Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138021 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Carolina Hendarko
"Salah satu ciri anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah kesulitan untuk berkomunikasi fungsional dalam menyampaikan permintaan sehingga menimbulkan perilaku tantrum dan agresif yang mengganggu kehidupan sosial anak dan lingkungannya. Oleh karena itu perlu intervensi dengan metode yang tepat, salah satunya adalah menggunakan prinsip behaviorisme pada Picture Exchange Communication System (PECS). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa PECS yang dimodifikasi bentuk kartunya sesuai dengan kebutuhan anak dapat meningkatkan keterampilan komunikasi fungsional untuk meminta pada anak dengan ASD berusia empat tahun yang belum bisa berbicara dan setiap hari dititipkan di penitipan anak karena keterbatasan waktu orangtuanya.
Intervensi dilakukan dalam 15 sesi bersama dengan peneliti dengan melibatkan orangtua dan pengasuh di tempat penitipan anak. Instrumen penelitian ini adalah form keterampilan ibu dan anak dalam menerapkan PECS pada fase 1-3B dan form observasi keterampilan dalam menyampaikan permintaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PECS dapat meningkatkan keterampilan komunikasi fungsional dalam menyampaikan permintaan. Dampak dari peningkatan keterampilan komunikasi pada anak adalah menurunnya perilaku tantrum dan agresif. Selain itu kosa kata pada anak meningkat. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperhatikan kebutuhan dan kemampuan anak.

One of the characteristics of children with Autism Spectrum Disorder (ASD) is deficit in functional communication to requesting that give rise to tantrum and aggressive behavior and impacts in social life. Therefore it is necessary to intervention with the right methods. One of effective intervention is behaviorism principles using Picture Exchange Communication System (PECS). This study aims to prove that card-modified PECS according to the needs of the child can improve functional communication skills to requesting in a four years old non-verbally child with ASD who live in daycare because of limited time to interact with her parent.
Intervention was conducted in 15 sessions involving researcher, parent, and caregivers in daycare. The instruments of this research are the form of mother and child skills in applying phase 1-3B PECS and the observation form of requesting skills. This study show that PECS can improve functional communication skills to requesting. The impact of increasing communication skills in partisipan is a decrease in tantrum and aggressive behavior. Besides that vocabulary in child has increased. For further research it is recommended to pay attention to the needs and abilities of children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paskalia Marlina Lumban Batu
"Kemampuan untuk melakukan komunikasi dua arah merupakan masalah utama anak dengan autisme. Pendekatan DIR/Floortime merupakan pendekatan multi disiplin yang fokus meningkatkan kualitas komunikasi dan interaksi antara caregiver dan anak. Penelitian ini menggunakan desain penelitian single case design (N=1), yang bertujuan untuk melihat efektivitas penerapan prinsip DIR/Floortime untuk meningkatkan kualitas komunikasi dua arah antara ibu dan anak dengan autisme. Peningkatan kualitas komunikasi dua arah diukur melalui peningkatan frekuensi Circle of Communication (CoC) dan skor Functional Emotional Assesment Scale (FEAS) ibu dan anak. Penelitian ini juga menggunakan alat ukur penunjang untuk mengetahui profil biologis ibu dan anak, yaitu Sensory Processing Motor Planning Questionnaire (SPMPQ) dan Observe Child's Behavior Challenge (OCBC).

