Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137896 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fahmi Fiandri
"Seiring dengan semakin canggihnya teknik tindak pidana di bidang pasar modal, maka tantangan yang dihadapi oleh Polri, khususnya penyidik Polri sebagai aparat penegak hukum yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pasar modal akan semakin berat. Oleh karena itu, diperlukan profesionalisme penyidik Polri yang mempunyai kompetensi tinggi karena kompetensi akan dapat mendukung peningkatan kinerja penyidik Polri. Kompetensi penyidik Polri dapat ditingkatkan melalui program pelatihan khusus tentang tindak pidana pasar modal. Penelitian ini berupaya mengidentifikasi implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal dan juga mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal. Penulis menggunakan empat teori untuk menganalisis implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal. Teori-teori tersebut adalah teori implementasi dari George C. Edwards III, teori penegakan hukum dari Soerjono Soekanto, teori pelatihan dari Robert L. Mathis dan John H. Jackson, serta teori kerjasama dari Ann Marie Thomson dan James L. Perry. Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian kualitatif. Penulis menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui hasil wawancara dan observasi. Sedangkan, data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi. Guna memperoleh keabsahan data, maka dalam analisa digunakan teknik triangulasi data. Selanjutnya, analisis data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal sudah terlaksana dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal meliputi faktor pengetahuan atau knowledge, faktor kerjasama, faktor teknologi, faktor kewenangan, serta faktor dari kualitas dan kuantitas personil itu sendiri. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal adalah penerapan sanksi dan hukuman (berupa sanksi pidana dan administrasi), masih adanya multi persepsi antara OJK, Polri dan Kejaksaan, serta Undang-Undang Pasar Modal sebagai landasan hukum pelaksanaan pasar modal di Indonesia belum mampu mengikuti perkembangan zaman karena tidak pernah mengalami pembaharuan.

The more sophisticated the technique of criminal offenses in the field of capital markets, the challenges faced by the police, especially police investigators as law enforcement officers who are given the authority to investigate capital market criminal acts will be even more severe. Therefore, professionalism of police investigators who have high competence is needed, because competence will be able to support the improvement of the performance of police investigators. The competence of police investigators can be increased through special training programs on capital market crime. This study aims to identify the implementation of law enforcement in handling capital market crime and also identify factors that influence law enforcement in handling capital market crime. The author uses four theories to analyze the implementation of law enforcement in handling capital market crime. These theories are the theory of implementation of George C. Edwards III, law enforcement theory from Soerjono Soekanto, training theories from Robert L. Mathis and John H. Jackson, as well as the theory of collaboration from Ann Marie Thomson and James L. Perry. The type of research chosen is qualitative research. The author uses three data collection techniques, namely interviews, observation, and documentation. Primary data in this study were collected through interviews and observations. Meanwhile, secondary data is obtained through documentation studies. To obtain the validity of the data, the data triangulation technique is used in the analysis. Furthermore, data analysis in qualitative research is carried out through several stages, namely data reduction, data display, and conclusion drawing/verification. The results of the study show that the implementation of law enforcement in handling capital market crime has been well implemented. Factors that influence law enforcement in handling capital market crime include knowledge factors, cooperation factors, technological factors, authority factors, and factors of the quality and quantity of the personnel themselves. In addition, other factors that influence law enforcement in handling capital market criminal acts are the application of sanctions and penalties (criminal and administrative sanctions), multi-perceptions between OJK, Police and Prosecutors, and the Capital Market Law as the legal basis for capital market implementation in Indonesia it has not been able to keep up with the times because it has never experienced renewal."
Jakarta: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2018
T55466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksamana Andriansyah Nugroho
"Penelitian ini membahas tentang mekanisme Badan Reserse Kriminal KepolisianRepublik Indonesia Bareskrim Polri dalam penanganan korban tindak pidana,yang menggunakan studi kasus penanganan para korban tindak pidana penipuaninvestasi Dream for Freedom D4F . Penelitian mendeskripsikan bagaimanaBareskrim tidak hanya bertindak sebagai penegak hukum yaitu melakukanpenegakan terhadap pelaku tindak pidana tetapi juga mengurusi korban dari tindakpidana tersebut. Dengan mengacu pada penerapan perlindungan hak-hak korbankejahatan sebagai akibat dari terlanggarnya hak asasi yang bersangkutan, makadasar dari perlindungan korban kejahatan dapat dilihat dari beberapa teori yaituteori utilitas, teori tanggung jawab, dan teori ganti kerugian. Secara teoretis, bentukperlindungan terhadap korban kejahatan dapat diberikan dalam berbagai cara,bergantung pada penderitaan/kerugian yang diderita oleh korban. Sebagai contohuntuk kerugian yang sifatnya mental/psikis tentunya bentuk ganti rugi dalam bentukmateri/uang tidaklah memadai apabila tidak disertai dengan upaya pemulihanmental korban. Sebaliknya, apabila korban hanya menderia kerugian secaramateriil, pelayanan yang sifatnya psikis terkesan terlalu berlebihan. Bentukperlindungan diberikan melalui pemberian restitusi, konseling, pelayanan/bantuanmedis, bantuan hukum, dan pemberian informasi. Dalam upaya penanganan korbantindak pidana, kepolisian, yang dalam hal ini adalah Bareskrim Polri, membukaPosko Pengaduan. Sejauh ini, Bareskrim Polri hanya bisa sesuai dengankewenangan Polri. Padahal, yang diharapkan oleh korban lebih dari sekadarinformasi tentang perkaranya. Oleh karenanya penelitian ini menjadi awal untukpembenahan administrasi kepolisian tentang penanganan korban tindak pidana.

