Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145513 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Mufti Rahmawati
"Pada pasien gagal ginjal terminal GGT yang menjalani hemodialisis, masalah utama yang terjadi adalah kelebihan cairan. Salah satu intervensi keperawatan untuk mengontrol dan mencegah kelebihan volume cairan semakin parah adalah manajemen cairan berupa pembatasan cairan. Dalam penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners KIAN , penulis menggunakan metode analisis studi kasus.
Analisis studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal terminal yang mengalami masalah kelebihan volume cairan dan analisis intervensi pembatasan cairan. Indikator dalam studi kasus ini adalah hasil pemeriksaan fisik berupa tanda-tanda kelebihan volume cairan.
Hasil menunjukkan bahwa selama periode interdialisis status edema tetap sama yaitu grade 3 pada kaki kanan dan grade 2 pada kaki kiri, tekanan darah mengalami perubahan yaitu dari 137/85mmHg menjadi 153/90mmHg. Setelah klien mendapatkan terapi dialisi, klien mengalami penurunan kelebihan volume cairan yang ditunjukan dari grade edema kaki kanan yang turun menjadi grade 2 dan penurunan tekanan darah menjadi 143/90mmHg.
Dari hasil tersebut menujukkan bahwa, pembatasan cairan mampu mencegah keparahan dan mengontrol kelebihan volume cairan selama periode interdialisi dan lebih optimal berkurang setelah mendapatkan terapi dialisis. Perawat perlu melakukan pembatasan cairan pada pasien GGT dalam periode interdialisis untuk mengontrol kelebihan volume cairan.

In End stage renal disease ESRD patients with heamodialysis, the main problem that persists is excess fluid. One of the nursing interventions to control and prevent excess fluid volume from getting worse is liquid management in the form of fluid restriction. The design of this study was case study analysis.
This case study aims to analyze nursing intervention in patients with terminal renal failure who have problems with fluid overload and analysis of fluid restriction interventions. The indicator in this case study is the result of physical examination in the form of signs of excess liquid volume.
The results showed that during the interdialysis period the edema status remained the same grade 3 on the right foot and grade 2 on the left leg, blood pressure changed from 137 / 85mmHg to 153 / 90mmHg. After the client receives dialysis therapy, the client experiences a decrease in excess fluid volume indicated from right-foot-edema grade that drops to grade 2 and decreases blood pressure to 143 / 90mmHg.
From these results indicate that, fluid restriction is able to prevent severity and control fluid excess volume during the interdialysis period and more optimally decreased after getting dialysis therapy. Nurses needs to give fluid restriction for ESRD patients in their interdialysis periode to control the excess fluid volume and also the other intervention of management of dialysis patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sardy Syahri
"Penyakit Ginjal Terminal PGT merupakan masalah yang banyak dihadapi masyarakat perkotaan. PGT memerlukan tindakan berupa restriksi cairan yang sulit dilaksanakan oleh penderita PGT karena karena banyaknya faktor yang menyulitkan. Selain itu, pada PGT terdapat masalah lain yang semakin menyulitkan restriksi cairan, yaitu masalah uremia dan hipokalsemia yang dapat menyebabkan gangguan sekresi saliva.
Studi ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan kesehatan masalah perkotaan pada PGT dan intervensi stimulasi saliva dengan mengunyah permen karet untuk mengurangi xerostomia. Evaluasi intervensi menggunakan Thisrt Distress Scale dan Visual Analog Scale.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengunyah permen karet dapat mengurangi xerostomia. Dengan berkurangnya xerostomia, klien lebih mudah untuk menjalani restriksi cairan. Kesimpulan dari studi ini adalah mengunyah permen karet dapat membantu klien dalam restriksi cairan. Rekomendasi dari studi ini adalah permen karet dapat digunakan pada seluruh klien dengan kemampuan mengunyah yang baik.

