Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34358 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Farrel Abduljabar
"

Immunisasi ada suatu proses yang sangat penting untuk mencegah adanya penyebaran penyakit menular. Indonesia memiliki program imunisasi dasar yang bertujuan untuk melindungi anak-anak. Program imunisasi dasar Indonesia mencakup proses vaksinasi anak baru lahir sampai mereka berumur 1 tahun. Data mengenai kepatuhan ibu mengikuti proses imunisasi dasar untuk anak-anaknya di daerah Cikini Ampiun masih kurang. Penelitian ini adalah penilitian cross sectional yang menggunakan form kuesioner dengan sampel kasus berupa 44 responden. Subjek penelitian yang diambil adalah perempuan yang memiliki anak minimal 1 orang. Variabel independent dari penelitian ini adalah usia responden, tingkat pendidikan terakhir, besarnya keluarga responden, penghasilan, pekerjaan responden, dan juga status paritas responden. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara status socioeconomics responden dengan kepatuhan dan juga pengetahuan ibu tentang pentingnya imunisasi dini untuk anak mereka. Kelengkapan imunisasi dasar adalah suatu upaya untuk pencegahan penyakit mudah menular di kalangan anak-anak. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan akan muncul rasa lebih peduli akan status imunitas anak dan juga upaya pencegahan penyakit menular di lingkunannya.

 


Immunization is an important process that is important to prevent the spread of infectious diseases especially in children. Indonesia has a basic immunization program aimed to boost the immune status of children. The basic immunization program of Indonesia is given to newborns up to 1 year old. Data regarding the compliance of mothers towards the basic immunization programs in Indonesia is still lacking. This is a cross sectional research that uses questionnaire to gather data. The sample size of this research is 44 respondents, the samples are mothers with at least one child. The independent variable of this research includes the age of the respondents, education, family income, household size, working status, and parity status of the respondent. The result of this study shows no correlation between the socioeconomic status of the respondents with their compliance and awareness regarding the importance of complete immunization for children. Completeness of the basic immunization program is an attempt to prevent the spread of infectious disease in children. With this research, hopefully the respondents became more aware regarding the importance of their childrens immunity status and the attempt to prevent the spread of infectious disease in their environment.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Aurora Zahra
"Latar Belakang: Demi mencapai seluruh poin pada SDGs (Sustainable Development Goals) pada tahun 2030, kita perlu menginvestasikan masa depan tersebut pada generasi muda sebagai agen perubahan. Sebelum SDG, Indonesia sudah berhasil mencapai MDG poin 4 mengenai mengurangi angka kematian pada anak. Indonesia telah berhasil mengurangi dari 85 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 hingga 27 per 1000 kelahiran pada tahun 2015. Meskipun demikian, masih terdapat 147,000 anak yang meninggal sebelum mereka berumur 5 tahun. Penyebab kematian beragam, salah satunya adalah kurang gizi atau gizi buruk. Selain itu, kondisi gizi buruk juga menyebabkan anak untuk mengalami gangguan pertumbuhan, yakni stunting (berjumlah sebesar 36% pada balita). Gizi buruk bisa disebabkan dari banyak hal, yang meliputi perbedaan pada status ekonomi dan juga dipengaruhi dari distribusi tenaga kesehatan yang kurang baik. Oleh karena itu, memantau pertumbuhan balita adalah program yang sangat penting untuk dilakukan secara rutin guna memastikan seluruh anak Indonesia mendapatkan nutrisi yang baik sehingga tercipta masa depan yang baik juga. Dalam mewujudkan kelangsungan pemantauan tumbuh balita yang rutin, selain peran tenaga kesehatan, orang tua juga harus turut berkontribusi. Oleh karena itu, dirasa penting bagi peneliti untuk meningkatkan kesadaran orang tua terutama para Ibu untuk melakukan pemantauan tumbuh balita secara rutin, yang juga dibantu oleh paparan dari tenaga kesehatan terdekat yakni Puskesmas, melalui program “Keluarga Sehat”, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan fasilitas kesehatan lainnya.
Metode: Penelitian dilakukan dengan metode cross-sectional untuk menganalisa tingkat kesadaran Ibu di Cikini Ampiun. Hasil dari penelitian akan digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesadaran Ibu terhadap pentingnya pemantauan tumbuh balita sebagai salah satu indikator “Keluarga Sehat”.
Hasil: Dari seluruh faktor yang dievaluasi, tingkat kesadaran Ibu terhadap pentingnya pemantauan tumbuh balita berbeda-beda sesuai faktor masing-masing, yang meliputi: umur, tingkat edukasi, status ekonomi, dan jumlah kehamilan.
Konklusi: Hanya terdapat satu faktor yang menunjukkan dampak pada rendahnya tingkat kesadaran Ibu pada pentingnya pemantauan tumbuh balita, yakni tingkat edukasi.

