Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120856 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harahap, Faisal Alhaq
"Skripsi ini membahas tentang penyelesaian utang piutang melalui permohonan pernyataan pailit, penundaan kewajiban pembayaran utang, dan gugatan wanprestasi. Disamping itu, Skripsi ini membahas mengenai pembuktian sederhana dalam permohonan pernyataan pailit berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan membahas mengenai urgensi pengaturan dan penerapan insolvency test di Indonesia. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional sehingga menimbulkan kesulitan dalam meneruskan kegiatan usahanya dan proses penyelesaian utang piutang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan cara studi kepustakaan didukung dengan hasil wawancara dari beberapa narasumber. Pembuktian dalam kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang seharusnya tidak hanya pembuktian formil saja, tetapi juga pembuktian materiil. Insolvency test adalah alternatif yang tepat untuk menggantikan pembuktian sederhana dalam menentukan apakah debitor dapat dinyatakan pailit atau tidak. Penyelesaian utang piutang melalui kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang di pengadilan niaga merupakan alternatif dalam penyelesaian utang piutang yang lebih cepat daripada melalui gugatan wanprestasi di pengadilan negeri karena waktu penyelesaian perkara permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang dibatasi oleh undang-undang. Upaya hukum kepailitan hanya tingkat pertama, kasasi, dan peninjauan kembali, sedangkan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dapat diajukan upaya hukum apa pun.

This thesis discusses debt settlement through the petition for a declaration of bankruptcy, suspension of obligation for payment of debts, and breach of contracts lawsuit. In addition, this thesis discusses there are facts or circumstances summarily proving that the conditions for a declaration of bankruptcy  based on Law  Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation For Payment of Debts and discusses the urgency of regulation and implementation of insolvency tests in Indonesia. The monetary crisis in Indonesia brings adverse impact on national economy, causing difficulties in continuing its business activities and the process of debt settlement. This research  is normative judicial research which some of data based on the related literatures and interviews. the petition for a declaration of bankruptcy and Suspension of Obligation For Payment of Debts should not only be formal proof, but also material evidence. Insolvency test is the right alternative to replace simple evidence in determining whether the debtor can be declared bankrupt or not. Debt settlement through the petition for a declaration of bankruptcy and suspension of obligation for payment of debts  in commercial courts is an alternative debt settlement solution that is faster than a default claim in a district court because the time of settlement of the case for bankruptcy and suspension of obligation for payment of debts. Bankruptcy The legal remedies are only the first level, cassation, and judicial review, while there are no legal actions could be taken against the decision on suspension of obligation for payment of debt.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Montana
"Kondisi gagal bayar debitur dapat menyebabkan diajukannya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) baik oleh pihak kreditur maupun oleh debitur secara sendiri. PKPU bertujuan memberikan kepastian hukum kepada kreditur mengenai pembayaran utang debitur yang dapat diakhiri dengan perdamaian atau kepailitan. Penelitian ini membahas mengenai prinsip perikatan dan penjaminan secara cross collateral, implementasi penerapan Undang-undang terhadap penggabungan dua perkara PKPU yang bersinggungan, serta akibat hukum terhadap perkara PKPU yang bersinggungan jika salah satu perkaranya pailit. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan studi kasus berupa putusan Duniatex Group dan Sumitro, serta Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Kesamaan subyek hukum ini juga kemudian membuat pemeriksaan perkara dilakukan secara join session. Meskipun hal ini tidak umum dilakukan, namun masih sesuai dengan koridor asas peradilan Indonesia yaitu penyelesaian perkara dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Pemeriksaan perkara secara join session terhadap perkara yang bersinggungan ini memberikan hasil isi putusan perkara yang memiliki kesamaan satu sama lain. Dalam kasus ini kedua permohonan PKPU diakhiri dengan perdamaian. Tetapi jika salah satu perkara dinyatakan pailit maka secara otomatis keseluruhan aset perorangan akan menjadi Boedel Pailit.