End Stage Renal Disease ESRD is a problem which faced by urban communities. ESRD requires action in the form of fluid restriction that is difficult to implement by ESRD patients because of the many factors that make it difficult. In addition, there are other problems in ESRD that increasingly complicate the restriction of fluids such as uremia and hypocalcaemia that can cause disruption of salivary secretion.
This study attempted to analyze nursing care in urban perspective with ESRD problem and salivary stimulation interventions by chewing gum to relieve xerostomia. To evaluate the intervention, this study use Thisrt Distress Scale and Visual Analog Scale.
The results showed that chewing gum can reduce xerostomia. Therefore, the reduced of xerostomia problem may help clients are more likely to undergo fluid restriction. The conclusion of this study is chewing gum can help clients in fluid restriction. The recommendation of this study is chewing gum can be used on all clients with good chewing ability.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Fauziatun Nikmah
"Gagal ginjal kronik merupakan penyakit terminal yang progresif dan ireversibel. Fungsi ginjal meliputi regulasi cairan, detoksifikasi serta produksi hormon. Pasien dengan GGK harus menjalani hemodialisis rutin sebagai terapi penggantian ginjal sementara. Pasien yang sedang menjalani hemodialisis seringkali mengalami masalah overload cairan, dimana harus melakukan pembatasan cairan untuk menghindari kelebihan cairan. Masalah overload cairan dapat menimbulkan masalah kesehatan lainnya bahkan dapat berujung dengan kematian. Oleh karena itu, dibutuhkan program pembatasan cairan yang efektif dan efisien melalui upaya pemantauan intake output cairan untuk mencegah komplikasi. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode studi kasus dengan tujuan menggambarkan metode pemantauan intake output cairan pasien GGK dengan menggunakan fluid intake output chart. Pemantauan tersebut terbukti efektif untuk menangani overload cairan pada klien, dibuktikan dengan berkurangnya manifestasi overload cairan pada klien.

Chronic Kidney Disease is a progressive and irreversible terminal disease. Kidney function includes fluid management, detoxification and hormone production. Patients with Chronic Kidney Disease should replace hemodialysis as a temporary kidney replacement therapy. Patients who are trying to solve the problem of excess fluid, which must do fluids to avoid excess fluid. The problem of excess fluid can cause health problems. Therefore, an effective and efficient fluid program is needed to overcome the problem, which is issued through an fluid intake output monitoring. This scientific study was a case study method with the aim of evaluating the intake method for patients with CKD by using a fluid intake output chart. This monitoring has proven to be effective in dealing with excess fluid in the client, evidenced by the reduction in manifestations of excess fluid in the client."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Napsan Junaidi
"Gagal Ginjal Terminal GGT adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan memerlukan penatalaksanaan berupa terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis HD untuk mempertahankan kondisi kesehatan. Berbagai permasalahan dan komplikasi bisa timbul pada pasien yang menjalani HD, sehingga pasien harus melakukan manajemen yang berhubungan dengan GGT. Salah satu manajemen yang harus dilakukan adalah self-care. Self-care masih menjadi masalah yang dihadapi pasien GGT yang menjalani HD saat ini, sehingga dengan kondisi tersebut penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan self-care pada pasien GGT.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis komparatif kategorik dengan pendekatan cross sectional. Responden penelitian adalah pasien GGT di rumah sakit Muhammad Yunus Bengkulu.
Dari analisis univariat didapat kurang dari separuh dari responden dengan Self-care baik, hasil analisis bivariat didapat tak ada hubungan antara self-care dengan usia, tingkat Pendidikan, lama HD, Pendapatan keluarga, penyakit komorbid, tingkat pengetahuan, depresi dan akses pelayanan kesehatan, akan tetapi tererdapat hubungan yang signifikan antara self-care dengan efikasi diri dan jenis kelamin. Analisis multivariat didapat faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap self-care adalah efikasi.
Disimpulkan Efikasi diri adalah faktor yang paling dominan mempengaruhi self-care. Sangat penting bagi perawat untuk meningkatkan efikasi diri pasien GGT dengan cara memberikan edukasi tentang GGT dan hemodialisis.

End stage renal disease ERSD are uncurable condition and the patient was need treatment to maintain optimal health status. Hemodialysis must be attend by patient to to survive. Many problems can rise and must managing on by them. Purpose The aim of this study was to examine factors related to self care on ERSD patients.
Methods this study design was comparative categorical analysis by cross sectional approach, recruited 92 hemodialysis patients and was conducted at hemodialysis unit of Dr. Muhamad Yunus Hospital Bengkulu.
Results showed that there were 44 respondent had good self care level. Bivariate analysis by Chi Square test found there was no correlation between age, sex, education level, HD duration, family income, and depression with self care, on the other hand there was significant correlation between self efficacy and sex with self care. Multivariate analysis found that self efficacy was the influencing factor on self care.
Conclusion self efficacy is the most dominant influencing factor to self care, it is important to increase the self efficacy among these patients by providing education program about ERSD and hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T49081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Gede Maheswari Suryatmaja
"ABSTRAK
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal memfiltrasi toksin dalam tubuh. Kejadian gagal ginjal kronik diperkirakan akan semakin meningkat di dunia. Salah satu faktor penyebab tersering gagal ginjal kronik adalah hipertensi. Hipertensi yang berkepanjangan menurunkan alirah darah ke ginjal sehingga dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Seseorang dengan penurunan laju filtrasi glomerulus membutuhkan terapi hemodialisa sebagai pengganti fungsi ginjal. Pembatasan cairan dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa. Namun pembatasan cairan ini menyebabkan rasa haus yang tidak terkontrol sehingga pasien sulit untuk mengontrol minum. Rasa haus menyebabkan pasien sulit dalam membatasi cairan serta dapat meningkatkan berat badan diantara sesi hemodialisa. Intervensi mengkonsumsi es batu dan mengatur suhu air terbukti mampu mengurangi rasa haus yang dialami pasien. Pasien terbantu dalam membatasi cairan sehingga tidak terjadi komplikasi dan peningkatan volume cairan diantara sesi hemodialisa.

