Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208081 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, Juwita Patty
"ABSTRAK
Sistem pembayaran saat ini berkembang dengan cepat, mulai dari alat pembayaran konvensional seperti transfer tunai dan kartu kredit sampai kepada metode pembayaran baru yang berbasiskan internet, seperti bitcoin dan virtual currency lainnya. Bitcoin adalah serangkaian kode pemograman yang kemudian diamankan menggunakan kriptografi yang oleh komunitas tertentu digunakan sebagai alat pembayaran. Akan tetapi, sampai saat ini Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran belum bertindak tegas dalam mengatur bitcoin dan virtual currency lainnya. Walaupun sudah ada PBI Nomor 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, namun masih tetap dalam posisi grey area. Bank Indonesia saat ini masih mempelajari perkembangan dari bitcoin wait and see . Bitcoin dan virtual currency lainnya dapat diatur sebagai alat pembayaraan, sehingga PJSP termasuk bitcoin exchange diperbolehkan untuk memproses semua transaksi bitcoin dan virtual currency lainnya. Tujuan dari pengaturan tersebut, yaitu untuk mencegah bitcoin dan virtual currency lainnya digunakan dalam tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme oleh karena transaksinya yang bersifat pseudonymous. Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana mengatur bitcoin dan virtual currency lainnya dengan memperbandingkan pada aturan yang berlaku di negara Amerika Serikat, Cina, dan Jepang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan comparative. Penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Kata Kunci: Bitcoin, virtual currency, peraturan

ABSTRACT
Currently, a payment method develops significantly, from conventional such as cash transfer and credit card to new technological innovations internet based payments, such as bitcoin and other virtual currencies. Bitcoin is a type of unregulated, digital money, which is issued and usually controlled by its developers, and used and accepted among the members of a specific virtual community as a payment. Bank Indonesia issued statement related to bitcoin and other virtual currency on 6 February 2014. In view of the Act No. 7 Year 2012 concerning Currency and Act No. 23 Year 1999 which has been amended several times, the latest with Act No. 6 Year 2009, Bank Indonesia stated that bitcoin and other virtual currency are not currency or legal payment instrument in Indonesia. Any risk associated with utilization of virtual currency shall be borne solely by the user. On 19 November 2016, Bank Indonesia issued PBI Number 18 40 PBI 2016 on the Implementation of Payment Transaction Processing ldquo Regulation rdquo . The regulation prohibits Payment System Service Providers to use virtual currency as a payment tool, and does not regulate activities such as bitcoin mining and trading. Those using bitcoin as a payment method become user rsquo s own risk. However, Bank Indonesia remains in grey area position. Bitcoin and other virtual currencies are potentially abused for terrorism financing and money laundering. Therefore, they need to be regulated comprehensively, bitcoin and other virtual currencies companies shall report to Bank Indonesia. The research will discuss how to regulate bitcoin and other virtual currencies compared to regulation in the United States, China, and Japan. Descriptive comparative studies and normative legal research will be used to construct a legal framework with a qualitative approach. Key Words Bitcoin, Virtual Currency, Regulation."
2018
T51066
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Wisnu Wardhana
"ABSTRAK
Globalisasi ekonomi dan perkembangan teknologi mengakibatkan beberapa perubahan terutama dalam sistem keuangan. Adanya perkembangan menuju kearah digital dan paperless serta perkembangan teknologi virtual currency yang memungkinkan pembayaran langsung tanpa melalui sistem perbankan formal dapat merubah tatanan sistem keuangan di seluruh dunia. Permasalahan yang timbul adalah fenomena virtual currency yang mulai menjadi trend dalam dunia keuangan akan tetapi masih belum terdapat suatu aturan khusus. Dengan tidak adanya suatu regulasi memungkinkan potensi buruk dari virtual currency dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan untuk melakukan tindakan melanggar hukum seperti pencucian uang, pendanaan terorisme dan pengemplangan pajak. Dengan menggunakan dasar kajian literature maka diketahui kerangka regulasi yang berlaku umum untuk dapat meregulasi virtual currency secara global, dan dengan menggunakan model tersebut akan digunakan untuk mengkaji regulasi virtual currency di Indonesia. Berdasarkan kajian literature maka diketahui ada dua konsep regulasi yang dapat digunakan untuk menkaji regulasi di Indonesia yaitu konsep self regulation dan konsep multiple regulatory jurisdiction, dengan dua konsep ini digunakan untuk membuat kerangka regulasi yang sudah berlaku di Indonesia. Selanjutnya kerangka regulasi virtual cuurency dianalisis dengan menggunakan teori instrument kebijakan dan matriks respon kebijakan pemerintah dari IMF.Metode penelitian adalah deskriptif komparatif dengan pendekatan kualitatif maka penelitian ini akan mengkaji kerangka hukum regulasi beberapa negara yang telah meregulasi virtual currency dan membandingkan dengan keadaan regulasi di Indonesia.