Debtor's default condition can lead to submission of Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU) either by the creditor or the debtor. PKPU aims to provide legal certainty regarding debtor debt payments. PKPU can be terminated by reconciliation or bankruptcy. This study discusses the principles of cross-collateral guarantees, the implementation of Indonesian Regulation on merging two linked PKPU cases, and the legal consequences of linked PKPU cases if one of the cases is bankrupt. This research was carried out in a normative juridical manner with case studies of Duniatex Group and Sumitro’s verdict, as well as the Indonesian Regulation. The similarity of legal subjects also made the court examination carried out in a join session. Although not commonly done, it is still in accordance with the corridors of the principles of the Indonesian judiciary, quick, simple, and low cost. This kind of court examination resulting in similarities in decisions between two cases. In this case, the two PKPU submissions ended with reconciliation. However, if one of the cases is declared bankrupt, all individual assets from the personal guarantor will automatically become Boedel Pailit."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ratu Salza Handayani
"Kepailitan dan insolvensi adalah dua istilah yang berbeda secara definitif dan saling berkaitan dalam hukum kepailitan. Skripsi ini membahas tentang konsep insolvensi yang berlaku dalam hukum kepailitan secara universal terhadap Undang-Undang Kepailitan yang berlaku di Indonesia, sebab Undang-Undang Kepailitan Indonesia tidak menganut prinsip insolvensi. Oleh karena itu, untuk memahami apa yang dimaksud dengan konsep insolvensi itu sendiri, perlu dipelajari pengaturannya dalam hukum kepailitan di beberapa negara, skripsi ini akan membahas konsep insolvensi di Amerika Serikat, Perancis, dan Belanda. Berkaitan dengan konsep insolvensi, tahun 2020 lalu Pemerintah baru saja membentuk suatu lembaga investasi Pemerintah Pusat yaitu Lembaga Pengelola Investasi bersamaan dengan diundangkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lebih lanjut, pengaturan Lembaga Pengelola Investasi diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi. Pasal 72 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2020 menyatakan bahwa Lembaga Pengelola Investasi tidak dapat dipailitkan, kecuali dapat dibuktikan dalam keadaan insolven melalui  insolvency test . Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif analitis, hasil dari penelitian ini menemukan fakta bahwa ketentuan insolvency test pada kepailitan Lembaga Pengelola Investasi tidak selaras dengan Undang-Undang Kepailitan yang berlaku di Indonesia. Ketidakselarasan ketentuan insolvency test yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2020 tersebut mengakibatkan disharmonisasi hukum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bankruptcy and insolvency are two different terms that are definitively different and interrelated in bankruptcy law. This thesis discusses the concept of insolvency that applies universally compared to the Indonesian Bankruptcy Law, because the Indonesian Bankruptcy Law does not adhere to the principle of insolvency. Hence, to understand the concept of insolvency itself, it is necessary to learn the arrangements in several countries, this thesis will also discusses the concept of insolvency in the United States, France, and the Netherlands. In relation to the concept of insolvency, in 2020 the Government of Indonesia had formed an Indonesia Sovereign Wealth Fund namely Lembaga Pengelola Investasi in accordance with the enactment of Law No. 11 Year 2020 on Job Creation. Furthermore, the implementation of Lembaga Pengelola Investasi is regulated in Government Regulation No. 74 Year 2020 on Lembaga Pengelola Investasi. Article 72 paragraph (2) Government Regulation on Lembaga Pengelola Investasi states that Lembaga Pengelola Investasi can not be bankrupt, unless proven in a state of insolvent through an insolvency test. The method used in this thesis research is normative juridical research. This thesis research is a literature research that delivers descriptive analytical research typology. This thesis concludes that the provision of the insolvency test on Lembaga Pengelola Investasi is not harmonized with the Bankruptcy Law applicable in Indonesia. Inconsistency in the provision of insolvency test regulated in Government Regulation No. 74 Year 2020 has resulted in law disharmony in the applicable laws and regulations."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
YONATAN
"

