Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155076 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elsha Fara
"

Kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja termasuk di lingkungan pendidikan. Berbagai program untuk mengurangi kekerasan seksual telah dilakukan. Namun, kebanyakan hanya menargetkan kepada korban maupun pelaku. Di sisi lain, individu yang menjadi pengamat atau bystander bisa memiliki peran untuk dapat terlibat dalam pencegahan kekerasan seksual. Salah satu upaya untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus adalah melalui keterlibatan mahasiswa untuk menampilkan perilaku bystander yang aktif. Objektif studi ini untuk melihat perubahan perilaku bystander yang aktif pada mahasiswa melalui pelatihan intervensi bystander. Dengan metode penelitian single-group pre-post design, studi ini menggunakan mahasiswa (n = 11) dari Universitas Indonesia (UI). Instrumen yang digunakan untuk mengukur perubahan tingkah laku adalah Bystander Behavior Scale-Revised (BBS-R). Hasil uji beda menunjukkan peningkatan tingkah laku bystander signifikan (p = 0.05) setelah intervensi pelatihan bystander dijalankan. Diindikasikan bahwa intervensi memiliki efektivitas pada sampel mahasiswa UI tersebut. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu program di kampus yang berguna untuk dapat mencegah kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus.


The sexual violence can occur anywhere even in an educational environment. Various programs to reduce sexual violence have been carried out. However, the most programs targetting victims and perpetrators only. On the other hand, individuals who are observers or called bystander have a role to be involved in preventing sexual violence. So, one of the efforts to prevent sexual violence in the campus environment is through the involvement of students to show active bystander behavior. The objective of this study is to look at changes in active bystander behavior in students through bystander intervention training. With a single-group pre-post design research method, this study uses students (n = 11) from the University of Indonesia (UI). The instrument used to measure behavior change is the Bystander Behavior Scale-Revised (BBS-R). The results showed a significant increasing in bystander behavior (p = 0.05) after the bystander training intervention was carried out. It was indicated that the intervention had effectiveness in the sample of the UI`s students. It is hoped that this research can be one of the programs on campus that is useful to be able to prevent sexual violence on campus.

"
2019
T53208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zivana Sabili
"Sebagai pihak ketiga, bystander pelecehan seksual berperan besar untuk meredakan situasi berisiko serta memberikan pertolongan pertama pada korban pasca kejadian. Kendati demikian, penelitian yang mengkaji proses pengambilan keputusan dan hasil intervensi bystander pelecehan seksual masih langka. Penelitian kualitatif ini menggali penghayatan bystander yang menyaksikan pelecehan seksual, lalu secara sukarela mengunggah pengalaman mereka ke forum online Quora dan Reddit. Peneliti memasukkan sejumlah kata kunci terkait pengalaman menjadi bystander pelecehan seksual di mesin pencari situs Quora dan Reddit. Dari temuan 14 unggahan / pertanyaan pemicu yang relevan, terdapat 589 jawaban pengguna yang diseleksi melalui sejumlah kriteria inklusi dan eksklusi. Pada akhirnya diperoleh unggahan dari 87 orang bystander yang menceritakan 99 kasus pelecehan seksual. Melalui analisis tekstual terhadap unggahan, digali dua masalah penelitian, yakni (1) proses pembuatan keputusan bystander pada kasus-kasus pelecehan seksual serta (2) dampak intervensi bystander, mencakup penghayatan personal atas tindakan pribadi dan respons yang diterima. Terkait proses pembuatan keputusan, ditemukan adanya hambatan dalam menyadari kejadian, menginterpretasi kejadian sebagai pelecehan seksual, serta menentukan strategi intervensi praktis yang aman. Sebanyak 56,6% bystander mengintervensi, sementara sisanya tidak. Mayoritas intervensi bersifat langsung dan berfokus pada pelaku, dengan bystander berperan sebagai defender. Terkait dampak dari keputusan bystander, penghayatan positif mengenai hasil intervensi memperkuat intensi bystander untuk kembali mengintervensi dengan cara yang sama bila menemukan kejadian serupa, sementara penyesalan terhadap keputusan untuk tidak bertindak memunculkan intensi untuk mengintervensi di masa depan.