This study discusses the mechanism of Criminal Investigation Police PoliceCriminal Investigation Police in the handling of victims criminal offense, whichuses case studies of the handling of victims of theinvestment fraud crime Dreamfor Freedom D4F . The study describes how Bareskrim not only acts as a lawenforcement that enforces the perpetrators of criminal acts but also takes care of thevictims of the crime. With reference to the application of the protection of the rightsof victims of crime as a result of violation of the human rights concerned, the basisof the protection of victims of crime can be seen from several theories of utilitytheory, theory of responsibility, and compensation theory. Theoretically, the formof protection against crime victims can be given in various ways, depending on thesuffering loss suffered by the victim. For example, for mental psychologicallosses, surely the form of compensation in the form of material money is notsufficient if not accompanied by mental recovery efforts of the victim. Conversely,if the victim only experience material loss, the service of a psychic nature seem tooexcessive. Forms of protection are provided through the provision of restitution,counseling, medical services assistance, legal assistance, and informationprovision. In the effort to handle victims of criminal acts, the police, in this case thePolice Bareskrim, opened a Complaint Post. So far, Criminal Investigation Policecan only be in accordance with the authority of the Police.. Therefore, this researchbecomes the beginning for revamping the police administration about the handlingof victims of crime.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parningotan, Hiroyuki Aditya Januar Christo
"Tesis ini membahas Polri sebagai institusi penegakan hukum di Indonesia menghadapi berbagai tantangan kompleks dalam penanganan tindak pidana, termasuk kendala dalam pengumpulan bukti, peningkatan transparansi, dan evaluasi kinerja penyidik. Untuk mengatasi tantangan ini, Polri telah mengadopsi aplikasi " Eksus Smart " sebagai alat bantu dalam penyidikan. Namun, meskipun ada potensi besar untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyidikan, implementasi aplikasi ini masih menghadapi hambatan, seperti kurangnya pemahaman personil penyidik dan masalah teknis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kinerja Aplikasi Eksus Smart dalam mendukung kinerja penyidik Mabes Polri dalam penanganan tindak pidana, menganalisis hambatan utama pemahaman masyarakat terhadap aplikasi Eksus Smart dalam penanganan tindak pidana, dan menganalisis strategi komunikasi untuk memperkenalkan dan mengedukasi masyarakat tentang manfaat aplikasi Eksus Smart dalam mempromosikan transparansi dan akuntabilitas penanganan tindak pidana.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: teori DOI, TAM, dan teori pelayanan publik, dan beberapa konsep yang relevan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang bersifat deskriptif dan menggambarkan status fenomena yang dikategorikan untuk memberikan gambaran dalam memperoleh kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi Eksus Smart memiliki fitur- fitur inovatif yang penting dalam penanganan tindak pidana oleh Polri. Namun, kendala inklusivitas, kurangnya akses publik, serta masalah komunikasi internal dan eksternal mempengaruhi adopsi dan efektivitas aplikasi. Solusi yang disarankan termasuk peningkatan survei pengguna, dokumentasi yang lebih rinci, dan peningkatan fitur untuk meningkatkan aksesibilitas. Penekanan pada inklusivitas, partisipasi publik, dan keamanan pesan menjadi fokus penting, sementara pengembangan fitur dan pengawasan norma juga diperlukan. Langkah-langkah holistik seperti meningkatkan transparansi, memberikan pelatihan, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam pengembangan aplikasi diharapkan dapat mengatasi hambatan implementasi. Strategi komunikasi yang lebih luas, termasuk optimalisasi fitur inovatif, pengembangan fitur baru untuk akses publik, serta perbaruan sistem secara berkala, juga direkomendasikan untuk meningkatkan efektivitas dan penerimaan aplikasi ini.

This thesis explores the Indonesian National Police (Polri) as a law enforcement institution facing various complex challenges in handling criminal acts, including constraints in evidence collection, increased transparency, and investigator performance evaluation. To address these challenges, Polri has adopted the " Eksus Smart " application as an investigative tool. However, despite the significant potential to enhance investigative effectiveness and efficiency, the implementation of this application still encounters obstacles, such as the lack of understanding among investigative personnel and technical issues. Therefore, this research aims to analyze the performance implementation of the Eksus Smart Application in supporting the performance of the Polri Central Investigation Unit in handling criminal acts, analyze the main barriers hindering public awareness and understanding of the Eksus Smart application in handling criminal acts, and analyze communication strategies to introduce and educate the public about the benefits of the Eksus Smart application in promoting transparency and accountability in handling criminal acts.
The theories utilized in this research include DOI theory, TAM, Analysis of public service standards theory, and several relevant concepts. The research method employed is qualitative, descriptive in nature, categorizing phenomena to provide an overview in drawing conclusions.
