Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131252 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hani Irianti Pahlevi
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan dan mengevaluasi alat ukur baru untuk Perfeksionisme. Alat ukur baru dikembangkan melalu studi percontohan yang berfokus pada dua aspek perfeksionisme yang adaptif i.e., high standard dan maladaptif i.e., discrepancy perfeksionisme. Hasil akhir dari penelitian ini menjadi 12-item skala perfeksionisme dengan dua sub-skala yaitu high standard dan discrepancy. Alat ukur ini diberikan kepada 167 mahasiswa University of Queensland yang terdaftar dalam kelas Measurement of Psychology PSYC3020 . Perhitungan Alpha Cronbach dan analisis korelasi pada tiga hipotesis validasi dilakukan untuk mengevaluasi reliabilitas dan validitas dari skala ini. Hasil analisa tersebut menunjukan konsistensi internal menyeluruh yang sangat baik dan dua dari tiga hipotesis validasi didukung. Alat ukur ini selanjutnya diadministrasikan pada 30 mahasiswa Indonesia yang menempuh studi University of Queensland sebagai sampel perdana alat ukur ini untuk mendapatkan data mengenai derajat perfeksionisme yang mereka miliki.

ABSTRACT
The present study is conducted to develop and evaluate a new scale on Perfectionism. The new scale was developed through pilot study which focus on two aspects of perfectionism which is adaptive i.e., high standards and maladaptive i.e., discrepancy perfectionism. A final 12-item Perfectionism Scale with two subscales; high standard and discrepancy, were tested. The scale was administered to a total of 167 University of Queensland students who enrolled in Measurement in Psychology PSYC3020 course. Cronbach rsquo; Alpha calculation and correlation analysis on three validation hypotheses was performed to evaluate the reliability and validation of the scale. An excellent overall internal consistency was reported, and two of the three validation hypotheses were supported. The scale was also administered to a total of 30 Indonesian international students at University of Queensland to further evaluate the current measure. High score of Perfectionism was found amongst them. The present scale can be applied in consultation session to measure one rsquo;s perfectionism scale which might appeared as a contributing information during the case formulation process. "
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Harbunangin, Bimandari
"Walaupun terdapat beberapa skala yang telah di kembangkan untuk mengukur perfeksionisme, tidak ada skala yang hanya murni mengukur sifat perfeksionisme.Sebagai contoh, salah satu sub-skala dalam Skala Revisi Hampir Sempurna APS-R , yaitu lsquo;Urutan rsquo;, memiliki tidak hanya aspek perfeksionisme namun juga aspek obsesif kompulsif. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengembangkan skala baru yang mengukur perfeksionism. Skala ini memiliki dua dimensi: 1 Standar Tinggi, dan 2 Ketidaksesuaian. Skala baru ini diadapsi dari skala APS-R. Dalam proses adaptasi skala APS-R, kami menghapuskan sub-skala lsquo;Urutan rsquo; dari skala APS-R. Jumlah dari 109 mahasiswa yang terdaftar dalam kelas PSYC3020 di Universitas Queensland telah direkrut sebagai perserta. Hipotesa kami adalah 1 sub-skala Standar Tinggi akan berkorelasi positif dengan Ketelitian, 2 sub-skala Ketidaksesuaiaan akan berkorelasi positif dengan Neurotisme. Untuk memvalidasi skala baru ini, korelasi Pearson rsquo;s analysis digunakan. Skala validasi termasuk; Skala Revisi Hampir Sempurna APS-R , Neurotisme, Kecemasan, dan Skala Kekhawatiran Penn State. Kemudian, untuk mengukur reabilitas, kami menggunakan item diskriminasi untuk mengukur kualitas item individu. Seluruh hasil menunjukkan konsistensi dengan hipotesa. Skala Perfeksionisme memiliki konsistensi internal yang baik Cronbach rsquo; ? = .80 dan analisa diskriminasi memuaskan menunujukan korelasi antara item-item dengan skala validasi. Maka, hasil dari skala baru ini menunjukan reabilitas dan validasi dalam mengukur sifat perfeksionisme.

