Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181662 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Felmina Lathifatuzahra
"Penggunaan obat yang rasional memiliki peran yang sangat penting dalam tercapainya kesehatan pasien. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 50% dari seluruh penggunaan obat di dunia tidak tepat dalam peresepan, penyiapan, maupun penjualannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis rasionalitas penggunaan obat di tiga puskesmas terakreditasi dasar Kota Depok ditinjau dari indikator peresepan menurut WHO. Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis secara deskriptif dan inferensial dengan menggunakan desain potong lintang. Pengumpulan sampel menggunakan metode retrospektif, dengan total sampel sebanyak 324 resep yang berasal dari bulan Januari-Desember 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah obat tiap pasien adalah 3,79±1,04, rata-rata persentase peresepan obat generik adalah 99,76%, rata-rata persentase peresepan antibiotik 8,95%, rata-rata peresepan injeksi 0,31%, dan rata-rata persentase peresepan obat Formularium Nasional adalah 98,72%. Data menunjukkan bahwa penggunaan obat di tiga puskesmas terakreditasi dasar Kota Depok belum rasional, kecuali pada parameter peresepan antibiotik dan injeksi. Terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada parameter rata-rata jumlah obat tiap pasien, peresepan obat generik, dan peresepan formularium di tiga puskesmas terakreditasi dasar Kota Depok. Berdasarkan target yang ditetapkan WHO, penggunaan obat di tiga puskesmas terakreditasi dasar Kota Depok pada tahun 2019 belum rasional, kecuali pada parameter peresepan antibiotik dan peresepan injeksi.

Rational use of drugs has a very important role to achieve patient health. World Health Organization (WHO) estimated more than 50% of all medicines were prescribed, dispensed, and sold inappropriately. This study was designed to evaluate rationality of drug use at three public health centers in Depok City based on WHO prescribing indicator. Descriptive and inferential analysis was performed using the cross-sectional method on the data obtained. A sample of 324 prescription written on January-December was obtained. The result showed that number of medicine was 3.79±1.04 per encounter, average percentage of medicines prescribed by generic name was 99.76%, average percentage encounters with antibiotic prescribed was 8.95%, average percentage encounters with injection 0.31%, and average percentage of medicines prescribed from Indonesian National Formulary was 98.72%. Results showed that drug use at three public health centers in Depok City was still irrational except for antibiotic and injection use. There was significant difference (p<0.05) between public health centers on average drug prescribed , average percentage of medicines prescribed by generic name , and average percentage of medicines prescribed from Indonesian National Formulary. Based on WHO , the use of drugs in three public helath centers in Depok City is not rational except for antibiotic and injection prescribing."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S70507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irlinda Fitraisyah Ardhianti
"ABSTRAK
Penggunaan obat rasional merupakan salah satu elemen penting dalam mencapai kualitas kesehatan yang baik bagi masyarakat. Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan terdepan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar di tingkat masyarakat, sehingga penggunaan obat yang tidak rasional di puskesmas dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat luas. Penelitian ini bertujuan untuk menilai dan membandingkan rasionalitas penggunaan obat yang ditinjau dari indikator peresepan menurut WHO di dua puskesmas terakreditasi madya Kota Depok pada tahun 2019. Metode yang digunakan adalah metode potong lintang dimana data sampel berasal dari data resep pada periode bulan Januari-Desember 2019 di Puskesmas Abadi Jaya dan Sukmajaya Kota Depok. Hasil penelitian dibandingkan dengan target kerasionalan yang telah ditetapkan oleh WHO. Pada hasil penelitian, didapatkan total sampel sebanyak 216 resep dengan jumlah obat yang diresepkan sebanyak 693 obat. Karakteristik demografi sampel penelitian adalah pasien wanita sebanyak 64,4% dan pasien pria sebanyak 35,6% pada rentang usia 18-59 tahun. Pada Puskesmas Abadi Jaya dan Sukmajaya, nilai masing-masing parameternya adalah: jumlah obat tiap pasien 3,32 dan 3,09; peresepan obat generik 99,16% dan 98,50%; peresepan antibiotik 17,59% dan 25%; peresepan injeksi 0; dan peresepan obat Fornas 97,77% dan 95,21%. Terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05) pada parameter persentase obat yang diresepkan dari formularium. Sedangkan pada parameter rata-rata jumlah obat, persentase peresepan obat generik, persentase pasien yang diresepkan antibiotik, dan persentase pasien yang diresepkan injeksi tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p > 0,05). Dari studi dapat disimpulkan bahwa penggunaan obat di kedua puskesmas pada seluruh parameter indikator peresepan tidak rasional, kecuali pada parameter peresepan antibiotik dan injeksi.