The findings indicate that the Eksus Smart application fitures crucial innovations in handling criminal acts by Polri. However, inclusivity constraints, limited public access, and internal and external communication issues impact the adoption and effectiveness of the application. Recommended solutions include enhancing user surveys, detailed documentation, and fiture improvements to enhance accessibility. Emphasizing inclusivity, public participation, and message security becomes a vital focus, while fiture development and norm supervision are also necessary. Holistic steps such as increasing transparency, providing training, and actively engaging the public in application development are expected to overcome implementation barriers. Broader communication strategies, including optimizing innovative fitures, developing new fitures for public access, and regular system updates, are also recommended to enhance the effectiveness and acceptance of this application.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adnan Kohar
"Permasalahan yang timbul ketika harapan dan arah kebijakan pemberantasan korupsi oleh penyidik Polri tidak diikuti dengan pembangunan sistem penyidikan yang baik atau konsep yang luar biasa (extra ordinary measure) pada organisasi Polri. Terutama jika dikaji dari sudut pandang sistem hukum baik dari aspek substansi hukum, struktur hukum maupun kultur hukum, maka sistem penegakan hukum oleh Polri belum dapat menjamin terwujudnya pemberantasan korupsi yang optimal. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil Penelitian ini adalah bahwa kualitas Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri berkaitan dengan pengungkapan Tindak Pidana Korupsi masih tergolong rendah. Rendahnya kualitas diketahui berdasarkan indikator-indikator sebagai berikut: 1) Kondisi proses penyidikan tindak pidana korupsi dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidan Korupsi Bareskrim Polri saat ini masih belum efektif dan optimal. 2) Kondisi Penguasaan Undang-Undang Korupsi yang dikuasai oleh penyidik dan penyidik pembantu Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri masih sangat lemah sehingga penerapan pasal dan perundang-undangan menjadi kurang tepat. 3) Kondisi Sarana, Prasarana dan Anggaran yang dimiliki oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri masih terbatas dalam rangka menopang kegiatan penyidikan perkara korupsi. Metode penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dalam perspektif presisi studi kasus pada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dengan menggunakan layanan E-Manajemen Penyidikan.

The problem that arises when the expectations and direction of the anti-corruption policy by Polri investigators are not followed by the construction of a good investigation system or an extra ordinary measure in the Polri organization. Especially if it is studied from the point of view of the legal system both from the aspects of legal substance, legal structure and legal culture, then the law enforcement system by the National Police has not been able to guarantee the realization of optimal eradication of corruption. In this study, the researcher used a qualitative approach. The result of this study is that the quality of investigators from the Directorate of Corruption Crimes of the Civic Police related to the disclosure of Corruption Crimes is still relatively low. The low quality is known based on the following indicators: 1) The condition of the corruption investigation process carried out by the Directorate of Corruption And Corruption of the Police Civic Police is currently still not effective and optimal. 2) The condition of control of the Corruption Law controlled by investigators and auxiliary investigators of the Directorate of Corruption Crimes, Civic Police, is still very weak so that the application of articles and laws is not appropriate. 3) The condition of the facilities, infrastructure and budget owned by the Directorate of Corruption Crimes of the Civic Police is still limited in order to support the investigation of corruption cases. The method of investigating the Directorate of Corruption Crimes of the Police CID in the perspective of precision of case studies at the Directorate of Corruption Crimes of the Police Circumcision using the E-Management Investigation service."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Nalaludin
"Tesis ini tentang penanganan tindak pidana pencurian tenaga listrik oleh Unit II Direktorat V Tipiter Bareskrim Polri.
Tesis ini bertujuan untuk menunjukkan penanganan yang dilakukan oleh Unit II Direktorat V Tipiter Bareskrim Polri, terhadap pelaku pencurian tenaga listrik, sehingga dapat dijadikan acuan oleh peneliti lainnya dan dalam penanganan di daerah lain.
Metode penelitian yang digunakan ada:ah metode diskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan menerapkan beberapa teknik pengumpulan data berupa studi kasus, analisis dokumen, pengamatan, wawancara dengan pedoman, dan kajian dokumen. Metode tersebut dipilih karena sifat dari masalah penelitian ini memerlukan pendalaman, di mana peneliti harus memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala pada obyek yang diteliti, yang dapat membentuk pemahaman.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penanganan tindak pidana pencurian tenaga listrik dengan tersangka Suyanto Als Antok Als Betok oleh Unit II Direktorat V Tipiter Bareskrim Poiri dilakukan melalui upaya represif berupa tindakan penyidikan. yang terdiri dari penyelidikan, penindakan, pemeriksaan, dan penyelesaian serta penyerahan berkas perkara. Penyidikan dimulai setelah diketahuinya pencurian tenaga listrik yang dilakukan oleh Suyanto Als Antok Als Betok dirumahnya, yang dilakukan dengan cara menyambungkan aliran 3TR dengan menggunakan kabel twiss 2 x 6 mm dan alat pembatas / MCB merk multi gerin ukuran 3 x 16 A, yang dihubungkan ke Kwh meter. Sedangkan di bengkel/tempat usahanya, dilakukan dengan memasang Kwh meter tanpa surat-surat resmi dari PLN, yang kemudian disambungkan oleh Suyanto Als Antok Als Betok dengan kabel TC ukuran 2 x 10 mm, dengan daya sebesar 6 A. Pencuri-:n tenaga listrik yang dilakukan oleh Suyanto Als Antok Als Beim: diketahui, setelah Tim Gabungan Operasi listrik melakukan pemeriksaan dirumah dan bengkeinya.
