Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123286 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ansari Jowen Salim
"ABSTRACT
Emisi gas-gas yang merugikan lingkungan dan kesehatan masyarakat ke udara merupakan eksternalitas negatif. Upaya untuk meningkatkan kualitas udara di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pencemaran Udara dan peraturan perundang-undangan di bawahnya masih menggunakan pendekatan atur dan awasi dengan standar yang relatif kurang ketat. Penerapan pungutan lingkungan sebagai salah satu instrumen ekonomi dapat mendorong pasar menuju ketaatan yang lebih tinggi. Adapun pungutan lingkungan terhadap emisi udara dapat dilakukan berdasarkan emisi yang dikeluarkan langsung ( tax/charge) atau pada produk yang menyebabkan emisi tersebut (product tax). Dengan menggunakan metode penulisan berbentuk yuridis-normatif dan tipe penelitian deskriptif, skripsi ini melihat penerapan pajak di Swedia, pajak zat penipis lapisan ozon di Amerika Serikat, dan pajak karbon di Swedia dan British Columbia dan penerapannya di Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa penerapan emission tax/charge dapat memberi insentif bagi pencemar untuk mengurangi perilaku mencemar sehingga dapat menuju ke kualitas udara yang lebih baik. Adapun penerapannya di Indonesia dapat diterapkan dari bentuk pajak pusat, pajak daerah, retribusi, cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Penulis juga menyarankan bahwa demi mencapai kualitas udara yang lebih baik, dapat diterapkan atau yang memiliki sifat utama regulerend. Selain itu pemerintah juga harus aktif dalam mempromosikan dan/atau menyediakan sarana-sarana atau kebijakan yang mendorong penyediaan substitusi lain. 

ABSTRACT
The emission of gases harmful to the environment and public health is a form of negative externality. The endeavour to improve air quality in Indonesia is based on Government Regulation Number 41 Year 1999 and regulations under it, which apply the command-and-control approach with relatively low standards. Regarding this, the implementation of environmental levy as economic instrument has the ability to drive the market towards further compliance. There are two types of environmental levy for emissions, these are levy towards emissions (an emission charge/tax) and levy towards products causing emissions (a product tax). Using the normative legal approach, this thesis describes some rather successful implementations of such levies which include the schemes of the tax in Sweden, the ozone-depleting chemicals tax of the United States, and carbon taxes in Sweden and British Columbia, and their implementation in Indonesia. This thesis cpncludes that emission tax/charge and product tax can improve air quality by giving polluters the incentives to reduce pollution. These levies, if to be implemented, have the forms of national tax, regional tax, retribution, excise, or non-tax revenue. This thesis suggests that in order to implement effective emission taxes/charges or product taxes, they should be regulatory in nature. In addition, the state should further promote the development other greener alternatives."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzuul Rizky Ramadhani
"Pelaksanaan quality assurance pemeriksaan telah berlangsung lebih dari 12 tahun. Melalui PMK 184/2015, adanya pembatasan terkait dasar hukum menurunkan kebermanfaatan dalam meningkatkan kualitas pemeriksaan pajak. Tentu hal ini bertolak belakang dengan peran dari quality assurance sehingga perlu untuk dilakukan evaluasi. Penelitian ini ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan quality assurance sehingga dapat mengetahui faktor penghambat dan merancang solusi untuk memaksimalkan perannya. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan data diambil dari studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan informan kunci. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa evaluasi berdasarkan proses kinerjanya belum maksimal dan memberikan kebermanfaatan bagi Wajib Pajak, pelaksanaan tidak efektif yang disebabkan oleh pembatasan pembahasan, waktu pembahasan yang singkat, independensi dan kompetensi, pandangan tidak netral terhadap Wajib Pajak, serta kurangnya quality assurance tidak menunjukkan hasil yang positif dalam meningkatkan kualitas pemeriksaan. Berdasarkan dampaknya, Wajib Pajak tidak merasakan kehadiran quality assurance. Berdasarkan analasis biaya-manfaat pelaksanaan quality assurance menyebabkan banyak waktu, tenaga, dan biaya yang harus dikeluarkan baik untuk Wajib Pajak dan fiskus.

