Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 212025 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amelia Rahmi Syaiful
"ABSTRAK
Zona ekonomi eksklusif merupakan wilayah dimana kegiatan penangkapan ikan dilakukan oleh negara lain dalam hal ini kapal asing. Zona ekonomi eksklusif rentan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kapal asing, negara pantai seperti Australia, Indonesia dan Malaysia menerapkan tindakan khusus sebagai bagian dari penegakan hukum bagi para pelaku yang melanggar di wilayah mereka, sebab negara-negara pantai yang berdasar pada UNCLOS 1982. Pasal 73 UNCLOS 1982 terkait penegakkan hukum di negara pantai, aturan ini memberikan hak dan kewajiban negara untuk mengatur kebijakan di laut, menegaskan bahwa negara pantai dapat melaksanakan hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di ZEE, melalui tindakan khusus berupa penenggelaman kapal berbendera asing yang diterapkan oleh Australia, Indonesia dan Malaysia dalam rangka penegakan hukum dan selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan bahwa negara bertanggung jawab untuk menjamin aktivitas dalam yurisdiksi mereka atau pengawasan yang tidak merusak lingkungan negara lain. Walaupun demikian, ketiga negara tersebut memiliki perbedaan dalam segi praktek serta prosedur sebab ketiganya terikat kepada kedaulatan negara, oleh sebab itu peneliti ini mengangkat terkait praktek dan prosedur penenggelaman kapal berbendera asing yang melakukan pelanggaran di zona ekonomi eksklusif suatu negara pantai melalui pendekatan normatif dengan menganalisa dan mengkaji ketentuan hukum internasional dan hukum nasional di negara pantai.

ABSTRACT
Exclusive economic zone is a region where fishing activities carried out by other States in this regard foreign ships. Exclusive economic zone vulnerable to violations committed by foreign vessels, coastal States such as Australia, Indonesia and Malaysia implement special measures as part of law enforcement for the perpetrators who infringe on the territory them. Article 73 of law enforcement related to UNCLOS 1982 in coastal states, this rule provides the rights and obligations of the State to set policy at sea, asserts that coastal States can exercise the right of sovereign to do exploration, exploitation, conservation and management of the biological wealth of resources in the EEZ, through special measures in the form of a foreign flagged ship sinking applied by Australia, Indonesia and Malaysia in the course of law enforcement and in harmony with the principles of development sustainable that the country responsible for the guarantee activity in their jurisdiction or control do not damage the environment of other States. However, they have differences in terms of practice and procedure because they are tied to State sovereignty, therefore the researchers this raised related practices and procedures the sinking ship of foreign flagged infringing on the exclusive economic zone of a coastal State through a normative approach by analyzing and reviewing the provisions of international law and national law in the coastal States. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Hadidjah
"Skripsi ini membahas mengenai aktivitas militer kapal dan pesawat terbang asing di zona ekonomi eksklusif berdasarkan hukum laut internasional. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan penekanan pada tinjauan hukum internasional dengan mempertimbangkan penerapan konkrit melalui praktik-praktik negara (state practices).
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa aktivitas militer di zona ekonomi eksklusif tidak diatur secara jelas dalam Konvensi Hukum Laut dan memberikan ruang untuk interpretasi masing-masing negara. Lebih lanjutnya penelitian ini memberikan pemahaman atas praktik-praktik negara dan upaya-upaya internasional yang telah dibentuk dalam kerangka pencegahan dan penyelesaian sengketa.

The focus of this study is about military activities by government vessel and aircraft in the exclusive economic zone from an international law perspective. This study is a descriptive method with an emphasis on international law study by considering real application through state practices.
This study concludes that military activities in the exclusive economic zone is not explicitly regulated by the Law of the Sea Convention and hence provides room for states' own discretion. Furthermore this study gives comprehension on state practices and international efforts established in the spirit of conflict prevention and dispute resolution.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S247
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Joe Christian Yesaya
"Skripsi ini membahas mengenai implementasi ketentuan prompt release pada Konvensi Hukum Laut pada zona ekonomi eksklusif negara Australia, Malaysia, dan Indonesia. Permasalahan ini ditinjau dari perbandingan hukum dengan metode penelitian yuridis normative dan penulisan yang bersifat deskriptif. Data dalam penelitan ini didapat dengan melakukan studi dokumen sebagai data utama dari penulisan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik Australia, Malaysia, dan Indonesia memiliki ciri khas masing-masing dan perbedaan dalam implementasi ketentuan prompt release. Implementasi tersebut juga ditemukan tidak sesuai dengan perkembangan interpretasi yang dilakukan oleh ITLOS terhadap ketentuan prompt release.