Hasil pemeriksaan terhadap tersangka Suyanto Als Antok Ais Betok diketahui, bahwa selain melakukan pencurian tenaga listrik dirumah dan bengkelnya, ia. juga membantu melakukan pencurian ciibeberapa tempat seperti Gedung Nevada Mobil (sekarang Veranda Furniture), Bali Air Ticketing, PT ]atayu Unggul Lestari, rumah Bapak Ginting di Cempaka Putih, CV Darwin, dan ruko di Cempaka alas, Membantu melakukan pencurian yang dimaksudkan adalah Suyanto Als Antok Als Betok memberikan jasa keahliannya dibidang listrik kepada pemilik/pengelola tempat tersebut, untuk pemasangan baru dan menyambungkan atau memperlambat aliran listrik, sehingga tagihannya lebih murah. Tindakan tersebut ada yang dilakukan pleb Suyanto Als Antok Als Betok bersama-sama dengan anak buahnya, maupun bersama karyawan PT PLN (Persero).
Namun penanganan terhadap beberapa tempat tersebut di atas yang telah menikmati hasil pencurian tenaga listrik, tidak diproses secara pidana oleh Unit II. Hal ini mengingat, pemilik/pengelola tempat tersebut sudah membayar denda kepada PLN. Sedangkan terhadap karyawan PT PLN (Persero) yang ikut terlibat bersama Suyanto Als Antok Als Betok dalam pemasangan baru aliran listrik, hanya diberikan sanksi administrasi dari atasanya.
Adapun implikasi dari tesis ini adalah pada upaya pemeriksaan secara terus-menerus dan berkala kepada konsumen PLN oleh Tim Gabungan Operasi Listrik, guna mencegah kerugian negara yang lebih besar, yang dilakukan melalui kegiatan
1. Membentuk Tim Gabungan antara PLN dan Polri untuk melakukan operasi kepolisian di seluruh Indonesia terhadap pencurian tenaga listrik yang dilakukan oleh konsumen, baik konsumen rumah tangga, konsumen komersial, dan konsumen pabrik.
2. PT PLN (Persero) melakukan pengumpulan data melalui petugas pencatat meteran secara terus-menerus, terhadap konsumen-konsumen yang sering melakukan pencurian tenaga listrik.
3. Guna menghindari dilos lagi meteran oleh konsumen setelah dilakukan pencatatan oleh petugas pencatat, sehingga terjadi pencurian tenaga listrik, make PT PLN (Persero) membuat jadwal pemeriksaan dan pencatatan meteran kembali secara mendadak.
4. PT PLN (Persero) dan Polri harus mewaspadai perkembangan modus baru dalam pencurian tenaga listrik, seperti setelah MCB diganti konsumen, kemudian disekitarnya disemprot cairan menyerupai sarang laba-laba atau disemprot debu, guna mengelabui seakan-akan MCB atau meteran tersebut sudah lama tidak terpakai.
5. Melakukan penindakan secara tegas terhadap pelaku tindak pidana pencurian tenaga listrik dengan tidak pandang bulu terhadap siapa raja yang terlibat, dengan mengutamakan ganti rugi terlebih dahulu guna mencegah kerugian negara - yang lebih besar. Apabila ganti rugi tidak terlaksana, baru dilakukan upaya hokum, guna memberikan efek Sera kepada konsumen.
6. Penindakan terhadap pelaku tindak pidana pencurian tenaga listrik yang dilakukan oleh Polri, selain berpedoman kepada UU No 20 tahun 2002 dan KUHP, hendaknya juga memperhatikan UU No 1 tahun 1946.
7. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan personif Tim Gabungan antara PLN dan Polri, guna pencapain target yang ingin dicapai dan menghindari penyimpangan.
8. Melakukan analisa dan evaluasi setiap hasil pelaksanaan operasi, guna dijadikan landasan dalarn melakukan kegiatan selanjutnya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Nuranisha Pratiwi
"Salah satu aspek penting dalam pembangunan hukum adalah peningkatan profesionalisme penyidik. Meskipun data menunjukkan peningkatan dalam penyelesaian kasus, namun masih menghadapi tantangan berupa tingginya jumlah tunggakan kasus dan ketidakseimbangan distribusi tugas. Di Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, terdapat masalah besar terkait ketersediaan dan pengembanganpersonel, seperti jabatan kosong, personel tanpa jabatan tetap, serta banyaknya penyidik yang belum mengikuti pelatihan dan sertifikasi yang diperlukan. Proses penyidik bersertifikasi juga mengalami keterlambatan, menunjukkan perlunya perbaikan alokasi sumber daya manusia dan pelaksanaan pelatihan untuk memastikan kualitas dan efektivitas penyidik. Tujuan penelitian ini adalah untukmenganalisis evaluasi kompetensi penyidikbersertifikasi di Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi penyidik bersertifikasi di Bareskrim Polri. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kompetensi, teori total quality service, konsep syarat penyidik Polri, konsep penyidik bersertifikasi, dankonsep kualitas kompetensi penyidik Polri. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif denganmetode penelitian eksploratif. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa evaluasi kompetensi penyidikbersertifikasi di Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menunjukkan kontribusi besarprogram ini dalam meningkatkan kompetensi, profesionalisme, akuntabilitas, dan etika kerjapenyidik. Namun, efektivitas pelaksanaannya masihdihadapkan pada berbagai tantangan, sepertiketerbatasan akses, minimnya pelatihan komunikasidan koordinasi, serta implementasi hasil sertifikasiyang belum optimal. Faktor pendukung sepertimotivasi kerja, gaya kepemimpinan yang mendukung, dan budaya organisasi yang kolaboratif perludiperkuat, sementara hambatan berupa kurangnyasarana dan pembaruan kurikulum harus segera diatasi. Dengan penyempurnaan penyidik bersertifikasi yang lebih terstruktur, akses yang diperluas, dan fokus pada keterampilan praktis, kompetensi penyidikan dapatditingkatkan, sehingga kepercayaan publik terhadapPolri semakin kokoh.

