Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38251 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purbo Antarsih
"Tesis ini membahas tentang Perencanaan Strategis Peningkatan Kompetensi SDM RSUD Kramat Jati Tahun 2018-2022. Perencanaan strategis ini dibuat karena adanya permasalahan yang disebabkan karena kompetensi SDM. Rumah sakit perlu melindungi pasien, Lingkungan dan SDM rumah sakit serta meningkatkan kualitas pelayanan, sehingga perlu meningkatkan kompetensi SDM nya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Dengan metode ini didapatkan faktor ekternal yang berupa peluang maupun ancaman serta faktor internal sebagai kekuatan maupun kelemahan organisasi. Dari beberapa alternative strategi dengan metode QSPM ditentukan strategi utama yang akan digunakan. Strategi tersebut diterapkan untuk mencapai tujuan Rumah sakit.

The Thesis discusses about the strategic planning of human resource's competence improvement in RSUD Kramat Jati (2018-2022). The strategic planning is prepared in purpose to overcome difficulties regarding human resource's competence. Hospital needs to give protection to its patients, and environment, and also maintain in improving its level of service through human resource capacity. This is both a qualitative and quantitative research. This method can conclude external factors-which can be an opportunity or threat, and also internal factors which can be strength or weakness towards the organization. Through multiple strategies using QSPM, it concludes the main strategy that can be applied to accomplish goals of the hospital."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirudin
"Untuk mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, perlu diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dengan berkesinambungan. Penyelengaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan memerlukan berbagai Janis tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan melaksanakan upaya kesehatan dengan paradikma sehat, yakni yang lebih mengutamakan upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Mengacu pada UU nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah , UU nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dan PP nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan antara pemerintah pusat dan propinsi sebagai daerah otonom. Semenjak dimulainya otonomi daerah tahun 2001, maka Dinar Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang dirasakan perlu mempunyai rencana strategis didalam pengembangan SDM kesehatan seiring dengan pengembangan fasilitas kesehatan yang sudah ada.
Agar dapat menyusun rencana strategis pengembangan SDM kesehatan pads Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang , maka dilakukan penelitian operasional dengan analisis kuantitatif dan kualitatif Penyusunan rencana strategis ini dilakukan 3 (tiga) tahapan yaitu : tahap I tahap Input Stage yang terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan lingkungan internal pada dinas kesehatan yang dilakukan oleh seluruh peserta CDMG ( Concensus Decision Making Group ) yang terdiri dari kepala dinas kesehatan , kepala tata usaha, kepala subdinas pelayanan kesehatan dasar , kepala subdinas P2PL , kepala subagian kepegawaian, kepala subagian perencanaan , kepala subagian keuangan serta organisasi profesi (IDI , IBI , PPNI dan HAKLI ). Kemudian dilanjutkan pada tahap II yaitu tahap Making Group pada tahap ini dilakukan indentifikasi alternatif strategi dengan analisis internal - ekstemal matriks ( IE Matriks) dan SWOT Matriks. Setelah itu dilanjutkan tahap III yaitu tahap Decision Stage dengan metode QSPM ( Quantitative Strategic Planning Matrix) untuk menentukan prioritas strategi terpilih.
Berdasarkan hasil analisis dengan matriks IE memperlihatkan posisi Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang didalam pengembangan SDM nya berada pada posisi sel V yaitu Hold and Maintaince yang berarti Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang masih mempunyai peluang untuk melakukan pengembangan SDM nya baik secara kualitas maupun kuantitasnya .
Berdasarkan hasil analisis tersebut , maka strategi prioritas yang cocok untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang didalam pengembangan SDM nya adalah strategi market penetration dan product development.
Dengan demikian , maka disarankan agar rencana strategis pengembangan SDM kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang yang telah dibuat ini dapat dibuat suatu perencanaan operasional , maka pihak Dinas Kesehatan perlu mengadakan advokasi yang kuat terhadap pihak penentu kebijakan agar mendapat dukungan didalam pengembangan SDM kesehatan pada masa yang akan datang.