As third parties, sexual harassment bystanders play a crucial role in deescalating risky situations and aiding survivors, yet there is limited research on their decision-making and intervention outcomes. This qualitative research delved into bystanders’ personal narratives on sexual harassment incidents, which they voluntarily uploaded to online forums such as Quora and Reddit. By entering several keywords related to sexual harassment bystander experiences into Quora and Reddit’s search engines, 14 relevant posts or trigger questions were found. From these, 589 user responses were derived and selected based on several inclusion and exclusion criteria. Ultimately, posts from 87 bystanders were gathered, containing narratives on 99 sexual harassment incidents. Through textual analysis of these posts, two main research problems were formulated: (1) the decision-making process of bystanders in sexual harassment cases and (2) the outcomes of bystanders’ decisions, including their personal reflections on their choices and the responses of all stakeholders involved in the incidents. Critical findings on bystanders’ decision-making processes include barriers in noticing events, interpreting incidents as sexual harassment, and determining practical strategies to intervene safely. It was found that 56.6% of bystanders intervened, while the rest did not. Most interventions were direct actions focused on perpetrators, where bystanders acted as defenders. Regarding decisional outcomes, positive interpretations of intervention results strengthened bystanders’ intention to use the same strategy if they encountered more sexual harassment cases. Conversely, regret over inaction led to a resolve to act in the future."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutvia Aviva Naila Lantana
"Victim blaming atau tindakan menyalahkan korban sering terjadi dalam masyarakat ketika muncul kasus kekerasan seksual, salah satunya adalah ketika kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus. Film Penyalin Cahaya (2021) menjadi salah satu film yang menceritakan mengenai kekerasan seksual terutama di lingkungan kampus dan dunia digital, serta korban yang harus mengalami victim blaming karena mencoba untuk mengusut kekerasan seksual yang dialaminya. Penulis mengidentifikasi film menggunakan pendekatan kriminologi visual dan film tersebut memberikan representasi victim blaming serta menggambarkan perjuangan korban mendapatkan keadilan. Melalui viktimologi kritis, penulis mengidentifikasikan juga kalau Penyalin Cahaya memperlihatkan bagaimana kebijakan kampus tidak dapat melindungi korban kekerasan seksual dan adanya tumpang tindih kekuasaan yang dimiliki pelaku.

Victim blaming, or the act of blaming the victim, often occurs in society when cases of sexual violence arise, one of which is when sexual violence occurs on campus. The film Photocopier (2018) is one of the films that talk about sexual violence, especially in the campus environment and the digital world, as well as victims who must experience victim blaming for trying to investigate the sexual violence they experienced. The writer identifies the film using a visual criminology approach, and the film provides a representation of victim blaming and depicts the victim's struggle for justice. Through critical victimology, the author also identifies that the Photocopier shows how campus policies cannot protect victims of sexual violence and that there is an overlap of powers that the perpetrators have."
Depok: 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Hasanah Soejoeti
"Kekerasan seksual di kampus merupakan tindak kejahatan dengan tingkat pelaporan yang sangat rendah. Sementara itu, berdasarkan sejumlah penelitian terdahulu, diketahui bahwa kekerasan seksual merupakan sebuah peristiwa traumatis yang sangat berdampak pada kesehatan mental dan fisik korbannya. Oleh karenanya, tesis ini membahas seputar permasalahan kriminologis kekerasan seksual di ranah perguruan tinggi, khususnya kebijakan pencegahan dan penanggulangan di Perguruan Tinggi X dan Y. Penelitian ini adalah penelitian kriminologi feminis dengan menggunakan pendekatan kritis. Hasil penelitian menyarankan bahwa model kebijakan yang ideal harus mencakup aspek Pelaporan, Penanganan, Pencegahan, Pendanaan, Monitoring dan Evaluasi.