One important aspect in legal development is improving the professionalism of investigators. Although data shows an increase in case resolution, it still faces challenges in the form of a high number of backlogs and an imbalance in the distribution of tasks. In the Directorate of General Crimes of the Criminal Investigation Unit of the Indonesian National Police, there are major problems related to the availability and development of personnel, such as vacant positions, personnel without permanent positions, and many investigators who have not undergone the necessary training and certification. The process of certified investigators has also been delayed, indicating the need to improve the allocation of human resources and the implementation of training to ensure the quality and effectiveness of investigators. The purpose of this study is to analyze the evaluation of the competence of certified investigators in the Directorate of General Crimes of the Criminal Investigation Unit of the Indonesian National Police and to analyze the factors that influence the competence of certified investigators in the Criminal Investigation Unit of the Indonesian National Police. The theories used in this study are the theory of competence, the theory of total quality service, the concept of requirements for police investigators, the concept of certified investigators, and the concept of the quality of competence of police investigators. This type of research is qualitative research with an exploratory research method. The results of this study indicate that the evaluation of the competence of certified investigators at the Directorate of General Crimes of the Criminal Investigation Unit of the Indonesian National Police shows a major contribution of this program in improving the competence, professionalism, accountability, and work ethics of investigators. However, the effectiveness of its implementation is still faced with various challenges, such as limited access, minimal communication and coordination training, and less than optimal implementation of certification results. Supporting factors such as work motivation, supportive leadership style, and collaborative organizational culture need to be strengthened, while obstacles in the form of lack of facilities and curriculum updates must be addressed immediately. By improving the certification program to be more structured, expanding access, and focusing on practical skills, investigative competence can be improved, so that public trust in the Indonesian National Police becomes stronger."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Adie Wicaksono
"ABSTRAK
Maraknya aksi unjuk rasa yang terjadi selama Pilgub DKI Jakarta terfokus pada proses hukum kasus yang menjerat salah satu calon Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama BTP . Selama proses penyelidikan dan penyidikan kasus BTP, Polri dihadapkan pada tekanan publik yang dipengaruhi oleh pemberitaan media massa. Aksi unjuk rasa yang terjadi dilakukan oleh kelompok pendukung dan penentang BTP dengan mengusung tuntutan yang saling bertolak belakang. Kelompok pendukung menuntut penghentian perkara dan penangguhan penahanan BTP sedangkan kelompok penentang BTP menuntut agar proses hukum dipercepat dan dilakukan penahanan terhadap BTP oleh penyidik. Dari proses hukum yang sudah selesai dilaksanakan, terlihat bahwa penyidik tidak menghentikan perkara dan tidak melakukan penahanan terhadap BTP. Langkah tersebut menandakan bahwa penyidik menempatkan tekanan publik sebagai salah satu pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Hal itu dimaknai sebagai respon penyidik terhadap tekanan publik selama proses penyelidikan dan penyidikan Kasus BTP. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi literatur. Analisa dilakukan dengan menggunakan teori agenda setting untuk melihat bentuk-bentuk tekanan publik selama proses hukum kasus BTP dan teori pengambilan keputusan untuk membahas respon penyidik terhadap tekanan publik yang muncul dalam dalam penyelidikan dan penyidikan Kasus BTP.

ABSTRACT
A large number of civil unrest during Jakarta rsquo s Governor Election 2017 was focused in legal process of incumbent candidate, Ir. Basuki Tjahja Purnama BTP . During the investigation process of BTP case, INP was exposed by public pressures which influenced by mass media coverage. The civil unrests were did by the supporters and the opponents of BTP whose brought different and contradictive demands into police duty. The supporters demanded to stop the legal process and to delay the BTP's arrest. In other side, the opponents demanded to accelerate the law process and to arrest BTP. At the legal process of BTP, it shown that the investigator didn't stop the case and didn't arrest BTP. It implies that the investigator used public pressure as their consideration in their decision making process. It was also interpreted as an investigator's response to public pressure during the investigation and investigation process of the BTP case. This research is a qualitative with collecting data techniques through observation, interview, and study literature. The analysis was conducted using the agenda setting theory to look at the forms of public pressure during the legal process of the BTP case and the decision making theory to explain the investigator's response to public pressure which arise in the investigation's of the BTP Case."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enggarani Laufria
"ABSTRAK