ABSTRACT
Economic globalization and the advancement of technology effect the financial area. The changes effect how the actors using different platform on their daily activity. The development in the virtual currency area enabling the actors to do direct payment without the involvement of third party, this can change the financial system to become digital and paperless. The issue from this emerging technology is about regulation. There are no specific regulation that regulate virtual currency can cause the downside nature of virtual currency to be used by bad actors to facilitate their activity such as money laundering, terrorism financing and tax evasion. Based on literature studies researcher is able to construct a virtual currency framework and the framework is used as a foundation and grand theory for this research. There are two models that can be use to analyze virtual currency globally, the first model is the self regulation model and the second is the multiple regulatory framework model. By using the framework we able to find which area that already been covered by the existing regulation in Indonesia. This research also used the Policy Instrument Theory by Hood and the Government Response Concept by the IMF. The research used the descriptive comparative studies and qualitative approach"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriana Ilham Warsono
"ABSTRACT
Program diskon pelanggan merupakan salah satu strategi pemasaran dengan cara memberikan pengurangan harga yang diberikan oleh suatu pelaku usaha kepada konsumen untuk menarik minat beli dari konsumen tersebut. Tujuan dari pemberlakuan program diskon pelanggan adalah menjaga loyalitas dari konsumen agar tetap melakukan pembelian kepada pelaku usaha tersebut. Contoh dari program ini adalah  frequent-flyer program yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan. Tulisan ini memiliki rumusan masalah bagaimana pengaturan program diskon pelanggan ditinjau dari hukum persaingan usaha Amerika Serikat, Inggris dan Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan analisis terhadap pemberlakukan program diskon pelanggan dikaitkan dengan potensi pelanggaran hukum persaingan usaha Indonesia. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan. Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi dokumen. Bahan hukum yang digunakan Penulis antara lain bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Terdapat beberapa definisi operasional yang digunakan, beberapa diantaranya adalah posisi dominan, praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa Amerika Serikat dan Inggris telah sadar terhadap potensi anti persaingan dari pemberlakukan program diskon pelanggan dengan melihat beberapa contoh kasus yang pernah terjadi. Terdapat beberapa pasal hukum persaingan usaha Indonesia yang relevan dengan potensi pelanggaran terhadap pemberlakuan program tersebut.

ABSTRACT
Loyalty discount is one of the marketing strategies that involves price reduction given by undertaking to consumers in order to attract their interest in buying. The aim of loyalty discount is to maintain consumer loyalty in order that they continue to buy from the undertaking. One example of this program is the frequent-flyer program offered by airlines. The research question of this thesis is how the loyalty discount is regulated based on the American, United Kingdom, and Indonesian competition laws. The purpose of this research is to provide analysis of the implementation of loyalty discount in relation with potential violations of Indonesian business competition law. The researcher used literature research method. The type of data used in this writing is secondary data, namely data obtained from document studies. The legal materials used by the researcher include primary, secondary, and tertiary legal materials. There are several operational definitions used, some of which are dominant position, monopolistic practices, and unfair competition. Based on the analysis carried out, it was concluded that the United States and the United Kingdom were aware of the potential for anti-competition from the implementation of loyalty discount by looking at a number of examples of cases that had occurred.  There are several articles on Indonesian business competition law that are relevant to potential violations of the application of the program."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifia Swatika Maharani
"Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai urgensi dari pengaturan mengenai Initial Coin Offering di Indonesia. Hal tersebut disebabkan meningkatnya sebuah konsep pendanaan untuk membiayai perusahaan yang ingin mendapatkan modal dengan menerbitkan token melalui mekanisme Initial Coin Offering. Namun legalitas dari praktek tersebut belum memiliki kepastian hukum karena belum adanya peraturan hukum yang mengatur secara khusus mengenai praktek tersebut di Indonesia, sehingga patut untuk melihat pengaturan best pratice yang telah diterapkan oleh negara lain. Penulisan ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan perbandingan, dan pendekatan analitis. Bahan hukum yang digunakan primer, sekunder, dan tesier yang diperoleh dengan studi kepustakaan. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan digital aset lebih lanjut di Indonesia yang salah satunya mengenai ICO sebagai pedoman dalam penyelenggaraan penawaran umum pada lingkup aset digital di Indonesia dengan didasari pengaturan ICO yang telah dilakukan Amerika. Hal tersebut dapat menjadi salah satu rujukan referensi best practice dalam rangka memberikan payung regulasi serta framework panduan teknis dalam praktek ICO di Indonesia.

