Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126954 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marshall Stanley Yehezkiel
"Permasalahan pada penelitian hukum ini mengenai: (i) kedudukan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengawasi Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money Issuer); (ii) pengawasan Bank Indonesia (BI) atas penerbitan Uang Elektronik oleh Lembaga Jasa Keuangan; dan (iii) kerjasama antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Bank Indonesia (BI) dalam pengawasan Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money Issuer).
Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum doktriner atau yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder sebagai sumber atau bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dengan demikian, penelitian ini dilaksanakan berdasarkan pada peraturan hukum yang ada. Permasalahan yang diteliti di dalam penelitian dan penulisan hukum ini adalah peraturan-peraturan terkait dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Uang Elektronik, dan Penerbit Uang Elektronik.
Hasil dari penelitian hukum ini menunjukkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebagai lembaga pengawas Lembaga Jasa Keuangan yang menerbitkan Uang Elektronik berupa Bank dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang terdiri dari Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas penerbitan Uang Elektronik oleh Lembaga Jasa Keuangan dilakukan berdasarkan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas, yaitu pengawasan terhadap Penerbit Uang Elektronik agar mendorong Bank dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter. Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Bank Indonesia (BI) dalam pengawasan Penerbit Uang Elektronik (Electronic Money Issuer) adalah bahwa Bank Indonesia (BI) berwenang untuk memberikan izin untuk menjadi Penerbit Uang Elektronik dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berwenang melakukan pengawasan terhadap Penerbit Uang Elektronik berupa Bank dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Dalam hal dilakukan penerbit oleh Non Lembaga Jasa Keuangan, maka pengawasan penerbitan dan uang elektronik dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga pengawas sistem pembayaran.
Saran setelah melakukan penelitian hukum ini adalah bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebaiknya membuat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang secara khusus mengatur tentang Penerbit Uang Elektronik. Bank Indonesia (BI) sebaiknya tidak menggunakan istilah Lembaga Selain Bank (LSB) karena dinilai kurang tepat, dapat menimbulkan kerancuan, dan dapat menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda.

The problem with this legal research is: (i) the position of Bank Indonesia (BI) and the Financial Services Authority (OJK) in supervising Electronic Money Issuer; (ii) supervision of Bank Indonesia (BI) for the issuance of Electronic Money by Financial Services Institutions; and (iii) coordination between the Financial Services Authority (OJK) and Bank Indonesia (BI) under the supervision of Electronic Money Issuer.
The type of research used in this thesis is normative legal or juridical legal research, namely research that uses secondary data as a source or primary legal material and secondary legal material. Thus, this research was carried out based on existing legal regulations. The problems examined in the research and writing of this law are the regulations related to the Financial Services Authority (OJK), Electronic Money, and Electronic Money Issuer.
The results of this legal research show that the Financial Services Authority (OJK) is a supervisory institution of Financial Services Institutions that issues Electronic Money in the form of Banks and Non-Bank Financial Industries (IKNB) consisting of Insurance, Pension Funds, Financing Institutions, and Other Financial Services Institutions. The supervision of the Financial Services Authority (OJK) on the issuance of Electronic Money by Financial Services Institutions is based on the authority of the Financial Services Authority (OJK) as supervisor, namely supervision of Electronic Money Publishers to encourage Banks and Non-Bank Financial Industries (IKNB) to support economic growth and maintain monetary stability. Coordination between the Financial Services Authority (OJK) and Bank Indonesia (BI) in the supervision of Electronic Money Issuer is that Bank Indonesia (BI) has the authority to grant permission to become an Electronic Money Issuer and the Financial Services Authority (OJK) has the authority to supervise towards Electronic Money Issuer in the form of Banks and Non-Bank Financial Industries (IKNB). In the case of issuance by Non-Financial Services Institutions, supervision of issuance and electronic money is carried out by Bank Indonesia (BI) as a payment system supervisory institution.