Background: To achieve SDGs (Sustainable Development Goals) by 2030, it is crucial to invest the future on youth generation; children as agents of change. Before that, Indonesia had achieved MDGs point 4 regarding decreasing child’s mortality rate, from 85 per 1000 births in 1990 to 27 per 1000 births in 2015. However, still, there are 147,000 children died before reaching their 5th year of life. The cause of death varies, and one of it includes growth abnormalities, for example stunting – which accounts for 36% of children under five. Poor nutrition can be influenced by many factors, including differences in economical status, which are also influenced by poor distribution of health care providers. Therefore, growth monitoring of children under five is a very crucial program to be routinely performed in order to ensure all children in Indonesia acquire adequate nutrition thus prospecting for a brighter future. To ensure continuous growth monitoring, other than health care providers, parents also contribute. Therefore, it is crucial to improve awareness of the parents especially mothers to perform continuous growth monitoring, which is also supported by adequate exposures from health care facilities including Puskesmas through the programs of “Keluarga Sehat”, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) as well as other health care facilities.
Method: The research is conducted using cross-sectional method, to analyze level of awareness of mothers in Cikini Ampiun. The results of research are used to analyze mother’s awareness towards the importance of growth monitoring of children under five as an indicator of “Keluarga Sehat”.
Results: Of all factors evaluated, the level of awareness of mothers towards the importance of growth monitoring of children under five is different depending on each factors which include: age, education, economical status and parity.
Conclusion: There is only one factor which influences the low awareness level of mothers towards the importance of growth monitoring of children under five, which is educational background.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Elaine Uli
"Latar Belakang : Pada tahun 2016, masih terdapat jutaan bayi Indonesia yang kehilangan hak untuk memulai kehidupan mereka dengan baik karena kekurangan pemberian ASI eksklusif. Dari 5 juta bayi, sekitar setengah dari seluruh populasi tersebut tidak mendapatkan ASI secara eksklusif. Sebagai salah satu indikator "Keluarga Sehat", pemberian ASI ekslusif dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan apakah seorang Ibu sadar akan kepentingan hal tersebut. Karena tingkat kesadaran Ibu akan pentingnya pemberian ASI eksklusif belum dipelajari secara menyeluruh, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor umur, ekonomi, edukasi dan jumlah kelahiran dan bagaimana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi tingkat kesadaran para Ibu.
Metode : Penelitian cross-sectional digunakan untuk menganalisa data dari para Ibu yang tinggal di Cikini Ampiun. Data tersebut digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesadaran Ibu akan pentingnya pemberian ASI eksklusif, khususnya pada pertumbuhan bayi di enam bulan pertama, sebagai indikator "Keluarga Sehat." 
Hasil : Masing-masing Ibu memiliki tingkat kesadaran yang berbeda akan pentingnya pemberian ASI ekslusif, dimana 23 Ibu memiliki tingkat kesadaran yang tinggi dan 21 Ibu memiliki tingkat kesadaran yang rendah.
Konklusi : Dari faktor-faktor yang diuji, tidak ada faktor yang berkontribusi terhadap tingkat kesadaran Ibu akan pentingnya pemberian ASI eksklusif.

Background: By the year of 2016, there are millions of Indonesian babies that miss out a good start in life due to lack of exclusive breastfeeding supply. Among 5 million babies, approximately half of the population is not exclusively breastfed. With exclusive breastfeeding being one of the indicators of “Keluarga Sehat,” there are several factors that contribute to whether or not people, especially mothers, are aware of it. As the awareness of mothers regarding the importance of exclusive breastfeeding have yet to be studied thoroughly, this research aims to analyze factors of age, economy, education and parity and how it affects the level of awareness.
Method: A cross-sectional research was done to analyze the data from mothers living in Cikini Ampiun. This was used to assess the awareness of mothers regarding the importance of exclusive breastfeeding for the beginning 0-6 months of baby’s development as an indicator of "Keluarga Sehat."
Results: Mothers have shown different levels of awareness regarding the importance of exclusive breastfeeding, with 23 mothers having high awareness and 21 mothers having low awareness.
Conclusion: None of the factors assessed contributed to the level of awareness of mothers regarding the importance of exclusive breastfeeding.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hilman Salahuddin Nazir
"