This research raises the issue of the urgency of regulation regarding Initial Coin Offering in Indonesia. This is due to the increase in financial technology where there is a funding concept to finance startup companies that wish to obtain capital by issuing tokens through the Initial Coin Offering mechanism. However, the legality of this practice does not yet have legal certainty because there are no legal regulations that specifically regulate this practice in Indonesia, so it is appropriate to look at best practice arrangements that have been implemented by other countries. This writing uses a normative method with an approach using statutory approaches, comparative approaches, and analytical approaches. In this regard, it is important for regulators to follow matters related to the development of digital assets. Therefore, further regulation of digital assets is needed in Indonesia, one of which is regarding ICO as a guide in organizing public offerings in the scope of digital assets in Indonesia based on ICO arrangements that have been carried out by America. This can be one of the best practice references in order to provide a regulatory umbrella as well as a technical guidance framework in the practice of ICOs in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Monica Sari
"Tenaga kerja adalah salah satu elemen yang memiliki peran penting dalam suatu perusahaan, baik bagi perusahaan yang menghasilkan barang atau melayani jasa. Dalam praktiknya, tenaga kerja tidak masuk dalam pertimbangan terhadap faktor persaingan usaha di dalam pasar. Hal demikian menyebabkan adanya persaingan di dalam pasar tenaga kerja, namun permasalahan hukum tersebut tidak muncul di permukaan. Permasalahan hukum yang terjadi dengan adanya perjanjian no poach dan perjanjian wage-fixing antara suatu perusahaan dan pelaku usaha pesaingnya. Fenomena tersebut menjadikan urgensi mengenai kedua pelanggaran tersebut. Penelitian ini menggunakan perbandingan dengan penerapan dan pengaturan hukum Amerika Serikat dan Kanada untuk menjawab relevansi terhadap pengaturan hukum persaingan usaha di Indonesia yang sudah ada. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah penerapan melalui pendekatan per se illegal dan rule of reason serta doktrin yang relevan berupa doktrin restraints of trade dan doktrin hub-and-spoke conspiracy. Di sisi lain, no poach agreement adalah bentuk perluasan dari perjanjian alokasi pasar yang telah diatur dan wage-fixing agreement merupakan perluasan dari perjanjian penetapan harga. Dengan demikian, penelitian ini perlu dikaji untuk memperkenalkan bentuk baru dari pelanggaran persaingan usaha yang ada kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha serta mengetahui penegakan terhadap bentuk pelanggaran tersebut berdasarkan hukum persaingan usaha di Indonesia yang telah ada.