In order to accomplish the national objectives as stated in the opening of UUD 45, that there is a need to undertaken planned, expanded, extensive, systematic and continuous national developments. Accomplishment of national developments with health visionary needs various health resources types which have the ability to carry out health efforts through health paradigm, which emphasize more on improvement efforts and health preservation and disease.
Referring to Reg. No. 22 Year 1999 concerning the district government, Reg. No. 25 Year 1999 concerning the financial equilibrium between the central and district government, and Gov. Reg. No. 25 Yr. 2000 regarding the authority between the central and provincial government as autonomy districts. Since the beginning of the district autonomy in 2001, thus the Health Board of Tulang Bawang Regency feels that there is a need to have a strategic planning in the development of health human resources along with the development of the existing health facilities.
In order to arrange the strategic plan for the human resources development on the Health Board of Tulang Bawang Regency, thus an operational study is undertaken using quantitative and qualitative analysis. The arrangement of this strategic planning is carried out through 3 (three) Stage: Stage I is the Input Stage which consist of external and internal environment analysis on the health board, which is carried out by Consensus Decision Making Group (CDMG) participants, which include the head of the health board, head of the administration, head of the basic health sub board, head of P2PL sub board, head of human resources sub division, head of the financial sub division, and professional organization (DI, IBI, PPM and HAKLI). Next it is continued by Stage II, the Making Group Stage, In this stage, identification of alternative strategy is undertaken using internal-external matrix (IE Matrix). Then comes to Stage III, which is the Decision Stage using Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) methods to determine the priority of the selected strategy.
According to the analysis result using IE Matrix, it shows that the position of the Health Board of Tulang Bawang Regency in its human resources developments is on the V cell, that is Hold and Maintenance which means that the Health Board of Tulang Bawang Regency still has an opportunity to make developments of its human resources as qualitatively and quantitatively.
Based on the analysis result, thus the priority strategy which is appropriate the Health Board of Tulang Bawang Regency on its human resources developments is strategy of market penetration and product development.
Therefore, it is advised that this strategic planning of the health human resources development of the Health Board of Tulang Bawang Regency which has been made to formulate an operational planning. Hence the Health Board needs to make strong avocation towards the decision making group so that they could acquire support in the developments of the health human resources in the future.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Ismail
"Penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat diseluruh wilayah, perlu didukung oleh sumber daya manusia yang memadai antara lain oleh tenaga medis. Dengan bergulirnya otonomi daerah membawa perubahan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) secara umum, khususnya Manajemen Tenaga Medis (MTM) yaitu dari sistem yang sentralisasi menjadi desentralisasi. Untuk itu Dinas Kesehatan Propinsi Riau memerlukan rencana strategis Manajemen Tenaga Medis tahun 2004-2007, yang sejalan dengan perubahan sistem pemerintahan, melalui suatu analisis variabel eksternal dan internal apa yang menjadi peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan, dengan menetapkan visi, misi serta tujuan jangka panjang.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh rumusan rencana strategis Manajemen Tenaga Medis Dinas Kesehatan Propinsi Riau pada Era Desentralisasi tahun 2004 - 2007.
Penelitian ini adalah penelitian operasional dengan menggunakan pendekatan analisa data kuantitatif dan kualitatif melalui pengumpulan data, telaah dokumen, wawancara mendalam kepada informan di lingkungan Pemda I DPRD Propinsi Riau, serta dilingkungan Dinas Kesehatan Propinsi Riau mengenai variabel eksternal dan internal.
Pengolahan data dimulai dengan tahap analisis variabel eksternal dan internal, kemudian tahap matching dengan menggunakan Internal-Eksternal matrix dan SWOT matrix, dilanjutkan pada tahap pengambilan keputusan dengan menggunakan QSPM oleh CDMG untuk mendapatkan strategi MTM.