ABSTRACT
Chronic kidney disease is characterized by decreasing of kidney function of filtering toxins in the body. The phenomenon of chronic kidney disease is expected to increase in the world. One of the most common causes of chronic kidney disease is hypertension. Prolonged hypertension lowers blood flow which causes a decrease in glomerular filtration rate. A person with a decreasing in glomerular filtration requires hemodialysis therapy as a substitute of kidney function. Fluid restriction was performed in patients with chronic kidney disease by hemodialysis. However this fluid restriction causes uncontrolled thirst so that the patients is difficult to control drinking. Thirst causes the patients hard to limit the fluids and can increase the body weight between hemodialysis sessions. Intervention in consuming ice cube and setting up water temperature proved to reduce the thirst experienced by patients. Patients are helpful in limiting the fluid so that there are no complications and increased fluid volume between hemodialysis sessions."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Albana Wahyudi
"Chronic kidney disease atau gagal ginjal kronis merupakan gagal ginjal stadium akhir yang tidak dapat disembuhkan. Fungsi ginjal meliputi pengaturan cairan, detoksifikasi, dan produksi hormon. Penderita penyakit ginjal kronis perlu menjalani hemodialisis rutin sebagai terapi pengganti ginjal sementara. Penderita penyakit ginjal kronis seringkali mengalami masalah kelebihan cairan akibat disfungsi filtrasi glomerulus, oleh karena itu pengaturan cairan yang ketat dan efektif harus dilakukan untuk mencegah komplikasi seperti kelebihan cairan. Tugas akhir ini menggunakan metode studi kasus asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik terminal yang fokus pada intervensi manajemen cairan dengan tabel pemantauan intake dan output cairan.

Chronic kidney disease or chronic kidney failure is a terminal disease that changes slowly and is irreversible. Kidney function consists of fluid regulation, detoxification, and hormone production. Patients with crhonic kidney disease must undergo routine hemodialysis as temporary renal replacement therapy. Patients with chronic kidney disease often experience problems with excess fluid due to glomerular filtration dysfunction, so strict and effective fluid digestion must be carried out to prevent complications by monitoring fluid intake and output. The writing of this final assignment uses a case study method using fluid intake and output monitoring charts and this monitoring is effective in dealing with excess fluid volume, as evidenced by the reduction in manifestations of excess fluid in patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Ayu Ary Antari
"Pasien gagal ginjal terminal dengan hemodialisis seringkali melaporkan mengalami pemanjangan waktu pemulihan pascahemodialisis yang berdampak pada rendahnya kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu pemulihan pascahemodialisis. Rancangan yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian yaitu 185 pasien hemodialisis di RSUP Sanglah Denpasar yang dipilih dengan teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama waktu pemulihan pascahemodialisis adalah 578,41 402,27 menit. Jadwal hemodialisis p=0,029 , penyakit penyerta p = 0,046 , jumlah komplikasi akut p = 0,0001 dan depresi p = 0,004 ditemukan berhubungan signifikan dengan waktu pemulihan pascahemodialisis. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa jumlah komplikasi akut selama hemodialisis merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan waktu pemulihan pascahemodialisis =0,747.
Kesimpulannya adalah jenis kelamin, lingkar lengan atas, jadwal hemodialisis, kadar sodium dialisat, intradialytic weight loss, penyakit penyerta dan jumlah komplikasi akut secara bersama-sama memiliki hubungan bermakna dengan waktu pemulihan pascahemodialisis.