Labor is one of the elements that have an important role in a company, both for companies that produce goods or serve services. In practice, labor is not included in the consideration of the factor of business competition in the market. This causes competition in the labor market, but the legal problems do not appear on the surface. Legal problems that occur with the existence of no poach agreements and wage-fixing agreements between a company and its business competitors. The phenomenon creates urgency regarding the no poach agreement and wage-fixing agreement provisions. This research compares the application and legal arrangements of the United States and Canada to answer the relevance to the existing regulation of antitrust law in Indonesia. The results obtained from this research are the application through per se illegal and rule of reason approaches as well as relevant doctrines in the form of the doctrine of restraints of trade and the doctrine of hub-and-spoke conspiracy. On the other hand, no poach agreements, which are an extension of regulated market allocation agreements, and wage-fixing agreements, which are an extension of price fixing agreements. Thus, this research needs to be studied to introduce new forms of existing competition violations to Business Competition Supervisory Commission (KPPU) and to find out the enforcement of these violations based on existing antitrust law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafi Atthariq
"Perusahaan keluarga merupakan kekuatan yang dominan dalam perekonomian global, penelitian yang dilakukan oleh University of Reading mengutip data dari Family Firm Institute, menunjukkan perusahaan keluarga berkontribusi terhadap 70-90 persen PDB global dan penyerapan dari 50-80% tenaga kerja di dunia. Peranan dominan ini di Indonesia juga tergambar melalui penelitian yang dilakukan oleh Price Waterhouse Cooper pada tahun 2014 dan Daya Qarsa pada tahun 2022. Sehingga penelitian terhadap perusahaan keluarga dan permasalahannya merupakan objek penelitian interdisiplin yang sudah lama berkembang. Salah satu cabang ilmu yang digunakan dalam meneliti perusahaan keluarga adalah disiplin ilmu hukum. Penelitian ini akan membahas urgensi pengaturan perusahaan keluarga di Indonesia dengan  bentuk badan usaha PT Tertutup dan bagaimana peraturan perundang-undangan perusahaan dapat dirumuskan, dengan meneliti pengaturan perusahaan keluarga di Malta, Uni Emirat Arab, Jepang, Negara Bagian Florida, dan Spanyol yang dalam jangka waktu 20 tahun ini telah membentuk pengaturan perusahaan keluarga. Perbandingan hukum ini akan dilakukan dengan  metode law in context. Sehingga perbandingan akan terlebih dahulu membahas melalui pembahasan konteks sosio-ekonomis dari perusahaan keluarga. Penelitian ini kemudian akan membahas urgensi perusahaan keluarga berdasarkan konteks ekonomis, perbandingan dengan pengaturan yang sudah ada tentang bentuk badan usaha PT Tertutup dan praktik dalam peradilan di Indonesia terkait perusahaan keluarga. Hasil dari penelitian  Perbandingan perundang-undangan ini menunjukkan bahwa pengaturan perusahaan keluarga dipengaruhi oleh latar belakang sosio ekonomis dan perbedaan perspektif pembuat perundang-undangan dari masing-masing negara. Selain itu konteks ekonomis, kebutuhan terkait bentuk undang-undang dan praktik dalam peradilan baik secara kuantitatif dan kualitatif menunjukkan adanya kebutuhan pengaturan dan pembentukan definisi yuridis  bagi perusahaan keluarga di Indonesia. Terakhir, pengaturan perusahaan keluarga berdasarkan perbandingan yang dilakukan terhadap lima negara menunjukkan, pengaturan terhadap perusahaan keluarga dapat digunakan untuk tujuan memfasilitasi kebutuhan, karakteristik dan menyelesaikan permasalahan dalam perusahaan keluarga.

Family Companies are a dominant power in global economics, research done by the University of Reading quoting the data from Family Firm Institute shows, that family companies contributed to 70-90 percent of global GDP and employment of 50-80 percent of global workforce employment. This dominant role in Indonesia is also shown from the research result of Price Waterhouse Cooper in 2014 and Daya Qarsa in 2022. As a result, research on family companies and their issues as research objects has grown for a long time. One of the disciplines that the research used is legal science.  This research will discuss the urgency of regulating family companies in Indonesia that used the legal form of non-listed limited liability company and how family company regulation in Malta, the United Arab Emirates, Japan, the State of Florida, and Spain has developed family company regulation over the past 20 years. This Legal comparison will be conducted through law in context method. Therefore, the comparison will first discuss the socio-economic context of the family company. This research will also discuss the urgency of family company regulation in Indonesia based on the economic context,  urgency based on the comparison with the existing regulation for non-publicly listed limited liability company, and practices in the Indonesian judiciary related to family businesses. The result of this research shows that family company regulations are influenced by the socio-economic background and different perspectives of the lawmakers of each country. Other than that the economic context, necessities for regulation, and practices in the Indonesian Judiciary both quantitatively and qualitatively showed the need for regulation and legal definition for family companies in Indonesia. Finally, family company regulation based on the comparison of five nations showed that family company regulation could be used beneficially to facilitate the needs, characteristics, and solving problems of a family company."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Christie Sumarandak
"Skripsi ini membahas tentang studi komparatif pengaturan serta perbandingan penerapanan layanan telemedicine di Indonesia dan Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian yuridis normatif dengan tipe deskriptif. Pengaturan mengenai telemedicine di Indonesia sampai saat ini hanya berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan tentang penyelenggaraan telemedicine antar fasilitas pelayanan kesehatan, belum diatur secara menyeluruh dan khusus, sedangkan Amerika Serikat telah memiliki pengaturan mengenai telemedicine yang dikeluarkan oleh pemerintah federal maupun pemerintah negara bagian, namun dalam hal ini yang sangat bervariasi. Hasil dari perbandingan mengenai pengaturan dan penerapan telemedicine dari kedua negara ini memperlihatkan persamaan maupun perbedaan antara Indonesia dengan Amerika Serikat dalam hal praktik layanan telemedicine, dimulai dari sejarah sampai dengan pertanggungjawaban dokter. Kedepan, diharapkan pelaksanaan telemedicine di Indonesia harus selalu diperhatikan demi kepentingan dan keselamatan masyarakat, dalam hal ini pasien dan diharapkan Amerika Serikat dapat menjadi contoh bagi Indonesia agar dalam hal etika kedokteran dalam telemedicine diatur secara jelas.