ABSTRACT
Rational use of drug is an important element in achieving good health qualities for community. Public Health Centers is a leading health service in the organization of primary health care at the community level, so irrational use of drug at Public Health Centers can cause harm to the wider community. Therefore, Public Health Centers should apply the rational use of drug according to the existing standards. This study was designed to assess and compare the rationality of drug use at two accredited Public Health Centers in Depok City through prescribing indicators according to WHO. Method of this study was cross-sectional observation where the sample was derived from prescription data in the period of January-December 2019 at two Public Health Centers in Depok City. The results of the study were compared with rational targets by WHO. The total number of samples was 216 prescriptions with 693 drugs. The demographic characteristics of the sample were 64.4% women and 35.6% men in the age range 18-59 years. In both Public Health Centers, the values of each parameter were: average drug prescribed 3,32 and 3,09; medicines prescribed by generic name 99,16% and 98,50%; antibiotic prescribed 17,59% and 25%; injection prescribed 0; and medicines prescribed from formulary 97,77% and 95,21%. Significant difference between Public Health Centers were only found in the percentage of formulary drug prescriptions (p < 0,05). It can be concluded that the use of drugs in both Public Health Centers was still irrational except for the use of antibiotics and injection."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmah Auliya Yusuf
"Indikator pelayanan pasien sebagai standar WHO dalam evaluasi penggunaan obat rasional belum diterapkan di Indonesia. Menurut penelitian, umur dan pendidikan memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengetahuan pasien tentang penggunaan obat benar. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan obat berdasarkan indikator pelayanan pasien WHO di Puskesmas Pancoran Mas tahun 2020. Penelitian menggunakan desain observasional dan rancangan cross-sectional. Sampel berjumlah 60 responden, terdiri dari 30 responden hasil observasi dan 30 responden hasil wawancara. Analisis data univariat yang dilakukan menunjukkan rata-rata waktu konsultasi medis adalah 3,7 ± 2,0 menit; rata-rata waktu penyiapan dan penyerahan obat adalah 3,0 ± 0,3 menit; kesesuaian penyerahan obat adalah 96,6% ± 18,2%; pelabelan obat yang cukup adalah 97,5 ± 7,6%, dan pasien dengan pengetahuan obat benar adalah 87,5 ± 12,7%. Analisis bivariat inferensial dilakukan dengan metode Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov yang didapatkan hasil data tidak terdistribusi normal dan Uji Korelasi Spearman yang didapatkan hasil bahwa adanya hubungan sedang antara umur (p = 0,028; r = -0,402) dan pendidikan (p = 0,035; r = 0,387) terhadap pengetahuan pasien. Hanya satu dari lima parameter indikator pelayanan pasien yang memenuhi standar WHO. Sehingga penggunaan obat di Puskesmas Pancoran Mas dianggap tidak rasional.