Latar Belakang: Menurut penelitian pada tahun 2001, intervensi antenatal berperan efektif dalam menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada saat masa kehamilan dan pada saat melahirkan. Di negara dengan penghasilan rendah pelaksanaan ANC sudah meningkat sejak model ANC WHO tahun 2002 dibuat. Namun, dalam rentan waktu 2007-2014, hanya ada 64% ibu yang mengikuti rekomendasi minimal WHO tentang ANC. Di negara Indonesia, angka kematian ibu sudah berkurang secara berkala dari tahun 1990-2015. Namun, negara Indonesia gagal mencapai salah satu target MDGs mengenai kesehatan ibu tentang mengurangi angka kematian ibu. Salah satu penyebab kematian ibu adalah komplikasi yang menyebabkan kematian pada masa kehamilan atau pada saat melahirkan. Oleh karena itu penting untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu akan pentingnya program ANC. Pemerintah Indonesia juga telah membuat program Keluarga Sehat untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia. Salah satu fokus dari program pemerintah ini juga untuk menurunkan tingkat kematian ibu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beberapa faktor terhadap tingkat kesadaran ibu dan efektifitas program keluarga sehat.

Metode: Penelitian ini menggunakan metoda penelitian cross-sectional untuk menganalisa data yang didapat dari para Ibu yang tinggal di Cikini Ampiun. Data kemudian akan digunakan untuk menilai tingkat kesadaran ibu tentang pentingnya Ante Natal Care (ANC) pada masa kehamilan, sebagai indicator “keluarga sehat”.

Hasil: Lebih banyak Ibu yang memiliki tingkat kesadaran tinggi (52.3%) dibandingkan rendah (47.7%) tentang Ante Natal Care (ANC) dari 44 responden. Jumlah Ibu yang memiliki tingkat kesadaran rendah akan program keluarga sehat adalah 44 responden.

Konklusi: Faktor yang memiliki asosiasi dengan tingkat kesadaran Ibu tentang pentingnya Ante Natal Care (ANC) pada masa kehamilan adalah factor edukasi ibu. Semua Ibu di Cikini Ampiun memiliki tingkat kesadaran rendah terhadap program keluarga sehat dan lebih banyak ibu yang memiliki tingkat kesadaran tinggi tentang ANC.


Background: According to a study in 2001, Antenatal Intervention was shown to be effective in managing complication of pregnancy. In both low- and middle- income countries, the utilization of ANC has increased since the WHO ANC model is introduced in 2002. However, during the period of 2007-2014, there was only 64% of mothers who are pregnant attended the WHO-minimum visits. In Indonesia, the maternal mortality rate has been gradually decreasing, from 1990 to 2015. However, Indonesia failed to reach the target of MDGs which was to reduce maternal mortality rate. One of the main reason for maternal mortality was the failure in preventing or managing complication during pregnancy. Thus, it is important to assess the level of awareness of mothers regarding the importance Ante Natal Care (ANC) during pregnancy. The government of Indonesia had launched a program called “Keluarga Sehat” to improve the quality of health of the people in Indonesia. One of the aim of this program is to decrease maternal mortality rate. This research is done in order to analyze some factors that might affect mother’s level of awareness and the effectiveness of the program.

Method: This research is done using a cross-sectional method. This is used to assess the data from mothers in Cikini Ampiun regarding their awareness to the importance of Ante Natal Care (ANC) during pregnancy as an indicator of “Keluarga Sehat”

Results: It was found that there were more mother with high level of awareness (52.3%) than mother with low awareness (47.7%) from all 44 subjects in Cikini Ampiun. All 44 Subjects had a low level of awareness regarding “Keluarga Sehat” program.