Two-way communications is the core deficit of child with autism. DIR/Floortime is a multidiscipline approach that focus to improve the quality of communication and interaction between caregiver and child. This research is a single case design (N=1), that aimed to determine the effectiveness of the application of DIR/Floortime approach to increase the quality of two-way communications between mother and child with Autism Spectrum Disorder (ASD). The improvement of the two-way communication is measured from the increase of circle of communication's frequency and child and caregiver's functional emotional assessment scale's scores. This research also used supporting tools that used to know about child and caregiver's biological profile, such as Sensory Processing Motor Planning Questionnaire (SPMPQ) dan Observe Child?s Behavior Challenge (OCBC).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T43063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ainina Novara
"Anak dengan autism spectrum disorder (ASD) memiliki kemampuan komunikasi yang belum berkembang optimal karena adanya gangguan pada masa perkembangan. Mereka memiliki cara meminta yang kurang tepat, misalnya menampilkan perilaku yang kurang sesuai sebagai bentuk permintaan. Diperlukan cara lebih efektif untuk mengganti perilaku meminta yang kurang tepat pada anak dengan ASD. Picture Exchange Communication System (PECS) merupakan sistem komunikasi berbasis gambar yang dirancang untuk membantu meningkatkan kemampuan komunikasi fungsional anak dengan ASD. PECS memungkinan anak untuk berkomunikasi dengan cara menukarkan kartu untuk mendapatkan keinginan dan kebutuhannya yang dilatih menggunakan reinforcement, prompt, dan error-correction. Pada penelitian ini, terdapat dua subjek anak dengan ASD, yakni laki-laki berusia 8 dan perempuan berusia 9 tahun dengan kemampuan komunikasi verbal yang terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan program intervensi PECS fase dua dalam meningkatkan kemampuan komunikasi. Desain penelitian yang digunakan adalah single subject research design dengan metode pengukuran pre dan post intervensi. Program intervensi PECS fase dua merupakan kelanjutan dari intervensi PECS fase satu yang sebelumnya dilakukan. Hasil dari intervensi ini menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan anak dalam melakukan PECS fase dua sebelum dan sesudah intervensi. Hasil ini dipengaruhi oleh faktor karakteristik anak, motivasi terkait reinforcement, serta dukungan orang tua.

Children with autism spectrum disorder (ASD) have communication difficulties due to developmental disorders. They have inappropriate ways to communicate, such as displaying aggressive behavior as a form of request. Therefore, a more effective way to replace inappropriate behaviors in children with ASD is required. Picture Exchange Communication System (PECS) is a communication system designed to help improve the functional communication skills of children with ASD. PECS allows children to communicate by exchanging cards to get their wants and needs which are trained using reinforcement, prompt, and error-correction. In this study, there were two children with ASD (8 years-old boy and 9 years-old girl) with limited communication skills. The purpose of this study was to determine the effectiveness of PECS phase two in improving children communication skills. This study used single subject research design with pre and post intervention measurement method. The PECS phase two program is a follow-up intervention to the previously implemented PECS phase one program. The results of this intervention showed that there was an increase in children's ability to perform PECS phase two before and after the intervention. This result was influenced by child characteristics, motivation, and parental support."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyan Asthira Pitaloka
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Program Penggunaan PECS fase 1 dapat meningkatkan kemampuan meminta objek yang diinginkan pada anak dengan spektrum autistik dan faktor-faktor apa saja yang berperan. Salah satu karakteristik dari anak-anak dengan spektrum autistik adalah adanya gangguan komunikasi. Secara verbal, ritme, intonasi, dan kata-katanya tidak sesuai konteks, tidak biasa/aneh. Secara non-verbal, penyandang autisme tidak menunjukkan ekspresi wajah, ekspresi vokal, dan tidak melakukan komunikasi untuk mengekspresikan kebutuhan, minat, dan perasaan mereka. Kemampuan meminta sering dianggap sebagai keterampilan komunikasi yang vital bagi kemandirian individu dengan keterampilan komunikasi fungsional yang terbatas seperti pada anak-anak dengan autisme ini. Desain penelitian yang digunakan adalah single-subject research. Intervensi yang dilakukan berupa pelatihan PECS fase 1, dimana anak diajari untuk memulai komunikasi dengan cara menukarkan kartu untuk mendapat objek yang ia mau. Tahapan yang harus dilakukan adalah mengambil kartu, menjangkau trainer, dan meletakkan kartu ditangan trainer. Hasil yang diperoleh dari program intervensi ini menunjukkan adanya perbedaan perilaku sebelum dan sesudah intervensi, hasil tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti karakteristik anak, motivasi dan reinforcement, serta konsistensi dan kesinambungan. Hal itu menunjukkan bahwa penggunaan PECS dapat membantu meningkatkan kemampuan meminta pada anak dengan spektrum autistik meski waktu yang dibutuhkan untuk menguasai satu tahapan berbeda-beda untuk tiap anak demikian pula dengan tingkat keberhasilannya.