Patient care indicators as WHO standard in the evaluation of rational drug use have not been applied in Indonesia. According to research, age and education have a significant relationship to patients' knowledge about the appropiate of drugs. The study was conducted to evaluate the rationality of drug use based on WHO patient care indicator at the Pancoran Mas Public Health Center in 2020. The study used an observational and cross-sectional design. The sample comprises of 60 respondents, consisting of 30 respondents from the observation results and 30 respondents from the interviews. The univariate data analysis carried out estimated that the average time for medical consultation was 3.7 ± 2.0 minutes; the average time of preparation and delivery of the drug was 3.0 ± 0.3 minutes; suitability of drug delivery was 96.6% ± 18.2%, adequate drug labeling was 97.5 ± 7.6%, and patient with correct drug knowledge was 87.5 ± 12.7%. Inferential bivariate analysis was performed using the Kolmogorov Smirnov Normality Test method, where the results were not normally distributed, and where the Spearman Correlation Test results reflected a medium relationship between age (p = 0,028; r = -0,402) and education level (p = 0,035; r = 0,387) met patient knowledge. After all, only one of five parameters corresponded to the WHO standards, concluding that the use of drugs in the Pancoran Mas Public Health Center is considered irrational."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Citra Dewi Permata Sari
"(WHO) World Health Organization memperkirakan terdapat sekitar 50% dari seluruh penggunaan obat tidak tepat dalam peresepan, penyiapan, dan penjualannya. Pada tahun 1993, peresepan di Indonesia masih dikategorikan tidak rasional. Hal tersebut dilihat dari banyaknya polifarmasi (3,5 per pasien), penggunaan antibiotik yang berlebihan (43%), serta injeksi yang tidak tepat dan berlebihan (10-80%). Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi kerasionalan penggunaan obat menggunakan indikator peresepan di seluruh puskesmas kecamatan Kota Depok dan menganalisis adanya perbedaan antar puskesmas tersebut. Metode yang digunakan adalah metode retrospektif potong lintang pada seluruh puskesmas kecamatan (11 puskesmas). Hasil penelitian dibandingkan dengan target kerasionalan dari Kementrian Kesehatan RI dan saran dari WHO tahun 1993. Total data sampel yang didapat sebanyak 1158 resep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah obat tiap pasien adalah 3,79, rata-rata persentase peresepan obat generik adalah 98,13%, rata-rata persentase peresepan antibiotik 46,22%, persentase peresepan injeksi sangat kecil (0,09%), dan rata-rata persentase peresepan obat DOEN 91,61%. Data menunjukkan bahwa penggunaan obat di seluruh puskesmas kecamatan Kota Depok belum rasional kecuali untuk peresepan injeksi. Hanya rata-rata jumlah obat tiap pasien dan persentase peresepan antibiotik antar puskesmas yang berbeda bermakna (p = 0,000).

World Health Organization (WHO) estimated more than 50% of all medicines were prescribed, dispensed and sold inappropriately. On 1993, prescribing in Indonesia was still irrational. It can be seen from many of polypharmacy (3,5/patient), overuse of antibiotics (43%) and inappropriate overuse of injections (10-80%). This study was designed to evaluate rationality of drug use at all of subdistrict public health centers (SPHC) in Depok City through prescribing indicator. Method of this study was cross sectional observation at 11 SPHC and analysis significant difference among them. Data was compared with target from Ministry of Health and WHO suggestion on 1993. Total amount of sampel were 1159. Result of this study showed that average drug prescribed was 3,79, average percentage of medicines prescribed by generic name was 98,13%, average percentage encounters with antibiotic prescribed was 46, 22%, average percentage encounters with injection prescribed was very low (0,09%) and average percentage of medicines prescribed from NEML (National Essential Medicines List) was 91,61%. Results showed that drug use at all of SPHC in Depok City was still irrational except for injection use. There was significant difference (p = 0,000) between SPHC on average drug prescibed and percentage encounters with antibiotic prescribed."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S1514
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Makhdalena
"Pelayanan farmasi berdasarkan indikator pelayanan pasien WHO di berbagai Negara Berkembang termasuk Indonesia belum memenuhi rekomendasi WHO. Penelitian bertujuan menganalisis pelayanan farmasi berdasarkan indikator pelayanan pasien WHO pada Puskesmas Kecamatan yang belum dan sudah terakreditasi di Kota Depok. Penelitian menggunakan rancangan potong lintang secara prospektif melalui observasi responden dan resep obatnya, serta wawancara responden. Penelitian pada sembilan Puskesmas Kecamatan belum terakreditasi dan dua sudah terakreditasi dari Desember 2016-Februari 2017. Sampel penelitian adalah pasien poli umum dan pendamping pasien poli manajemen terpadu balita sakit yang memenuhi kriteria inklusi, serta resep obat.
Puskesmas kecamatan belum terakreditasi memenuhi rekomendasi WHO untuk waktu penyiapan dan penyerahan obat >3 menit sebesar 77,8 dan 100 yang sudah terakreditasi. Semua puskesmas kecamatan tidak ada yang memenuhi rekomendasi WHO untuk kesesuaian penyerahan obat, pelabelan obat cukup dan pasien dengan pengetahuan obat yang benar =100. Analisis bivariat dengan program SPSS menggunakan uji Mann-Whitney dan Chi-Square menunjukkan waktu penyiapan dan penyerahan obat pada Puskesmas Kecamatan sudah terakreditasi lebih lama secara bermakna dari yang belum terakreditasi p0,05 . Pelayanan farmasi pada Puskesmas Kecamatan sudah terakreditasi secara umum tidak berbeda dengan yang belum terakreditasi.