Dari hasil analisis yang menggunakan IE matrix, terlihat bahwa posisi MTM Dinas Kesehatan Propinsi Riau berada pada sel V yaitu pada posisi Hold and Maintain dengan strategi yang dianjurkan adalah strategi intensif yang terdiri dan market penetration, market development, dan product development.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa MTM perlu didukung oleh suatu kebijakan Pemda PropinsilKabupatenlKota dengan kerjasama sektor terkait, melalui advokasi dan sosialisasi oleh Dinkes Prop. Riau searah dengan era desentralisasi dalam rangka menunjang pembangunan kesehatan di Propinsi Riau.
Disarankan kepada Pemerintah Propinsi Riau, Dinas Kesehatan, Organisasi Profesi, dan tenaga medis, kiranya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan, langkah, kegiatan untuk ditindak lanjuti dalam operasional MTM di Propinsi Riau.

Strategic Planning for Medical Workers Management in the Health Board of Riau Province during the Decentralization Era in 2004-2007In order to undertake health efforts which are spread even and affordable by the people in every location, it needs to be supported by qualified human resources, such as the medical workers. With the process of district autonomy, changes have been made concerning Human Resources Management (HRM) in general and specifically for the Medical Workers Management (MWM) from centralistic system towards decentralistic system. For this reason, the Health Board of Riau Province needs strategic planning of Medical Workers Management for the year 2004-2007, which is in accordance to changes in the government system, through an external variable analysis of what has become the opportunity and threat also the strength and weakness by way of establishing vision, mission and long term objectives.
The objective of this study is to get a strategic planning formula for the Medical Workers Management in the Health Board of Riau Province during the Decentralization Era in 2004-2007.
This study is an operational study which uses quantitative and qualitative data analysis through data collection, document research, in-depth interviews of the informants in District Government or House of Representative setting of Riau Province, and in the setting of the Health Board of Riau Province concerning the internal and external variables.
Data processing embarked from internal and external variables analysis phase, then to the matching phase using Internal-External matrix and SWOT matrix, further carried out to the decision making phase using QSPM by CDMG to acquire MWM strategy.
From the result of the analysis which uses IE matrix, it is shown that the MWM position of the Health Board of Riau Province is located on V cell. This means that it is on the Hold and Maintain position, with the proposed strategy is incentive strategy which consists of market penetration, market development, and product development.
The conclusion of this study is that MWM needs to be supported by a Province/District/City Government policy by way of cooperation with related sectors, advocating, and socialization by the Health Board of Riau Province in accordance to the decentralization era in order to support health developments in Riau Province.
It is suggested to the Government of Riau Province, Health Board, Professional Organizations, and medical workers that the result of this study could be used as a consideration in making policies, measures, and activity which is undertaken in the operational of MWM in Riau Province.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Jauri
"Sejak tahun 1984 Pemerintah, dalam rangka mewujudkan 'Kesehatan Bagi Semua pada Tahun 2.000' dikembangkan suatu pendekatan yang disebut Keterpaduan KB-KES. Pendekatan ini di dasarkan pada keterpaduan lima program prioritas yakni 1) program KIA, 2) KB, 3) Gizi, 4) lmunisasi dan 5) Penanggulangan Diare. Keterpaduan ini sudah dilaksanakan secara luas dan merupakan kegiatan yang dikenal sebagai Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu).
Hampir disetiap tempat, pelaksanaan Posyandu tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Hal ini disebabkan karena hambatan-hambatan yang bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan tujuan kegiatan tidak tercapai.
Di Kelurahan Penjaringan, khususnya daerah binaan ATMA JAYA, pelaksanaan program secara umum dapat dikatakan cukup lancar, meskipun masih ada hambatan yang dirasakan. Beberapa hambatan yang dirasakan antara lain kehadiran Kader, pencatatan dan pelaporan, ketidak hadiran ibu Balita serta rendahnya tingkat keterampilan Kader dalam penimbangan Balita di Posyandu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan karakteristik dengan tingkat keterampilan Kader dalam penimbangan Balita di Posyandu.
