Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 225915 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frilya Rachma Putri
"Latar belakang: Pada saat ini belum terdapat instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi alasan penolakan sekolah oleh anak Sekolah Dasar di Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas School Refusal Assesment Scale - Revised (SRAS-R) dalam bahasa Indonesia.
Metode: 100 anak-anak dan 100 orang tua dari SDN Sumur Batu 04 Pagi Kemayoran Jakarta Pusat berpartisipasi dalam penelitian ini. Uji validitas dilakukan untuk menilai konten dan membangun validitas. Uji reliabilitas juga dilakukan dalam penelitian ini. SPSS Windows diterapkan untuk menganalisis seluruh data.
Hasil: Versi SRAS-R Indonesia kuesioner anak (Cronbach s α = 0,836) dan kuesioner orang tua (Cronbach s α = 0,827). Kesahihan isi (content validity) untuk item dan skala juga menunjukkan validitas yang kuat. Analisis komponen utama (PCA) menunjukkan kesesuaian data yang dengan nilai kolerasi yang kecil dari model keempat faktor pada SRAS-R asli. Kesahihan konstruksi (construct validity) menghasilkan 4 komponen yang mewakili kuesioner orangtua dan 3 komponen dalam kuesioner anak.
Kesimpulan: Kesahihan isi (content validity) dan kesahihan konstruksi (construct validity) versi SRAS-R Indonesia telah dikonfirmasi melalui penelitian ini. Meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut, versi SRAS-R Indonesia merupakan instrumen potensial yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi alasan penolakan sekolah pada anak di Indonesia.

Background: Recently there is no instrument to identify the reason for school refusal among primary school students in Indonesia. Therefore, this study aimed to obtain the validity and reliability of School Refusal Assesment Scale-Revised (SRAS-R) in Indonesian language.
Methods: 100 children and 100 parents from Sumur Batu 04 Pagi public elementary school Kemayoran Jakarta participated in the study. Validity tests were conducted to assess the content and construct validity. Reliability test was also conducted in this study. SPSS for Windows was applied to analyze the whole data.
Results: SRAS-R Indonesian version showed an excellent internal consistency for the reliability test in children questionnaire (Cronbach s α = 0.836) and parent questionnaire (Cronbachn s α = 0.827). Content validity for items and scales also indicated a strong validity. Principal component analysis (PCA) indicated poor data suitability from the four-factor models of the original SRAS-R. Construct validity obtained 4 components that represent the parent s questionnaire and 3 components in the children s questionnaire.
Conclusion: Content and construct validity of the SRAS-R Indonesian version is confirmed from this study. Although further research is required, the SRAS-R Indonesian version was found to be a potential instrument in identifying the reason of school refusal in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Ardita
"ABSTRAK
school refusal merupakan masalah yang serius, dampak jangka pendek meliputi nilai yang buruk, jangka panjang meliputi kesulitan pekerjaan dan ekonomi, serta kemungkinan risiko mengalami gangguan kejiwaan. Sita anak perempuan usia 10 tahun mengalami school refusal didasari oleh kecemasan sehubungan situasi kelas dan pertemanan.teknik pada cognitive behavior therapy (CBT) fokus pada mengubah disfungsi kognitif menjadi pemikiran yang lebih positif dan rasional.

ABSTRACT
school refusal is a serious problem, short-term impacts include poor value, long-term work and economic difficulties, and the possibility of a risk of psychiatric disorders. Sita's 10-year-old daughter experiences school refusal based on anxiety related to class and friendship situations. Techniques in cognitive behavior therapy (CBT) focus on transforming cognitive dysfunction into more positive and rational thinking."
2010
T38571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hegar Ayu Utami
"School refusal behavior (SRB) merupakan penolakan anak untuk datang ke sekolah atau mengikuti pelajaran di kelas sampai dengan jam sekolah usai (Kearney, 2007). Pada penelitan ini, peneliti memberikan intervensi modifikasi perilaku dengan metode in vivo desensitization pada anak laki-laki berusia 10 tahun yang menunjukkan perilaku school refusal karena dilatari motif menghindari pelajaran yang sulit. Intervensi terdiri dari dua kali sesi latihan relaksasi dan 15 kali sesi exposure ke sekolah. Hasil penelitian menunjukkan di akhir sesi anak berhasil kembali masuk ke sekolah dan mengikuti seluruh pelajaran termasuk yang ditakuti. Terlihat juga penurunan masalah perilaku di pagi hari sebelum berangkat sekolah.