Although several scales have been developed to measure perfectionism, none of the scale has measured perfectionism per se. For instance, Revised Almost Perfect Scale APS R has sub scale of lsquo Order 39 , which also measure obsessive compulsive traits. Therefore, this present study is aimed to develop a new scale of perfectionism. The Perfectionism Scale PS consists of two dimensions 1 High Standards, and 2 Discrepancy. The items in PS were adapted from APS R. In adapting APS R into PS, the lsquo Order rsquo sub scale was excluded. A total of 109 students who enrolled in PSCY3020 in University of Queensland were recruited as participants. To validate the scale, we conducted concurrent validity analysis by correlating PS with Neuroticism, and Conscientiousness. Furthermore, to also evaluate the PS rsquo s reliability, item discrimination indices were calculated. We hypothesised that PS would be 1 positively correlated with Conscientiousness, 2 positively correlated with Neuroticism. The reliability analysis indicated that Perfectionism Scale has excellent internal consistency Cronbach Alpha .80 and the discriminant analyses for the items were satisfactory. The correlation analysis also showed that there is a positive correlation between PS and the validating scales. Thus, this result suggests that PS is reliable and valid for measuring perfectionism trait.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jatu Anggraeni
"ABSTRAK
Penelitian menenai profil trait pengusaha Multi Level Marketing di Jakarta bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan profil trait self confidence, originality, people oriented, task oriented, risk taking dan future oriented pada pengusaha Multi Level Marketing di Jakarta dengan dikaitkan pada faktor-faktor yang berperan di dalam trait pengusaha yakni jenis kelamin, usia, status marital, pendidikan. Di samping itu diteliti pula bagaimana trait yang menonjol pada pengusaha (atau dikenal dengan sebutan distributor) Multi Level Marketing yang sukses, dan bagaimana tipe pengusaha para distributor Multi Level Marketing di Jakarta berdasarkan trait task oriented.
Penelitian dilakukan atas dasar pentingnya mengetahui trait bagi pengusaha maupun calon pengusaha khususnya distributor Multi Level Marketing, sehingga diharapkan mereka dapat melakukan perubahan-perubahan yang positif-konstruktif dengan memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya untuk meraih sukses.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif berdasarkan teori dan alat yang dibuat oleh Technology Development Center yang berpusat di EAST WEST INSTITUTE, Honolulu Hawaii. Di samping itu penelitian ini juga membahas teori dari Robert Dougal (1986) dan beberapa hasil penelitian yang memiliki relevansi dengan area penelitian ini.
Hasilnya secara umum memperlihatkan 88.89% hipotesa null diterima yaitu, tidak terdapat perbedaan trait pengusaha yang signifikan pada Level Of Significance .05 pada distributor Multi Level Marketing di Jakarta dalam kaitannya dengan aspek jenis kelamin, usia, status marital, pendidikan. Sisanya adalah 11.11% hipotesa null yang ditolak, yaitu terdapat perbedaan trait pengusaha yang signifikan pada Level Of Significance .05 pada distributor Multi Level Marketing di Jakarta dalam kaitannya dengan aspek jenis kelamin, usia, status marital, pendidikan. Tetapi dapat diambil sebuah generalisasi bahwa dalam tiap faktor yang berperan dalam trait pengusaha terdapat urutan trait yang sering ditemui yaitu people oriented, task oriented, hsk taking, future oriented, self confidence, dan yang terakhir adalah originality. Selain itu urutan tipe pengusaha yang dominan pada distributor Multi Level Marketing di Jakarta adalah pragmatist, need achiever dan yang terakhir adalah managerial. Sedangkan urutan trait yang menonjol pada distributor Multi Level Marketing di Jakarta yang sukses adalah people oriented, kemudian task oriented, risk taking, future oriented, self confidence, dan yang terakhir adalah originality.
Saran-saran yang diajukan untuk peningkatan faktor metodologis berupa hal-hal yang perlu dipertimbangkan agar di kemudian hari penelitian yang relevan bisa lebih sempurna. Juga saran mengenai area yang dapat dieskplorasi lebih jauh dari penelitian ini untuk diteliti selanjutnya di masa yang akan datang."