Penelitlan ini merupakan penelitian deskriptlf dan analitik dengan pengumpulan data melalui wawancara dan observasi untuk memperoleh data primer, sedang data sekunder diperoleh melalui hasil pencatatan dan pelaporan pada setiap Posyandu.
Hasil penelitian ditemukan ada hubungan antara motivasi dengan tingkat keterampilan Kader dalam penimbangan Balita dan secara bersama-sama umur, tingkat pengetahuan dan motivasi berhubungan dengan tingkat keterampilan Kader dalam penimbangan Balita.
Untuk meningkatkan tingkat keterampilan Kader dalam penimbangan Balita pada Posyandu di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, disarankan agar dalam pemilihan Kader diperhatikan umur, tingkat pengetahuan mengenai Posyandu, penyusunan suatu standar dan prosedure yang baku dan pengawasan yang ketat serta peningkatan motivasi melalui pemberian pengahrgaan bagi Kader dan yang berprestasi, blmbingan dan pembinaan Kader demi kelangsungan Posyandu seperti pelatihan dari petugas kesehatan.

Since In 1984, government, to realize her aim " Health for All by the Year 2000 ' has developed a comprehensive approach known as Family Planning and Health. This approach Is based on the comprehensiveness of five main programs, they are 1) Mother and Child Health Care program, 2) Family Planning, 3) Nutrition, 4) Immunization and 5) Overcoming the problem of diarrhea. This comprehensiveness has been executed extensively and known as Posyandu (Pops pelayanan terpadu=Integrated service post).
Almost everywhere, the execution of Posyandu does not work out satisfactorily. Just because of some hindrances which, if aren't solved immediately, can cause failure.
In Penjaringan sub-district, especially in the areas under Atmajaya's supervision, the program generally runs well, although some shortcomings still .can be detected. The shortcomings among others are the absence of the cadre, the recording, the reporting, the absence of the mothers of some under five years old and the low level of competence of the cadre in weighing under five years old at Penjaringan.
The aim this observation is to study the characteristics correlation in the competence of the cadre to weigh under five years old at Posyandu.
This is a descriptive and analytical observation based on data compiling through interviews and observation to obtain primary data, whereas secondary data are taken from the result of the recording and reporting of each Posyandu.
The result of the observation finds out that there is a correlation between motivation and the level of competence of cadre in weighing under five years old, the level of knowledge, age and the motivation all together correlation with the level of competence Of cadre in weighing under five years old.
To Increase cadre's level of competence In weighing under five year old at Posyandu in Penjaringan subdistrict, North Jakarta, it is suggested that in selecting cadre, age as well as knowledge about Posyandu should be taken into consideration. Fixed standardization and procedure should be made, intensive supervision should be done together with effort to increase motivation by giving awards to cadre with satisfying achievement. For the progress of Posyandu, trainings for cadre should also be executed such as training for health attendants.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman
"Program imunisasi merupakan program yang mempunyai daya ungkit besar terhadap Angka Kematian Bayi, oleh karena itu perlu adanya Sumber Daya Manusia yang potensial dan berdedikasi. Penelitian ini bersifat cross sectional dengan analisis deskripsi kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kinerja petugas penanggung jawab imunisasi puskesmas dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya.
Hasil penelitian menunjukan 51,8 % petugas mempunyai kinerja baik dan sisanva 48,2 % kinerjanya kurang. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dan motivasi dengan kinerja petugas penanggang jawab imunisasi puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, dapat dikemukakan beberapa saran antara lain :
  1. Kegiatan tambahan di puskesmas untuk meningkatakan kejujuran, tanggung jawab, kerja sama dan inisiatif.
  2. Job Training diharapkan tidak hanya pada sisi pengetahuan kerja, mutu pekerjaan atau pemanfaatan waktu saja akan tetapi lebih menitik beratkan perilaku kerja.
Demikian gambaran penelitian ini dan semoga hasilnya dapat merupakan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis dalam rangka meningkatkan kinerja.

