yang lebih dalam mengenai pengaturan akuisisi aset dan juga penilaian merger yang mengeliminasi pesaing potensial dengan merujuk kepada peraturan yang telah diterapkan di Amerika Serikat.

The conglomerate merger is already under the spotlight of marketing and public policy in the United States because of its effects that can lead to monopoly and unfair business competition. This paper discusses the comparative application of regulation on conglomerate merger in the United States with Indonesia. This research uses normative juridical research method using research data based on literature study. The result of this research is there is differences between applying the regulation of conglomerate merger between Indonesia and United States. The United States in its regulations has regulated the acquisition of assets, as such provisions have not been regulated in Indonesia. In the United States there has also been a regulation that regulated conglomerate mergers specifically in its guidelines by using merger analysis that eliminate potential competitors. By using such analysis, the United States may estimate the potential for future competition even before actual losses to competition law take place. Such provisions do not yet have provisions in Indonesian regulations. Therefore a deeper discussion of asset acquisition arrangements and mergers is required which eliminates potential competitors by referring to the regulations adopted in the United States. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Varial Ashari
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan penerapan dan pengaturan merger vertikal di Amerika Serikat dan ketentuan-ketentuan yang ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengaturan mengenai merger vertikal di Indonesia dan di Amerika Serikat. Perbedaan tersebut dapat kita temukan dari larangan yang diatur oleh Amerika Serikat dan Indonesia. Merger vertikal di Amerika Serikat tidak hanya melarang mengenai pengambilalihan atas saham, namun juga pengambilalihan atas aset sedangkan di Indonesia dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 hanya mengatur mengenai pengambilalihan atas saham dan perbedaan lainnya terdapat dalam bagaimana cara FTC dan KPPU melakukan penilain terhadap aktivitas merger vertikal. Di Amerika Serikat FTC akan melakukan penilaian menyeluruh terhadap aktivitas merger vertikal apakah mempengaruhi persaingan potensial yang berbahaya atau tidak dengan salah satu caranya adalah melihat pangsa pasar perusahaan yang terlibat dalam merger memiliki pangsa pasar 5 hal tersebut bertujuan untuk menganalisa apakan hasil dari aktivitas merger vertikal tersebut akan mengeliminasi salah satu perusahaan yang melakukan aktivitas merger vertikal sebagai calon pendatang baru yang potensial untuk dapat masuk ke pasar dan berakibat menimbulkan hambatan masuk di pasar masa depan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pembahasan mendalam mengenai pengaturan pengambilalihan atas aset dan juga penilaian terhadap persaingan potensial yang berbahaya atau tidak, dengan merujuk kepada pengaturan di Negara yang terlebih dahulu menerapkannya, yakni di Amerika Serikat.

This thesis discusses the comparative application and regulations of vertical mergers in the United States and the provisions in Indonesia. This research uses normative juridical research method where the research data is mostly from literature study. The result of this study is that there are different regulations regarding vertical mergers in Indonesia and in the United States. These differences can be found from the restrictions imposed by the United States and Indonesia. The vertical merger in the United States not only prohibits the takeover of shares, but also the takeover of assets while in Indonesia in Law no. 5 of 1999 only regulates the acquisition of stock and other differences in how FTC and KPPU conduct judgments on vertical merger activities. In the United States the FTC will undertake a thorough assessment of the activity of a vertical merger whether it affects dangerous potential competition or not by one way is to see the market share of companies involved in a merger having a 5 market share it aims to analyze whether the results of such vertical merger activity will eliminate one of the companies that engage in vertical merger activity as potential new entrants to enter the market and result in barriers to entry in the future market . It is therefore necessary to have an in depth discussion of the arrangement of asset acquisition and also the assessment of potentially dangerous competition or not. To do that analysis, we can refer to the United States as a country that has already applied the regulation. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Komang Sekar Rayi Prabhasari
"Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder sebagai sumber data. Pokok permasalahan adalah bagaimana negara Amerika Serikat memberikan pengaturan mengenai monopoli dan monopolisasi, bagaimana berbagai instrumen hukum dari negara Amerika Serikat dapat diterapkan guna menganalisis dugaan penyalahgunaan posisi monopoli yang dilakukan Google dalam gugatan yang berjudul “United States of America v. Google LLC (Google)”, serta bagaimana instrumen usaha Indonesia menindaklanjuti tindakan yang dilakukan oleh Google seandainya kasus serupa terjadi dalam ranah persaingan usaha Indonesia. Hasil penelitian mendatangkan kesimpulan bahwa monopoli dalam hukum Amerika Serikat bukanlah suatu hal yang dilarang. Pelanggaran hukum persaingan usaha Amerika Serikat terjadi ketika pelaku usaha melakukan praktek monopoli, suatu bentuk penyalahgunaan posisi monopoli yang dimiliki pelaku usaha dengan terpenuhinya dua syarat yang terkandung dalam yurisprudensi. Kesimpulan lainnya yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah dalam hal penggunaan hukum Amerika Serikat dan Indonesia dalam menganalisis tindakan Google, ditemukan bahwa Google telah terbukti melakukan monopolisasi (praktek monopoli). Titik perbedaan dari penggunaan hukum kedua negara ini adalah bahwa instrumen hukum Amerika Serikat menilai Google melakukan monopolisasi hanya dalam pasar mesin pencarian, sedangkan instrumen hukum Indonesia menilai Google melakukan praktek monopoli dalam pasar mesin pencarian dan iklan pencarian. Adapun dalam penganalisisan dugaan monopolisasi, instrumen hukum Amerika Serikat perlu untuk segera menyepakati mengenai definisi dan kriteria exclusionary conduct. Sedangkan untuk negara Indonesia, dianggap perlu untuk KPPU memberikan edukasi mengenai monopoli dan praktek monopoli, untuk menambah wawasan masyarakat Indonesia serta mengurangi anggapan bahwa monopoli adalah suatu hal yang secara inheren dilarang oleh hukum Indonesia.