2001
S3067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Putri Anandaprasa
"ABSTRAK
Perfeksionisme adalah konsep yang diterima dengan baik dalam literatur psikologis. Namun karena mayoritas peneliti menggunakan pendekatan multidimensional, tidak ada definisi yang seragam untuk perfeksionisme. Juga, beberapa dimensi dari skala-skala perfeksionisme yang sudah ada kerap menunjukkan ketidakstabilan faktorial pada sampel yang berbeda. Untuk mengatasi masalah ini, kami mengembangkan skala Perfeksionisme Singkat BPS hanya terdiri dari dua dimensi: 1 Perfeksionisme Adaptif, dan 2 Perfeksionisme Maladaptif. Lebih jauh lagi, penelitian ini melaporkan reliabilitasnya, dan kekuatan prediktif relatif dari subskalanya untuk harga diri, kegelisahan, neurotisme dan kesadaran. BPS diuji pada 167 siswa di Universitas Queensland. Studi kami menemukan bahwa BPS mampu memprediksi kecemasan, neurotisme dan ketelitian. Namun, harga diri tidak dapat diprediksi oleh BPS. Secara keseluruhan, skala baru ini memiliki tingkat validitas yang layak, reabilitas yang baik. Selain itu, indeks item diskriminasi telah menunjukkan kecukupan skala ini untuk membedakan perfeksionis adaptif dan maladaptif. Dalam hal reabilitas, Brief Perfectionism Scale kami telah ditemukan memiliki konsistensi internal yang baik Cronbach Alpha = 0,81 dan analisis diskriminan untuk item tersebut memuaskan. Terakhir, perbaikan masa depan harus dilakukan mengenai item dengan indeks diskriminasi item rendah, dan validitas konten pada subskala adaptif perfeksionisme.

ABSTRACT
Perfectionism is a well received concept in psychological literature. Yet due to the multidimensional approach, there was no uniform definition for perfectionism. Also, some of perfectionism scales indicated factorial instability across different samples. To overcome these problems, we developed the Brief Perfectionism scale BPS would only consists of two dimensions 1 Adaptive, and 2 Maladaptive Perfectionism. Furthermore This study reported its reliability, and the relative predictive power of its subscales to self esteem, anxiety, neuroticism and conscientiousness. The BPS was tested on 167 students of University of Queensland. The study found out that the BPS was able to predict anxiety, neuroticism and conscientiousness. However, self esteem could not be predicted by BPS. Overall, this new scale has a decent degree of validity, a good reliability. In addition, the item discrimination indices have shown this scale rsquo s adequacy to differentiate adaptive and maladaptive perfectionists. In regards to the reliability, our Brief Perfectionism Scale has found to have excellent internal consistency Cronbach Alpha .81 and the discriminant analyses for the items were satisfactory. Lastly, future improvements should be made regarding the items with low item discrimination indices, and the content validity on the adaptive perfectionism subscale. "
2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edovita
1990
S2311
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azka Aulia Syafitri
"Fenomena perfeksionisme semakin berkembang di kalangan mahasiswa dan menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kondisi psikologis salah satunya stress akademik. Mahasiswa kesehatan diketahui menghadapi stres akademik lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa program studi lainnya akibat beban akademik yang lebih besar dan ekspektasi akademik yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perfeksionisme dengan stres akademik pada mahasiswa kesehatan. Pengukuran perfeksionisme menggunakan instrumen Multidimensional Perfectionism Scale (MPS). Sementara pengukuran stres akademik dilakukan dengan instrumen Perceived Academic Stress Scale (PASS). Penelitian ini dilakukan pada 191 mahasiswa kesehatan dengan teknik pengambilan sampel convenience sampling. Analisis hubungan antara perfeksionisme dan stress akademik dilakukan menggunakan uji korelasi pearson untuk mengetahui derajat dan arah hubungan. Hasil penelitian dengan CI 90% didapatkan hubungan yang signifikan antara perfeksionisme dengan stress akademik pada mahasiswa kesehatan (p=0.001). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan negatif yang sangat lemah (r=-0.247). Maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai perfeksionisme akan semakin rendah nilai stress akademik pada individu mahasiswa. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam meningkatkan kesadaran mahasiswa kesehatan dalam mengelola perfeksionisme dan stres akademik secara adekuat. Lebih lanjut, hasil studi ini dapat menjadi data dasar untuk penelitian lebih lanjut yang berfokus pada perfeksionisme stres akademik.