The purpose of this research is to investigate the PECS (Picture Exchange Communication System) training in developing requesting skill for children with autism spectrum disorder (ASD) and what the influential factors are. One of the most commonly observed characteristic in children with ASD is communication and language deficits, in which they are not able to make an appropriate and understandable request. Requesting is a behavior often cited as a communication skill vital to the independence of individuals with little to no functional communication skills. A single-subject research design is used in this study to see if there is any behavior improvement before and after treatment. First phase of PECS is introduced to the children, where they have to exchange picture with desired objects. In details, children will pick up a picture of the item, reach toward the communicative partner (trainer), and release the picture into the trainer's hand. Result indicate that there is a slight improvement behavior before and after treatment; and the improvement depends on children characteristic; motivation and reinforcement; and consistency and continuity. These findings suggest that PECS training has impact in developing requesting skill for children with ASD. However, time needed for each subject is different and so is the percentage of independent exchange."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriany Juhari
"Joint attention (JA) merupakan salah satu defisit pada anak dengan autism spectrum disorder (ASD), padahal, para peneliti telah menemukan bahwa keterampilan JA memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak. JA berhubungan dengan perkembangan bahasa dan interaksi sosial anak, baik anak normal maupun anak ASD. Oleh karena itu, para ahli menyarankan agar joint attention menjadi salah satu target utama dalam penerapan intervensi untuk anak autism. Pada penelitian ini, JA dilatihkan pada anak ASD melalui teknik intervensi gabungan discrete trial training (DTT) dan pivotal response training (PRT) yang merupakan bagian dari pendekatan behavioristik. Pada intervensi ini, dua jenis JA, yaitu response to joint attention (RJA) dan melakukan initiation to joint attention dilatihkan pada anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknik intervensi gabungan DTT dan PRT dapat meningkatkan keterampilan JA, baik RJA maupun IJA, pada anak ASD.

Deficit in joint attention is one of characteristic children with autism spectrum disorder (ASD). Since joint attention have important role for language dan social development, researchers suggested joint attention skill as pivotal target in any intervention for autism. In this study, child with ASD were taught to response joint attention bids and initiate joint attention independently. Both of type joint attention were taught to the child with ASD using discret trial training (DTT) and pivotal response training (PRT) technique. Result show that implementation of both DTT and PRT can improve joint attention skill in child with ASD."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayang Gita Mardian
"Anak-anak dengan autism spectrum disorder (ASD) mengalami hambatan dalam komunikasi dan interaksi sosial. Salah satu defisit yang tampak adalah kurangnya joint attention, padahal kemampuan tersebut penting bagi anak untuk membangun komunikasi serta interaksi timbal balik dengan orang lain. Developmental, Individual Differences, Relationship-Based (DIR)/Floortime merupakan salah satu intervensi bagi anak-anak dengan masalah perkembangan seperti ASD dalam mengembangkan JA dalam interaksi sosial, sebagai hasil dari keterlibatan dan hubungan yang terjalin antara pengasuh dan anak.
Maka dari itu, penelitian ini bermaksud untuk mengevaluasi penerapan prinsip-prinsip DIR/Floortime untuk meningkatkan JA dalam interaksi sosial anak laki-laki berusia 7 tahun 4 bulan dengan ASD (level 1), dengan melibatkan nenek sebagai pengasuh utama. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa penerapan prinsip-prinsip DIR / Floortime mampu meningkatkan JA dalam interaksi sosial anak dengan ASD yang terukur dari peningkatan frekuensi dan kualitas JA, jumlah siklus komunikasi, serta peningkatan skor pada alat ukur FEAS.