Pharmaceutical care based on WHO patient care indicator in the Developing Countries including Indonesia have not fulfilled WHO recommendations. This study aims to analyze pharmaceutical cares based on WHO patient care indicators at District Public Health Centers not accredited and accredited in Depok City. This study used cross sectional design prospectively through respondent observation and drug prescription, as well as interviews of respondents. The study was on nine Districts Public Health Centers not accredited and two accredited from December 2016 February 2017.The study sample were general poly patient and accompanying patient of pediatric integrated management poly WHO fulfilled inclusion criteria, as well as prescription of drug of respondents.
The district public health centers not accredited that fulfilled WHO recommendation for dispensing time of drugs 3 minutes was 77.8 and 100 accredited. All district public health centers do not fulfilled WHO recommendations for drugs actually dispensed, drugs adequately labelled, and patients with knowledge of correct dosage 100 . Bivariate analysis with SPSS program using Mann Whitney and Chi Square test showed that the dispensing time of drugs at District Public Health Centers accredited significantly longer than those not accredited p 0.05 . Pharmaceutical care based on the WHO patient care indicator at District Public Health Center accredited in general is not different from that not accredited.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
T49726
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Luthfiya Azzahrini
"Saat ini diperkirakan setengah dari seluruh obat di dunia diresepkan, dibagikan, atau dijual dengan cara yang tidak tepat. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya penggunaan obat yang tidak rasional. World Health Organization (WHO) merekomendasikan tiga indikator utama dalam penilaian standar kerasionalan penggunaan obat yaitu peresepan, pelayanan, dan fasilitas. Hasil penelitian sebelumnya pada tahun 2017 menunjukkan bahwa puskesmas kecamatan kota Depok belum memenuhi rekomendasi standar kerasionalan penggunaan obat dari WHO.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis penggunaan obat rasional berdasarkan indikator pelayanan pasien dari WHO. Penelitian merupakan deskriptif-analitik dengan desain potong-lintang secara prospektif yang dilakukan di Puskesmas Mekarsari, Kota Depok pada 2020 setelah proses akreditasi yang dilakukan pada tahun 2019. Sampel penelitian merupakan pasien poli umum yang masuk ke dalam kategori inklusi. Responden berjumlah 30 orang dengan 30 resep. Menurut hasil observasi, dari seluruh parameter yang dinilai hanya parameter kesesuaian penyerahan obat serta persentase pelabelan obat yang memenuhi rekomendasi WHO.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata waktu konsultasi 3,87 menit rata-rata waktu penyiapan dan penyerahan obat 271,8 detik kesesuaian penyerahan obat 100,00% pelabelan obat cukup 100,00% serta pengetahuan pasien mengenai obat yang benar 41,71%. Analisis uji korelasi spearman menggunakan SPSS menunjukkan hasil terdapat korelasi negatif antara umur pasien dengan pengetahuan pasien terhadap obat yang benar serta korelasi positif antara umur pasien dengan pengetahuan pasien terhadap obat yang benar. Berdasarkan hasil dapat ditarik kesimpulan bahwa pengunaan obat di Puskesmas Mekarsari, Kota Depok belum rasional dilihat dari indikator pelayanan pasien WHO.

It is estimated that half of all drugs in the world are prescribed, distributed or sold in an inappropriate manner. This can lead to irrational use of drugs. The World Health Organization (WHO) recommends three main indicators in assessing the rationality of drug use, namely prescribing, patient care, and facilities. The results of previous studies in 2017 showed that the Puskesmas in the sub-district of Depok have not met the recommendations for the rational drugs use base on WHO.
This research was conducted to analyze rationality of drugs use based on WHOs patient care indicators. The research was conducted as descriptive-analytic study with a prospective cross-sectional design whis was conducted at Mekarsari Health Center, Depok City in 2020 after accreditation. The samples are patients whos suitable with inclusion criteria. There are 30 respondents with 30 prescriptions. According to observations, there are three parameters, which is the average drugs dispensing time, percentage of medicines that is actually dispensed and the percentage of drug which adequately labelled that meet WHO recommendations.