The implementation of quality assurance has been going more than 12 years. Through PMK 184/2015, the existence of restrictions related to legal basis reduces objective to improving the quality of tax audit. This is contrary to the role of quality assurance so it is important to evaluate. This research is aimed to evaluating quality assurance policies so that they can identify the inhibiting factors and design solutions to maximize their role. This research was conducted using a qualitative approach and data were taken from literature studies and in-depth interviews with key informants. The results of this study indicate that evaluation based on the performance process is not maximized and provides benefits for taxpayers, implementation is ineffective due to discussion restrictions, time-limit discussion, independence and competence, views that are not neutral towards taxpayers, and lack of outreach. Based on the results of the implementation of quality assurance did not show positive results in improving the quality of tax audit. Based on the impact, taxpayers do not feel the function of quality assurance. Based on a cost-benefit analysis, the implementation of quality assurance causes a lot of time, effort, and costs that must be spent for both taxpayers and tax authorities."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adryan Adisaputra Tando
"Pengendalian polusi udara adalah salah satu bentuk perlindungan hak asasi manusia, terutama untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Pada dasarnya, upaya ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu berdasarkan pada perintah-dan-kontrol atau instrumen berbasis pasar. Pendekatan pertama dikritik karena dianggap efisien dalam hal biaya dan tidak memberikan insentif bagi pencemar, sedangkan pendekatan kedua dianggap sebaliknya. Salah satu bentuk instrumen berbasis pasar adalah sistem izin polusi yang dapat diperdagangkan. Di Indonesia, hal ini telah diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan dengan mengamanatkan Peraturan Menteri untuk mengatur hal-hal secara lebih rinci. Sayangnya, masih banyak peraturan yang berpotensi menghambat implementasi sistem perdagangan izin emisi dimulai dengan standar kualitas ambien yang tidak sesuai dengan tingkat kesehatan, penilaian lemah, dan kesalahpahaman denda administrasi.
Oleh karena itu, tesis ini mencoba memberikan solusi untuk masalah ini dengan melakukan penelitian yuridis normatif dan melakukan perbandingan dengan praktik di Amerika Serikat dalam Amandemen Undang-Undang Udara Bersih 1990 (CAAA) dengan nama Program Hujan Asam. Hasil Program Acid Rain dapat dikatakan berhasil karena mereka menciptakan kualitas udara yang lebih baik dan membutuhkan biaya yang lebih rendah. Berdasarkan hal ini dan dipandu oleh Program Hujan Asam di Amerika, diharapkan sistem perdagangan izin emisi di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil terbaik.

Air pollution control is a form of protection of human rights, especially to get a good and healthy environment. Basically, these efforts are divided into two categories, namely based on order-and-control or market-based instruments. The first approach is criticized because it is considered efficient in terms of cost and does not provide incentives for pollutants, while the second approach is considered the opposite. One form of market-based instruments is a pollution permit system that can be traded. In Indonesia, this has been regulated by Government Regulation No. 46 of 2017 concerning Environmental Economic Instruments by mandating Ministerial Regulation to regulate matters in more detail. Unfortunately, there are still many regulations that have the potential to hamper the implementation of the emission permit trading system starting with ambient quality standards that are not in accordance with the soundness level, weak assessment, and misunderstanding of administrative fines.
Therefore, this thesis tries to provide a solution to this problem by conducting normative juridical research and making comparisons with practice in the United States in the Amendments to the Clean Air Act 1990 (CAAA) under the name of the Acid Rain Program. The results of the Acid Rain Program can be said to be successful because they create better air quality and require lower costs. Based on this and guided by the Acid Rain Program in America, it is hoped that the emissions permit trading system in Indonesia will run well and get the best results.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Risvanti
"Business coaching ini dilakukan pada UKM Pepari Leather. Pepari Leather merupakan UKM yang bergerak dibidang usaha produk berbahan dasar kulit, dengan produk unggulan tas. Produk yang dimiliki Pepari Leather terdiri dompet, tas, pouch, kunci mobil, gelang dan aksesoris lainnya. Saat ini, Pepari Leather terus mengalami peningkatan pada permintaan, namun demikian dalam peningkatan ini terjadi beberapa permasalahan yang dihadapi Pepari Leather. Melalui hasil wawancara dengan pemilik, penulis menganalisis kondisi UKM dengan beberapa analisis, kemudian didapat gap yang terjadi di UKM. Untuk mengatasinya Pepari Leather harus melakukan perbaikan dari sisi pemasok kulit, SDM pada bagian quality control dan media sosial, melakukan engagement dengan pelanggan, membuat website sebagai portofolio, memperbaiki tampilan produk agar lebih menarik, membuat program loyalty, dan melakukan ekspansi pasar.