Children with autism spectrum disorder (ASD) encounter difficulties in social communicating and interacting. One of deficits that is seen is the deficient of joint attention (JA), whereas JA is important for children for developing communication and reciprocal interaction with other people. Developmental, Individual Differences, and Relationship-Based (DIR)/Floortime is one of the interventions which can help children with developmental problem such as ASD in developing JA, as a result of engagement and relationship of child and responsive caregiver.
Thus, this study is interested in evaluating the application of DIR/Floortime principles to improve JA in social interaction of a seven-year-old Indonesian boy with ASD (level 1), by involving his grandmother as his primary caregiver. This results showed that the application of DIR / Floortime principles is able in improving JA in social interaction of a child with ASD, as reflected in the enhancement on frequency and quality of JA, number of circle of communication, and the scoring enhancement of FEAS instrument.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Aelyo Nindyo Kusuma Negara
"Gangguan neurodevelopmental Autism Spectrum Disorder ASD terkadang juga tampil bersamaan dengan gangguan Intellectual Disability ID . Diagnosis untuk individu yang memiliki kedua kondisi ini adalah ASD with accompanying intellectual impairment. Anak dengan kondisi demikian pada umumnya mengalami hambatan dalam menguasai kemampuan adaptif, termasuk keterampilan bantu diri. Hambatan ini lebih nyata pada anak dengan ASD dan/atau ID yang berat severe , antara lain karena kesulitan mereka memusatkan perhatian dan memahami instruksi. Walaupun demikian, keterampilan bantu diri penting untuk terlebih dulu diajarkan pada anak dengan ASD with accompanying intellectual impairment sebelum keterampilan lainnya, guna meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup anak tersebut.
Pada penelitian ini, keterampilan bantu diri yang diajarkan adalah keterampilan mandi, secara spesifik perilaku membasuh tubuh sampai bersih menggunakan gayung. Perilaku tersebut terdiri dari empat langkah Langkah A-D , yang dimulai dengan memegang gayung dan diakhiri dengan menyiram air ke tubuh. Teknik yang digunakan adalah shaping pada anak usia 10 tahun 7 bulan dengan ASD with accompanying intellectual impairment - Requiring very substantial support yang nonverbal. Intervensi pada penelitian ini terdiri dari 14 sesi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan persentase penampilan tiap langkah perilaku target tanpa diberikan prompt fisik. Walaupun demikian, partisipan masih sesekali membutuhkan prompt fisik untuk menampilkan Langkah D.

The neurodevelopmental disorder Autism Spectrum Disorder ASD often co occurs with Intellectual Disability ID . The diagnosis for the individual with both conditions is ASD with intellectual impairment. Children with this condition usually experience difficulties in acquiring adaptive functions, which includes self help skills. Difficulties are more evident in children with severe ASD and or ID because it is more difficult for them to concentrate and understand instructions, among other things. Even so, on children with ASD with intellectual impairment, it is important to teach self help skills before other skills to increase their autonomy and quality of life.
In this study, the self help skill taught is the showering skill, specifically the ability to wash their body until it is clean using a water scooper gayung . This behavior consists of four steps Step A D , which starts with holding the water scooper and ends with pouring water to the body. The technique used is shaping on a 10 years and 7 months old girl with ASD with intellectual impairment who is nonverbal. The intervention program consists of 14 sessions. Results show that there is an increase in the percentage of each step of the target behavior appearing without physical prompt. However, the participant still occasionally needs physical prompt to perform Step D.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T47341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leona Hutriasari
"Interaksi sosial merupakan tingkah laku sosial timbal balik yang muncul sebagai hasil dari rangkaian inisiasi dan respon (Kamps et al., 1992). Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) menunjukkan keterlambatan dalam hal kualitas, frekuensi, tipe interaksi dan hubungan sosial dengan individu lain (McConnell, 2002). Salah satu intervensi untuk meningkatkan sosialisasi dan komunikasi anak dengan ASD adalah Pivotal Response Treatment (PRT). PRT menekankan pentingnya peran dan keterlibatan orangtua dalam proses pelaksanaan intervensi. Studi ini meneliti tentang efektivitas pelatihan PRT terhadap orangtua untuk meningkatkan interaksi sosial anak usia prasekolah dengan ASD.
Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan pada kemampuan interaksi sosial anak, terutama dalam respon sosial. Namun demikian, hasil ini tidak bermakna signifikan secara klinis. Kemungkinan hal ini berkaitan dengan tingkat penguasaan orangtua terhadap teknik PRT yang berada di bawah kriteria keberhasilan, periode pelatihan yang relatif singkat, keterampilan dan penguasaan pelaksana intervensi dalam penerapan PRT dan lainnya.