Peraturan Kepailitan sebelum Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUKPKPU”) diundangkan mengatur ketentuan norma bahwa hanya Debitor saja yang dapat mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”), sedangkan pada UUKPKPU membolehkan Kreditor untuk mengajukan Permohonan PKPU. Dibolehkannya Kreditor mengajukan Permohonan PKPU telah membuat banyaknya Permohonan PKPU dibandingkan dengan Permohonan Kepailitan. Hal ini karena waktu proses hukum acara PKPU lebih cepat dibandingkan dengan proses hukum acara Kepailitan, dan sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (“MKRI”) Nomor 23 Tahun 2021 terhadap Putusan PKPU pada tingkat pertama tidak terbuka upaya hukum apapun, dan setelah adanya Putusan MKRI Nomor 23 Tahun 2021 telah membuka upaya hukum Kasasi bagi Permohonan PKPU yang diajukan oleh Kreditor dan Rencana Perdamaian yang diajukan oleh Debitor tidak diterima oleh Kreditor. Putusan MKRI Nomor 23 Tahun 2021 dimaksud masih membedakan upaya hukum yang dapat dilakukan atas Putusan Pailit dengan Putusan PKPU, sehingga masih dianggap kurang memenuhi rasa keadilan. Pada penelitian ini, norma ketentuan yang membolehkan Kreditor mengajukan Permohonan PKPU tanpa adanya tes insolvensi dianggap kurang tepat. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif), penelitian ini hendak mengkaji tentang apakah norma ketentuan yang membolehkan Kreditor mengajukan Permohonan PKPU tanpa adanya tes insolvensi telah sesuai dengan teori keadilan dari John Bordley Rawls, teori banyak nilai (teori visi etis) dari Elizabeth Ann Warren, dan Prinsip Perencanaan Rasional dari Donald R. Korobkin. Pendekatan metode penelitian hukum dalam penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan perbandingan hukum dan pendekatan peraturan perundang-undangan. Negara-negara terbanding dalam penelitian ini diambil dari negara Belanda yang mewakili negara dengan sistem hukum Civil Law, dan negara Singapura dan Amerika Serikat yang mewakili negara dengan sistem hukum Common Law, serta organisasi dunia United Nations Commission On International Trade Law (“UNCITRAL”) yang dalam penelitian ini dianggap sebagai ‘wasit’ yang mewakili sebagai pihak yang netral. Hasil penelitian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan PKPU dalam UUKPKPU lebih berpihak kepada Kreditor daripada Debitor, sehingga perlu dilakukan reformulasi norma hukum yang terdapat pada UUKPKPU terkait dengan pihak yang dapat mengajukan Permohonan PKPU. Atas hal tersebut, diberikan 2 (dua) pilihan alternatif: Pertama, hanya Debitor saja yang mempunyai hak untuk mengajukan Permohonan PKPU; Kedua, dalam hal Kreditor diberi hak untuk mengajukan Permohonan PKPU harus dilekatkan tes insolvensi.


The Bankruptcy Regulations before Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations ("UUKPKPU") were promulgated regulated the norm that only Debtors could submit Applications for Suspension of Debt Payment Obligations ("PKPU"), whereas the UUKPKPU allowed Creditors to submit a PKPU application. Allowing Creditors to submit PKPU Applications has made PKPU Applications more numerous compared to Bankruptcy Applications. This is because the legal process for PKPU is faster than the procedural law for bankruptcy, and prior to the Decision of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia ("MKRI") Number 23 of 2021 against the PKPU Decision at the first level there was no legal remedy whatsoever, and after the Decision MKRI Number 23 of 2021 has opened a Cassation legal effort for the PKPU Application submitted by the Creditor and the Reconciliation Plan submitted by the Debtor is not accepted by the Creditor. The Constitutional Court Decision Number 23 of 2021 is intended to still distinguish the legal remedies that can be taken on a Bankruptcy Decision from a PKPU Decision, so that it is still considered as not fulfilling a sense of justice. In this research, the norm of provisions that allow creditors to submit an application for PKPU without an insolvency test is considered inappropriate. By using the normative legal research method (normative juridical), this research examines whether the provisions that allow creditors to apply for a PKPU without a bankruptcy test are in accordance with the theory of justice from John Bordley Rawls, the theory of multiple values (ethical vision theory) from Elizabeth Ann Warren, and the Principles of Rational Planning from Donald R. Korobkin. The legal research method approach in this study uses several approaches, namely: a comparative legal approach and a statutory approach. The results of this research indicate that the PKPU provisions in UUKPKPU are more in favor of creditors than debtors. Based on this research and comparison with the bankruptcy laws of the Netherlands, Singapore, the United States, and the world organization United Nations Commission on International Trade Law (“UNCITRAL”), it is necessary to amend the UUKPKPU on the following matters, namely: First, only debtors are has the right to submit a PKPU application; Second, in the event that the creditor is given the right to submit an application for PKPU, it must be accompanied by an insolvency test.