The phenomenon of perfectionism is growing among students and has a negative impact on psychological conditions, including academic stress. This study aims to see the relationship between perfectionism and academic stress in health students. Measurement of perfectionism uses the Multidimensional Perfectionism Scale (MPS) instrument. While measuring academic stress was carried out using the Perceived Academic Stress Scale (PASS) instrument. This research was conducted on the subject of health students (n =191) with a convenience sampling technique. Pearson correlation test was used to analyze the relationship between perfectionism and academic stress. The results of the study with a 90% CI found a significant relationship between perfectionism and academic stress in health students (p=0.001). The results of the Pearson correlation test showed a very weak negative relationship (r=-0.247). This study concluded that the greater the value of perfectionism, the lower the value of academic stress in individual students. The results of this study can be used as a reference in increasing awareness of health students in managing perfectionism and academic stress adequately. Furthermore, the results of this study can become basic data for further research focusing on academic stress perfectionism."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Fitriani Yustikasari
"Mahasiswa berbakat intelektual merupakan aset yang potensial untuk mampu berhasil di bidangnya, meski demikian tidak semua mahasiswa berbakat intelektual mengalami kesuksesan karena aspek sosial emosi. Karakter perfeksionisme merupakan aspek sosial emosi yang dominan dan memiliki dampak negatif terhadap prestasi akademik. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika pengaruh negatif perfeksionisme maladaptif terhadap prestasi akademik, ketika dalam dinamikanya terdapat peran persepsi ekspektasi guru dan teman sebaya. Dibahas juga peran keterampilan yang dapat membuat perfeksionisme maladaptif menjadi lebih adaptif dalam pencapaian prestasi akademik, yaitu self-compassion dan goal adjustment yang terdiri dari goal disengagement dan goal re-engagement.
Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed-method; explanatory sequential design untuk menguji model teoritis moderated mediation yang diajukan. Pada tahap kuantitatif delapan puluh enam responden mahasiswa berbakat intelektual mengisi kuesioner: (1) pelaporan nilai IPK, (2) Skala Persepsi Ekspektasi Guru; (3) Skala Persepsi Ekspektasi Teman Sebaya, (4) Frost Multidimensional Perfectionism Scale, (5) Self-Compassion Scale, dan (6) Goal Adjusment Scale. Hasil menemukan kondisi persepsi ekspektasi guru dan teman sebaya dihayati sebagai keinginan menghindari kekecewaan terbukti secara empiris berdampak pada prestasi akademik ketika perfeksionisme maladaptif sebagai mediator. Selain itu, ketika terdapat dinamika self-compassion dan goal adjustment sebagai moderator, pengaruh perfeksionisme maladaptif melemah terhadap prestasi akademik. Sementara kondisi persepsi ekspektasi guru dan teman sebaya dihayati positif atau memberatkan terbukti tidak berpengaruh secara signifikan pada hubungan perfeksionisme maladaptif dan prestasi akademik. Pada tahap 2 kualitatif wawancara terhadap delapan responden yang dipilih dari tahap pertama. Hasil menunjukkan perfeksionisme mengganggu prestasi akademik, persepsi ekspektasi guru dan teman sebaya memperkuat sikap perfeksionisme, dan kemampuan untuk menerima kesalahan (self-compassion) dan kemampuan melepaskan sementara tujuan utama (goal disengagement) dapat mengurangi dampak negatif perfeksionisme pada prestasi akademik.

Undergraduate gifted students are a potential asset to be able to succeed in their fields, although not all undergraduate gifted students experience success because of the social and emotional aspects. Perfectionism character is the dominant social emotional aspect and has a negative impact on academic achievement. This study aims to explain the dynamics of negative impact maladaptive perfectionism on academic achievement, when the perception of expectations of teachers and peers intervene. It also discusses the role of skills that can make maladaptive perfectionism more adaptive in achieving academic achievement, namely self-compassion and goal adjustment consisting of goal disengagement and goal re-engagement.