This bachelor thesis focuses on comparing related to telemedicine regulations and practices in Indonesia and in the United States. This research uses the qualitative method with the form of normative juridicial research with descriptive type. Regulations regarding telemedicine in Indonesia up until today have only been based on the Minister of Health's Regulation regarding the provision of telemedicine between health service facilities, have not been regulated comprehensively and specifically, while the United States already has regulations regarding telemedicine issued by the federal and state governments, but in terms of this which varies greatly. The results of the comparison regarding the regulation and application of telemedicine from the two countries show the similarities and differences between Indonesia and the United States in terms of telemedicine practices, starting from history to doctor's liability. In the future, it is hoped that the implementation of telemedicine in Indonesia must always be considered in the interests and safety of the society, in this case is patients and it is hoped that the United States can become an example for Indonesia so that in terms of medical ethics in telemedicine is clearly regulated"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Indera Satrya
"Perbuatan menghalangi proses hukum atau obstruction of justice adalah suatu perbuatanjahat yang bertujuan mengganggu fakta materiil, baik dari segi isinya maupunpenyampaiannya, yang akan mengganggu proses mencapai putusan yang adil, sehinggamenghalangi tercapainya keadilan, lalu menguntungkan pelaku secara melawan hukum.Pengaturan obstruction of justice di Amerika Serikat, Inggris dan Belanda telah lebih rincibaik dalam undang-undang yang berkait dengan Contempt of Court maupun undang-undangumum lainnya.
Kasus obstruction of justice terjadi pada peradilan di Indonesia misalnyakasus yang dilakukan Anggodo Widjojo dan Cirus Sinaga. Di Indonesia, pengaturanmengenai obstruction of justice terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP dan dalam undang-undang tindak pidana khusus. Bahkan, dalam perkembangannyamuncul pengaturan mengenai obstruction of justice dalam RUU tentang Tindak PidanaPenyelenggaraan Peradilan dan Penghinaan Di Luar Pengadilan Contempt of Court danRKUHP.

Obstruction of justice is a crime that aims to interfere with the material facts either by contentof material facts or the production of material facts in a judicial proceeding, therefore a soundand just judgement or verdict will not be reached, thus creating injustice and benefiting theoffenders unlawfully. The regulations regarding obstruction of justice in United States ofAmerica, United Kingdom, and The Netherlands are already more detailed either bylegislation relating to contempt of court or other general laws.
Examples of obstruction ofjustice cases in Indonesia are the ones perpetrated by Anggodo Widjojo and Cirus Sinaga. In Indonesia, the regulation concerning obstruction of justice are found in IndonesianCriminal Code KUHP and in specialized criminal legislations. Even in its development,the regulation of obstruction of justice will be determined in Bill of Offenses againstAdministration of Justice and Contempt of Court, or in Bill of Indonesian Criminal Code RKUHP.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66752
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiz Muhammad Rizky
"Inovasi keuangan telah mengubah lanskap keauangan dunia. Sebagai suatu inovasi yang memperkuat sisi anonimitas traksaksi, virtual asset perlu senantiasa dipantau perkembangannya mengingat adanya potensi untuk digunakan sebagai salah satu alternatif pendanaan terorisme. Tesis ini merupakan penelitian hukum normatif yang akan membahas mengenai peraturan pencegahan pendanaan terorisme yang dilakukan melalui virtual asset. Tesis ini memperlihatkan bahwa diperlukan penyempurnaan atas peraturan pencegahan pendanaan terorisme yang ada. Dalam hal ini, perlu ditetapkan definisi yang seragam, perlu ditinjau ulang ambang batas transaksi yang mana penyedia jasa virtual asset perlu untuk melakukan customer due diligence, dan perlu diperkuat proses implementasi regulasi dan sistem deteksi transaksi keuangan mencurigakan. Oleh karenanya, pemerintah perlu meninjau kembali tujuan awal mengatur virtual asset di Indonesia guna mendapatkan gambaran yang penuh akan potensinya dan menghindari risiko pendanaan terorisme yang muncul.