The suggestion after conducting this legal research is that the Financial Services Authority (OJK) should make a Financial Services Authority Regulation (POJK) which specifically regulates Electronic Money Publishers. Bank Indonesia (BI) should not use the term Non-Bank Institution (LSB) because it is considered inaccurate, can cause confusion, and can lead to different understanding."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lantika Ayu Prabasari
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan Independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XII/2014 dalam menjalankan fungsi dan tugasnya mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan jasa keuangan di Indonesia, khususnya sektor perbankan di Indonesia. Dimana Mahkamah memutus untuk dihapusnya frasa "bebas dari campur tangan pihak lain" yang mengikuti frasa "Independen" dalam Pasal 1 angka 1 UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang melakukan penelitian terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dapat disimpulkan bahwa dengan dihapusnya frasa "bebas dari campur tangan pihak lain", membuat Independensi OJK semakin lemah.

This thesis elaborates the implementation of the independency of Financial Services Authority (OJK) post Constitutional Court Judgment No. 25/PUU-XII/2014 in conducting its functions and duties as the regulator and supervisor of financial services in Indonesia, especially in banking sector. Within its decision, the Constitutional Court abolished the phrase "free from other parties intervention", which following the phrase "independent", that was previously stated under Article 1 (1) of Law No. 21 Year 2011 on Financial Services Authority. Based on normative legal research that uses primary, secondary and tertiary legal sources, this research has found that the abolishment of such phrase, the independency of OJK is weaker than before.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raizha Champaio Mohans
"Dalam upaya untuk meningkatkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan mengatur mengenai layanan keuangan dengan konsep branchless, yaitu Layanan Keuangan Digital dan Laku Pandai. Dalam pelaksanaannya, kedua layanan tersebut memiliki sifat dan visi yang serupa. Namun, kedua layanan turut memiliki perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam produk yang dilibatkan. Penelitian ini membahas mengenai perbandingan yang menyatakan persamaan dan perbedaan dari Layanan Keuangan Digital dan Laku Pandai. Perbandingan tersebut dilakukan berdasarkan beberapa aspek yang esensial dari kedua layanan. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa kedua program menggunakan agen dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Namun, produk yang diatur pada Laku Pandai adalah berbentuk tabungan, sedangkan pada Layanan Keuangan Digital adalah Uang Elektronik. Dalam pelaksanaanya, penyelenggara dapat menyelenggarakan kedua program dan menggabungkan keduanya ke dalam satu kerja sama dengan agen. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan oleh Pemerintah terkait hal ini adalah menyamakan nama dan logo kedua program, sehingga masyarakat tidak bingung, Pemerintah juga perlu melakukan pemasaran dan penyuluhan yang lebih besar terkait kedua program branchless banking tersebut sehingga masyarakat mengetahui adanya Laku Pandai dan Layanan Keuangan Digital.

In the effort to escalate the financial inclusion rate in Indonesia, Bank Indonesia and Financial Services Authority (OJK) regulate about Layanan Keuangan Digital and Laku Pandai as forms of financial services with branchless concept. The implementation of both services conceived similar nature and vision of the two. Nevertheless, both services stil have several distinction of the products involved. This research is concerned around the comparison which states the similarity and differences of Layanan Keuangan Digital and Laku Pandai. Said comparison is done with considerations of certain essential aspects of the services. The method of the research is normative juridical and descriptive-analytical research typology. From this research, it was found that both programs are using agents as a way to give financial services to the public. However, the type of products that are regulated on Laku Pandai is savings, while Layanan Keuangan Digital regulates Electronic Money. When implemented, facilitator can facilitate both programs and combine it into one cooperation with agents. What can be done by the regulators is to combine both programs under one name, therefore, the public won’t be confused. Regulators also need to promote and educate the public regarding both of these branchless banking programs so the public knows about Laku Pandai and Layanan Keuangan Digital."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Ajrina Qadrya
"Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, anggaran OJK bersumber dari APBN dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Dengan adanya ketentuan yang memberikan kewenangan pada OJK untuk mengenakan pungutan kepada pihak bank dikhawatirkan akan menjadi ancaman terhadap independensi OJK dalam melakukan pengawasan terhadap bank. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai prinsip independensi OJK dalam pengaturan dan pengawasan terhadap bank sebagai pihak yang dibebankan pungutan oleh OJK. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode yuridis-normatif.