Research metodology used in this thesis is literary research with secondary data as the main source of data. The core problems of this thesis revolve around how United States of America regulates monopoly and monopolization, also the implementation of both United States’ and Indonesia’s anti-trust law in analyzing Google’s suspected monopolization as stated in “United States of America v. Google LLC (Google)” legal complaint. Research concludes that United States’ law condemns not monopoly but monopolization, a conduct in which a firm abuse its monopoly position and have met the two requirements as stated in jurisprudence. Research also concludes that both the implementation of United States’ and Indonesia’s anti-trust law in analyzing Google’s conduct have deemed Google for violating the law. The main difference between the implementation of the law from both countries lies upon the proven monopolization in relevant market. According to United States’ anti-trust law, Google conducted monopolization in only the market of search engine whilst according to Indonesia’s anti-trust law, Google has conducted monopolization in the market of both search engine and search advertising. In analyzing the allegation of monopolization, both countries have not yet fully created legal certainty. It is recommended for United States’ anti-trust law to define exclusionary conduct, and for Indonesia’s authority (KPPU) to educate the citizens of Indonesia about monopoly and monopolization, in order to expand the knowledge of Indonesians and removing the perception that monopoly is inherently prohibited by Indonesia law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Christie Sumarandak
"Skripsi ini membahas tentang studi komparatif pengaturan serta perbandingan penerapanan layanan telemedicine di Indonesia dan Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian yuridis normatif dengan tipe deskriptif. Pengaturan mengenai telemedicine di Indonesia sampai saat ini hanya berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan tentang penyelenggaraan telemedicine antar fasilitas pelayanan kesehatan, belum diatur secara menyeluruh dan khusus, sedangkan Amerika Serikat telah memiliki pengaturan mengenai telemedicine yang dikeluarkan oleh pemerintah federal maupun pemerintah negara bagian, namun dalam hal ini yang sangat bervariasi. Hasil dari perbandingan mengenai pengaturan dan penerapan telemedicine dari kedua negara ini memperlihatkan persamaan maupun perbedaan antara Indonesia dengan Amerika Serikat dalam hal praktik layanan telemedicine, dimulai dari sejarah sampai dengan pertanggungjawaban dokter. Kedepan, diharapkan pelaksanaan telemedicine di Indonesia harus selalu diperhatikan demi kepentingan dan keselamatan masyarakat, dalam hal ini pasien dan diharapkan Amerika Serikat dapat menjadi contoh bagi Indonesia agar dalam hal etika kedokteran dalam telemedicine diatur secara jelas.