Financial innovation has changed the world's financial landscape. As an innovation that strengthens the anonymity of transactions, virtual asset needs to be continuously monitored for their development considering the potential to be used as an alternative to terrorist financing. This thesis is a judicial-normative research which discuss the regulation of preventing the financing of terrorism that is carried out through virtual asset. This thesis shows that it is necessary to improve the existing regulations to prevent the financing of terrorism. In this case, it is necessary to establish a uniform definition, review the transaction threshold at which virtual asset service providers need to carry out customer due diligence, and strengthen the regulatory implementation process and suspicious financial transaction detection system. Therefore, the government needs to reassess the purpose of regulating virtual asset in Indonesia to get a full picture of its potential and avoid the risks of terrorism financing that arise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marshel Miyata
"Salah satu cara yang umum digunakan oleh para pengambil keputusan investasi dalam mendapatkan informasi mengenai aspek ESG adalah melalui data yang disediakan oleh lembaga penyedia data ESG. Akan tetapi, kurangnya transparansi, kekhawatiran akan praktik greenwashing dan berbagai risiko seperti benturan kepentingan mengkhawatirkan investor dan memicu para regulator di berbagai bagian dan negara seperti Uni Eropa, Jepang, dan India berencana untuk mengadakan pengaturan terhadap lembaga penyedia data ESG. Di Indonesia sendiri juga belum ada peraturan yang mengatur tentang lembaga tersebut dan hingga saat ini belum ditemukan adanya rencana pengaturan terhadap lembaga tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon regulator ketiga negara tersebut terhadap perkembangan industri lembaga penyedia data ESG di negaranya serta apakah di Indonesia juga terdapat urgensi untuk mengadakan pengaturan terhadap lembaga tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian mendapatkan bahwa meskipun masih dalam tahap perkembangan, lembaga penyedia data ESG di Uni Eropa, Jepang dan India sudah lumayan kompleks dibandingkan dengan Indonesia. Di Uni Eropa telah ada peraturan yang mengatur tolok ukur ESG dari sisi benturan kepentingan, transparansi, kontrol internal, hingga pertanggungjawabannya. Sedangkan regulator Jepang tengah merancang suatu pedoman perilaku bagi lembaga penyedia data ESG yang mencakup prinsip-prinsip antara lain seperti penjagaan kualitas data, manajemen benturan kepentingan, dan transparansi. Di India juga sedang dirancang peraturan yang mencakup perizinan, transparansi, serta benturan kepentingan. Didapatkan pula bahwa di Indonesia juga perlu diadakan pengaturan terhadap lembaga penyedia data ESG karena perlindungan hukum yang kurang memadai, beberapa masalah yang ada pada lembaga penyedia data ESG, berkaca dari kasus perusahaan pemeringkat efek, dan merupakan salah satu prinsip IOSCO tentang Regulasi Pasar Modal.

One of the ways commonly used by investment decision makers in obtaining information about ESG aspects is through the data provided by ESG data providers. However, lack of transparency, concerns over greenwashing practices and various risks such as conflict of interest are worrying investors and have prompted regulators in various parts and countries such as the European Union, Japan and India to regulate ESG data providers. In Indonesia itself, there are currently no regulations governing this institution and to date there has been no plan to regulate this institution. Therefore, this research aims to understand the response of the regulators of the three countries to this matter as well as whether there is an urgency in Indonesia to regulate these institutions. This research uses normative juridical research methods using secondary data. The results of the study shows that in the European Union there exists regulations that regulate ESG benchmarks in terms of conflict of interest, transparency, internal control, and its accountability. Meanwhile, the Japanese regulator is designing a code of conduct for ESG data providers which includes but not limited to principles such as maintaining data quality, conflict of interest management, and transparency. In India, regulation is also being drafted covering issues including but not limited to licensing, transparency, and conflicts of interest. It was also found that in Indonesia there is an urgency to regulate ESG data providers due to inadequate legal protection, some problems exist with ESG data providers, reflecting on the past cases of credit rating agencies, and it is one of the IOSCO Principles of Securities Regulation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>