Social interaction is defined as reciprocal social behavior that occured as a result of an initiation-response sequence (Kamps et al., 1992). Children with Autism Spectrum Disorder (ASD) demonstrate some delays, deficits, or atypical characteristics in the frequency, type and quality of social interactions and social relationships with other individuals (McConnell, 2002). Pivotal Response Treatment (PRT) is one of the intervention that has been used to enhance socialization and communication skills in children with ASD. It focuses on the importance of parents role and engagement. This study examined the effecftiveness of parent training using the principles of PRT to increase social interaction of a preschool child with ASD.
The result indicated the increased in the participant's social interaction skills, especially in the participant ability to respond socially. However, the overall improvement in the participant social interaction is not clinically meaningful. This may happen due to several factors; the level of parent implementation of PRT techniques was fall below the mastery level; short duration of training, the interventionist knowledge, and skills in implemented the PRT, etc.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T30408
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Tri Kusuma Ramdani
"Berbagai literatur mengemukakan bahwa joint attention merupakan defisit yang khas dialami anak dengan autism spectrum disorders (ASD). Joint attention merupakan dasar utama dari perkembangan sosial-komunikasi anak, dan anak dengan ASD umumnya mengalami masalah dalam hal ini (Volkmar, 2007). Pivotal response training (PRT) merupakan salah satu bentuk intervensi yang dapat diterapkan untuk membantu anak dengan ASD meningkatkan kemampuan joint attention. Penelitian ini menggunakan desain single-subject untuk melihat apakah penerapan PRT secara efektif dapat meningkatkan kemampuan joint attention pada anak dengan ASD. Penerapan teknik PRT akan dilakukan oleh ibu. Hasil menunjukkan bahwa terdapat peningkatan perilaku joint attention setelah diterapkannya intervensi PRT oleh ibu.

Various literatures have been explaining that joint attention deficiency is unique to children with autism spectrum disorders (ASD). Joint attention is the main fundamental for social-communication development of children, and children with ASD usually have problem with this skill (Volkmar, 2007). Pivotal response training (PRT) is one of the interventions that can be used to increase joint attention skill. This current study used single-subject design to find whether PRT is effective to increase joint attention skill for child with ASD. PRT intervention is used by the mother. Results indicated the increase of joint attention after PRT intervention have been used.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T32955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikita Yudharani
"ABSTRAK
Gangguan Autism Spectrum Disorder (ASD) meliputi perilaku sulit untuk melakukan interaksi dan komunikasi sosial, adanya perilaku yang berulang (stereotipik), serta terbatasnya minat pada kegiatan atau hal-hal tertentu.Beberapa gejala yang ditampilkan oleh anak dengan ASD tersebut dapat menjelaskan rendahnya durasi perilaku on-task saat belajar.Dalam kegiatan belajar, perilaku on-task merupakan perilaku yang diperlukan untuk menghadapi tugas yang diberikan, terutama tugas menulis.Rendahnya durasi perilaku on-task juga dapat disebabkan oleh kurangnya minat anak dalam menyelesaikan tugas menulis.Perilaku on-task merupakan perilaku dimana anak duduk di belakang meja dan mengerjakan tugas yang diberikan. Pada penelitian ini, teknik yang digunakan adalah token economy pada anak usia pra-sekolah (5 tahun 7 bulan) dengan ASD. Intervensi pada penelitian ini terdiri dari 10 sesi, yang pada setiap sesi terdapat target waktu spesifik di mana anak diharapkan dapat mempertahankan perilaku on-task.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan durasi waktu perilaku on-task, meskipun demikian bantuan berupa prompt masih banyak diperlukan untuk memunculkan dan mempertahankan perilaku on-task dalam mengerjakan tugas menulis

ABSTRACT
Symptoms of Autism Spectrum Disorder (ASD) include deficits in social interaction and social communication, repetitive behaviors (stereotyped), and lack of interest in activities or certain things. On children with ASD, these symptoms may explain low on-task behavior duration while studying. On-task behavior is needed to complete the tasks given, especially tasks which involve writing. Low on-task behavior duration can also be influenced by the child?s lack of interest in completing the writing task. On-task behavior occurs when the child sits behind a desk and works on any given task. In this study, the token economy technique is used on a preschooler (5 years and 7 months old) with ASD. The intervention consists of 10 sessions, and the child is expected to maintain on-task behavior for specific periods of time in each session. The results show that the duration of on-task behavior increased at the end of the program. However, prompts are still needed to help induce and maintain on-task behavior while completing writing tasks"
2016
T46373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>