This business coaching is done at SMEs Pepari Leather. Pepari Leather is an SMEs which operates in product basic leather, bag is a featured product from Pepari Leather. Actually, Pepari Leather has so many products consist of purse, bag, pouch, key pouch, leather bracelet, and other accessories. Currently, Pepari Leather continues to increase in demand, then some troubles may occured in the middle of process business that Pepari Leather have to confront based on interview with the owner. Hence, the authors has anaylized the SMEs condition through some analyzes and business model canvas, after that we obtained some GAPS that happened in SMEs. Neverthless, Pepari Leather need some improvements and changes in terms of suppliers, HRM quality control and social media , do customer engagement, create a website as a portofolio, improve the appearance of product to seduce customer make it more interesting, and create loyalty programs and market expansion.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amir Lazuardi
"Saat ini industri di dunia menjadi semakin kompetitif Peningkatan kualitas dari sebuah produk menjadi hal yang utama demi mengutamakan kepuasan pelanggan. Salah satu langkah yang ditempuh dalam meningkatkan kualitas suatu produk adalah dengan melakukan pross pengurangan biaya yang dikarenakan cacatnya suatu produk. Six Sigma pertama kali ditemukan oleh Perusahaan motorolla di sekitar tahun 1980. Metode Six Sigma DMAIC Sehingga perusahaan dapat lebih fokus pada tujuan akan hasil yang diinginkan. Tujuan mengurangi jumlah cacat dengan mengetahui nilai sigma, yield sebagai hasil perhitungan dari pengolahan data kuantitatif.
Dari hasil perhitungan tersebut, analisis berdasarkan metode Six Sigma diolah dan dihasilkan Failure Modes Effect Analysis (FMEA) dengan nilai karakteristik Risk Priority Number (RPN) tertinggi pada kurangnya pengawasan dalam pemeliharaan berkala dan pekerja yang kurang pengalaman.

Currently in the industry becomes increasingly competitive world enhance the quality of a product to be the main thing for prioritizing customer satisfaction. One methode in improving the quality of a product is to conduct a cost-cutting pross due to a product defect. Six Sigma was first discovered by the Motorola Company in the year 1980. Six Sigma methods DMAIC so that companies can better focus on the goals desired outcome. Goal of reducing the number of defects by knowing the value of sigma, Calculaton of yield as a result of the quantitative data processing. Systematically and hope calculation performed and obtained levels of company performance at the industry average category.