Campus sexual assault is the most underreported crime. Meanwhile, previous studies reveal that sexual violence is a traumatic event that has major impacts on the mental and physical health of its victims. Against that background, this thesis discusses the criminological problem of campus sexual assault, particularly the prevention and response policy aspect at University X and Y. This research is a criminology-feminist study using a critical approach. The result of the study suggests that the ideal policy model must include Reporting, Response, Prevention, Funding, Monitoring and Evaluation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Riahta Siti Aisyah
"Karya akhir ini membahas kekerasan seksual di kalangan remaja dari disiplin ilmu kesejahteraan sosial. Mengingat kekerasan seksual masih menjadi isu global dengan prevalensi yang meresahkan dan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan dan hak asasi manusia khususnya remaja, diperlukan intervensi yang efektif dan berkelanjutan untuk mencegahnya. Pembahasan didasarkan pada penelitian sekunder, yaitu kajian literatur yang meninjau secara kritis program pencegahan kekerasan seksual menggunakan kerangka kerja bauran intervensi pemasaran (7P): Product, Price, Place, Promotion, People, Process, dan Physical Evidence. Tinjauan kritis dilakukan terhadap tiga studi utama yang dipublikasi pada tahun 2022-2023 yang mencakup kampanye digital yang dijalankan oleh pemerintah, inisiatif yang dipimpin oleh kaum muda, dan program pendidikan orang tua—penelitian ini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam implementasi yang ada. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa meskipun kampanye media digital dapat meningkatkan kesadaran, tetapi tetap memerlukan penyesuaian secara berkelanjutan untuk mencapai dampak yang lebih signifikan. Program yang dipimpin oleh kaum muda mendapat manfaat dari setting kelompok kecil yang dapat memberikan contoh positif dan mendorong perubahan perilaku yang diinginkan. Pendidikan orang tua harus peka terhadap nilai-nilai, kepercayaan, dan praktik budaya yang berbeda dari setiap komunitas. Implikasi dari penelitian ini menyoroti perlunya dukungan dan evaluasi yang berkelanjutan terhadap kampanye digital, promosi kepemimpinan kaum muda dalam upaya pencegahan, dan pengembangan sumber daya pendidikan yang disesuaikan dengan budaya setempat. Rekomendasi untuk pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan peneliti selanjutnya adalah berfokus pada peningkatan dukungan kampanye digital, inisiatif kepemimpinan kaum muda, program edukasi yang sensitif terhadap budaya, dan penelitian komparatif yang luas untuk mengoptimalkan intervensi pencegahan kekerasan seksual di kalangan remaja.