This thesis discusses the implementation of the prompt release provisions of the Law of the Sea Convention in the exclusive economic zones of Australia, Malaysia, and Indonesia. With normative legal research method and descriptive writings, the data in this study were obtained by conducting a document study as the main data of qualitative writing. The results showed that both Australia, Malaysia, and Indonesia have their own characteristics and differences in the implementation of prompt release provisions. The implementation was also found to be inconsistent with the development of the interpretation made by ITLOS on the prompt release provisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Josua Roniasi Dorulian
"UNCLOS mengakui bahwa negara pantai mempunyai hak berdaulat atas zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan landas kontinen, oleh karena itu negara pantai berkewajiban mengatur, mengizinkan, dan melakukan aktivitas kelautan di wilayah tersebut, termasuk Marine Scientific Research (MSR). UNCLOS memberikan diskresi kepada negara pantai untuk memberikan izin atas MSR yang dilakukan oleh pihak asing, sekaligus mewajibkan negara pantai untuk menjamin persetujuan atas permohonan MSR oleh pihak asing yang dilakukan dalam keadaan normal yang bertujuan damai dan untuk peningkatan pengetahuan akan laut. Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas MSR yang dilakukan tidak terbatas pada riset fundamental yang bertujuan bagi pengetahuan akan laut, namun juga riset terapan yang berpotensi menghasilkan suatu yang bernilai ekonomi. Dalam skripsi ini akan dibahas perkembangan MSR oleh pihak asing, pengaturan UNCLOS mengenai MSR, juga praktik dan hukum nasional Kanada, Tiongkok, Kenya, dan Indonesia mengenai MSR oleh pihak asing di ZEE dan landas kontinennya.

UNCLOS recognized that Coastal State has sovereign right over exclusive economic zone and continental shelf, thus Coastal State has the obligation to regulate, authorize and conduct the marine activities in such territory, including Marine Scientific Research (MSR). UNCLOS give Coastal State the discretion to issue a permit of foreign MSR, while at the same time obliged Coastal State to give the permit of foreign MSR in normal circumstances for peaceful purposes and in order to increase scientific knowledge of marine environment. Along with technology development, MSR activities are not limited to fundamental researched aiming for marine knowledge, but also applied research with economic potential. This study discusses the development of foreign MSR, the regulation of MSR under UNCLOS, the practice and the regulation of Canadian, Chinese, Kenyan and Indonesian Law with regard to foreign MSR in EEZ and Continental Shelf. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kwiatkowska, Barbara
Dordrecht, Netherlands: Martinus Nijhoff, 1989
341.45 KWI t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Tam Saka Artoka
"Di tahun 2009, Pemerintah Indonesia mengesahkan Undang- undang (UU) Nomor 39 tentang penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Produk ini lahir untuk sebuah tujuan mulia: mempercepat pengembangan ekonomi, dan membangun keseimbangan pembangunan antar wilayah, dalam kerangka satu kesatuan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia. KEK dipilih sebagai terobosan untuk merealisasikan tujuan daripada KEK itu sendiri. Dilihat dari laporan tahunan Dewan Nasional KEK setiap tahunnya dari seluruh KEK yang sudah berjalan, masih diperlukan evaluasi pada KEK yang ada karena masih belum berjalan efektif. Pada kenyataannya evaluasi kemajuan program KEK sulit dilakukan karena setiap tahun terjadi perubahan pada indikator kinerja. Kurangnya pemantauan dan evaluasi yang efektif merupakan kelemahan kritis di sebagian besar program KEK (2016 ASEAN Guidelines for SEZs). Pengelolaan setiap KEK dapat dianggap sebagai mengelola proyek, dan mengelola seluruh KEK dapat dianggap sebagai manajemen program. Untuk meningkatkan efektifitas kinerja setiap KEK dalam manajemen program pada seluruh KEK, pada penelitian ini telah di analisa Key Performance Index (KPI) terhadap daftar manfaat. KEK di Indonesia memiliki manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kemudian terdapat 31 KPI yang relevan dan dapat digunakan guna memantau kegiatan setiap KEK di Indonesia. Serta indikator penanaman modal asing merupakan indikator yag dianggap paling penting dalam pemantauan kegiatan KEK, diikuti indikator ekspor dan seterusnya.