"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melanie Wijaya Oei
"Tesis ini membahas tentang Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak permohonan pembatalan perdamaian penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan oleh para kreditor pemegang obligasi dengan dasar pertimbangan bahwa Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal mengatur pemegang obligasi harus diwakili oleh wali amanat di dalam maupun di luar pengadilan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif untuk menghasilkan data bersifat deskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemegang obligasi berhak untuk mengajukan tuntutan perkara kepailitan tanpa harus melalui wali amanat. Hal ini dikarenakan berlakunya asas perundang-undangan yaitu asas lex specialis derogat legi generali yang mengatur bahwa terhadap peristiwa khusus wajib diberlakukan undang-undang yang menyebut peristiwa itu meskipun untuk peristiwa khusus tersebut dapat pula diberlakukan undang-undang yang menyebut peristiwa yang lebih luas namun dapat mencakup peristiwa khusus tersebut. Dengan demikian, untuk perkara kepailitan haruslah diberlakukan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Pemegang obligasi memenuhi segala syarat kreditor yang diatur dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dan pada penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa bilamana terdapat sindikasi kreditor, maka masing-masing kreditor adalah kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2.

This thesis discusses the Decision of Central Jakarta Commercial Court that rejected the cancellation of a reconciliation request filed by bondholders under the basis of Article 51 paragraph (2) of the Capital Market Law which dictates that bond holders must be represented by a trustee in, or outside a court. This study uses library research methods in a normal juridical manner to provide descriptive analytical data.
This research concludes that bondholders are entitled to file a lawsuit directly to the defendant without the need of being represented by a trustee. Based on lex specialis derogat legi generali, in a specific circumstance, laws concerning that circumstance must be applied even though laws that cover more general circumstances may also be applied to the same specific circumstance. Therefore, for a bankruptcy case as such, Law No. 37 Year 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts must be enacted. Bondholders must satisfy all the creditor requirements that is stated in Article 1 Paragraph (2) of Law No. 37 Year 2004, the article is interpreted as such: in case of syndicated creditors, each of the creditors shall mean the creditor as referred to in Article 1 Paragraph (2).
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Maria Rentyna
"Tesis ini membahas mengenai permohonan PKPU atas diri PT. DRI yang diajukan oleh Bank Mandiri selaku Kreditur pemegang hak jaminan pada saat berlangsungnya proses gugatan sengketa nilai tukar dollar untuk pinjaman investasi yang diberikan oleh Bank Mandiri. Proses PKPU kemudian berakhir pada kepailitan kendati PT. DRI dapat membuktikan bahwa dirinya telah melaksanakan kewajibannya kepada kreditur. Prosedural permohonan PKPU dan Kepailitan dari PT. DRI dilakukan sesuai dengan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU namun terdapat kejanggalankejanggalan dalam proses pelaksanaannya, salah satu kejanggalan tersebut adalah pemblokiran rekening PT DRI oleh Pengurus sehingga PT DRI tidak dapat mengakses rekening untuk kepentingan pembayaran seluruh biaya operasional dan gaji pegawai. Hingga tahun 2013, PT DRI masih melakukan upaya hukum terkait putusan pailit yang dijatuhkan kepada dirinya dan penjaminnya. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menyarankan perlu dibentuk suatu lembaga independen yang khusus mengawasi proses PKPU dan kepailitan serta mengawasi kinerja Kurator, mengingat bahwa Hakim Pengawas tidak sepenuhnya bekerja untuk mengawasi proses PKPU dan Kepailitan; Peranan PPATK perlu diperluas sampai dengan taraf dimana kasus-kasus yang terjadi sebelum PPATK didirikan dapat diperiksa; Bank Indonesia perlu membuat sebuah badan internal yang berfungsi menerima dan memeriksa laporan dari masyarakat terkait kerugian yang ditanggung oleh masyarakat karena kelalaian bank; Perlu penambahan syarat keadaan insolvensi dan jumlah minimum hutang untuk dapat mengajukan permohonan PKPU; Perlunya diatur tugas dan wewenang Pengurus dan Kurator yang detail didalam Undang-undang Kepailitan dan PKPU.