This study uses a mixed-method approach; explanatory sequential design to test the proposed moderated mediation theoretical model. In the quantitative stage, eighty-six intellectual gifted student respondents filled out the questionnaires: (1) GPA value reporting, (2) Teacher's Expectation Perception Scale; (3) Peer Expectation Perception Scale, (4) Frost Multidimensional Perfectionism Scale, (5) Self-Compassion Scale, and (6) Goal Adjustment Scale. The results found that the perception of teacher and peer expectations as a desire to avoid disappointment was empirically proven to have an impact on academic achievement when maladaptive perfectionism was the mediator. In addition, when there are dynamics of self-compassion and goal adjustment as moderators, the effect of maladaptive perfectionism weakens on academic achievement. Meanwhile, the perception of teacher and peer expectations positive or burdensome was proven not to have a significant effect on the relationship between maladaptive perfectionism and academic achievement. In stage 2 qualitative interviews with eight respondents were selected from the first stage. The results show that perfectionism give a negative to academic achievement, perceptions of teacher and peer expectations strengthen attitudes of perfectionism, and the ability to accept mistakes (self-compassion) and the ability to temporary let go the main goal (goal disengagement) can reduce the negative impact of perfectionism on academic achievement.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kory Prismadia
"Seiring berkembangnya tim kerja (Sundstrom et al., 2000 dalam Afolabi, Olukayode A ,& Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005), beberapa penelitian telah melaporkan bahwa tim tidak selalu mengeluarkan hasil yang diinginkan (e.g. Weiss et al., 1992; Rice and Schneider, 1994 dalam Afolabi, Olukayode A ,& Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005). Tim kerja menurut Robbins (1988:71) adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang saling mempengaruhi dan saling tergantung yang bekerja sama untuk mencapai sasaran tertentu. Salah satu dari beberapa variabel yang meliputi proses intragrup, dimana berkontribusi pada keefektivitasan anggota tim (Spencer and Spencer, 1993) dan menjadi hal yang penting bagi manajemen dan keefektivitasan organisasional (Torrington and Weightman, 1994 dalam dalam Afolabi et,al, 2005) adalah kohesivitas tim. Kohesivitas adalah keinginan setiap anggota untuk mempertahankan keanggotaan mereka dalam kelompok, yang didukung oleh sejumlah kekuatan independen, tetapi banyak penelitian lebih berfokus pada ketertarikan antar anggota. (Festinger, Schater, & Back, 1950).Salah satu variabel yang mempengaruhi kohesivitas menurut Lott (1965) adalah kepribadian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan keempat dimensi kepribadian DISC dari Marston (2005) (dalam Sadewo,2006), yaitu Dominace, Influence, Steadiness, dan Conscientiousness.
Dasar pemikiran penulis untuk memilih variabel kohesivitas dan dimensi kepribadian DISC untuk diteliti adalah bahwa penulis mempunyai asumsi bahwa kepribadian (dalam penelitian ini memakai dimensi kepribadian DISC) mempengaruhi besarnya kohesivitas tim. Oleh karena itu, individu yang memiliki dimensi kepribadian DISC tertentu diasumsikan menghasilkan tim yang kohesif karena dapat menghasilkan interaksi yang menyenangkan dari tingkah laku masing- masing anggotanya. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara dimensi kepribadian DISC dan kohesivitas tim kerja. Peneliti memiliki dugaan bahwa keempat dimensi kepribadian DISC memiliki hubungan yang positif dengan kohesivitas tim kerja.
Penelitian ini menggunakan desain ex post facto dengan sampel sebanyak 15 tim kerja atau sebanyak 103 orang yang diperoleh melalui teknik accidental sampling. Alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian adalah alat ukur kohesivitas dan alat tes kepribadian DISC. Setelah data terkumpul, peneliti menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment untuk mengetahui hubungan antara keempat dimensi kepribadian DISC dan kohesivitas tim kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya dimensi Influence yang memiliki hubungan positif dengan kohesivitas tim kerja. Kedua variabel tersebut memiliki korelasi sebesar 0,227 dan signifikan pada l.o.s 0,05.

As the development of work team (Sundstrom et al., 2000 dalam Afolabi, Olukayode A ,& Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005 Some researches have reported that team doesn't always create the desired result (e.g Weiss et al., 1992; Rice and Schneider, 1994 in Afolabi, Olukayode A, & Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005. According to Robbins (1988:71) work team defined as a group consists of two or more people that worked together to gain some desired results. Team Cohesiveness is one of the variables that influenced on team's effectiveness (Spencer & Spencer, 1993) and it has become the important thing on the organizational effectiveness (Torrington & Weightman, 1994 in Afolabi et al., 2005). The researcher was interested on investigating about the team cohesiveness because, according to Galdstein's hypothesis (1984), cohesiveness is the most important indicator on team's effectiveness under input-process-output model.
Cohesiveness is the eagerness to maintain the membership of the group that the individual belongs to, which is supported by some independent power. However, most of the research has been focused on the attractiveness of the members, not about the group cohesiveness (Festinger, Schater, & Back, 1950). One of the variables which influenced the team cohesiveness is personality (Lott, 1965). Within this research, the researcher is using four personality dimension (DISC) from Marston (2005) ( in Sadewo,2006): Dominance, Influence, Steadiness, and Conscientiousness.