Results showed the average of consultation time is 3.87 minutes average drugs dispensing time is 271.8 seconds average percentage of medicines actually dispensed 100% average percentage of medicine that is adequately labeled 100% average percentage of patients with knowledge of correct doses 41.71%. Spearman correlation test analysis showed there is a negative correlation between the age of the patients with patients knowledge of correct doses and a positive correlation between the age of the patients with patients knowledge of correct doses. Based on the results it can be concluded that the use of drugs in the Mekarsari Health Center, Depok City has not been rational in terms of WHO patient care indicators.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Fahira Salsabila
"Evaluasi pelayanan obat merupakan salah satu hal yang penting untuk dilakukan dalam tercapainya keselamatan dan kualitas hidup pasien. Pelayanan resep yang tidak baik di rumah sakit dapat membahayakan pasien. Penelitian ini bertujuan menilai dan menganalisis resep obat dengan indikator peresepan WHO pada pasien di depo rawat jalan Rumah Sakit Universitas Indonesia pada tahun 2022. Metode yang digunakan adalah potong lintang dengan data sampel seluruh resep pada periode bulan Januari-Desember 2022 di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Selanjutnya, hasil data penelitian dibandingkan dengan nilai optimal peresepan oleh WHO. Dari hasil penelitian didapatkan total sampel sebanyak 1505 resep dengan 4647 item obat. Karakteristik demografi pasien, yaitu wanita sebesar 71% dan pria sebesar 29% dengan kategori pasien paling sering berkunjung pada usia 26-35 tahun. Hasil penilaian indikator peresepan WHO untuk rata-rata jumlah obat yang diresepkan per pasien yaitu 3,09 ± 1,998; persentase obat resep dengan nama generik sebesar 47,47%; persentase obat resep antibotik sebesar 5,46%; persentase obat resep injeksi sebesar 5,40%; dan persentase obat resep dengan kesesuaian formularium nasional sebesar 75,91%. Hasil menunjukkan bahwa persentase obat resep antibiotik dan obat  resep injeksi memenuhi nilai optimal peresepan WHO.

Evaluation of drug services is an important thing to do in achieving safety and quality of life for patients. Bad prescription services in hospitals can cause harm to patients. This study was designed to assess and analyze prescriptions according to WHO prescribing indicators for outpatient installation at the University of Indonesia Hospital. The method was cross-sectional with sample data from all prescriptions in the period January-December 2022 at the University of Indonesia Hospitals. The results of the study were compared with the optimal prescribing by WHO. The results of the study obtained a total sample of 1505 prescriptions with 4647 drug items. Demographic characteristics of patients were 71% women and 29% men with the most frequent category of patients visiting at the age of 26-35 years. The results of the assessment of WHO prescribing indicators for the average of drug prescribed were 3,09 ± 1,998; prescriptions with generic names were 47,47%; prescriptions of antibiotics were 5.46%; prescribed of injections were 5,40%; and prescriptions according to formulary were 75,91%. Based on the results, it was concluded that prescription antibiotics and prescription of injections drugs fulfill the prescribing optimal value by WHO."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Anjelita
"ABSTRAK
Prevalensi penyakit infeksi di Puskesmas Pancoran Mas yang tinggi mempengaruhi tingkat penggunaan antibakteri. Penggunaan antibakteri yang tidak perlu dan berlebihan dapat menyebabkan penggunaan yang tidak rasional sehingga meningkatkan risiko resistensi antibakteri, mortalitas, morbiditas juga biaya pengobatan pasien. Salah satu cara mengendalikan penggunaan antibakteri adalah dengan melakukan evaluasi penggunaan obat (EPO). Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan antibakteri menggunakan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD) dan melihat kesesuaian pengggunaan antibakteri dengan Formularium Nasional untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat I di Puskesmas Pancoran Mas. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan pengambilan data secara retrospektif dari seluruh resep pasien dewasa yang mengandung antibakteri oral dan parenteral pada periode Januari hingga Desember 2019. Penggunaan antibakteri dihitung dan dievaluasi berdasarkan nilai DDD/1000 pasien/hari dan Drug Utilization 90% (DU90%). Terdapat 4599 lembar resep yang digunakan sebagai sampel penelitian. Tiga jenis antibakteri dengan penggunaan tertinggi berdasarkan nilai DDD/1000 pasien/hari yaitu amoksisilin (0,665 DDD/1000 pasien/hari), RHZE (0,412 DDD/1000 pasien/hari) dan RH (0,234 DDD/1000 pasien/hari). Antibakteri yang memasuki segmen DU90% adalah amoksisilin, RHZE, RH, kotrimoksazol dan siprofloksasin. Kesesuaian penggunaan antibakteri dengan Formularium Nasional untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat I adalah 91,67%.