This thesis focus in suspension of obligation for payment of debt petition upon PT DRI filed by Bank Mandiri as Preference Creditor-holder of security rights during lawsuit of dollar exchange rate granted by Mandiri Bank itself. PKPU process then ends in bankruptcy even though PT DRI carried out its obligations to Creditors. PKPU application procedures and bankruptcy of PT. DRI carried out in accordance with Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and PKPU but there are irregularities in the implementation process, one of these irregularities is blocking accounts by the Administrator so that PT DRI cannot access the account for the benefit of the entire payment of operating costs and salaries. Until the year 2013, PT DRI still take legal actions related to bankruptcy decision handed down to itself and its guarantor. This research is using normative juridical methodology and analytical descriptive. The research result to a suggestion where it is needed to set up an independent body who oversees the process of suspension of obligation for payment and bankruptcy also oversee the Receivers work performance, given that the Supervisory Judge not fully work to oversee the suspension of obligation for payment of debt and Bankruptcy. PPATK role needs to be expanded to the extent to which the cases occurred before PPATK set out. Bank Indonesia needs to make an internal body that serves to receive and investigate reports of the public related losses which borne by society due to the negligence of the bank; Need the addition of a state of insolvency requirement and the minimum amount of debt to be able to apply for suspension of obligation for payment of debt.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandry Adityaputri
"Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU menjadikan BUMN sebagai Debitor yang hanya dapat diajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU oleh Menteri Keuangan. Penjelasan Pasal 2 ayat (5) menyatakan bahwa ketentuan ini berlaku pada BUMN yang seluruh modalnya adalah milik negara dan tidak terbagi atas saham. Persero merupakan BUMN dalam bentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi atas saham. Terhadap BUMN Persero terdapat beberapa putusan yang menyatakan bahwa Persero merupakan bagian dari BUMN yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU, seperti putusan permohonan pernyataan pailit PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) dan putusan permohonan PKPU PT Angkasa Pura II (PT AP II). Namun, apabila merujuk kepada Pasal 1 angka 2 UU BUMN maka terjadi ketidaksinkronan antara pengertian Persero dengan penjelasan BUMN yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU. Pada skripsi ini akan membahas mengenai kedudukan hukum dari Persero dalam kepailitan serta kewenangan kreditor dalam melakukan permohonan pailit maupun PKPU terhadap Persero. Metodologi yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yakni analisis permasalahan akan berdasarkan pada undang-undang yang berkaitan. Secara singkat, kedudukan hukum dari Persero adalah sama dengan perseroan terbatas lainnya sehingga terhadap Persero dapat diajukan permohonan pernyataan pailit maupun permohonan PKPU. Pihak yang dapat melakukan permohonan pernyataan pailit atau permohonan PKPU ini adalah Debitor itu sendiri maupun Para Kreditornya.