Hasil dari penulisan ini menyatakan bahwa meskipun bank dikenai pungutan sebagai sumber pembiayaan kegiatan OJK, namun secara yuridis independensi OJK tetap dapat terjaga dalam pengaturan dan pengawasan terhadap bank. Hal ini mengingat pengaturan mengenai pungutan dan pelaksanaan tugas dan kewenangan OJK telah diatur dan memiliki dasar hukum yang jelas, baik dalam UU Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK maupun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2014 tentang Pungutan OJK, dan diatur lebih lanjut dalam beberapa Peraturan OJK berserta peraturan pelaksanaanya secara jelas, rinci dan sesuai dengan tata kelola yang dapat dipertanggungjawabkan.

The Financial Services Authority (OJK) is an independent agency which is free from interference by other parties. Its main function is to organize integrated systems of regulating and supervising all activities in the financial services sector. Based on Law No. 21 of 2011, the OJK budget comes from APBN and / or levies from the parties conducting activities in the financial services sector. With the provision which authorizes the OJK to impose levies on the banks, it is feared that it will remain a threat to the independence of the OJK in conducting supervision of the banks. This study raised issues regarding the principles of independence of the OJK in regulating and supervising the banks as the parties on which levies are imposed by the OJK. This thesis used normative juridicial method.
Results of this study revealed that although banks were imposed on levies as a financial source of the OJK activities, jurisdictionally the OJK independence in regulating and supervising the banks could still be maintained. This is because the provisions on levies and the implementation of tasks and authorities of the OJK have been governed, with a clear legal basis, both in Law No. 21 of 2011 concerning the OJK and Government Regulation No. 11 of 2014 concerning OJK Levies, and regulated further in OJK Regulations along with the Rules of Implementation in a clear, detailed way and in accordance with the accountable management.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcellinus Jansen Raymond
"Integrasi pasar keuangan pada era globalisasi ini menyebabkan produk dan aktivitas yang ditawarkan oleh perbankan menjadi semakin kompleks dan bervariasi. Jasa Layanan Nasabah Prima (Wealth Management) muncul sebagai tanda perkembangan dalam dunia bisnis perbankan. OJK hadir sebagai lembaga pengawas perbankan (micro prudential supervisor) di Indonesia agar dapat menjaga stabilitas perekonomian dan keadaan perbankan nasional. Pokok permasalahan utama dalam skripsi ini adalah untuk membahas dan menganalisis peran OJK dalam mengawasi setiap Bank yang melakukan layanan tersebut, termasuk bagaimana ketentuan hukumnya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa OJK telah melakukan pengawasan berdasarkan laporan (off-site) yang diterima secara berkala dan pemeriksaan langsung di lapangan (on-site). OJK harus mengawasi secara khusus terkait Layanan Nasabah Prima (Wealth Management) yang mana selama ini belum dilakukan, mengingat layanan ini memiliki risiko yang tinggi.

Integration of financial markets in this era of globalization led to products and activities offered by banks is becoming complex and varied. Wealth Management Service conducted by banks appears as a sign of advancement in banking business. Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan) as the banking supervisory institution (micro prudential supervisor) assigned to maintain the stability of the economy and stability of national banking. The main issues in this thesis is to discuss and analyzes Financial Services Authority roles in overseeing Banks carry out such of services, including legal provisions. This research is a normative legal research using secondary data. The results of this thesis showed that the Financial Services Authority has done supervision based on report (off-site) received regularly and based on auditing on filed (on-site). The Financial Services Authority should has special supervison related to Wealth Management Service which hasn’t been done before, it’s considered that these services are at high risk.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arman Alfathoni