School refusal behavior (SRB) refers to a child's difficulty attending school or remaining in classes for an entire day (Kearney, 2007). This present research utilized behavior modification for a 10 years old boy who refused school in order to avoid difficult subjects with in vivo desensitization technique. Treatment consisted of 2 relaxation training sessions and 15 school exposure sessions. In the end of the session, the boy achieved the target behavior, by attending school and staying in all classes included the subjects he feared of. This study also showed the decrease of morning behavior problem."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia;, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Vania
"ABSTRAK
Pembelajaran di sekolah merupakan hal penting bagi perkembangan fisik,
kognitif, dan sosial anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Perkembangan pada
ketiga aspek ini umumnya akan menjadi kurang optimal ketika anak menunjukkan
SRB. Penelitian dengan menggunakan single-subject design ini menerapkan
contingency contract untuk meningkatkan frekuensi perilaku bersekolah pada
seorang anak laki-laki berusia 5 tahun 11 bulan. SRB yang ia tunjukkan
dilatarbelakangi oleh motif untuk memperoleh hal-hal yang menyenangkan di luar
sekolah. Intervensi dilakukan sebanyak 19 sesi. Ketika anak menunjukkan
perilaku bersekolah, anak akan memperoleh positive reinforcement yang telah
disepakati. Demikian pula sebaliknya. Hasil penelitian menunjukkan anak dapat
pergi ke sekolah pada 17 sesi intervensi tanpa memunculkan masalah perilaku.
Hasil ini sesuai dengan kriteria keberhasilan program sebesar 90%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan contingency contract dalam
penelitian ini cukup efektif untuk meningkatkan perilaku bersekolah pada anak.

ABSTRACT
Learning at school is an important process for children’s physical, cognitive, and
social development (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Development on these
aspects will be less optimal when the child shows SRB. Using single-subject
design, this research utilized contingency contract to increase the frequency of
going to school behavior on a 5-years-11-months-old boy, who refused to go to
school in order to pursue tangible reinforcement outside the school setting. The
intervention was conducted in 19 sessions. When the boy showed going to school
behavior, he would get positive reinforcement due to the agreement in the
contract, and vice versa. The result indicated that the boy could go to school for
17 sessions without showing behavior problems. This intervention was considered
successful because it fullfilled the minimum criteria for program success, which
was 90% of attendance. Thus it can be concluded that the application of
contingency contract in this research was effective to increase going to school
behavior."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T34890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Masalah-masalah anak di usia sekolah cukup beragam. Salah satu masalah yang berkaitan dengan sekolah di usia ini adalah menolak sekolah (school refusal). Menurut Mash & Wolfe (1999), perilaku menolak sekolah umumnya terjadi pada anak perempuan dan laki-laki dengan usia antara 5-6 tahun dan 10-11 tahun dimana di usia ini anak-anak memasuki sekolah baru. Adapun pengertian dari school refusal mengacu pada kesulitan penyesuaian diri anak terhadap situasi maupun tuntutan di sekolah (Kahn & Nursten dalam Weiner, 1982).
Perilaku menolak sekolah (school refusal) tidak dapat dibiarkan begitu saja mengingat sekolah merupakan faktor penting dalam perkembangan anak. Menurut Fremont (2003), adanya perilaku menolak sekolah secara signifikan memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang pada kehidupan sosial, emosi, dan perkembangan pendidikan pada anak-anak. Dengan demikian, diperlukan penanganan yang cepat dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab dari school refusal.
Penelitian ini penelitian kualitatif mengenai psikodinamika terjadinya school refusal pada anak usia sekolah berdasarkan wawancara dan observasi terhadap anak, orangtua serta guru. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran lengkap mengenai faktor-faktor yang menyebabkan seorang anak menolak sekolah (school refusal) dan bagaimana dinamika yang terjadi antara faktor-faktor tersebut. Diharapkan dengan mengetahui penyebabnya, penanganan terhadap masalah school refusal dapat lebih efektif dan efisien.