SOEs as special debtors as stipulated in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law make it only possible to apply for bankruptcy and suspension of payment by the Minister of Finance. This provision applies to SOEs engaged in the public interest only, namely SOEs whose entire capital is state-owned and not divided into shares. Persero SOEs is a SOE in the form of a limited liability company whose capital is divided into shares whose entire or at least 51% of the shares are owned by the state with the aim of pursuing profits. Against Persero SOEs, there are several rulings stating that Persero is part of the SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. However, when referring to Article 1 number 2 of the SOEs Law, there is a synchrony between the definition of Persero and the explanation of SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. This thesis will discuss the legal position of Persero, in the application for bankruptcy and suspension of payment as well as the authority of creditors in making applications against both. The methodology used in this thesis is normative juridical, namely the analysis of problems will be based on related laws. In short, the legal position of Persero is the same as other limited liability companies so that against Persero, an application for bankruptcy statement or suspension of paymentapplication can be filed. The parties who can apply for a bankruptcy statement or suspension of payment application are the Debtor himself and his Creditors."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harianja, Winda Yanti
"ABSTRAK
Pada prakteknya di Indonesia, kredit bermasalah pada perbankan dapat dibeli oleh berbagai pihak artinya terdapat macam-macam pembeli kredit bermasalah, misalnya perusahaan asing, Aset Manajemen Unit, Special Purpose Vehicle, dan lain sebagainya. Dalam kaitannya dengan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, praktik jual beli dalam pasar sekunder bagi kredit bermasalah menemui permasalahan dalam hal menentukan kedudukan kreditur yang mendalilkan adanya utang yang berasal dari perjanjian jual beli kredit bermasalah. Skripsi ini hendak menjawab pertanyaan sederhana, bagaimanakah pengaturan terkait pihak-pihak yang dapat membeli kredit bermasalah? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian ini menuai hasil dimana ternyata regulasi tidak mengatur secara tegas bagi pembeli kredit bermasalah untuk menjalankan usahanya di bidang-bidang usaha tertentu. Pasal 37 ayat (1) UU Perbankan juncto Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/3/PBI/2011 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank juncto Pasal 8 ayat (2) huruf I Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, hanya mengatur bahwa kredit bermasalah dapat dijual kepada bank ataupun pihak lain. Selain itu, juga tidak terdapat pengaturan yang secara tegas mengizinkan ataupun melarang perusahaan asing untuk membeli kredit bermasalah.

ABSTRACT
In practice in Indonesia, non-performing loans in banks can be purchased by various parties, means there are various types of buyers for non-performing loan, such as foreign companies, Unit Management Assets, Special Purpose Vehicles, etc. In its relation to the suspension of debt payment obligation process, the sale and purchase practice on the secondary market for non-performing loan encountered problems in terms of determining the position of creditors who postulated the existence of debt originating from non-performing loan sale and purchase agreement. This undergraduate thesis wants to answer a simple question, how is the regulation regulates who are the parties that can buy non-performing loan? The research method used in this thesis is a normative juridicial research. This research reaps results that law do not explicitly regulate the buyers of non-performing loans to run their businesses in certain business fields. Article 37 paragraph (1) Banking Law juncto Article 6 Bank Indonesia Regulation Number: 13/3/PBI/2011 concerning Determination of Status and Follow-Up of Bank Supervision juncto Article 8 paragraph (2) point I Otoritas Jasa Keuangan Regulation Number: 15/POJK.03/2017 concerning Determination of Status and Follow-Up of Commercial Bank Supervision, only regulates that non-performing loans can be sold to banks or other parties. In addition, there is also no regulation that explicitly permit or prohibit foreign companies to buy non-performing loans.

"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zico Fernando
"Tindakan hukum berupa pengalihan asset oleh Debitur Pailit dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan. Pembatalan tersebut disebut Actio Pauliana yang diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 50 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004. Namun demikian pada prakteknya tidak mudah untuk memintakan pembatalan terhadap perbuatan hukum Debitor kepada pengadilan. Dari beberapa pengajuan hanya Actio Pauliana pleh kurator, sampai saat ini, hanya segelintir yang dikabulkan oleh hakim. Adanya beberapa putusan Actio Pauliana menyatakan Pengadilan Niaga tidak berwenang memeriksa perkara Actio Pauliana dengan alasan kewenangannya merupakan Pengadilan Negeri.

Legal action in the form of transfer of assets by Debtor Bankruptcy may be requested cancellation to the court. Cancellation is called actio Pauliana provided for in Article 41 through Article 50 of Law No. 37 of 2004. However, in practice it is not easy to request cancellation of the debtor to the court legal action. From some of the submissions only actio Pauliana pleh curator, to date, only a handful have been granted by the judge. The existence of several decisions of the Commercial Court declared actio Pauliana unauthorized actio Pauliana examine cases on the grounds its authority is the District Court."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28723
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>