The immunization program is a program, which has a great influence on the Infant Mortality Rate due to this; potential and dedicated Health Human Resources for health is a must.
This Scientific Research is cross sectional with a quantitative and qualitative description analysis with the aim and purpose to abstain true a picture regarding the performance Health Care Immunization Coordinated and the relating factor.
The outcome of this and research indicated that 51,8 % of the Immunization Coordinated are in a good performance, while the remaining 48,2 % are not. There exist, a significant correlation between the level of education Immunization Coordinated and performance, also between motivation and performance of the Immunization Coordinated Health Care.
Based on the above research several advices, recommendation on put forward:
  1. Additional activities in the Health Center should be implementation to increase honesty, responsibilities, collaboration and initiatives.
  2. It is that the job training would not only cover the working aspect, quality of work or time utilization, but also all the more emphasize on working behavior.
It is hoped that this research outcome to become an input for this personal performance improvement.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Surtimanah
"Pelatihan penyuluhan untuk meningkatkan kinerja petugas telah banyak dilakukan, namun pengaruhnya terhadap kinerja petugas pengelola penyuluhan Puskesmas belum diketahui. Penelitian menggunakan disain kuasi eksperimen dengan intervensi pelatihan penyuluhan terhadap petugas pengelola penyuluhan Puskesmas di Kabupaten Indramayu dengan kontrol petugas di Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat.
Uji t kinerja kelompok intervensi sebelum dan sesudah pelatihan, menunjukkan peningkatan kinerja 49,35 dengan p = 0,000. Uji t peningkatan kinerja antara kelompok intervensi dan kontrol menunjukkan pelatihan meningkatkan kinerja lebih tinggi 37,48 dengan p = 0,000. Efektifitas pelatihan terhadap peningkatan kinerja 19,35 %. Penyesuaian rata-rata dengan anakova menghasilkan peningkatan kinerja di kelompok intervensi 48,73 dan perbedaan peningkatan 36,24.
Uji t pengetahuan kelompok intervensi sebelum dan sesudah pelatihan menunjukkan pelatihan teoritis di kelas meningkatkan rata-rata pengetahuan sebesar 5,07 dengan p = 0,000. Dalam kurun waktu 5 bulan dengan latihan lanjutan selang waktu 2,5 bulan, menunjukkan tidak terjadi penurunan pengetahuan (p = 0,096). Di kelompok kontrol tidak terjadi perubahan, namun ada kecenderungan penurunan pengetahuan. Efektifitas pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan 32,26 %.
Kondisi bantuan, insentif, pedoman kerja dan evaluasi kerja dalam kategori kurang. lingkungan fisik dalam kategori kurang, sedangkan lingkungan sosial dalam kategori baik. Uji korelasi dan regresi di kelompok intervensi menunjukkan pedoman kerja berkontribusi terhadap kinerja (p = 0,044).
Dapat disimpulkan pelatihan penyuluhan meningkatkan pengetahuan dan kinerja dibandingkan sebelum pelatihan. Peningkatan kinerja petugas yang mendapat pelatihan lebih tinggi dibandingkan petugas yang tidak mendapat pelatihan. Pelatihan dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dengan pengembangan pelatihan yang sesuai kebutuhan petugas. Dilaksanakannya pelatihan disertai upaya peningkatan pedoman kerja, diharapkan dapat lebih meningkatkan kinerja petugas.
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan mengembangkan pengukuran kinerja melalui observasi proses. Selain itu penelitian efektifitas metoda pelatihan terhadap peningkatan kinerja dan studi kasus hubungan kinerja petugas pengelola penyuluhan Puskesmas dengan keberhasilan program penyuluhan kesehatan di Puskesmas.

Health Education Training to improve staff performance was frequently done, but their influence on Puskesmas Health Educators was not known. The research used quasi experimental design, with the training of Puskesmas Health Educator in Indramayu as the intervention. The control was Health Educators at the District of Cirebon.