In 2009, the Government of Indonesia passed Law (UU) Number 39 concerning the implementation of Special Economic Zones (KEK). This product was born for a noble purpose: accelerating economic development, and building a balanced development between regions, within the framework of one economic unitary unitary state of the Republic of Indonesia. KEK was chosen as a breakthrough to realize goals rather than SEZ itself. Judging from the annual report of the National SEZ Council every year for all SEZs that are already running, an evaluation of existing SEZs is still needed because they are not yet running effectively. In fact, evaluating the progress of the KEK program is difficult because every year there are changes in performance indicators. Lack of effective monitoring and evaluation is a critical weakness in most SEZ programs (2016 ASEAN Guidelines for SEZs). Management of each SEZ can be considered as managing a project, and managing all SEZs can be considered as program management. In order to increase the effectiveness of the performance of each SEZ in program management for all SEZs, this research has analyzed the Key Performance Indicators (KPI) against the list of benefits. SEZs in Indonesia have economic, social and environmental benefits. Then there are 31 KPIs that are relevant and can be used to monitor the activities of each SEZ in Indonesia. As well as the foreign investment indicator is the most important indicator in monitoring SEZ activities, followed by the export indicator and so."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Marwati
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang tindakan penegak hukum di laut yang dilakukan
pemerintah Indonesia, terutama penyidik dari instansi Kementerian Kelautan dan
Perikanan serta TNI Angkatan Laut guna memberantas tindak pidana perikanan
dengan cara mengambil tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau
penenggelaman kapal ikan asing (KIA) pelaku tindak pidana perikanan di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Oleh karena itu penelitian ini akan
menjelaskan tentang dasar hukum, praktek negara-negara dan prosedur
penenggelaman KIA pelaku tindak pidana perikanan baik berdasarkan hukum
internasional maupun hukum nasional. Pembahasan penelitian dianalisis
menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan
dijabarkan secara preskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
beberapa negara, misalnya Argentina, Australia, Filipina dan Malaysia yang
mempunyai kebijakan yang sama dengan Indonesia untuk memusnahkan KIA
pelaku tindak pidana perikanan, walaupun dengan teknis pelaksanaan yang
berbeda. Tindakan yang diambil oleh Indonesia dan negara-negara tersebut telah
memiliki dasar yang kuat berupa peraturan perundang-undangan nasional yang
mengacu pada UNCLOS 1982. Rekomendasi penelitian ini adalah apabila
melakukan penenggelaman KIA pada tahap pemeriksaan di laut sebagai
pelaksanaan Pasal 69 (4) UU No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan terhadap UU
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, agar tindakan khusus tersebut hanya
dilaksanakan di Perairan Indonesia (Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan, dan
Laut Teritorial karena masih banyak batas ZEEI yang belum disepakati dengan
negara-negara lain yang berbatasan wilayah lautnya dengan Indonesia.

ABSTRACT
This thesis examines the actions of law enforcements at sea conducted by the
Indonesian government, especially the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries
and the Indonesian Navy to combat Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU)
Fishing by taking special measures to burn and/or sink foreign fishing vessels
committed IUU fishing in the Indonesian Exclusive Economic Zone (EEZ).
Therefore, this research will explain the legal basis, state practices and procedures
for sinking foreign fishing vessels both based on international law and national
law. This thesis will analyze the judicial process with a qualitative approach and
descriptive elaboration. The study shows that there are several countries, such as
Argentina, Australia, the Philippines and Malaysia that have the same policies
with Indonesia in which they destroy foreign fishing vessels, even though the
technical implementations are different. The actions taken by Indonesia and these
countries have legal standing of national legislation referring to UNCLOS 1982.
Therefore, it is recommended to sink foreign fishing vessels at sea as the
implementation of Article 69 (4) Fisheries Act 2009 Numbor 45, the special
measures will only be carried out in Indonesian waters (internal waters,
archipelagic waters and territorial seas because there are still many Indonesian
EEZ boundaries that have not been agreed with other countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christou Imanuel
"Indonesia sedang merundingkan penetapan batas laut dengan Palau karena terdapat klaim yang tumpang tindih antara kedua negara. Wilayah yang belum didelimitasi kerap menyimpan potensi pelanggaran hukum oleh negara yang sama-sama memiliki klaim atau bahkan negara ketiga. Untuk itu UNCLOS memberikan kewajiban bagi negara pihak untuk berusaha membuat provisional arrangement/pengaturan sementara di wilayah yang delimitasinya belum ditentukan. Kini Indonesia dan Palau belum memiliki pengaturan sementara. Penelitian ini bertujuan untuk menilik keberadaan urgensi untuk dibentuknya pengaturan sementara di wilayah yang sedang dirundingkan oleh Indonesia dan Palau. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menyarikan norma internasional terkait pengaturan sementara dari UNCLOS dan praktik negara-negara. Inti yang disarikan adalah urgensi yang biasa menjadi dasar pemicu dibentuknya pengaturan sementara. Hasilnya akan disandingkan dengan kondisi terkini di wilayah perbatasan Indonesia dan Palau. Kecocokan antara dasar pengaturan sementara dan kondisi setempat akan menjadi dasar analisis urgensi. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat beberapa kecocokan antara kondisi di lapangan dan norma serta praktik terkait pengaturan sementara namun belum cukup untuk menjadi dasar pembentukan pengaturan sementara. Meskipun demikian, aspek keamanan, perlindungan lingkungan, sumber daya, dan negosiasi perlu diperhatikan untuk antisipasi dibutuhkannya pengaturan sementara.