ABSTRACT
The high prevalence of infectious diseases in Pancoran Mas Community Health Center influences the level of antibacterial use. Unnecessary and excessive use of antibacterial can lead to irrational use thereby increasing the risk of antibacterial resistance, mortality, morbidity as well as the patient's treatment costs. One way to control the use of antibacterial is to evaluate the use of drugs. The purpose of this study was to evaluate the use of antibacterial using the Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD) method and to see the suitability of antibacterial with the National Formulary for Level I Health Facilities at the Pancoran Mas Community Health Center. The study design used was cross sectional with retrospective data collection from all adult patient prescriptions containing oral and parenteral antibacterial in January to December 2019 period. The use of antibacterial was calculated and evaluated based on DDD/1000 patients/day and 90% Drug Utilization (DU90%). Total prescription in this study were 4599. The three types of antibacterial with the highest use based on DDD/1000 patients/day are amoxicillin (0.665 DDD/1000 patients/day), RHZE (0,412 DDD/1000 patients/day), RH (0,234 DDD/1000 patients/day). antibacterial that entered DU90% segment were amoxicillin, RHZE, RH, cotrimoxazole and ciprofloxacin. The suitability of antibacterial use with the National Formulary for Level I Health Facilities is 91,67%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Savira Rahmafitri
"Pada tahun 2015 WHO melaporakan didapatkan 64% negara Asia Tenggara antibiotik dibeli tanpa resep. Dampak buruk bagi kesehatan apabila penggunaan antibiotik secara tidak rasional adalah resistensi antibiotik, meningkatnya biaya perawatan, dan peningkatan angka kematian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola dan kerasionalan peresepan antibiotik di dua puskesmas terakreditasi dasar Kota Depok Januari-Maret 2020. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel yang digunakan adalah seluruh resep antibiotik yang memenuhi kriteria inklusi pada Januari-Maret 2020. Hasil penelitian menunjukkan pola peresepan antibiotik berdasarkan jenisnya yang paling banyak digunakan adalah kotrimoksazol (37%) di Puskesmas Limo dan amoksisilin (90.3%) di Puskemas Pancoran Mas. Berdasarkan jenis penyakitnya, antibiotik banyak diresepkan pada penyakit faringitis akut (34.4%) di Puskesmas Limo dan infeksi saluran pernapasan akut atas non-spesifik (38%) di Puskesmas Pancoran Mas. Ketidakrasionalan peresepan antibiotik pada Puskesmas Limo yaitu tidak tepat pemilihan antibiotik sebanyak 94 resep (24.5%), tidak tepat dosis sebanyak 65 resep (16.9%), tidak tepat frekuensi pemberian sebanyak 84 resep (21.9%), dan tidak tepat duasi pemberian sebanyak 265 resep (69%). Sedangkan ketidakrasionalan peresepan antibiotik pada Puskesmas Pancoran Mas yaitu tidak tepat pemilihan antibiotik sebanyak 49 resep (12.8%), tidak tepat dosis sebanyak 26 resep (6.8%), tidak tepat frekuensi pemberian sebanyak 27 resep (7%), dan tidak tepat durasi pemberian sebanyak 316 resep (82.3%). Diperoleh nilai signifikansi ketidakrasionalan peresepan antibiotik berdasarkan 4 kriteria penilaian yaitu 0.000, sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan kualitas peresepan antibiotik pada dua puskesmas terakreditasi dasar Kota Depok periode Januari-Maret Tahun 2020.