This research addresses sexual violence among adolescents from the discipline of social welfare. Given that sexual violence remains a global issue with concerning prevalence and significant impacts on the welfare and human rights of young people, effective and sustainable interventions are needed to prevent it. The discussion is based on secondary research, namely a literature review that critically examines sexual violence prevention programs using the marketing intervention mix framework (7P): Product, Price, Place, Promotion, People, Process, and Physical Evidence. A critical review was conducted on three main studies published in 2022-2023—digital campaigns run by the government, youth-led initiatives, and parental education programs. This research identifies the strengths and weaknesses of existing implementations. The findings reveal that although digital media campaigns can raise awareness, they still require continuous adjustments to achieve a more significant impact. Youth-led programs benefit from small group settings that provide positive role models and encourage desired behavioral changes. Parental education needs to be sensitive to the values, beliefs, and cultural practices of each community. The implications of this research highlight the need for continuous support and evaluation of digital campaigns, promotion of youth leadership in prevention efforts, and the development of educational resources tailored to local cultures. Recommendations for the government, educational institutions, community organizations, and future researchers focus on enhancing support for digital campaigns, youth leadership initiatives, culturally sensitive educational programs, and extensive comparative research to optimize sexual violence prevention interventions among adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khairina Sekar Wijayanti
"Kampus merupakan lingkup akademik yang seharusnya bebas dari segala bentuk kekerasan seksual. Namun, realitanya ditemukan bahwa kekerasan seksual juga terjadi di kampus. Studi ini bertujuan untuk melihat respons kampus dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswa-mahasiswinya. Studi ini menggunakan analisis data sekunder dari 32 kasus berita yang bersumber dari media di Indonesia dan juga pengakuan korban di media sosial dari tahun 2015 hingga 2021. Hasil temuan data menunjukkan bahwa kampus cenderung memberikan respons yang buruk kepada korban yang secara langsung melaporkan kasusnya ke pihak kampus. Respons buruk yang dilakukan kampus merupakan bentuk dari institutional betrayal. Hasil temuan dalam studi ini juga menemukan bahwa institutional betrayal yang dilakukan kampus menunjukan bahwa rape culture hadir dalam kampus melalui penutupan kasus yang dilaporkan korban. Selain itu, studi ini menggunakan teori viktimologi kritis untuk melihat respons institutional betrayal dan kekerasan seksual yang terjadi di kampus melalui adanya ideal victim dan mahasiswi yang rentan menjadi korban kekerasan seksual.

University as an academic setting should have been free from any form of sexual violence. However, it is found that sexual violence occurs in universities. This study aims to see campuses’ responses to sexual violence against their students. This study uses secondary data analysis from 32 cases from online news and the victims’ confessions on social media from 2015 through 2021. The data findings show that campuses tend to give inadequate responses to students who directly report their cases to the campus. The inadequate response by the campus is a form of institutional betrayal. This study also found that institutional betrayal by campuses showed that rape culture is present on campus with how they tend to deny the victims’ experience. In addition, this study uses critical victimology theory to see institutional betrayal responses and sexual violence that occurs on campus through the existence of ideal victims and female students who are more vulnerable to being victims of sexual violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa Ashriana
"Kekerasan seksual merupakan tindakan pelanggaran hak asasi yang dilatarbelakangi oleh budaya patriarki. Akhir-akhir ini, kasus kekerasan seksual cukup tinggi dan cenderung menuai banyak kesalahpahaman yang membuat korban disalahkan dan pelakunya hanya dibiarkan. Dalam empat cerpen Kelam Kelamin, Laviaminora menyuarakan potret dan pengaruh kekerasan seksual yang mengakibatkan trauma pada korban. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan bentuk kekerasan seksual dan bentuk trauma yang terdapat pada karya Laviaminora tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra dan kajian psikoanalisis. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan identifikasi dan analisis terhadap masing-masing tokoh cerpen, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat berbagai bentuk kekerasan seksual yang memengaruhi timbulnya beragam bentuk gejala trauma. Bentuk trauma tersebut bergantung pada bagaimana tokoh memaknai, memproses, dan menanggapi tindakan kekerasan seksual yang dialaminya.