Tesis ini membahas hasil penelitian tentang analisis Penanganan Tindak PidanaPerdagangan Orang Oleh Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri. Penelitian inidilakukan dengan metode analisis deskriptif-kualitatif yang bersumber dari dataprimer dan sekunder melalui teknik wawancara, observasi dan telaahan dokumen.Hasil penelitian menunjukkan saat ini tindak pidana perdagangan orang TPPO telahberkembang menjadi suatu kejahatan kemanusiaan lintas batas negara yangterorganisasi transnational organized crime , sehingga memerlukan kerjasama darinegara-negara di dunia. Keadaan geografis, ekonomi dan sosilogis menjadikanIndonesia berpotensi sebagai negara pencarian korban maupun tujuan TPPO.Keadaan sebagian penduduk Indonesia yang berpendidikan rendah dan miskinmerupakan penyebab utama penduduk nekat menjadi pekerja migram di luar daerahtinggal ataupun diluar negeri, meskipun dengan cara yang illegal. Kerentanan inidimanfaatkan oleh para pelaku perdagangan orang dan calo. Karenanya moduskejahatan perdagangan orang dengan merekrut dan mengirim pekerja migran illegalpaling sering terjadi di Indonesia. Dittipidum Polri selama ini telah melakukanberbagai upaya untuk memberantas TPPO baik melalui upaya preemtif, preventifmaupun represif. Dalam praktiknya, kendala yang dihadapi penyidik Polri antara lainadalah: 1 lokasi kejahatan yang berbeda-beda meliputi dalam dan luar negeri; 2 keterbatasan kewenangan penyidik untuk melakukan pemeriksaan di luar negerisehingga mendapat tantangan dari pihak yang berwenang dan pihak pendukungkejahatan di negara terkait; 3 Keterangan calo yang berbelit-belit tentang pelakuutama, atau bahkan calo tidak kenal sama sekali; 4 korban yang tidak mau bersaksikarena takut atau berada dibawah tekanan baik sosial, ekonomi maupun psikologis.Kendala tersebut menghambat penyidik untuk mendapatkan bukti sehingga kesulitanuntuk menjerat pelaku dan pihak terkait dengan UU TPPO. Karenanya sebagianpenyidik menggunakan KUHP, UU Perlindungan Anak dan UU Perlindungan TKI diLuar Negeri, dan tidak dapat mengungkap dan memberantas TPPO secarakomprehensif dan tuntas. Upaya yang dapat dilakukan oleh Dittipidum BareskrimPolri di masa mendatang antara lain adalah dengan cara: 1 meningkatkan saranapendukung, pengetahuan, dan kapasitas penyidik dengan cara berpastisipasi padaberbagai workshop dan pelatihan; 2 terus mendorong penegak hukum melakukankoordinasi dan kerjasama dengan berbagai instansi di dalam negeri, dan juga terusmeningkatkan kerjasama antar negara dan dengan organisasi internasional sepertiAATIP.

ABSTRACT
This thesis discusses the results of research on the analysis of Crime Handling ofTrafficking in Persons by Dittipidum Bareskrim Polri Investigators This research isdone by descriptive qualitative analysis method that comes from primary andsecondary data through interview technique, observation and document review. Theresults show that the current crime of trafficking in persons TPPO has evolved intoan organized transnational organized crime, thus requiring cooperation fromcountries in the world. Geographic, economic and socio political conditions makeIndonesia a potential as a search for victims and the destination of TPPO. Thecondition of some poor and poorly educated Indonesians is the main cause of thereckless population to become migrant workers outside of residence or abroad, albeitin an illegal manner. This vulnerability is used by traffickers and brokers. Hence thecrime mode of trafficking in persons by recruiting and sending illegal migrantworkers is most common in Indonesia. Dittipidum Polri has been doing variousefforts to eradicate TPPO either through preemptive, preventive or repressive efforts.In practice, the obstacles faced by Police investigators include 1 different crimelocations within and outside the country 2 the limitations of the investigator 39 sauthority to conduct an overseas examination so as to be challenged by theauthorities and the crime supporting parties in the country concerned 3 Theintricately scaled up scalper 39 s notes about the main perpetrator, or even the brokersdo not know the main prepertrators at all 4 victims who do not want to testify forfear or are under social, economic and psychological pressure. These obstaclesprevent the investigators from obtaining evidence so that it is difficult to trap theperpetrators and parties related under TPPO Law. Therefore, some investigators usethe Criminal Code, Child Protection Law and Protection Act for Overseas Workers,and can not disclose and combat TPPO comprehensively and thoroughly. Efforts thatcan be undertaken by the Dittipidum Baerskrim Polri in the future are among others 1 increasing the supporting facilities, knowledge, and investigator capacity byparticipating in various workshops and trainings 2 continue to encourage lawenforcement to coordinate and cooperate with various agencies in the country, andalso to improve cooperation between countries and with international organizationssuch as AATIP"
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2018
T52192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Firman Lukmanul Hakim
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pemanfaatan
Information Technologi (IT) yang dilakukan oleh Bareskrim Polri dengan
menerapkan manajemen sistem informasi dalam rangka melakukan pengungkapan
terhadap terjadinya tindak pidana penyelundupan manusia. Hal ini
dilatarbelakangi karena informasi merupakan salah satu sumber daya organisasi
virtual yang utama, sehingga harus dilindungi atau diamankan. Informasi adalah
aset atau sumberdaya yang berharga yang dimiliki oleh seseorang, kelompok,
perusahaan atau instansi, karena informasi adalah data yang telah diproses atau
data yang memiliki arti. Setiap orang yang menjadi bagian dari suatu instansi atau
perusahaan harus menyadari bahwa informasi adalah suatu aset penting yang
harus dilindungi sama dengan aset utama lainnya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif guna memusatkan perhatian
dan memperoleh gambaran secara jelas dan mendalam tentang pemanfaatan
teknologi informasi pada Bareskrim Polri dalam mendukung pelaksanaan tugas
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penyelundupan manusia, serta
penerapan sistem manajemen pengamanan informasi yang diterapkan oleh
Bareskrim Polri. Penulisan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu
penelitian yang bertujuan menggambarkan mengenai fakta-fakta yang terjadi dan
disertai analisa yang akurat.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Bareskrim Polri dalam hal ini
Satuan Tugas People Smuggling menggunakan sistem manajemen informasi
bernama Case Management Intelligent System (CMIS) yang merupakan hibah
dari pemerintah Australia, dan terintegrasi dengan sistem milik Australian
Federal Police (AFP). Namun persoalannya, CMIS tidak dikembangkan oleh
Satgas People Smuggling Bareskrim Mabes Polri, sehingga dapat dikatakan sifat
(attribute) dari keamanan informasi dari CMIS juga tidak ada. Terdapat celah
pada CMIS, dimana prinsip Integrity, tidak terlaksana dengan baik. Informasi
maupun data yang terdapat dalam CMIS dapat diakses oleh pihak Australian
Federal Police (AFP) tanpa sebelumnya meminta otorisasi kepada pihak Satgas
PS Bareskrim. Dampak dari hal tersebut, informasi yang ada dapat dirubah,
menjadi tidak valid, dirusak bahkan hilang sehingga merugikan bagi organisasi
maupun institusi.