From the results of these calculations, analytical methods based on Six Sigma and the resulting processed Failure Modes Effects Analysis (FMEA) with characteristic values Risk Priority Number (RPN) with the highest lack of supervision in the periodic maintenance and less experienced workers.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51866
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sabila Mareli
"Sengketa pajak merupakan hal yang tidak dapat dihindari, namun dapat diminimalisir. Dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, jumlah sengketa pajak pada proses Banding mengalami peningkatan. Selain jumlah yang meningkat, 98,5% dari sengketa dalam proses Banding dimenangkan oleh Wajib Pajak. Direktorat Jenderal Pajak menanggapi isu ini dengan membentuk Quality Assurance yang bertujuan meminimalisir sengketa pajak. Tetapi, setelah Quality Assurance telah diterapkan, angka sengketa pajak tidak mengalami penurunan. Oleh karena itu, Quality Assurance perlu dianalisis penerapannya berdasarkan teori alternative dispute resolution dalam meminimalisasi sengketa pajak di Indonesia. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis penerapan Quality Assurance sebagai alternatif penyelesaian sengketa dalam meminimalisasi sengketa pajak di Indonesia beserta dengan faktor penghambatnya dan menganalisis perbandingan penerapan Quality Assurance di negara lain (khusunya Amerika Serikat) dengan penerapan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif, dengan didukung data dari studi lapangan dan wawancara mendalam dengan Direktorat Jenderal Pajak, Akademisi, Komite Pengawas Perpajakan, DDTC, dan CITA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebenarnya Quality Assurance merupakan jawaban atas permasalahan yang ada di Direktorat Jenderal Pajak, namun, dalam penerapannya Quality Assurance masih belum dapat mencapai tujuannya yaitu mengurangi angka sengketa pajak karena ketidakselarasan antara tugas, fungsi, mekanisme dan tujuan. Selain itu, faktor penghambat secara substansial menjadi faktor penghambat terbanyak dalam penerapan Quality Assurance. Dalam hal perbandingan dengan negara lain, Indonesia dapat menerapkan paradigm cooperative compliance yang telah diterapkan oleh Amerika Serikat dalam penyelesaian sengketa pajak.

Tax disputes cannot be avoided but can be minimized. In the last 6 years, the numbers of tax disputes in the appeal process has increased. Furthermore, 98,5% of the disputes in the appeal process were won by the Taxpayer. The Directorate General of Taxes responds to this issue by establishing Quality Assurance which aims to minimize tax disputes. However, after Quality Assurance has been implemented, the number of tax disputes has not decreased. Therefore, it is important to analyze the application of Quality Assurance based on the theory of Alternative Dispute Resolution in minimizing tax disputes in Indonesia. This study aims to analyze the application of Quality Assurance as an Alternative for Dispute Resolution in minimizing tax disputes in Indonesia along with its inhibiting factors and to analyze the comparison of the application of Quality Assurance in other countries (especially the United States) with the application in Indonesia. This research was conducted through a qualitative approach, supported by data from field studies and in-depth interviews with the Directorate General of Taxes, academics, Tax Omnbudsman, DDTC, and CITA. The results of this study indicate that Quality Assurance is the answer to the low quality of examination did by the Directorate General of Taxes, however, the feasibility of Quality Assurance has not been able to achieve its goal due to inconsistencies between its duties, function, mechanism, and aim. Moreover, the inhibiting factors were substantially the most inhibiting factor. Besides, in comparison with the United States, Indonesia can adopt the cooperative paradigm that has been applied by the United States to tackle tax disputes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Medinanda Radiandityo
"PT Circleka Indonesia Utama (Circle K) bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk dengan mengurangi cacat dalam lini produk Lite n Bite yang dipasok oleh PT Surya Kharisma Mandiri (PT SKM). Burger Bun memiliki tingkat cacat tertinggi, melebihi batas perusahaan sebesar 2% dengan rata-rata lebih dari 3% per bulan. Para ahli melakukan wawancara, analisis data, dan kunjungan lapangan menggunakan FMEA, Criticality Matrix, Analisis Fishbone, dan PICA. FMEA mengidentifikasi enam cacat: Udara masuk adonan, Roti gepeng, Berjamur, Kesalahan manusia, dan Benda asing masuk adonan. Akar penyebab dianalisis menggunakan Rank Priority Number, yang mengungkapkan tujuh masalah: kesalahan manusia dalam penanganan barang jadi dan pembentukan manual, penyebaran adonan yang tidak merata, bahan yang tidak diinginkan dalam adonan, paparan produk yang terlalu lama, kesalahan manusia dalam pencampuran adonan, dan kegagalan sistem pendingin truk. Analisis Fishbone mengeksplorasi akar penyebab dengan mempertimbangkan faktor 5M. Para ahli dan tinjauan literatur membimbing pembuatan tabel PICA yang ringkas dengan solusi yang mengatasi pertanyaan Mengapa, Bagaimana, Di mana, dan PIC. Implementasi solusi-solusi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk dan kepuasan pelanggan untuk PT SKM dan Circle K.