"Kemajuan teknologi membuat pembayaraan dalam transaksi elektronik terus berkembang pesat, termasuk penggunaan uang elektronik sebagai instrumen pembayaran. Manfaat dan kemudahan yang didapatkan pengguna uang elektronik tidak lepas dari adanya resiko dalam penggunaan uang elektronik. Berdasarkan media penyimpanannnya, uang elektronik dapat berjenis chip based dan server based. Pokok permasalahan yang dibahas adalah bagaimana pengaturan mengenai perlindungan konsumen uang elektronik chip based di Indonesia dan bagaimana pengimplementasian ketentuan hukum perlindungan konsumen uang elektronikchip based oleh penerbit di Indonesia. Terdapat dua produk uang elektronik chip based yang dijadikan penelitian yaitu TapCash BNI yang diterbitkan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan Flazz BCA yang diterbitkan PT Bank Central Asia Tbk. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang ditunjang dengan wawancara sebagai pendukung. Pengaturan perlindungan konsumen untuk hal ini dapat dilihat dengan dibentuknya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran dan Surat Edaran Bank Indonesia No.16/16.DKSP perihal Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran. Dalam pelaksanaan penyelenggraan uang elektronik chip based, baik PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank Central Asia Tbk telah pula melaukan implementasi sesuai dengan peraturan yang berlaku terkait perlindungan konsumen uang elektronik
Technological improvement make payments in electronic transactions continue to grow rapidly, including the use of electronic money as payment instruments. The benefits and conveniences of electronic money users are inseparable from the risks involved in using electronic money. Based on the storage media, electronic money can be chip based and server based. The main issues discussed are how the regulation of the cunsumer protection on electronic chip-based electronic money in Indonesia and how the implementation of the regulations on chip-based electronic money consumer protection by issuers. There are two chip-based electronic money products used as research, namely TapCash BNI issued by PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk and BCA Flazz issued by PT Bank Central Asia Tbk. The research method used in this paper is normative juridical research. The data used are secondary data supported by interviews. Consumer protection regulations for this can be seen with the establishment of Bank Indonesia Regulation Number 16/1/PBI/2014 concerning Consumer Protection for Payment System Services and Bank Indonesia Circular Letter No.16/16.DKSP concerning Procedures for Implementing Consumer Protection for Payment System Services. In implementing the implementation of chip-based electronic money, both PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk and PT Bank Central Asia Tbk have also carried out implementation in accordance with applicable regulations related to consumer protection for chip-based electronic money."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pritta Maharani Pribadi
"Penggunaan Uang Elektronik sebagai instrumen pembayaran semakin marak yang dibuktikan dengan meningkatnya jumlah Uang Elektronik beredar, transaksi, serta jumlah Penerbit yang menawarkan produk Uang Elektronik. Dengan perkembangan yang besar, Uang Elektronik tentunya memiliki risiko-risiko dalam pengoperasiannya, termasuk risiko terhadap dana Pengguna yang harus dimitigasi dengan pengelolaan dana para Pengguna sebagai bentuk perlindungan konsumen dan pengendalian risiko oleh Penerbit karena dana tersebut masih menjadi kewajibannya terhadap Pengguna dan penyedia jasa dan/atau barang. Untuk itu, Penulis mencoba mendalami peraturan-peraturan terkait Uang Elektronik dan penggunaannya, serta menganalisis cara yang dapat diterapkan untuk mengelola dan melindungi dana pengguna.
Penulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan metode penelitian deskriptif analitis untuk menganalisis bagaimana pendekatan dan regulasi yang mensyaratkan Penerbit Uang Elektronik untuk melindungi dana Pengguna dan mengelola dana float. Penulisan ini menemukan bahwa PBI No. 20/06/PBI/2018 tentang Uang Elektronik telah mengatur secara lengkap mengenai karakteristik dan tipe Uang Elektronik, perizinan bagi Penyelenggara, pengelolaan dana float, serta telah mengakomodasi prinsip Syariah dalam penggunaan Uang Elektronik. Risiko-risiko yang terkait dengan dana pengguna termasuk risiko likuiditas, risiko insolvensi, serta risiko operasional. Selain itu, cara-cara pengelolaan dan perlindungan dana yang diterapkan di negara-negara lain berbeda baik itu dengan menggunakan konsep Trust, Fidusia, maupun larangan penggunaan dana Pengguna.
Kata kunci: Dana Float; Dana Pengguna; Uang Elektronik

The use of Electronic Money as a payment instrument is increasing as evidenced by the increasing number of Electronic Money circulation, transactions, and the number of Issuers offering Electronic Money products. With its great development, Electronic Money certainly has risks in its operations, including risks to customers’ funds that must be mitigated by the management of customer's funds as a form of consumer protection and risk management by the Issuer because such funds are still an obligation towards the customers and provider of goods and/or services. To that end, the author tries to explore the regulations related to Electronic Money and their use, and analyze the applicable means to manage and protect customer's funds.