Conclusion: In Cikini Ampiun education is found to be the only factor that is associated to the level of awareness of mothers regarding the importance of Ante Natal Care (ANC) during pregnancy. In addition, all the subjects had low level of awareness regarding “Keluarga Sehat” and there were more mothers who had high level of awareness regarding ANC.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Ladifre
"Imunisasi terbukti merupakan alat untuk mengendalikan dan bahkan menghilangkan penyakit. Sejak diluncurkan oleh WHO dan mitra-mitranya dari Polio Global Pemusnahan Initiative pada tahun 1988, infeksi telah merosot 99%, dan beberapa lima juta orang telah lolos dari kelumpuhan. Kabupaten Tangerang masih menghadapi masalah penyakit infeksi khususnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Hasil penelitian Isatin (2005) menunjukan bahwa dari 399 wanita di Propinsi Jawa Barat yang memiliki anak usia 9 ? 59 bulan, memiliki persentase anak yang di imunisasi lengkap baru mencapai 41.9%, bahkan cukup banyak anak yang sama sekali tidak di imunisasi, yaitu 11%. Latar belakang inilah maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ?Hubungan Karakteristik Ibu, Jarak Ke Pelayanan Kesehatan Dan Pengeluaran Keluarga Dengan Status Imunisasi Dasar Lengkap Pada Anak Di Kabupaten Tangerang Tahun 2006 melalui analisis data sekunder Survei Kinerja Berdasarkan Indikator Kabupaten Tangerang Sehat 2010?.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang yang melibatkan 234 responden. Sampel penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak terakhir yang berumur 12 ? 59 bulan. variabel dependen adalah status imunisasi dasar lengkap pada balita. Variabel independen adalah umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, jarak ke pelayanaan kesehatan, dan pengeluaran keluarga. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan program pengolah data statistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase status imunisasi dasar lengkap pada balita di Kabupaten Tangerang sebesar 28.2% masih cukup rendah. Dari ke enam variabel independen yang secara statistik berhubungan dan bermakna adalah faktor pendidikan ibu, pengetahuan ibu, dan pengeluaran keluarga. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, khususnya imunisasi secara tidak langsung diharapakan dapat meningkatkan cakupan status imunisasi dasar lengkap pada balita. Pengetahuan ini dapat ditingkatan dengan pemberian informasi tentang kesehatan, misalnya dengan penyuluhan.

Imunization proved to be the right tool to contrl and even eliminating disease. Since launched by WHO and its partners from ? Polio Global Pemusnahan Initiative? in 1998, infection has declined 99%, and approximately about five millions people has got away from paralysis. Sub-Province Tangerang still facing infection disease problem especially preventable disease with immunization. Result of research Isatin ( 2005) shows that out of 399 womens in Propinsi Jawa Barat having child of age 9 - 59 months, has chlid percentage which in immunizing complete has just reached 419%, even quite a lot of child of which is totally not in immunization, that is 11%. Reasoning of this is hence writer interests to do research with title " The Relation Of Mother Characteristic, Aparts To Health Service And Expenditure of Family With Immunization Status of Complete Base At Child Of In Sub-Province Tangerang Year of 2006 through secondary data analysis of Performance Survey Based On Healthy Tangerang Sub-Province Indicator 2010.
This research applies study design of latitude cut entangling 234 responders. This research sample is all mothers having last children. Variable dependen is immunization status of complete base at children. Variable independent is mother age, education of mother, mother work, mother knowledge, aparts to pelayanaan health, and family expenditure. Analysis done is analysis univariat and bivariate analysis applies statistic data processor program.
Result of research indicates that immunization status percentage of base lengkap at balita in Sub-Province Tangerang equal to 282% still enough low. From to six independent variables statistically correlates and haves a meaning is education factor of mother, mother knowledge, and family expenditure. Improvement of knowledge of public about health, especially immunization indirectly is diharapakan able to increase immunization status coverage of complete base at balita. This knowledge can be level with giving of information about health, for example with counselling.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asnita Noviagnesa Gulo
"ABSTRAK
Jurnal ini dibuat untuk memaparkan strategi sosialisasi manajemen humas Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta yang tepat agar dapat membuat masyarakat, khususnya keluarga sadar akan pentingnya pengobatan ke rumah sakit jiwa bagi anggota keluarganya yang menderita penyakit jiwa psikosis. RSJD Surakarta dipilih karena masih ada 75 penderita gangguan jiwa di Solo Raya yang diantaranya tidak mau berobat karena beberapa alasan yang salah satunya adalah menganggap penyakit jiwa sebagai aib keluarga. Maka dari itu, sosialisasi humas yang sesuai dengan prinsip manajaemen humas penting agar keluarga tidak menganggap anggotanya yang sakit psikosis sebagai aib, melainkan mau berusaha untuk membantu mencarikan dan menjalani pengobatan khusus dari rumah sakit jiwa. Dukungan keluarga dapat berperan positif dalam mempercepat proses pencarian pengobatan, maupun dalam masa pemulihan orang yang menderita psikosis.