PT Circleka Indonesia Utama (Circle K) aims to improve product quality by reducing defects in its Lite n Bite line supplied by PT Surya Kharisma Mandiri (PT SKM). The Burger Bun has the highest defect rate, exceeding the firm's limit of 2% with an average of over 3% per month. Experts conducted interviews, data analysis, and field visits using FMEA, Criticality Matrix, Fishbone Analysis, and PICA. FMEA identified six defects: Hollow Inside, Cracked Surface, Flattened Out, Molding, Human Error, and Foreign Object. Root causes were analyzed using the Rank Priority Number, revealing seven problems: Human errors in finished goods handling and manual molding, uneven dough spreading, unwanted materials in dough, extended product exposure, human error in dough mixing, and truck cooling system failure. Fishbone analysis explored root causes considering the 5M factors. Experts and literature review guided the creation of a concise PICA table with solutions addressing the Why, How, Where, and PIC. The implementation of these solutions aims to enhance product quality and customer satisfaction for PT SKM and Circle K."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Jusuf
"Laporan ini membahas mengenai pemberian tunjangan pajak bagi eskpatriat ITR Global yang bekerja di Indonesia. Tunjangan pajak ini timbul akibat adanya perbedaan tarif dan perlakukan perpajakan di negara asal eskpatriat dengan di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat komponen penghasilan atas pekerjaan yang belum diperhitungkan dalam perhitungan hypothetical tax pada awal tahun pajak. Hal tersebut dapat meningkatkan selisih pajak yang perlu dibayar jika pada akhir tahun pajak terutang lebih besar dari hypothetical tax. Selain itu, pemberian tunjangan dalam bentuk tax equalization akan lebih menguntungkan bagi ekspatriat karena seluruh beban pajak yang lebih tinggi dari pajak dalam negeri asal akan ditunjang oleh perusahaan.

This report explains the tax allowance given for ITR Global expatriates who work in Indonesia. This allowances arise due to the differences in tariffs and tax treatment in expatriates' country of origin and in Indonesia. The results of the analysis show that there is an employment income component which has not been taken into account in the calculation of the hypothetical tax at the beginning of the fiscal year. This treatment can increase the tax difference that would be paid if the actual tax payable at the end of the fiscal year is higher than the calculated hypothetical tax. In addition, the provision of allowance in the form of tax equalization will be more advantageous for expatriates, since higher tax burdens caused by higher tax rate in Indonesia compared to the tax rate of origin country will be paid by the company.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Ridwan
"Perbaikan-perbaikan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja sering tidak berlangsung kontinyu karena tidak ada dukungan dan komitmen penuh dari karyawan maupun top manajemen. Total Performance Scorecard (TPS) mengintegrasikan pribadi dan organisasi dalam perbaikan, pengembangan, dan pembelajaran yang berkelanjutan. Penerapan TPS melalui Gugus Kendali Mutu (GKM) menimbulkan keterlibatan pribadi karyawan dan perusahaan sehingga lebih berkomitmen dan perbaikan bisa berlangsung kontinyu.
Dalam tahap awal dirumuskan Personal Balanced Scorecard (PBSC) yang memfokuskan pada perbaikan kinerja perorangan dengan dimensi: misi, visi, faktor penentu keberhasilan, tujuan, tolok ukur, target, dan tindakan pribadi karyawan dalam pelaksanaan GKM. Selanjutnya dirumuskan Organizational Balanced Scorecard (OBSC) dengan dimensi yang sama dalam PBSC yang memfokuskan pada perbaikan proses bisnis berkelanjutan untuk mengembangkan visi dan strategis perusahaan.
Tindakan perbaikan dajam OBSC yang telah diberikan bobot prioritas diterjemahkan ke dalam scorecard tiap departemen, tim dan rencana kinerja karyawan sehingga semua berkomitmen untuk melaksanakan perbaikan. Ambisi karyawan dalam PBSC berusaha diselaraskan dan disesuaikan dengan ambisi perusahaan dalam OBSC dengan diskusi yang interaktif dan terbuka secara informal. Perbaikan GKM dilaksanakan dalam 7 langkah dan 7 alat bantu statistik dengan hasil perbaikan yang terukur dalam 4 perspektif scorecard yaitu keuangan, pelanggan, proses internal, pengetahuan dan pembelajaran. Selanjutnya perusahaan membuat program-program pengembangan karyawan dan pembelajaran organisasi untuk meningkatkan motivasi dan semangat karyawan dalam perbaikan-perbaikan berikutnya.