This bachelor thesis focuses on comparing related to telemedicine regulations and practices in Indonesia and in the United States. This research uses the qualitative method with the form of normative juridicial research with descriptive type. Regulations regarding telemedicine in Indonesia up until today have only been based on the Minister of Health's Regulation regarding the provision of telemedicine between health service facilities, have not been regulated comprehensively and specifically, while the United States already has regulations regarding telemedicine issued by the federal and state governments, but in terms of this which varies greatly. The results of the comparison regarding the regulation and application of telemedicine from the two countries show the similarities and differences between Indonesia and the United States in terms of telemedicine practices, starting from history to doctor's liability. In the future, it is hoped that the implementation of telemedicine in Indonesia must always be considered in the interests and safety of the society, in this case is patients and it is hoped that the United States can become an example for Indonesia so that in terms of medical ethics in telemedicine is clearly regulated"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzaki Prakoso Wicaksono
"Pasar bersangkutan di dalam hukum persaingan usaha dapat meliputi berbagai macam bentuk menyusul adanya perkembangan pasar yang dinamis. Di Amerika Serikat, salah satu bentuk pendefinisian pasar bersangkutan dapat berupa single-brand aftermarket, yang mana pasar bersangkutan ini hanya mencakup produk lanjutan dari produk merek tertentu. Pasar bersangkutan jenis ini pada mulanya timbul di dalam perkara Eastman Kodak v. Image Technical Services (Supreme Court, Certiorari to The United States Court of Appeals for The Ninth Circuit, 1992), yang mana hakim di dalam perkara tersebut mendefinisikan pasar bersangkutan hanya berupa servis dan suku cadang dari mesin fotokopi dan micrographic Kodak. Dalam perkembangannya, penentuan single-brand aftermarket sebagai pasar bersangkutan disempurnakan oleh hakim di dalam perkara Newcal Industries, Inc. v. IKON Office Solution (United States Court of Appeals, Ninth Circuit, 2008), yang mana perkara ini mengeluarkan suatu pertimbangan khusus untuk menentukan aftermarket sebagai pasar bersangkutan yang dikenal dengan Newcal factors. Adapun di Indonesia, pengaturan hukum persaingan usaha tidak meliputi secara spesifik terkait dengan single-brand aftermarket sebagai pasar bersangkutan, sebagaimana dicakup di dalam hukum persaingan usaha di Amerika Serikat. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan mencoba menganalisis bagaimana single-brand aftermarket diterapkan sebagai pasar bersangkutan di dalam penegakan hukum persaingan usaha di Amerika Serikat, sekaligus membahas bagaimana ia diterapkan di dalam kasus aktual dan bagaimana single-brand aftermarket diadaptasikan ke dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

Relevant market definition in the context of antitrust law may consist various forms, following the dynamic of the market development. In the United States, relevant market may also be defined to consist single-brand aftermarket products, in which it encapsulates only the aftermarket products of specific brands. This type of relevant market first invented in Eastman Kodak v. Image Technical Services (Supreme Court, Certiorari to The United States Court of Appeals for The Ninth Circuit, 1992), where the judges defined and limited the relevant market in that case to contain services and spare parts of Kodak’s photocopiers and micrographics. Considerations on defining single-brand aftermarket as relevant market in the subsequent cases developed as judges in Newcal Industries, Inc. v. IKON Office Solution (United States Court of Appeals, Ninth Circuit, 2008) invented several factors in regards of determining aftermarket as relevant market known as Newcal factors. In Indonesia, the laws regarding antitrust enforcement do not specifically include single-brand aftermarket as relevant market, as provided in the antitrust law of the United States. Utilizing normative juridical research method, this writing will attempt to analyze on how single-brand aftermarket is applied as relevant market in the enforcement of antitrust law in the United States. This writing will also discuss on how single-brand aftermarket as relevant market is implemented in actual cases and how it is adapted to antitrust law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Ramadhan
"Perlindungan terhadap merek terkenal pada dasarnya merupakan suatu hal yang sudah diamanatkan oleh undang-undang, namun pada kenyataannya pelaksanaan pelindungan terhadap merek terkenal sendiri di Indonesia dirasa masih belum diberikan dan dilaksanakan secara maksimal hingga saat ini. Hal ini dapat terjadi, karena memang pengaturan perlindungan terhadap merek terkenal yang masih belum memadai serta penerapan kriteria merek terkenal yang belum didasari oleh suatu dasar yang kuat oleh hakim di dalam sengketa merek. Walaupun terkait dengan kriteria merek terkenal telah diatur secara lebih lanjut di dalam PERMENHUKAM 67/16, namun ketidakhadiran pedoman standar dari kriteria tersebut menyebabkan ketidakseragaman baik oleh praktisi maupun hakim dalam menerapkan kriteria tersebut. Oleh karena itu, skripsi ini akan mengkritisi dan menganalisis pengaturan terkait dengan merek terkenal serta penerapannya oleh hakim dalam sengketa merek di Indonesia serta membandingkannya dengan pengaturan dan penerapannya di Singapura dan Amerika Serikat. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif, dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil laporan penelitian ini akan berupa sebuah laporan yang mengidentifikasi dan mengklarifikasi permasalahan yang ada sehingga dapat melewati proses analisis dan pengambilan kesimpulan. Temuan yang akan disampaikan dalam penelitian ini adalah masukan-masukan untuk perbaikan terhadap pengaturan merek terkenal dan penerapan kriteria merek terkenal dalam sengketa merek kedepannya.