The T-test in intervention group performance before and after the training showed an increase on performance score as high as 49.35, with p value = 0.000. The T-test for performance improvement showed that the training had improved the performance score of the intervention group 37.48 higher than the control group with p value = 0.000. The training effectivity on performance improvement was 19.35 %. Mean adjusted result using anacova test showed that performance improvement in the intervention group was 48.73, the difference with the control group was 36.24.
The T-test on health education knowledge in the intervention group before and after training showed that classroom theoretical training increased knowledge as high as 5.07 in average, with p value = 0.000. In five months, with a retraining after 2.5 months, there was no decrease in knowledge (p value= 0.096). There was no change in the control group, although there was decreasing trend in knowledge. Training effectivity on knowledge improvement was 32.26 %.
The condition of help, incentive, validity (guidelines) and work evaluation were in the bad category. The physical environment was in the bad category and the social environment was in the good category. Correlation and regression test in the intervention group showed that the contribution of guidelines on the performance was positive ( p value = 0.044).
It can be summarized that health education training had improved the staff knowledge and performance. Performance improvement among the trained staff was higher the untrained staff. The training could be used for performance improvement based on staff need. The 'training together with guidelines improvement was hoped to improved staff performance.
Continued research is needed to develop performance measurement through an observation process. Other possible researches are a research on training method effectivity on performance improvement, and case study on the correlation between Puskesmas Health Educator performance and succesfull health program at Puskesmas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Binawati Hadikusuma
"ABSTRAK
Dari hasil Supas 1985 diketahui angka kematian bayi masih cukup tinggi yaitu 70 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini secara umum masih cukup tinggi walaupun telah menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sejak tahun 1984 Pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan "Kesehatan Bagi Semua Orang Pada Tahun 2000" telah mengembangkan suatu pendekatan baru yang disebut Keterpaduan KB-Kes. Pendekatan ini didasarkan pada keterpaduan 5 program prioritas yang meliputi program KIA, KB, Gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. Keterpaduan ini telah dilaksanakan secara luas dan merupakan kegiatan yang dikenal sebagai posyandu (Pos Pelayanan Terpadu).
Hampir di semua tempat, pelaksanaan posyandu tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena banyaknya hambatan-hambatan yang bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan kegiatan tersebut.
Di Kelurahan Penjaringan khususnya di daerah binaan Atma Jaya pelaksanaan program secara umum dapat dikatakan cukup lancar meskipun ada hambatan-hambatan yang masih dirasakan. Beberapa hambatan yang dirasakan antara lain kehadiran kader, pencatatan dan pelaporan, ketidakhadiran ibu balita serta rendahnya cakupan, hasil kegiatan dan pencapaian program.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor-faktor kader dan faktor pengelolaan dengan penggunaan posyandu.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan mengadakan wawancara dan uji ketrampilan pada semua kader di Kelurahan Penjaringan serta mendapatkan data sekunder tentang jumlah balita dan pencatatan pelaporan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi drop out kader semakin rendah penggunaan posyandu. Kesimpulan lain yang didapat yaitu semakin sedikit jumlah balita semakin tinggi penggunaan posyandu.
Untuk meningkatkan penggunaan posyandu di Kelurahan Penjaringan disarankan jumlah posyandu diperbanyak, jumlah kader ditambah, pemberian penghargaan pada kader, bimbingan dan pelatihan dari petugas puskesmas/dokter ditingkatkan bagi para kader yang tergolong pengetahuan/ ketrampilan kurang."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiek Pudjiastuti
"Analysis on the Compliance Rate of Health Personnel towards the Integrated Management of Childhood Illness at DKI Jakarta Health Center Year 2001The Ministry of Health Republic of Indonesia in collaboration with the World Health Organization, since 1997, has developed an approach in managing sick child under-five at the primary health services known as Integrated Management of Childhood Illness (IMCI). Today, IMCI has been implemented in 26 provinces (of 30 provinces present) covering 128 districts/municipalities in Indonesia.
The province of DKI Jakarta, using regional budget 2000, has started socializing the IMCI to 14 health centers in 5 regions of Jakarta. How is the compliance of health worker in implementing the IMCI has never been studied.