Peneliti mendatangi beberapa sekolah untuk mendapatkan data mengenai anak yang memiliki kesamaan dengan karakteristik school refusal. Adapun karakteristik anak yang mengalami school refusal antara lain mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian meminta pulang, pergi ke sekolah dengan menangis dan menempel terus pada figur yang dekat dengan anak, dan adanya keluhan-keluhan fisik seperti pusing, sakit perut, mual dan sebagainya (Piliang, 2004). Setelah itu, peneliti melakukan wawancara yang ditunjang dengan observasi terhadap guru, orangtua dan anak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab terjadi school refusal cukup beragam pada masing-masing anak dimana faktor keluarga terutama pola asuh, lingkungan sekolah dan kepribadian anak itu sendiri saling mempengaruhi. Berdasarkan hasil analisis dari kedua subjek, persamaan dari kedua subyek yang diteliti adalah faktor memasuki sekolah baru yang menuntut anak untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan situasi dan lingkungan baru. Memasuki sekolah baru bagi sebagian anak membutuhkan penyesuaian yang lebih lama mengingat di sekolah baru terdapat guru dan teman-teman yang berbeda, kurikulum serta metode yang berbeda juga tuntutan yang berbeda."
[Depok;;, ]: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayer, Diane Peters
"Every year, more than 68 million students of every age find themselves worrying endlessly about that first day of school, even before it begins. Their hearts race, their stomachs turn and their palms sweat just thinking about getting on the school bus for the first time, that first surprise quiz, or that notoriously strict teacher. For parents of these children, nothing can be more upsetting than dropping their kids off on the first day of school, wondering how they will cope. Now, they can stop worrying and start helping. As a seasoned psychotherapist, Diane Peters Mayer has successfully treated hundreds of elementary and high school students suffering from this common and serious problem. In "Overcoming School Anxiety", she shows parents how to deal with a wide variety of concerns from the fear of leaving home and refusal to go to school, to bullying and school violence and the fear of speaking up in class."
New York: American Management Association;, 2008
e20447785
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mahrus
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, {s.a.}
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Fatimah Kendarti
"Usia sekolah merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit. Hal ini berkaitan dengan pola hidup tidak sehat. Maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubahnya, salah satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penelitian deskriptif kolerasi ini bertujuan untuk mempelajari hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat pada anak usia sekolah. Sampel pada penelitian ini adalah 77 siswa SDN 01 Pagi Johar Baru. Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56% siswa berpengetahuan tinggi dan 51% siswa berperilaku sehat. Ada hubungan antara kedua variabel tersebut, dengan nilai p 0,032 (α= 0.05).

School age is susceptible period to suffer from diseases. This problem is related to the unhealthy life-style. It requires various efforts to change the lift-style, such as the Clean and Healthy Lifestyle (CHL). This research aimed to study the relationship between knowledge of with clean and healthy living in school age children using descriptive correlative design. Sample on this research was 77 students SDN 01 Pagi Johar Baru. The research used random sampling technique. Result of this research showed that 56% students had high knowledge level and 51% students performed healthy behavior. There were relationships between two variables, with p value 0.032 (α= 0.05)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5768
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Widyatuti
"Perilaku kekerasan menjadi masalah diberbagai negara seperti Amerika, Australia dan negara maju lainnya. Indonesia memiliki masalah yang sama terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Perilaku kekerasan banyak dilakukan oleh anak mulai berusia 10-17 tahun (Berkowitz, 1993). Usia tersebut masuk kedalam kelompok anak sekolah, yang di Indonesia berjumlah hampir sepertiga penduduk. Anak sekolah sebenarnya menjadi sumber daya manusia yang sangat besar untuk masa yang akan datang. Pencegahan dan pengendalian perilaku kekerasan akan berdampak pada kesehatan individu remaja dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku kekerasan pada siswa sekolah lanjutan tingkat atas di Jakarta Timur.
Metoda penelitian menggunakan analitik dengan pendekatan cross sectional. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Jakarta Timur yang didapat sebanyak 32 sekolah yang memiliki riwayat kekerasan, selanjutnya dirandom dan diperoleh 10 sekolah berdasarkan 10 kecamatan yang ada di Jakarta Timur yang terdiri 9 SMK/STM dan 1 SMU, dan jumlah responden sebanyak 370 orang. Instrumen perilaku kekerasan dikembangkan dari penelitian Morrison (1993). Instrumen karakteristik individu: demografi, aspek psikologis, sosial, dan spiritual. Karakteristik lingkungan: lingkungan keluarga, teman, sekolah, masyarakat dan media di kembangkan oleh peneliti. Hasil uji coba instrurnen nilai Alpha Cronbach (reabilitas) berkisar 0,55-0,91 sedangkan validitas berkisar r=0,36-86 dari 30 sampel yang diuji cobakan. Analisis data dengan univariat, bivariat: analisis korelasi dan regresi sederhana, multivariat analisis regresi ganda.