Sexual violence is an act of violation of human rights caused by a patriarchal culture. Lately, cases of sexual violence are quite high and tend to reap a lot of misunderstandings that make the victim blamed and the perpetrators are left alone. In the four short stories Kelam Kelamin, Laviaminora voiced the portrait and influence of sexual violence that traumatized the victim. This study aims to reveal the forms of sexual violence and forms of trauma contained in Laviaminora's work. To achieve the aim, this study uses a literary psychology approach and psychoanalytic studies. The research method used a descriptive qualitative method. Based on the identification and analysis of each character in the short story, it is concluded that various forms of sexual violence affect the emergence of various forms of trauma symptoms. The form of trauma depends on how the characters interpret, process, and respond to the acts of sexual violence they experience."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrana Mutiarahmanika
"Tesis ini membahas tentang representasi kekerasan seksual terhadap anak perempuan dalam film Korea Selatan berjudul Hope, dan berfokus pada dampak dari kekerasan seksual, proses pemulihan korban, dan proses pemidanaan pelaku kekerasan seksual. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis teks semiotika. Penelitian ini menjadi relevan dalam menggali apakah film ini benar-benar menciptakan naratif alternatif yang memperkuat pengalaman perempuan atau hanya mengikuti pola konvensional yang masih terikat oleh male gaze. Selain itu, melihat upaya sinema dalam mengatasi dan merombak norma-norma dominan, penelitian ini dapat memberikan pandangan baru terhadap peran film dalam mengubah perspektif dan memperjuangkan representasi yang lebih inklusif dan adil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi dampak dari terjadinya kekerasan seksual dalam film Hope meliputi cedera fisik, trauma psikologis dan hilangnya rasa percaya diri. Representasidampak pada orang tua korban yaitu menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang menimpa anak mereka, dan perasaan sedih yang mendalam. Pada proses pemulihan, representasi yang ditampilkan adalah korban mendapatkan bantuan dari seorang psikolog anak, dan penggunaan tokoh kartun favorit korban sebagai sumber kekuatan dan kenyamanan bagi korban. Representasi proses pemidanaan pelaku yang ditunjukkan meliputi proses identifikasi pelaku, persidangan, dan hasil putusan hukum.

This thesis discusses the representation of sexual violence against girls in a South Korean film titled Hope, and focuses on the impact of sexual violence, the victim's recovery process, and the criminalization process of sexual violence perpetrators. This research is a qualitative study with a semiotic text analysis method. This research becomes relevant in exploring whether this film really creates an alternative narrative that strengthens women's experiences or only follows conventional patterns that are still bound by the male gaze. In addition, seeing cinema's efforts to overcome and overhaul dominant norms, this research can provide new insights into the role of film in changing perspectives and fighting for more inclusive and just representations. The results show that the representation of the impact of sexual violence in Hope includes physical injury, psychological trauma and loss of self-confidence. The representation of the impact on the victim's parents is self-blame for what happened to their child, and feelings of deep sadness. In the recovery process, the representation shown is the victim getting help from a child psychologist, and the use of the victim's favorite cartoon character as a source of strength and comfort for the victim. The representation of the criminalization process of the perpetrator shown includes the process of identifying the perpetrator, the trial, and the results of the legal decision."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Eka Zaltina
"Tesis ini membahas mengenai pengaturan mengenai tindak pidana kekerasan seksual pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan di luar Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Penulisan ini dianalisis dengan metode doktrinal. Tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam berbagai undang-undang sebelum UU TPKS disahkan dengan berbagai istilah yang beragam. Terminologi kekerasan seksual kemudian disepakati untuk digunakan dalam UU TPKS untuk unifikasi setiap tindakan yang dijelaskan pada UU ini, dan UU lain di luar UU TPKS. Namun, frasa ‘disebutkan secara tegas sebagai kekerasan seksual’ yang ditujukan bagi tindak pidana kekerasan seksual di luar UU TPKS pada pasal 4 Ayat 2 menimbulkan berbagai disharmonisasi sehingga keberlakuan UU TPKS dan segala kebaruan serta panduan penanganan tindak pidana yang mengaturnya, tidak dapat secara serta merta berlaku pada UU pendahulunya. UU TPKS hadir dengan berbagai kebaruan yang menguntungkan korban, menjamin lebih banyak perlindungan korban dari mulai pencegahan sampai dengan pemulihan. Potensi terjadinya multitafsir dalam mengartikan sebuah tindakan sebagai kategori tindak pidana kekerasan seksual haruslah ditindaklanjuti dengan kehadiran peraturan lanjutan yang kemudian dapat memperbaiki kekosongan dan kerancuan pada UU TPKS demi jaminan kepastian hukum bagi setiap korban.