ABSTRACT
This study aim to analyze how the use of Information Technology in
conducted by the Criminal Investigation Police to implement a management
system in order to perform the disclosure of information on the occurrence of the
crime of human trafficking. This is motivated because the information is one of
the organization's resources are the main virtual, so it must be protected or
secured. Information is a valuable asset or resource that is owned by a person,
group, company or agency, because the information is data that has been
processed or data that has meaning. Every person who becomes part of an agency
or company should be aware that the information is an important asset that must
be protected the same as other major assets.
This study used qualitative methods in order to focus and gain a clear
picture of the use of technology and in-depth information on the Criminal
Investigation Police in support of the implementation of the tasks of investigation
and investigation of criminal offenses of human trafficking, as well as the
implementation of information security management system implemented by the
Criminal Investigation Police. Writing in this research is descriptive analytic, the
research aims to describe the facts that occurred and accompanied by accurate
analysis.
The results obtained show that in this case the Police Criminal
Investigation Task Force on People Smuggling use information management
system called Case Management Intelligent System (CMIS) which a grant from
the Australian government, and is integrated with the system owned Australian
Federal Police (AFP). But the problem, CMIS is not developed by People
Smuggling Task Force of Criminal Investigation Bureau Indonesian National
Police, so that it can be said properties (attributes) of information security of
CMIS is also no. There is a gap in the CMIS, where the principle of Integrity, is
not performing well. The information and data contained in the CMIS can be
accessed by the Australian Federal Police (AFP) without requesting authorization
to the People Smuggling Task Force of Criminal Investigation Bureau Indonesian
National Police. The impact of this, the information can be changed, be invalid,
damaged or lost to the detriment of the organization and institutions.;This study aim to analyze how the use of Information Technology in
conducted by the Criminal Investigation Police to implement a management
system in order to perform the disclosure of information on the occurrence of the
crime of human trafficking. This is motivated because the information is one of
the organization's resources are the main virtual, so it must be protected or
secured. Information is a valuable asset or resource that is owned by a person,
group, company or agency, because the information is data that has been
processed or data that has meaning. Every person who becomes part of an agency
or company should be aware that the information is an important asset that must
be protected the same as other major assets.
This study used qualitative methods in order to focus and gain a clear
picture of the use of technology and in-depth information on the Criminal
Investigation Police in support of the implementation of the tasks of investigation
and investigation of criminal offenses of human trafficking, as well as the
implementation of information security management system implemented by the
Criminal Investigation Police. Writing in this research is descriptive analytic, the
research aims to describe the facts that occurred and accompanied by accurate
analysis.
The results obtained show that in this case the Police Criminal
Investigation Task Force on People Smuggling use information management
system called Case Management Intelligent System (CMIS) which a grant from
the Australian government, and is integrated with the system owned Australian
Federal Police (AFP). But the problem, CMIS is not developed by People
Smuggling Task Force of Criminal Investigation Bureau Indonesian National
Police, so that it can be said properties (attributes) of information security of
CMIS is also no. There is a gap in the CMIS, where the principle of Integrity, is
not performing well. The information and data contained in the CMIS can be
accessed by the Australian Federal Police (AFP) without requesting authorization
to the People Smuggling Task Force of Criminal Investigation Bureau Indonesian
National Police. The impact of this, the information can be changed, be invalid,
damaged or lost to the detriment of the organization and institutions., This study aim to analyze how the use of Information Technology in
conducted by the Criminal Investigation Police to implement a management
system in order to perform the disclosure of information on the occurrence of the
crime of human trafficking. This is motivated because the information is one of
the organization's resources are the main virtual, so it must be protected or
secured. Information is a valuable asset or resource that is owned by a person,
group, company or agency, because the information is data that has been
processed or data that has meaning. Every person who becomes part of an agency
or company should be aware that the information is an important asset that must
be protected the same as other major assets.
This study used qualitative methods in order to focus and gain a clear
picture of the use of technology and in-depth information on the Criminal
Investigation Police in support of the implementation of the tasks of investigation
and investigation of criminal offenses of human trafficking, as well as the
implementation of information security management system implemented by the
Criminal Investigation Police. Writing in this research is descriptive analytic, the
research aims to describe the facts that occurred and accompanied by accurate
analysis.