Indonesia is negotiating the delimitation of maritime boundaries with Palau because there are overlapping claims between the two countries. Territories that have not been delimited often harbor the potential for legal violations by countries that share claims or even third countries. For this reason, UNCLOS provides an obligation for state party to try to make provisional arrangements in areas whose delimitations have not been determined. Currently Indonesia and Palau do not yet have a provisional arrangement. This research aims to examine the existence of urgency for the establishment of provisional arrangements in the region currently being negotiated by Indonesia and Palau. To achieve this goal, this research summarizes international norms regarding the provisional arrangements of UNCLOS and the practices of countries. The essence that is extracted is the urgency which is usually the basis for triggering the formation of provisional arrangements. The results will be compared with current conditions in the border areas of Indonesia and Palau. The match between the basis of provisional arrangements and local conditions will form the basis of the urgency analysis. This research found that there is partial alignment between field conditions and the norms and practices related to provisional arrangements but not enough to be the basis for establishing provisional arrangements. However, aspects of security, environmental protection, resources and negotiations need to be considered to anticipate the need for provisional arrangements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friget Wiyanto
"ABSTRAK
Perbatasan perairan suatu negara seringkali menimbulkan suatu konflik apabila
wilayah suatu negara tidak memiliki kejelasan yang pasti, hal tersebut dikarenakan
dalam hukum internasional wilayah negara mempunyai peran yang sangat penting
dalam melaksanakan yurisidiksi suatu negara. Seperti halnya delimitasi maritim zona
ekonomi eksklusif Indonesia dengan Vietnam di Laut Natuna Utara, yang sedang
berkembang saat ini adalah belum adanya kesepakatan (undelimited area) batas zona
ekonomi eksklusif di laut Natuna Utara Indonesia dengan Vietnam. Sehingga
mengakibatkan saling klaim terhadap pemanfaatan sumber daya alam hayati
perikanan di zona ekonomi eksklusif tersebut begitu pula dengan penegakan
hukumnya (law enforcement), seperti halnya kejadian saling tangkap antara aparat
penegak hukum di laut baik oleh Indonesia maupun aparat penegak hukum di laut
Vietnam ataupun terhadap nelayan Vietnam yang melakukan penangkapan ikan di
zona ekonomi eksklusif laut Natuna Utara tersebut. UNCLOS 1982 menawarkan
beberapa mekanisme penyelesaian sengketa sambil menunggu kesepakatan perjanjian
delimitasi maritim tersebut, salah satunya dengan kerjasama antar negara pantai
berdasarkan pembentukan perjanjian delimitasi ZEE yang saling tumpang tindih,
serta adanya penyelesaian secara diplomatik oleh pihak ketiga dan penyelesaian
secara hukum melalui ITLOS maupun ICJ/Mahkamah International.

ABSTRACT
The borders of a country's waters often cause a conflict if the territory of a country
does not have definite clarity, this is because in international law the territory of the
country has a very important role in carrying out the jurisdiction of a country. As
with the maritime delimitation of Indonesia's exclusive economic zone with Vietnam
in the North Natuna Sea, which is currently developing, there is an undelimited area
of exclusive economic zone boundaries in the North Natuna Sea of Indonesia and
Vietnam. Thus resulting in mutual claims against the utilization of the living natural
resources of fisheries in the exclusive economic zone as well as law enforcement (law
enforcement), as well as the occurrence of mutual arrest between law enforcement
officers in the sea both by Indonesia and law enforcement officers in the Vietnamese
sea or fishermen Vietnam is fishing in the exclusive economic zone of North Natuna
UNCLOS 1982 offers several dispute resolution mechanisms while awaiting the
agreement of the maritime delimitation agreement, one of which is cooperation
between coastal countries based on the formation of overlapping exclusive economic
zone delimitation agreements, and diplomatic settlement by third parties and legal
settlement through ITLOS and International Court of Justice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>