End stage renal disease undergoing hemodialysis patient often reported a prolonged post hemodialysis recovery time which related to the patient rsquo s low quality of life. This study aimed to identify the factors related to post hemodialysis recovery time. This study used descriptive correlation design with cross sectional method. The samples of the study were 185 hemodialysis patients at Sanglah Central Hospital, Denpasar, recruited by consecutive sampling technique.
The result of the study showed that the mean of recovery time was 578.41 402.27 minute. Hemodialysis schedule p 0.029 , comorbid diseases p 0.046, the number of acute complication p 0.0001 and depression p 0.004 were significantly related to post hemodialysis recovery time. The result of multivariate analysis showed that the number of acute complication during hemodialysis was the most dominant factor related to recovery time 0.747.
As the conclusion, gender, upper arm circumference, hemodialysis schedule, sodium dialysate concentration, intradialytic weight loss, comorbid diseases, and the number of acute complication altogether shared significant correlation with post hemodialysis recovery time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Khumaeroh
"Pasien dengan Gagal Ginjal Terminal (GGT) membutuhkan terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis (HD). Untuk mencapai keberhasilan HD diperlukan kepatuhan pasien terhadap pembatasan cairan. Kepatuhan cairan dapat tercapai saat pasien mampu melakukan penyesuaian diri dengan penyakit GGT dan terapi HD. Penyesuaian diri pasien HD terhadap penyakit GGT dan pembatasan cairan dapat berhubungan dengan penerimaan diri. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui hubungan penerimaan diri dengan kepatuhan pembatasan cairan pasien HD. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan consecutive sampling pada 121 responden. Pengumpulan data dengan kuesioner kepatuhan cairan dan self acceptance scale serta studi dokumentasi. Analisis yang digunakan yaitu Chi-Square dan regresi logistic. Hasil penelitian didapatkan responden yang patuh terhadap pembatasan cairan sebanyak 79,3% dan penerimaan diri sebanyak 78,5%. Hasil analisis didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dengan kepatuhan cairan (p=0,024) namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dengan IDWG (p=0,154). Ada hubungan variabel konfonding lama menjalani HD dengan kepatuhan cairan (p=0,033), variabel konfonding adekuasi HD dengan IDWG (P= 0,011). Namun, pada variabel konfonding lainnya tidak terdapat hubungan signifikan dengan kepatuhan cairan, diantaranya adalah: usia, jenis kelamin, pendidikan dan komorbiditas. Selanjutnya pada analisis multivariat variabel yang paling dominan mempengaruhi kepatuhan cairan adalah penerimaan diri (p=0,006) setelah dikontrol variabel jenis kelamin dan lama menjalani HD serta mampu memprediksi sebesar 21% terhadap kepatuhan pembatasan cairan. Rekomendasi penelitian ini adalah perawat perlu mengidentifikasi serta melakukan upaya meningkatkan penerimaan diri pasien untuk meningkatkan kepatuhan cairan dengan intervensi seperti therapy reality dan terapi berpikir positif. Perawat harus lebih memperhatikan adekuasi HD dan berat badan kering pasien untuk menghindari peningkatan IDWG. Selain itu, rekomendasi untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan instrumen penelitian yang mampu melihat waktu yang dibutuhkan pasien HD untuk mencapai tahap acceptance serta melakukan analisis lanjutan pada hasil penelitian ini tentang kesenjangan hasil antara kepatuhan cairan yang tinggi berdasarkan kuesioner namun mayoritas responden pada IDWG berat.