Many improvements was performed to get higher performance but there were not continous because employees and top management did not have full commitment. Total Perfomance Scorecard (IPS) integrated personal and organizational in continous improvement, development, and learning. TPS implementation through Quality Control Circle (QCC) activity encouraged employees personal involvement and company so they were more commitment and QCC activity was continous.
The first step was formulated Personal Balanced Scorecard (PBSC) that focused to improve personal performance with dimension : mission, vission, critical success factors, objectives, performance measures, targets, and improvement actions. Then, fomiulated Organizational Balanced Scorecard (OBSC) with same dimension like PBSC that focused to continous business process improvement to translate vission and strategic of the company.
Improvement actions in OBSC that was given weight then translated to departement scorecard, team scorecard, and individual performance plan so all of them have more commitment to perform improvement. Employee personal ambitions in PBSC try to be adapted and adjusted with shared organizational ambition in OBSC with interactive and open discussion as informal. QCC activity was performed with seven steps and seven tools with the results of improvement was measured at four scorecard perspective: financial, customer, internal process, knowledge and learning. The next, company made employee development programs and organization learning to improve employees motivation and spirit in the next improvements."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16948
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Zahra Jamboree
"Kesehatan jiwa merupakan keadaan di mana seseorang perkembangan emosional dan intelektual yang mencakup kapasitas untuk belajar dan petumbuhan kognitif. Apabila kesehatan jiwa tidak dijaga dengan baik, seseorang dapat menjadi rentan terhadap gangguan jiwa yang berpotensi menghambat kemampuan mereka dalam melaksanakan kegiatan mereka sehari-hari dan mempengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Gangguan jiwa yang paling umum dialami seseorang adalah depresi dan gangguan kecemasan yang dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya lingkungan kerja. Sebagai upaya dalam mencegah permasalahan ini dari mempengaruhi kesehatan jiwa seorang pekerja atau setidaknya membantu mereka mengatasinya, perusahaan dapat menyediakan layanan konseling berupa Employee Assistance Program (“EAP”), yakni suatu layanan konseling dan konsultasi yang berfokus pada pencegahan dan/atau penyelesaian masalah pribadi yang dialami oleh pekerja. Layanan inti yang ditawarkan oleh EAP umumnya meliputi penilaian profesional, rujukan, dan konseling jangka pendek. Proses implementasi ini memicu pertanyaan terkait bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja dengan depresi dan/atau gangguan kecemasan di Indonesia, bagaimana pelayanan kesehatan terhadap pekerja dengan depresi dan/atau gangguan kecemasan di Indonesia, serta cara EAP dapat membantu meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap pekerja dengan depresi dan/atau gangguan kecemasan di Indonesia. Dengan EAP, pekerja menjadi lebih mudah dalam mengakses langkah pertama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan untuk kesehatan jiwanya. 

Mental health is the state in which a person’s emotional and intellectual development includes the capacity for learning and cognitive growth. If mental health is not well maintained, a person can become vulnerable to mental disorders which have the potential to hamper their ability to carry out their daily activities and affect their overall quality of life. The most common mental disorders a person can suffer from are depression and anxiety that can be caused by many factors, including the person’swork environment. As a way to prevent these issues from affecting a worker’s mental health or help them manage it, companies can provide counseling services in the form of an Employee Assistance Program (“EAP”), a counseling and consultation service that focuses on preventing and resolving personal problems experienced by workers. The core services offered by EAP are professional assessments, referrals, and short-term counseling. The implementation process of this program brings forward the question of how the legal protection for workers with depression and/or anxiety is in Indonesia, how healthcare for workers with depression and/or anxiety is in Indonesia, and how EAP can assist in improving the healthcare provided for workers with depression and/or anxiety in Indonesia. With EAP, it becomes easier for workers to access the first step in getting healthcare for their mental health."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>