Hasil penelitian menunjukan karakteristik siswa sekolah yang melakukan kekerasan terbanyak berusia I7 tahun, jenis kelamin Iaki-laki, dengan jumlah anak terbanyak didalam keluarga 3 orang, umumnya pernah mengalami riwayat kekerasan dengan tingkat kekerasan terbanyak katagori berat (fisik), dan pelaku kekerasan terbanyak oleh orangtua, guru, teman tidak sekelompok, masyarakat disekitar rumah, teman sekelompok, saudara dan masyarakat dilingkungan sekolah. Kondisi siswa, untuk aspek psikologis yang kurang sebesar 50,3%, aspek sosial yang kurang sebesar 38,4%, dan aspek spiritual sebesar 50,3%. Karakteristik lingkungan keluarga yang kurang sebesar 46,2%, lingkungan teman/kelompok yang kurang sebesar 47,6%, lingkungan sekolah yang kurang sebesar 54,1%, lingkungan masyarakat yang kurang sebesar 47,8%, dan media yang kurang menunjang sebesar 49,2%. Karakteristik perilaku kekerasan terbanyak adalah merusak lingkungan sebesar 45,4%, diikuti oleh mencederai orang lain sebesar 37,6% dan agresi secara verbal sebesar 37,3%. Terdapat hubungan yang negatif dan bermakna pada karakteristik individu dan lingkungan dengan perilaku kekerasan. Karakteristik individu berupa pengalaman jenis kekerasan (p value 0,0001, r =- 0,219), pelaku kekerasan (p value 0,0001, r = -O,241), aspek psikologis (p value 0,0001, r = -0,303), aspek Sosial (p value 0,026, r= -0,ll6). Karakteristik lingkungan keluarga (p value 0,001, r = -0,172), lingkungan teman/kelompok (p value 0,0001, r = -0,491), sekolah (p value 0,004, r = 0,1-48), lingkungan masyarakat (p value 0,0001, r = -0,203), dan media (p value 0,0001, r = -O,310). Faktor yang paling berkontribusi terhadap perilaku kekerasan secara berurutan adalah teman/kelompok, media, pengalaman kekerasan, psikologi, dan sosial dengan signifkan F = 0,001 dan R square 0,326.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu dan lingkungan sebagian kecil dapat mengambarkan faktor penyebab perilaku kekerasan pada anak sekolah. Untuk dapat mencegah dan mengendalikan perilaku kekerasan perlu disiapkan kondisi psikologis, sosial dan spiritual siswa di sekolah dan di rumah dengan memberikan pendidikan, menyediakan lingkungan yang sehat dan memberi contoh peran yang baik. Untuk pelayanan keperawatan meningkatkan peran perawat UKS dengan mengembangkan program kesehatan jiwa anak usia sekolah, mengembangkan perawat sekolah tidak hanya dari puskesmas tetapi khusus menjadi perawat sekolah, mengoptimalkan program pencegahan dengan kerjasama instansi terkait, menyusun program pencegahan dan pengendalian yang mudah dilaksanakan di sekolah seperti cara mengontrol marah, meningkatkan kemampuan perawat sekolah dengan pendidikan dan latihan berkelanjutan. Untuk institusi pendidikan meningkatkan peran serta pelaksanaan program UKS dengan memfasilitasi dan terlibat dalam konseling remaja di sekolah, bersama tenaga kesehatan menyusun program pencegahan dan pengendalian kekerasan, menghindari tindakan kekerasan pada siswa, menyediakan waktu bersama siswa untuk bertukar pikiran, menyediakan sarana untuk anak sekolah dan menetapkan anti kekerasan di lingkungan sekolah misalnya dengan poster. Untuk pemerintah agar mewajibkan pelaksanaan program UKS di setiap sekolah, mengatur dan mengendalikan semua jenis media yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak, menyusun program terpadu untuk mencegah perilaku kekerasan. Untuk keilmuan dapat mengembangkan intervensi keperawatan untuk menyusun pedoman pencegahan dan mengendalikan perilaku kekerasan. Perlu adanya penelitian lanjutan unluk mengetahui faktor-faktor yang lebih mendalam tentang aspek spiritual terhadap perilaku kekerasan siswa sekolah pada tahap perkembangan remaja Model untuk mengatasi kekerasan dapat dikembangkan melalui penelitian yang menggunakan metoda kualitatif dan kuasi eksperimental berdasarkan faktor-faktor yang telah teridentifikasi.