Patients with End Stage Renal Disease (ESRD) requires a renal replacement therapy in the form of hemodialysis (HD). To achieve success of HD requires patient compliance with fluid restrictions. Fluid adherence can be achieved when the patients is able to adjust to ESRD and HD therapy. Adjustment of patients HD to ESRD and fluid restriction can be related to self acceptance. This study aimed to identify the relationship between self acceptance and fluid adherence in ESRD patients undergoing HD. This study used cross sectional design with consecutive sampling of 121 respondents. Data collection used fluid adherence questionnaires, self acceptance scale and documentation studies. The analysis used chi square and logistic regression. The result showed that 79,3% of respondents had adherence to fluid restriction and 78,5% of them had self acceptance. The analysis result also showed there was a significant relationship between self acceptance and fluid adherence (p=0,024), but no significant relationship between self-acceptance and IDWG (p=0.154). There was significant relationship between confounding variable of the length of time undergoing HD and fluid adherence (p=0.033), adequacy HD and IDWG (p=0,011). However, other confounding variables were not significant relationship with fluid adherence, which were: age, gender, education, and comorbidities. Furthermore, the multivariat analysis found that self acceptance was the most dominant variable affecting fluid adherence (p=0.006) after controlling by variables of the sex and the length of time undergoing HD, which can predicted 21% to fluid adherence. Recommendations for this study are nurses need to identify and make efforts to increase patient self-acceptance to improve fluid compliance with interventions such as reality therapy and positive thinking therapy. Nurses should more attention to HD adequacy and dry weight of the patient to avoid an increase in IDWG. In addition, recommendations for further researchers are expected to use research instruments that are able to see the time needed for HD patients to reach the acceptance stage and carry out further analysis on the results of this study regarding the gap in results between high fluid adherence based on the questionnaire but the majority of respondents on the IDWG severe."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Muhamad Firmansyah
"Masalah utama yang muncul pada klien gagal ginjal kronis yaitu kelebihan volume cairan akibat ketidakpatuhan terhadap pembatasan cairan. Ketidakpatuhan pada klien disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan motivasi diri klien dalam melakukan pembatasan asupan minum. Intervensi keperawatan yang dilakukan berfokus pada kegiatan untuk meningkatkan kesadaran diri dan motivasi dalam pembatasan asupan cairan serta monitoring status cairan dalam rangka meningkatkan status kesehatan klien. Cognitive Behavioural Therapy CBT merupakan salah satu intervensi yang dapat diberikan untuk meningkatkan kesadaran klien tentang pentingnya program pembatasan asupan cairan. Namun, metode ini masih jarang dilakukan di lahan praktik. Intervensi CBT dalam studi kasus ini dilakukan dalam waktu satu minggu dengan melibatkan keluarga sebagai social support untuk mengontrol perilaku. Setelah dilakukan intervensi CBT, kesadaran diri dan motivasi klien meningkat ditunjukkan dengan klien berhasil melakukan pembatasan asupan cairan. Namun, secara klinis belum menunjukkan perbaikan dalam masalah kelebihan volume cairannya. Maka dari itu perlu dikaji lebih lanjut terkait faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kondisi kelebihan cairan pada pasien gagal ginjal kronis.

The main problems that appears on clients of chronic renal failure are excess fluid volume due to noncompliance to fluid restriction. Noncompliance in the client due to lack of awareness and self motivation of the client in the limitation of fluid intake. Nursing interventions focused on activities to improve self awareness and motivation fluid restriction as well as monitoring fluid status in order to improve client rsquo s health status. Cognitive Behavioral Therapy CBT is one of the intervention that can be given to increase client awareness about the importance of fluid restriction program. However, this method is still rarely done in practice areas. Intervention CBT in this case study was done within one week by involving the family as a social support to control client rsquo s behavior. After administration of CBT,self awareness and client motivation increased this is indicated by client succeeded to restrict his fluid intake. However, client haven rsquo t shown an improvement of excess fluid volume problem clinically. Therefore it is necessary to do a further study related to other factors that can cause an excess fluid volume in chronic kidney disease patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Desnita
"ABSTRAK
Karya ilmiah akhir KIA merupakan analisis laporan praktik residensi keperawatan medikal bedah yang terdiri dari pengelolaan kasus gangguan sistem perkemihan dengan pendekatan teori Self Care Orem, penerapan evidence based nursing berupa pemijatan pada titik LI-4 untuk mengurangi nyeri kanulasi arteriovenous AV fistula dan melakukan proyek inovasi kelompok berupa tentang seminar sosialisasi konseling dan konselor keperawatan pada pasien gagal ginjal terminal. Pendekatan teori Self Care Orem meyakini bahwa perawatan diri pasien merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dengan melibatkan kemampuan yang ada pasien sesuai kondisi penyakitnya. Pemijatan pada titik LI-4 efektif dalam mengurangi nyeri kanulasi AV-fistula pada pasien hemodialisis, mudah diaplikasikan dan tanpa efek samping sehingga dapat diaplikasikan perawat sebagai intervensi manajemen nyeri non farmakologis untuk mengurangi nyeri kanulasi AV-fistula. Seminar sosialisasi tentang konseling dan konselor keperawatan dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi dari perawat untuk mengembangkan diri dalam memberikan konseling kepada pasien gagal ginjal terminal.

ABSTRACT
This final paper is an analysis report of residency medical surgical nursing practice consisting of case management of urinary system disorder with Orem Self Care approach, application of evidence based nursing using massage at LI 4 point to reduce pain in AV fistula cannulation, innovation projects on seminars about socialization of counseling and nursing counselors in end stage renal disease patients. The Orem self care approach believes that self care is something that can be learned by involving the patients existing abilities based on his illness. Massage at LI 4 point is effective to reduce pain of AV fistula cannulation in hemodialysis patients, easy to apply and without side effects, so it can applied by nurses as nonpharmacologic pain management interventions to reduce pain in AV fistula cannulation. Seminars about counseling and nursing counselors can improve the knowledge and motivation of nurses to provide a counseling to end stage renal disease patients."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>