The results obtained show that in this case the Police Criminal
Investigation Task Force on People Smuggling use information management
system called Case Management Intelligent System (CMIS) which a grant from
the Australian government, and is integrated with the system owned Australian
Federal Police (AFP). But the problem, CMIS is not developed by People
Smuggling Task Force of Criminal Investigation Bureau Indonesian National
Police, so that it can be said properties (attributes) of information security of
CMIS is also no. There is a gap in the CMIS, where the principle of Integrity, is
not performing well. The information and data contained in the CMIS can be
accessed by the Australian Federal Police (AFP) without requesting authorization
to the People Smuggling Task Force of Criminal Investigation Bureau Indonesian
National Police. The impact of this, the information can be changed, be invalid,
damaged or lost to the detriment of the organization and institutions.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Golose, Petrus Reinhard
"Disertasi ini merupakan hasil analisis dari penelilian kualitatif dan literatur secara mendalam yang terfokus pada manajemen penyidikan hacking oleh Unit V IT & Cybercrime yang diterapkan pada proses penyidikan kasus hacking website Partai Golkar. Kasus hacking website Partai Golkar merupakan kasus hacking pertama yang telah berkekuatan hukum tetap yang ditangani oleh Unit V IT & Cybercrime. Dalam pelaksanaan penyidikan hacking, Unit V IT & Cybercrime menghadapi permasalahan berkaitan dcngan belum adanya ketentuan hukum materil yang secara tegas mengatur mengenai tindak pidana hacking pada saat itu dan belum adanya ketentuan hukum formil yang mengatur secara khusus mengenai penanganan bukti digital. Permasalahan tersebut berhasil dihadapi penyidik dengan melakukan interpretasi terhedap ketentuan hukum yang ada.
Disertasi ini mengajukan suatu pengertian tindak pidana hacking sebagai setiap kegiatan yang menggunakan komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilalcukan dengan cara mengakses suatu sistem jaringan komputer baik yang terhubung dengan internet atau tidak, baik dengan tujuan maupun tidak, untuk memperoleh, mengubah dengan cara menamhah atau mengurangi, menghilangkan atau merusak informasi dalam sistem komputer dan atau sistem elektronik lainnya dengan melawan hukum. Hacking berbeda dengan kejahatan konvensional.
Hacking dapat dilakukan dari berbagai tempat yang terpisah atau tidak mengenal batas wilayah (borderless) dan transnasional (lintas batas ncgara). Hacking tidak meninggalkan jejak berupa catatan atau dokumen fisik dalam bentuk kertas (paperless) akan tetapi semua jejak hanya tersimpan dalam komputer dan jaringan tersebut dalam bentuk data atau informasi digital berupa log files. Penyidikan tindak pidana hacking juga berbeda dengan penyidikan kejahatan konvensional yaitu sebagian proses penyidikan dilakukan. di cyberspace, adanya masalah yurisdiksi hukum, eksistensi bukti digtal (digital evidence) dun penanganan komputer sebagai tempat kejadian perkara (crime scene) dimana diperlukan dukungan laboratorium komputer forensik untuk menganalisa bukti digital yang telah didapat. Penyidik menerapkan prinsip-prinsip dan fungsi manajemen dalam proses penyidikan. Proses manajemen tersebut diterapkan sebagai suatu siklus yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, implementasi, serta pengawasan dan evaluasi. Secara khusus disertasi ini memotret proses manajemen penyidikan hacking sehingga menghasilkan prooses manajemen yang terdiri dari penerimaan laporan (accepting input), penugasan (assigning), perencanaan (planning), pelaksanaan dan penyesuaian (executing and adjusting), pengendalian dan evaluasi (controlling and evaluation), penyerahan hasil (result delivery), bantuan di persidangan (court support) serta dokumentasi hukum (legal documentation).
Dengan manajemen penyidikan tindak pidana hacking tersebut, proses manajemen penyidikan tidak berhenti pada penyerahan berkas perkara ke penuntut umum saja, tetapi terus berlanjut ke tahap pemidangan, dimana penyidik berperan sebagai saksi verbalisan dan membantu penuntut turun dalam menghadirkan saksi dan ahli. Disamping itu terdapat pula dokumentasi hukum, dimana putusan hakim akan didokumentasikan oleh penyidik sehingga dapat digunakan sebagai penimbangan dalam perencanaan penyidikan pada kasus hacking yang terjadi di kemudian hari. Proses manajemen penyidikan tersebut tidak berjalan secara independen melainkan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi proses tersebut seperti: budaya organisasi, kepemimpinan dan peranan stakeholders. Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan wawancara berpedoman diketahui bahwa Unit V IT & Cybercrime mempunyai budaya organisasi yang berbeda. Sub budaya organisasi yang ada saat ini di Unit V IT & Cybercrime mendorong anggotanya untuk terus maju (progresif) hal ini didukung dengan penghargaan dari pemimpin dan peer pressure dari anggota unit lainnya sebagai motivasi ekstrinsik. Peranan Kepala Unit sebagai pemimpin menjadi motivator-Unit V IT & Cybercrime tampak dominan terlihat dari ketergantungan Unit V IT & Cybercrime terhadap pemimpinnya dalam hubungannya dengan stakeholders dan dalam melakukan transformasi budaya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
D898
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>