This research is based on cohesiveness variable and Personality dimension (DISC) in which assumed that personality influenced the cohesiveness' level of the team. Therefore, person who has certain DISC personality dimensions can create team cohesiveness because she/he can create a pleasant interaction among the member. So, this research correlates DISC personality dimensions and team cohesiveness and assumed that all dimensions of DISC personality and team cohesiveness have a positive correlation.
The design of this research is ex post facto correlation with 15 work teams or 103 partisipans whom selected by accidental sampling. Researcher used Pearson Product Moment to analize the data. This result indicates that only Influence dimension has significant positive correlation with team cohesiveness (r = 0,227 with Los 0,05)."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
155.23 PRI h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shoba Dewey Chugani
"Sejauh ini, fokus masalah dari berbagai penelitian mengenai resiliensi adalah pada identifikasi faktor-faktor protektif yang bekerja pada individu. Namun, bagaimana faktor-faktor tersebut mewujudkan resiliensi pada individu belum banyak terungkap. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana mekanisme keterkaitan antara faktor protektif ekstemal (faktor lingkungan) dan aset internal (faktor internal) dalam mewujudkan resiliensi pada individu.
Aset internal mencakup 4 kategori faktor internal yang secara konsisten telah diidentifikasikan dari berbagai penelitian, yaitu: kompetensi sosial (ketrampilan sosial, empati), otonomi (self-esteem, self efficacy, locus of contol), ketrampilan memecahkan masalah (ketrampilan membuat keputusan, berpikir kritis dan kreatif), dan sense of purpose (optimisme, molivasi untuk berprestasi, minat terhadap kegiatan tertentu, keyakinan). Faktor internal yang juga menjadi variabel penelitian adalah temperamen individu. Faktor protektif eksternal mencakup 5 faktor dalam mikrosistem individu (keluarga, sekolah, lingkungan tempat iinggal). Kelima faktor lingkungan tersebut termasuk hubungan yang hangat, peraturan dan batasan, dukungan untuk mandiri, dukungan untuk berprestasi dan role model.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Kerangka teoritis dari penelitian didasarkan pada teori resiliensi dari Benard (2004), yang berlandaskan teori humanistik dari Maslow dan teori ekologi dari Bronfenbrenner.
Subjek penelitian termasuk 10 remaja yang hidup dalam lingkungan beresiko di kelurahan Johar Baru, sebuah linkungan yang tergolong lingkungan miskin (sesuai ketentuan dari BPS, 2000), dan memiliki angka kriminalitas yang tinggi. Kesepuluh subjek tersebut disaring dari 34 remaja yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian Penyaringan subjek menggunakan alat ukur Slate Resilience Scale (Hiew, et.al, 2000), yang sebelumnya diuji-cobakan oleh peneliti. Subjek penelitian yang dipilih adalah subjek dalam kelompok resiliensi ekstzim tinggi dan ekstrim rendah sesuai skala tersebut. Analisis yang dilakukan mencakup analisis per subjek maupun analisis antar subjek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi di mana seluruh aspek dari faktor protektif eksternal aktif bekerja selama perkembangan individu maka individu dapat mengatasi masalah-masalahnya dan aset internal pada individu berkembang dengan baik atau dapat diartikan bahwa tingkat resiliensi individu semakin baik. Sebaliknya, dalam kondisi di mana beberapa aspek dari faktor protektif ekternal kurang berkembang, masalah yang dihadapi oleh individu tidak teratasi. Hal ini mempengaruhi aset internal secara negatif. Dengan beberapa aset internal yang kurang berkembang, individu memiliki beberapa titik lemah yang dapat menjadi resiko dalam perkembangan selanjutnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Mulyati Alimi
"Penelitian ini termasuk kajian lapangan (field study). Tujuan penelitian secara garis besar ada 3 yaitu (1) untuk melihat gambaran tingkat resiliensi pada remaja yang tergolong "high riskĀ° yang tinggal di Kelurahan Tanah Tinggi Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat. (2) untuk melihat apakah faktor-faktor keterampilan sosial (social skills), keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving skills), autonomy, locus of control internal dan sense of purpose, kesempatan untuk bisa berpartisipasi dalam suatu aktivitas kelompok, hubungan yang hangat dan harapan yang tinggi dari fingkungan secara keseluruhan sebagai faktor protektif memberikan sumbangan terhadap resiliensi remaja (3) untuk melihat apakah masing-masing faktor protektif memberikan sumbangan dalam membentuk resiliensi remaja dan (4) untuk mengetahui bagaimanakah dinamika faktor protektif pada remaja yang menjadi responden.