The protection of well-known marks is basically a matter that has been mandated by law, but in reality, the implementation of protection for well-known marks in Indonesia is considered to have not been maximally given and implemented to date. It can happen because the regulation of the protection of well-known brands is still inadequate as well as the application of criteria for well-known marks that have not been based on a strong basis by the judges in trademark disputes. Although the criteria for well-known marks have been further regulated in PERMENHUKAM 67/16, the absence of standard guidelines from these criteria has led to a lack of uniformity both by practitioners and judges in applying these criteria. Therefore, this thesis will criticize and analyze the regulations related to well-known marks and their application by judges in trademark disputes in Indonesia and compare them with their regulations and applications in Singapore and the United States. The research method in writing this thesis is juridical-normative research, and uses library materials such as primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of this research report will be in the form of a report that identifies and clarifies existing problems so that it can go through the process of analysis and conclusion. The findings which would be conveyed in this study are inputs for improvements to the regulations of well-known marks and the application of criteria for well-known marks in future trademark disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hanief
"Penelitian ini mengkaji kerangka regulasi yang mengatur penggunaan konosemen elektronik atau EBL dalam pencairan letter of credit (L/C), dengan membandingkan penerapannya dalam hukum Indonesia dengan Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Singapura. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis regulasi hukum saat ini terkait EBL sebagai dokumen hak milik dan penerimaannya dalam perdagangan internasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, memanfaatkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier melalui studi pustaka. Penelitian ini menyoroti pentingnya regulasi yang efektif untuk memfasilitasi penggunaan EBL yang praktis dan aman, menekankan keuntungannya dalam mengurangi kesalahan manusia dan menyederhanakan proses birokrasi. Dengan membandingkan kerangka regulasi negara-negara terpilih, penelitian ini memberikan rekomendasi bagi Indonesia untuk meningkatkan infrastruktur hukum guna mendukung implementasi EBL dalam transaksi perdagangan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa meskipun EBL menawarkan keuntungan signifikan dalam efisiensi dan keamanan, adopsinya memerlukan kerangka hukum yang kuat dan kerjasama internasional untuk memastikan efektivitas dan keandalannya dalam praktik perdagangan global.

This study examines the regulatory framework governing the use of electronic bills of lading (EBL) in the disbursement of letters of credit (L/C), comparing its application in Indonesian law with that in the European Union, the United States, and Singapore. The research aims to analyze the current legal regulations concerning EBL as a document of title and its acceptance in international trade. The study employs a normative juridical approach, utilizing primary, secondary, and tertiary legal materials through library research. It highlights the necessity for effective regulations to facilitate the practical and secure use of EBL, emphasizing its benefits in reducing human errors and bureaucratic processes. By comparing the regulatory frameworks of the selected countries, the study provides recommendations for Indonesia to enhance its legal infrastructure to support the implementation of EBL in trade transactions. The findings indicate that while EBL offers significant advantages in efficiency and security, its adoption requires robust legal frameworks and international cooperation to ensure its effectiveness and reliability in global trade practices."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abyandar Hendarto
"Skripsi ini membahas perbandingan antara prosedur serta persyaratan pendaftaran kepemilikan dan pengoperasian pesawat udara sipil di Indonesia dengan Amerika Serikat. Prosedur pendaftaran dan pengoperasian pesawat udara di setiap negara memiliki persamaan dan perbedaan menurut hukum positif negara masing-masing. Seiring dengan perkembangan teknologi penerbangan, pengaturan mengenai hukum penerbangan juga turut berkembang untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat dalam lalu-lintas transportasi udara. Departemen Perhubungan baik di Indonesia (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara) maupun Amerika Serikat (Departemen Transportasi dan Federal Aviation Administration) berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan operasi pesawat udara dalam hal perekonomian dan keselamatan penerbangan. Masing-masing Lembaga memiliki pendekatan yang berbeda dalam menjaga kelancaran kegiatan angkutan udara di negaranya.