Violence has become a problem in many countries such as America, Australia, and other developed countries. Indonesia also has the same problem especially at big cities like Jakarta. Many violence was done by children at the age of 10-17 years old (Berkowitz,1993). This age group include in school age group, where in Indonesia almost one third of population are in the school age group. So they are a potential human resources for the fixture. Therefore, violence prevention will have an impact to the health of adolescent and the community as well. The purpose of this study is to identify the contributing factors of violence among the high school students at East Jakarta.
The cross sectional approach was applied in this study. There are thirty two schools in East Jakarta which have violence history. Ten schools were chosen randomly based on ten districts in East Jakarta. They consist of 9 technical schools and I high school, and the member of sample was 370. There were four instruments to collect data. The first, data demography. The second, psychological, family, and media mass. The third, social and spiritual aspect, environment characteristics; friends, schools, and society aspect. The fourth, violence, this instrument was developed from Morrison study (1993). While other instruments were developed by researcher. The trial of 30 samples results Alpha Cronbach value (reability) about 0,55-0,91, while the validity about r = >0,36-0,86. Data analysis used univariat, bivariat namely correlation analysis and simple regression, analysis multivariate with double regression.
The study results the characteristic of students who have done violence mostly at the age of 17, boy, have 2 brothers/sisters, experienced physical violence from parents, teacher, friends hom other group, society, friends from the same group, and people around schools. Furthermore, the results show that many students have a lot of deficiencies. For individual characteristic, it is found that 50,3% student have low score for psychological aspect, 38,4% students for social aspect, and 50,3 % for spiritual aspect. Then, for environment characteristics, it is found that 46,2% students have low score for family; 47,6% for friends/groups; 54,1% for school?s environment; 47,8 for society and 49,2% for media mass. Violence mostly are demonstrated by destroying environment (45,4%), hinting other people (37,6%) and verbally aggressive (37,3%). There is a significant negative correlation between individual & environment characteristic with violence. Individual characteristics cover experienced to violence (p value 0,0001, r =- 0,219), violen subjecs (p value 0,0001, r = -0,2411, psychological aspect (p value 0,0001, r = -0,303), and social aspect (p value 0,026, r= -0,1 16). The environment characteristic cover family environment (p value 0,001, r = -0,172), friends/groups environment (p value 0,000l, r = -0,49l), school environment (p value 0,004, r = 0,148), society environment (p value 0,0001, r = -0,203), and media mass (p value 0,0001, r = -0,310). The most contributed factors to violence orderly friends/groups, media mass, experienced to violence, phisicological and social, with significant value F = 0,001 and R square = 0,326.
It can be concluded that individual characteristics and environment have influences to violence among students. The stability of psychological, social, and spirituality status of the students need to be improved to prevent and control violence by giving education, preparing healthy environment and the good role modelling. Nursing care at schools also need to be improved by developing mental health program for students at schools, developing school health nursing especially at schools not only at the health center, optimalizing prevention program with collaborated sectors, developing prevention and controling program that simple to be applied at schools such as anger controling, increase the ability of school health nurses with continuing nursing education and or courses. Besider that, the schools? participation in implementing school health nursing program can be improve by fasilitating and involving high school student?s counselling at school, proposing prevention and controling of violence program with health care personels, avoiding violence to students, preparing time to share feeling and opinion with student, preparing and facility to students and exposing ?againts violence campaign? at school In order to reduce violence among students, the govemtent need to abligate every schools to apply school health program, manage and control all of the media mass which will influence students' growth and development and develop the collaborated program to prevent violence. Then, a guideline to prevent and control violence need to develop nursing intervention. Finally, there is a demand to conduct advanced research to in depth contributing factors of spiritual aspect to high school students. Nursing model to control violence can be developed through research that apply qualitatif and quasi experimental methods based on the identified factors."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
T9918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>