This thesis discusses the regulation of the crime of sexual violence in the Law on Sexual Violence and outside the Law on Sexual Violence. This thesis is analyzed using the doctrinal method. The crime of sexual violence was regulated in various laws before the Law on Sexual Violence was passed with various terms. The terminology of sexual violence was then agreed to be used in the Law on Sexual Violence to unify every act described in this law, and other laws outside the Law on Sexual Violence. However, the phrase 'expressly mentioned as sexual violence' which is intended for criminal acts of sexual violence outside the Law on Sexual Violence in Article 4 Paragraph 2 creates various disharmonizations so that the applicability of the Law on Sexual Violence and all the novelty and guidelines for handling criminal acts that regulate it, cannot immediately apply to the predecessor law. The Law on Sexual Violence comes with various novelties that benefit victims, guaranteeing more victim protection from prevention to recovery. The potential for multiple interpretations in defining an action as a category of sexual violence crime must be followed up with the presence of further regulations that can then correct the ambiguities in the Law on Sexual Violence to guarantee legal certainty for every victim."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Budi Cahyono
"Kekerasan seksual di Indonesia merupakan salah satu permasalahan hukum yang dianggap serius, Dalam menanggapi hal tersebut Indonesia mengatur hukuman pidana tambahan yakni kebiri kimia dan tercantum pada Undang-undang No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Ditengah polemic pro dan kontra Presiden Joko Widodo secara Resmi Menanda tangani Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan Seksual Terhadap Anak. Dengan timbul banyaknya polemik terkait keberadaan hukuman ini, maka penulis akan melakukan penelitian terkait penerapan hukuman kebiri kimia dengan menggunakan metode penelitian bersifat yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan analisis perbandingan hukum, pendekatan analisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan bahwa hukuman kebiri kimia di beberapa negara sangat memerlukan peran dari ahli medis untuk dapat melakukan penjatuhan hukuman kebiri kimia, dan hukuman kebiri kimia merupakan suatu bentuk hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak karena dianggap memiliki gangguan kelainan mental yakni pedofilia. Pada saat ini para dokter masih menolak akan keberadaan hukuman kebiri kimia dikarenakan bertentangan akan kode etik profesinya, akan tetapi penulis menemukan bahwa seharusnya dokter dapat mengambil peran penuh dalam penerapan hukuman ini sebagai bentuk menjaga kondisi Kesehatan baik secara mental maupun fisik sehingga hukuman ini dapat menjadi bentuk rehabilitasi atau pengobatan atas perbuatan menyimpang dari pelaku.

In Indonesia sexual violence is one of the legal issues that considered as serious crime. For the response of this issue, Indonesia regulates additional criminal penalties called chemical castration and Written in UU No. 17/2016 about the Second Amendment to UU No. 23/2002 Child Protection Becomes Law. In between of the pro and cons of this sentence, President of Indonesia Joko Widodo Officially Signed Government Regulation No. 70 of 2020 concerning Procedures for Carrying Out Chemical Castration, Installation of Electronic Detection Devices, Rehabilitation, and Announcement of the Identity of Perpetrators of Sexual Violence Against Children. With the emergence of many polemics related to the existence of this punishment, the authors will conduct research related to the application of chemical castration using normative juridical research methods with qualitative analysis methods. This research is using comparative legal analysis approach, an analysis approach to statutory regulations. The results of this study the authors found that chemical castration in several countries fully depends on the role of medical experts to give chemical castration sentences, and chemical castration punishment is for perpetrators of sexual crimes against that are considered to have a mental disorder, namely pedophilia. At this time doctors still reject the existence of chemical castration punishment because it conflicts with the professional code of ethics, but the authors found that doctors should be able to take a full role in implementing this punishment as a form of maintaining health conditions both mentally and physically so that this punishment can be a form of punishment. rehabilitation or treatment of the perpetrator's deviant acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>