This paper discusses comparisons between the procedure and requirements for registration of ownership and operation of civil aircraft in Indonesia and the United States. The registration and operation of aircraft procedure in each country have similarities and differences according to the positive law of each country. Along with the development of aviation technology, the provision of aviation law also evolving to fit the needs of people in traffic air transport. Department of Transportation both in Indonesia (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara) and the United States (Department of Transportation and Federal Aviation Administration) play a role in overseeing the operations of aircraft in terms of economy and safety of the flight. Each Institute has a different approach in maintaining the operation of air transport within the country."
2016
S64846
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kembaren, Keny Indah Gloria
"Peer to peer lending (P2PL) menghubungkan peminjam dan pemberi dana tanpa lembaga keuangan bank sebagai perantara. Bentuk pengumpulan dana ini memberikan pemberi dana untuk memperoleh kesempatan yang lebih banyak untuk berinvestasi, kendati demikian hal ini juga menimbulkan pendanaan macet dan fraud. Tesis ini membahas mengenai perlindungan pemberi dana dalam P2PL khususnya terkait risiko pendanaan macet dan fraud oleh Penyelenggara LPBBTI berdasarkan POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) serta penerapannya dalam perjanjian pendanaan. Penulis juga melakukan perbandingan hukum di Amerika Serikat dan China. Adapun perbandingan dengan memilih negara Amerika Serikat dan China karena kedua negara tersebut merupakan pangsa pasar P2PL terbesar di dunia. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan rumusan masalah, yaitu: Analisis penyelenggara layanan P2PL menerapkan perlindungan pemberi dana terkait risiko pendanaan macet dan fraud pasca berlakunya POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi; Perbandingan pengaturan perlindungan pemberi dana dalam penyelenggaraan peer to peer lending di Amerika Serikat, China, dan Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pada akhirnya, penulis memperoleh kesimpulan bahwa Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022 telah cukup komprehensif mengakomodir penyelenggaraan layanan P2PL di Indonesia khususnya terkait dengan perlindungan pemberi dana dari risiko pendanaan macet dan risiko fraud oleh penyelenggara P2PL. Peraturan P2PL yang utama digunakan di Amerika Serikat adalah Securities Exchange Act dan Peraturan P2PL yang utama digunakan di China adalah Interim Measures for the Administration of the Business Activities of Online Lending Information Intermediary Institution.

Peer to peer lending (P2PL) connects borrowers and lenders without bank financial institutions as intermediaries. This form of crowdfunding brings lenders more investment opportunities, however it can also lead to bad funding and fraud. This thesis discusses the protection of lenders in P2PL, especially related to the risk of bad funding and fraud by P2PL Providers based on POJK Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Co-Funding Services and its application in lenders agreements. The author also makes a comparison of laws in the United States and China. The comparison by selecting the United States and China because these two countries are the largest P2PL market share in the world. Based on that problems, the writer tried to describe the main issues, which are: Analysis of P2PL service providers implementing protection for funders regarding the risk of bad funding and fraud after the enactment of POJK Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Co-Funding Services; Comparison of lender protection implementing peer to peer lending in the United States, China and Indonesia. The form of research used in this research is normative juridical research. In the end, the writer come to the conclusion that POJK Regulation No. 10/POJK.05/2022 is comprehensive enough to accommodate the implementation of P2PL services in Indonesia, especially related to the protection of lender from the risk of bad funding and the risk of fraud by P2PL providers. The main P2PL regulation used in the United States is the Securities Exchange Act and the main P2PL regulation used in China is Interim Measures for the Administration of the Business Activities of Online Lending Information Intermediary Institution."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasatyanti
"Dalam penyelesaian sengketa-sengketa internasional, lembaga pengadilan masih memiliki peran yang sangat penting. Dalam hal penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi, permasalahan mengenai yurisdiksi hakim terhadap para pihak merupakan hal yang harus diperhatikan. Hakim yang tidak memiliki yurisdiksi terhadap para pihak tidak dapat memproses perkara dan oleh karenanya tidak dapat membuat putusan yang mengikat. Penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode hukum normatif dengan menganalisis dua buah putusan pengadilan Amerika Serikat yang masing-masing melibatkan badan hukum Indonesia sebagai pihak tergugat. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

AbstractIn international disputes settlement, the court still has a very important role. In settling international disputes through litigation process, a problem concerning personal jurisdiction to the parties is a matter that must be considered. Judges who do not have jurisdiction over the parties are unable to process the case and therefore cannot make a binding judgment. This research was made by using the method of normative law by analyzing two judgments of United State rsquo s courts that involves an Indonesian legal entity as a defendant. This research is expected to become one of the references for the parties concerned."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>