ABSTRACT
This journal is written to explain the proper public relations management socialization strategy of RSJD Surakarta in order to make people, especially families to be aware of the importance of mental hospital special treatment for family members who suffer from psychosis mental illness. RSJD Surakarta is chosen because there are still 75 of people with mental illness in Solo Raya, some of which, won rsquo t seek treatment for several reasons, one of which is because mental illness is considered as a disgrace to the family. Therefore, the public relation socialization in accordance with the principles of public relations management is important in order to make family who has psychosis member to not consider psychosis as a disgrace, but instead want to help the patient to seek special treatment from mental hospital. Family support plays a positive role to speed the process of seeking treatment, as well as recovery from psychosis."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Afifi
"Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang m"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S13569
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati Roeslie
"Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga PIS-PK adalah program prioritas Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas. Indikator 8:Kesehatan Jiwa belum mendapat perhatian khusus di Kota Depok, kasus Orang dengan Gangguan Jiwa ODGJ berat mengalami peningkatan dari 3986 kasus pada tahun 2016 menjadi 5768 kasus pada tahun 2017, dimana kasus skizofrenia dan gangguan psikotikkronik lainnya mengalami kenaikan dari 1687 kasus pada 2016 menjadi 2342 kasus pada 2017. Analisis kesiapan implementasi PIS-PK Indikator 8:Kesehatan Jiwa diKota Depok tahun 2018 merupakan tahapan penting sebagai penentu keberhasilan kinerja Pemerintah Daerah dalam bidang kesehatan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan implementasi program PIS-PK Indikator 8:Kesehatan Jiwa di Kota Depok Tahun 2018 dilihat dari variabel komunikasi, disposisi, sumber daya dan struktur birokrasi menggunakan Teori Edward III. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, Focus Grup Discussion FGD dan telaah dokumen.
Hasil penelitian didapatkan kesiapan implementasi PIS-PK Indikator 8:Kesehatan Jiwa di Kota Depok berdasarkan 4 empat variabel implementasi menurut teori Edward III, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi dinilai belum siap untuk dilaksanakan.
Rekomendasi pada penelitian ini yaitu keberhasilan implementasi akan dicapai bila dilakukan perbaikan dari kekurangan, baik dari sisi komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. Di samping itu hambatan program yang ada bisadiatasi dengan tersedianya pendanaan yang cukup.
Saran dari penelitian ini adalah agarmeningkatkan pemberdayaan peran keluarga dan potensi masyarakat dengan metodepelatihan untuk peningkatan kesehatan jiwa dan mengurangi stigma di masyarakat.