This writing is a normative legal research that uses descriptive analytical research method to analyze how approaches and regulations require Electronic Money Issuers to protect customer’s funds and manage Float Funds. This writing found that PBI No. 20/06/PBI/2018 on Electronic Money has thoroughly stipulated the characteristics and types of Electronic Money, licensing, Float Funds management, and has accommodated Sharia principles in the use of Electronic Money. Risks associated with customer’s funds include liquidity risk, insolvency risk, and operational risk. In addition, the methods of managing and protecting funds that are applied in other countries are different, whether it applies the concept of Trust, Fiduciary, or restriction of use."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosseano Kuncahyo
"ABSTRAK
Di era globalisasi dewasa ini perkembangan ilmu dan teknologi maju dengan pesatnya Hal ini juga terjadi di dalam sistem perbankan Indonesia dimana pada salah satu produk perbankannya telah menghadirkan uang elektronik Elektronik Money sebagai alat pembayaran Hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16 8 PBI 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11 12 PBI 2009 tentang Uang Elektronik Electronic Money Namun kehadiran Uang elektronik ternyata masih perlu dikaji khususnya pada aspek tanggungjawab penerbit terhadap kerugian pemegang uang elektronik atas tindakan penyalahgunaan kartu Dalam penulisan tesis ini penulis mengangkat permasalahan terkait bagaimana kedudukan hukum penerbit uang elektronik dalam sistem penyelenggaraan uang elektronik bagaimana bentuk penyalahgunaan yang menimbulkan kerugian bagi pemegang uang elektronik dan bagaimana tanggung jawab penerbit terhadap penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan pemegang uang elektronik Melalui metode studi hukum normatif dengan pendekatan yuridis dan mempergunakan bahan hukum primer sekunder dan tersier penulis menjawab permasalahan tersebut sehingga mampu memberikan pengetahuan secara umum kepada pembaca dan khususnya bagi penulis Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kedudukan hukum penerbit uang elektronik dapat dilihat dari penerbit sebagai pihak yang berwenang untuk menerbitkan uang elektronik sebagaimana diatur dalam peraturan Bank Indonesa dan kedua penerbit sebagai pihak yang menerbitkan uang elektronik menurut Undang Undang Perlindungan Konsumen yang memiliki kedudukan hukum sebagai pelaku usaha Penyalahgunaan uang elektronik dan tanggungjawab dapat dilakukan oleh penerbit dalam kedudukannya sebagai penyelenggara uang elektronik atau pihak ketiga atau pihak lain diluar pihak penyelenggara uang elektronik Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian bahwa tanggung jawab penerbit hadir sebagian besar karena lemahnya sistem keamanan dan kesalahan manusiawi dalam penyelenggaraan human error Sehingga kedepan diharapkan Bank Indonesia sebagai regulator dapat secara berkala mengkaji dan memperbaiki kelemahan pengaturan serta memperketat pengawasan penyelenggaran uang elektronik.

ABSTRACT
In today 39 s of globalization the development of science and technology advanced rapidly This also occurs in the Indonesian banking system which at one banking products has presented the electronic money Electronic Money as a one of various payment method It has been stipulated in Bank Indonesia Regulation Number 16 8 PBI 2014 on Amendment of Bank Indonesia Regulation Number 11 12 PBI 2009 on Electronic Money Electronic Money However the presence of electronic money it still needs to be studied especially in the aspect of the responsibility of the issuer of electronic money holders against losses on misuse of the card In this thesis the author raised the issues related to how the legal position of the issuer of electronic money in the electronic money system implementation how the forms of abuse that lead to losses for holders of electronic money and how responsibility for misuse of electronic money Through the study methods of normative law with juridical and legal substance use primary secondary and tertiary authors answer these problems so as to provide general knowledge to readers and especially for writers Based on the results of the study found that the legal position of the issuer of electronic money can be seen from the publisher as the competent authority for issuing electronic money as stipulated in the regulations of Bank Indonesia and secondly the issuer as the party issuing electronic money in accordance with the Law on Consumer Protection which has no legal status as an offender business Misuse of electronic money and responsibilities can be done by a publisher in his capacity as the organizer of electronic money or any third party or any other party outside of the organizers of electronic money The research conclusion is the issuer responsibility in most largely because of weak security systems and human errors in the operation So in the future author expect to Bank Indonesia as regulator can periodically review and correct weaknesses of regulation and tighten supervision of electronic money.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44795
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Betaubun, Yudisaputra
"Skripsi ini membahas tentang kedudukan dari Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia. Penataan kembali struktur pengorganisasian yang lebih terintegrasi diperlukan terhadap lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan pada industri perbankan maupun industri keuangan bukan bank sehingga dapat tercapai mekanisme koordinasi yang efektif dan dengan demikian dapat tercapai stabilitas sistem keuangan. Lembaga yang terintegrasi ini oleh pemerintah dilahirkan dalam bentuk Otoritas Jasa Keuangan. Pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kedudukan dan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga Pengatur dan Pengawas Perbankan di Indonesia serta mekanisme koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank Indonesia dalam hal pengaturan dan pengawasan bank. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan studi dokumen dan menggunakan metode analisis data secara kualitatif.