The objective of this study is to have a outline information on factors related to the health worker's compliance towards IMCI implementation at HC in Jakarta. The study will use "cross-sectional" design with quantitative and qualitative approach and total sample of 23 IMCI-implement health workers. Data collection is conducted by direct observation to the health workers during sick child examination using a checklist. After the observation, the health workers will fill in a questionnaire. Some secondary data will also be collected using the checklist for Monitoring IMCI record and checklist for supporting facilities.
The result of the study shows that of 23 IMCI-implement health workers in DKI Jakarta 21.72% comply with interval value 58.61% - 90.28%, with cut off point value 80. The Internal factors is proven to have significant correlation with health worker's compliance with p = 0.04. While the external factors is proven to have significant correlation with human resources/MMCI facilities with p = 0.02 and leader's commitment with p = 0.009.
In conclusion, the compliance rate of HC personnel in DKI Jakarta towards IMCI has not adequate. It is suggested to the Provincial Health Services DKI Jakarta to provide a health policy in managing sick child under-five using IMCI approach and at the same time improving quality of its monitoring and supervision.
Health Center needs to have a clear task description for each of their personnel and a continued monitoring/supervision. A reward system should also be considered. The Ministry of Health needs to review the IMCI Monitoring and Supervision Checklist also considers Cut of Point of IMCI compliance rate and finalizing the Essential Drug for IMCI."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T5653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafleziani
"Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia diperkirakan terdapat 8 juta penduduk dunia terserang TB paru dengan kematian 3 juta pertahun (WHO,1993). D negara-negara berkembang, 25% dari kematian merupakan kematian yang dspat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB paru berada di negara-negara berkembang WHO mencanangkan kedaruratan global untuk penyakit TB paru pada tahun 1993, karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi Pitman TB.(Profil Departemen Kesehatan, 1999). Ditahun 1990 yang lalu, dikawasan Asia Tenggara telah muncul 3,1 juta penderita baru TB paru dan terjadi lebih dari 1 juta kematian akibat penyakit ini. Ditahun 2000 diseluruh dunia muncul lebih dari 10,2 juta penderita TB paru serta 3,5 juta kematian (Aditama 1999).
Di Indonesia hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahuu 1995 menunjukkan bahwa TB paru menrpakan penyebab kematian nomor 3 (10,9%) setelah penyakit kardiovaskuler (14,3%) dan penyakit saluran pernapasan (16%) pada semua golongan usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Secara nasional saat ini diperkirakan setiap tahun terjadi penularan 500.000 kasus TB paru dan 175.000 kasus diantaranya meninggal dunia. Hampir 70% penderita TB paru adalah penduduk yang berusia produktif (kelompok umur 15 - 54 tahun), terutama mereka yang berasal dari kalangan sosial ekonomi lemah. (Abednego, 1996).
Angka kesakitan penderita TB paru hasil Tahan Asam Positif (BTA+) yang berumur besar dari 15 tahun di Indonesia per 100.000 penduduk dari tahun 1993 sampai dengan 1997 cenderumg normal, yaitu 90 per 100.000 penduduk pada tahun. 1993 menjadi 34,3 per 100.000 penduduk pada tahun 1996, tetapi meningkat kembali menjadi 53,1 per 100.000 penduduk pada tahun 1997. (Departemen Kesehatan., 1999). Pada Propinsi Sumatera Barat, angka kesakitan penderita TB pare BTA+ tahun 1999/2000 adalah 33,2 per 100.000 penduduk, sedangkan pada Kabupaten Pesisir Selatan 33,7 per 100.000 penduduk.
Pola kematian meenurut penyebab kematian rawat inap di RSU M.Zein Painan (Kota Kabupaten), merupakan urutan pertama (16,2%) dari penyakit yang ada untuk semua umur. Sampai saat ini program penanggulangan TB paru dengan strategi Directly Observed Treatment .Shortcourse (DOTS) artinya pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari, belum menjangkau seluruh puskesmas . Pelaksanaan di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, DOTS baru 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupan penemuan TB paru sebesar 56% dengan angka kesembuhan masih rendah yaitu 40-46%. (Departemen Kesehatan, 1998).