The Healthy Indonesia Program with Family Approach PIS PK is the Ministry ofHealth's priority program implemented by the Puskesmas. Indicator 8:Mental Healthhas not received special attention in Depok City, severe case of people with mental disorder increased from 3986 in 2016 cases to 5768 cases in 2017, where schizophrenia cases and other chronic psychotic disorders increased from 1687 cases in 2016 to 2342 cases in 2017. Analysis of PIS PK implementation readiness Indicator 8:Mental Health in Depok 2018 is an important stage as a success determinant of local government performance in the health sector. This research is a qualitative research with descriptive design.
The purpose of this research is to determine the implementation readiness of PIS PK Indicator 8:Mental Health in Depok 2018 reviewed from communication, disposition, resources and bureaucratic structure using Edward III theory. Data collection method was performed using in depth interviews, Focus Group Discussion FGD and document review.
The research result indicates that PIS PKimplementation Indicator 8:Mental Health in Depok were not ready based on 4 four implementation variables according to Edward III theory, ie communication, resources,disposition and bureaucracy structure.
The research recommends to improve the all aspect of communication, resources, disposition and bureaucratic structure in order to achieve the successful implementation. In addition, the program contraints can bereduced by sufficient funding availability.
The research suggests to increase the empowerment of family role and community contribution using training method inorder to improve the mental health and reduce the stigma in society.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Gracia
"Tujuan dari penelitian ini adalah melihat peran mediasi pemisahan psikologis dalam hubungan antara kesadaran penuh dengan keseimbangan pekerjaan-keluarga. Ibu bekerja memiliki tanggung jawab yang besar dalam keluarga dan pekerjaan. Menjalankan kedua peran tersebut, peneliti melihat pentingnya keseimbangan pekerjaan-keluarga pada ibu bekerja yaitu efektivitas dan kepuasan dari peran yang dijalankan. Berdasarkan data dari ibu bekerja yang memiliki anak berusia 6 tahun ke bawah di Jabodetabek N = 312 , ditemukan bahwa kesadaran penuh memiliki hubungan signifikan dengan keseimbangan pekerjaan-keluarga r = 0,33, p < 0,01 , kesadaran penuh tidak memiliki hubungan dengan pemisahan psikologis r = 0,05, ns , dan pemisahan psikologis tidak memiliki hubungan dengan keseimbangan pekerjaan-keluarga r = 0,07, ns . Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran pemisahan psikologis tidak memediasi hubungan antara kesadaran penuh dan keseimbangan pekerjaan-keluarga pada ibu bekerja. Peneliti melihat bahwa ada kemungkinan responden menyerahkan tanggung jawab keluarga pada orang lain seperti pada orang tua sehingga kondisi tidak mengharuskan ibu memunculkan pemisahan psikologis. Di sisi lain, ada kemungkinan bahwa responden memiliki pandangan bahwa ibu memiliki tanggung jawab utama mengurus keluarga sehingga responden tidak dapat membuat batasan antara keluarga dan pekerjaan.

The purpose of this research is to establish the role of psychological detachment as a mediator in the relationship between trait mindfulness and work family balance. Working mothers have huge responsibility in family and work. Work family balance, which is the effectiveness and satisfaction in roles becomes important in working mothers. Data from working mothers who have children below 6 years old in Jabodetabek N 312 shows a significant correlation between trait mindfulness and work family balance r .33, p .01 , however there is no significant correlation between trait mindfulness and psychological detachment r .05, ns , so does the correlation between psychological detachment and work family balance r .07, ns . Therefore, we can conclude that psychological detachment does not mediate the relationship between trait mindfulness and work family balance among working mothers. There is a possibility where working mothers share family responsibilities to other people like her parents. In the other hand, there is another possibility for a view that a mother's main responsibility is to take care of the family which make her not able to make boundary between family and work."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rofiqoh
"Hiperlipidemia merupakan kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah melebihi batas normal. Hiperlipidemia pada usia dewasa menjadi hal yang biasa di temui di RW 06 Cisalak Pasar. Hiperlipidemia menjadi faktor risiko terjadinya masalah yang lebih mengancam jiwa seperti stroke dan jantung koroner jika tidak segera diatasi. Hiperlipidemia di masyarakat perkotaan menjadi perhatian khusus dalam penanganannya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menggambarkan hasil asuhan keperawatan pada usia dewasa sebagai agregat berisiko mengalami masalah tersebut dengan menggunakan intervensi unggulan yaitu latihan fisik senam jantung sehat. Metode penelitan yang digunakan yaitu praktik lapangan. Hasil yang didapatkan adalah terjadi penurunan kadar kolesterol darah yang dilakukan sebanyak 18 kali intervensi selama 6 minggu. Penelitian ini merekomendasikan senam jantung sehat sebagai salah satu cara untuk mengontrol dan menurunkan kadar kolesterol darah pada usia dewasa dengan hiperlipidemia.

Hyperlipidemia is a condition where the cholesterol level in the blood exceeds the normal limit. Hyperlipidemia in adulthood is a common thing in RW 06 Cisalak Pasar. Hyperlipidemia is a risk factor for more life-threatening problems such as stroke and coronary heart disease if not addressed immediately. Hyperlipidemia in urban communities is of particular concern in its handling. This study was conducted with the aim of drawing on the results of nursing care in adulthood as an aggregate at risk of experiencing these problems by using superior interventions namely senam jantung sehat. The research method used is field practice. The results obtained were a decrease in blood cholesterol levels carried out as much as 18 times intervention for 6 weeks. This study recommends that senam jantung sehat as a way to control and reduce blood cholesterol levels in adults with hyperlipidemia

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>