Subyek penelitian adalah remaja 13-18 tahun, merupakan kelompok "high risk" yaitu berasal dari keluarga dengan SES rendah, hidup di lingkungan padat dan kumuh dan atau memiliki orang tualanggota keluarga yang pengguna obat-obatan terlarang dan atau mengalami gangguan mental, tinggal di kelurahan Tanah Tinggi sekurang-kurangnya 5 tahun saat penelitian dilaksanakan dan tidak pemah terlibat dalam kegiatan yang melanggar hukum serta tidak menunjukkan gejala penyimpangan perilaku. Dengan teknik purpossive sampling, terjaring 38 responden yang terdiri dari 17 Iaki-laki dan 21 perempuan.
Alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Skala Resiliensi (Wagnild & Young, dalam Skehill, 2003), Skala Locus of Control (Roller, 1966), Skala Sense of Purpose (httpllwww_authentichappiness.orgl). Adapun Skala kemandirian dan Skala Keterampilan Sosial dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka teori yang mendasarinya. Untuk mengukur Keterampilan Menyelesaikan Masalah dibuat kasus di mana responden ditugaskan untuk memberikan solusi atas kasus tersebut. Data tentang kesempatan untuk bisa berpartisipasi dalam suatu aktivitas kelompok, hubungan yang hangat dan harapan yang tinggi dari Iingkungan akan diungkap melalui skala dan formulir data pribadi serta wawancara.
Alat ukur kernudian diujicobakan. Dengan analisis faktor didapatkan matriks faktor loading. Item yang memiliki skor loading 0.300 (item skala yang dipakai dalam penelitian ini memiliki nilai loading yang bergerak antara 0.300-0.606). Uji reliabilitas dilakukan dengan pendekatan alpha-Cronbach. Dengan koefisien a yang bergerak antara 0.602 - 0.935, skala tersebut dianggap reliabel sebagai alat ukur.
Sesuai dengan tujuan penelitian, data dianalisis dengan Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Regresi serta Analisis Kualitatif. Hasilnya adalah (1) Remaja memiliki tingkat resiliensi yang tinggi (2) Faktor protektif secara keseluruhan hanya memberikan sumbangan sebesar 29.3% untuk tingginya tingkat resiliensi remaja yang menjadi responden penelitian (R2 = 0.293), sisanya sebanyak 70.7% ditentukan oleh faktor lain (3) saat faktor protektif diregresikan satu persatu, yang memberikan sumbangan secara signifikan pada tingkat resiliensi remaja hanya faktor keterampilan sosial sebesar 9.8% dan harapan dari lingkungan sebesar 14.9% (4) remaja memiliki tingkat keterampilan sosial yang tinggi, keterampilan menyelesaikan masalah yang balk, otonom dan sense of purpose yang jelas serta locus of control yang internal; kesempatan yang Iuas untuk bisa berpartisipasi dalam suatu aktivitas kelompok, memiliki harapan yang tinggi dan lingkungan dan hubungan yang hangat dengan lingkungan pada level sedang. Dari hasil analisis kualitatif ditemukan faktor lain yang diasumsikan memberikan pengaruh pada resiliensi responden, yaitu jaringan teman, sekolah, memiliki sejumlah prang yang memberikan bimbingan dan arahan serta adanya role model.
Setelah dilakukan analisa tambahan diperoleh hasil: (1) ada perbedaan yang signifikan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan pada faktor keterampilan sosial, autonomy, kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kelompok dan harapan yang tinggi dari lingkungan. Remaja perempuan memiliki keterampilan sosial dan autonomy yang lebih balk dibandingkan remaja laki-laki. Lingkungan juga meletakkan harapan yang lebih tinggi pada perempuan. Sedangkan kesempatan untuk beraktivitas dalam kegiatan kelompok, laki-laki memiliki kesempatan yang lebih banyak dibandingkan perempuan. (2) Tidak ada perbedaan tingkat resiliensi pada remaja awal, tengah dan akhir (3) remaja tengah paling tinggi tingkat kemahdiriannya dibandingkan remaja awal dan akhir (4) kesempatan untuk beraktivitas dalam kelompok paling besar dimiliki oleh remaja awal (5) lingkungan memiliki harapan yang paling tinggi terhadap remaja akhir dibandingkan remaja awal dan tengah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T17987
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>