Di Propinsi Sumatera Barat dari tahun 1999/2000 didapatkan penemuan tersangka TB paru deugan manisfetasi klinik yang diperiksa dahaknya sebanyak 0,6% dari jumlah penduduk yang berumur diatas 15 tahun. Sedangkan di Kabupaten Pesisir Selatan didapat angka penemuan tersangka yang diperiksa dahaknya 0,2 %, dibandingkan dengan Kabupaten Padang Pariamam 0,8% dan Kabupaten Agam 1,6%, penemuan tersangka TB paru di Kabupaten Pesisir Selatan masih rendah. Target untuk penemuan tersangka TB paru adalah 10% dari jumlah penduduk yang berumur diatas 15 tahun, realisasi di. Pesisir Selatan 0,2 %. Kemudian dibandingkan dengam tahun 1998/1999 terdapat penurunan penemuan tersangka TB paru sebanyak 50% dibandingkan dengan realisasi tahun 1999/2000. Penemuan tersangka TB paru yang diperiksa dahaknya di puskesmas merupakan salah satu rujukan dari paramedis pustu dan unit kesehatan lainnya dalam hal ini yang lebih berperan dalam rujukan penemuan tersangka TB paru ini adalah paramedis pustu?"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Muhamad
"Dalam upaya untuk pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, pendayagunaan tenaga kesehatan seeara rasional sangat diper1ukan. Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan melalui program penugasan khusus ke daerah perbatasan. Upaya pemetataan dan penempatan tenaga melalui penugasan khusus untuk ditugaskan di fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, di daerah terpencillsangat terpeneil, daerah rawan bencanalkonflik dan perbatasan mempunyai nilai strategis dalam menye1enggarakan program kesehatan. Peron dan keberadaan tenaga medis sangat besar pengaruhnya dalam pemeriksaan dan mutu pelayanan kesehatan, sebingga Departemen Kesehatan mengembangkan kebijakan tenaga medis melalui Masa Bakti dengan dikeluarlkannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1988 tentang Masa Balrti dan Praktek Dokter dan Dokter Gigi sebagal pe1aksanaan dari pemturan tersebut diterbilkan Keputusan Presiden daerah sehingga masih adanya kesenjangan antara jumlah kebutuhan dan jumlah tenaga medis yang benninat dan mau ditugaskan di daerah terpencil sangat terpencil, perbatasan dan pulau terluar. Penugasan khusus tenaga kesehatan ke daerah perbatasan tidak dapat secara langsung mengakibatkan keberbasilan penurunan angka mortalitas dan mobilitas, karena penduduk di daerah perbatasan sangat kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap pernbahan angka mortalitas dan angka mobilitas. Asumsi asumsi masih menggunakan kebijakan-kebijakan penempatan tenaga medis dalarn keadaan khusus seperti keadaan bencana, konflik, daerah terpencillsangat terpencil, masa bakti dan eara lain.
Saran utama yang diajukan kepada pembuat kebijakan adalah penyusunan kebutuhan tenaga keaehatan di daerah perbatasan haadaknya tidak haaya berdasarkan tuntutan kompetensi jenis tenaga yang dibutubkan tetapi perlu dilakekan secara terpadu (integrated} dan memperhatikan berbagai faktor terutama kondisi wilayah daerah dengan asas desentra1isasi sesuai kemampuan dan kondisi daerah. Segera dibahas dan dibentuk kebijakan khusus tentang penempatan khusus tenaga kesehatan di daerah perbatasan. Pola pengernbangan karier tenaga kesehatan pasca penugasan perlu dilakukan secara seimbang antara kepentingan organisasi dengan kepentingan tenaga medis itu sendiri baik jangka pendek maupnn jangka panjang."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T11515
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>