Penelitian menunjukan bahwa didasarkan pada Pasal 1 ayat (1) UU OJK yang menyebutkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan serta memiliki kedudukan diluar pemerintah. Koordinasi antara OJK dengan BI telah diatur dalam Pasal 39 UU OJK, yaitu dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan meliputi: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya dan penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank serta data lain yang dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan.

This thesis discusses the position of the Otoritas Jasa Keuangan pursuant to Act No. 21 of 2011 on the Otoritas Jasa Keuangan in terms of regulation and supervision of banking in Indonesia. Restructuring required a more integrated organization of institutions that perform the function of oversight in the banking industry as well as non-bank financial industry so as to achieve effective coordination mechanism and thus can achieve the stability of the financial system. This integrated institution born by the government in the form of the Otoritas Jasa Keuangan. The main problems discussed in this study is the status and whereabouts of the Otoritas Jasa Keuangan as a Regulatory and Supervisory Institute of Banking in Indonesia as well as the coordination mechanism between the Otoritas Jasa Keuangan and Bank Indonesia in terms of regulation and supervision of banks. This research is a form of normative documents and by conducting studies using qualitative methods of data analysis.
Research shows that based on Article 1 paragraph (1) of the Otoritas Jasa Keuangan Act which states that the Otoritas Jasa Keuangan is an independent body and free from interference by other parties, which have the functions, duties, and powers of regulation, supervision, inspection, and investigation and have a position outside the government. Coordination between the Otoritas Jasa Keuangan and Bank Indonesia has been provided for in Article 39 of Otoritas Jasa Keuangan Act, namely in making banking supervision regulations include: minimum capital obligations of banks, banking information system that is unified, policy receipt of funds from abroad, receipt of foreign currency funds and external commercial borrowing country, banking products, derivative transactions, banking activities and the determination of other banking institutions are categorized as systemically important banks as well as other data are excluded from the provisions of the confidentiality of the information.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56082
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Ulya Qinvi
"Otoritas Jasa Keuangan mengembangkan inovasi penyediaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi atau lebih dikenal sebagai pinjaman online sebagai pemenuhan kebutuhan dan membantu masyarakat untuk meningkatkan produk jasa keuangan secara online dengan berbagai para pihak tanpa perlu saling mengenal. Akan tetapi, adanya penyelenggara pinjaman online yang tidak terdaftar dan berizin di Otoritas Jasa Keuangan semakin menjamur menjalankan bisnisnya melalui aplikasi pinjaman online di Google Play Store. Penelitian ini akan membahas mengenai Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Penindakan Aplikasi Pinjaman Online Ilegal di Google Play Store. Pemecahan pokok permasalahan akan dilakukan dengan penelitian hukum yuridis-empiris. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa interoperabilitas antara pihak Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Satgas Waspada Investasi (SWI), dan Google Indonesia tidak berdasarkan pada teori sentralisasi pemerintahan sehingga menghasilkan tindakan hukum yang tidak efektif dan tidak efisien.

The Financial Services Authority develops innovations in providing Information Technology-Based Borrowing-Lending Services or better known as online loans to fulfill needs and help the public to improve online financial service products with various parties without the need to know each other. However, online loan providers who are not registered and licensed with the Financial Services Authority are increasingly running their business through online loan applications on the Google Play Store. This study will discuss the role of the Financial Services Authority in prosecuting Illegal Online Loan Applications on the Google Play Store. The main problem solving will be carried out by juridical-empirical research. This study concludes that interoperability between the Financial Services Authority, the Ministry of Communication and Information of the Republic of Indonesia, the Investment Alert Task Force (SWI), and Google Indonesia is not based on the theory of centralization of government, resulting in ineffective and inefficient legal actions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>