In 2015, WHO reported that in 64% of Southeast Asia countries antibiotic were available without prescription. The adverse effects on irrational use of antibiotics on health was antibiotic resistance, increased of treatment costs, and increased of mortality. The purpose of this research was to analyze the pattern and the rationality of antibiotic prescribing in two basic accredited Public Health Center in Depok City January-March 2020. The design used in this research was cross-sectional. The sample used was all antibiotic prescriptions that met the inclusion criteria in January-March 2020. Results of the study showed the most antibiotic used were cotrimoxazole (37%) at Limo Public Health Center and amoxicillin (90.3%) at Pancoran Mas Public Health Center. Based on the type of disease, antibiotics were often prescribed in acute pharyngitis (34.4%) at Limo Public Health Center and acute upper respiratory infections non-specific (38%) at Pancoran Mas Public Health Center. Irrational prescription at the Limo Public Health Center found were 94 prescriptions (24.5%) in the selection of antibiotics, 65 prescriptions (16.9%) in the correct dosage, 84 prescriptions (21.9%) in frequency of antibiotic administration, and 265 prescriptions (69%) in the duration of antibiotic administration. Irrational prescription at Pancoran Mas Public Public Health Center found were 49 prescriptions (12,8%) in the antibiotic selection, 26 prescriptions (6.8%) in the correct dosage, 27 prescriptions (7%) in the frequency of antibiotic administration, and 316 prescriptions (82.3%) in the duration of antibiotic administration. The significant value of the irrational prescription of antibiotics was obtained based on 4 assessment criteria is 0.000, so it can be concluded that there are differences in the quality of antibiotic prescribing in two basic accredited public health center in the City of Depok January-March 2020."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shan Nea
"

Penggunaan antibakteri yang tidak tepat dapat mempercepat dan meningkatkan insiden resistensi antibakteri. Oleh karena itu, evaluasi penggunaan antibakteri di fasilitas kesehatan masyarakat perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibakteri di Puskesmas Sukmaya Kota Depok pada tahun 2019. Studi dilakukan secara kuantitatif dengan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD) dan dilihat kesesuaian antibakteri dengan Formularium Nasional untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat I. Desain penelitian adalah cross sectional dengan pengumpulan data secara retrospektifData yang dianalisis adalah seluruh data resep yang mengandung antibakteri dengan pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Jumlah sampel penelitian ini adalah 8.666 resep. Jenisantibakteri yang banyak diresepkan yaitu amoksisilin (76,30 %) dan siprofloksasin (8,60 %). Pasien yang banyak diresepkan antibakteri yaitu perempuan 60,20% dan pasien berusia 45-59 tahun sebanyak 30,88%. Penggunaan antibakteri di Puskesmas Sukmajaya pada tahun 2019 sebesar 1,889 DDD/1000 pasien/hari. Antibakteri yang menyusun segmen DU 90% adalah amoksisilin (60,99%), siprofloksasin (10,60%), OAT 4KDT (7,33%), OAT 2KDT (4,38%), kotrimoksazol (4,01%), dan streptomisin (3,96%). Persentase kesesuaian penggunaan antibakteri di Puskesmas Sukmajaya Kota Depok dengan Formularium Nasional 84,61%. Penggunaan antibakteri di Puskesmas Sukmajaya pada tahun 2019 cukup tinggi dibandingkan dengan puskesmas lain di Kota Depok dan beberapa jenis antibakteri belum sesuai dengan daftar obat Formularium Nasional untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat 1.



Misuse of antibacterial can accelerate and increase incidence of antibacterial resistance. Therefore, antibacterial utilization review in health center is necessary. This study aimed to evaluate the use of antibacterial at Sukmajaya Healthcare Center Depok in 2019. The study was conducted quantitatively with the Anatomical Therapeutic Chemical / Defined Daily Dose (ATC / DDD) method, and the suitability of antibacterial with the National Formulary for Level I Health Facilities was assesed. The study design was cross sectional by collecting data retrospectively. The analyzed data were all prescriptions containing antibacterial with total sampling. The total sample of this study was 8.666 prescriptions. The types of antibacterials that were widely prescribed are amoxicillin (76,30%) and ciprofloxacin (8,60%). Many patients who were prescribed were women 60,20%, patients aged 45-59 were 30,88% . The use of antibacterial was 1,889 DDD / 1000 patients / day. Antibacterials which made up the DU 90% were amoxicillin (60,99%), ciprofloxacin (10,60%), antituberculosis drug 4FDC (7,33%), antituberculosis drug 2FDC (4,38%) cotrimoxazole (4,01%), streptomycin (3,96%). The adherence to the 2019 National Formulary was 84,61%. Antibacterial use at Sukmajaya Healthcare Center Depok in 2019 was quite high compared to other healthcare centers in Depok and some of antibacterials were not appropriate to the National Formulary for Level I Health Facilities.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>