Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122612 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gita Frilia
"Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris merupakan pedoman bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya. Oleh karenanya, merupakan kewajiban bagi Notaris untuk mematuhi segala aturan dan ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris dalam pembuatan akta. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum, selain harus tunduk pada UUJN juga harus tunduk pada kode etik Notaris serta bertanggung jawab terhadap kliennya, Organisasi Profesi yaitu INI (Ikatan Notaris Indonesia), maupun terhadap negara. Dengan adanya hubungan ini maka terhadap Notaris yang mengabaikan martabat jabatannya dapat dikenakan sanksi, ditegur, ataupun dipecat dari profesinya. Terkait dengan sanksi sebagai bentuk upaya penegakan kode etik Notaris atas pelanggaran kode etik didefinisikan sebagai suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya, dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin Notaris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam membuat perjanjian yang sempurna dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, pembuatan akta haruslah memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Apabila Notaris melakukan kesalahan pada pembuatan akta dan merugikan salah satu pihak maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi. Timbulnya kerugian akibat akta yang dibuat oleh Notaris tersebut, oleh satu pihak dapat dituntut pada peradilan umum. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa prosedur pembuatan akta yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, akan menyebabkan akta menjadi cacat yuridis, dan terhadap Notaris patut dipahami bahwa terdapat tanggung jawab yang melekat padanya apabila Notaris tidak menjalankan jabatannya dengan benar.
Kata Kunci : Perjanjian, Tanggungjawab Notaris, Kewenangan Notaris 

Notary Act and Notary Ethical Code is guidelines for the Notary in run his position. Because of that, the Notary has obligations to obey rules and provisions of Notary Act and Notary Ethical Code in making the deed. Notary as a public official due to their obligations must obey to UUJN and the code of ethics also responsible to the clients, professional organization INI (Notary Association of Indonesia), and the country. Therefore, the notary that ignores the dignity maybe get penalized, reprimanded, or fired from their profession. Regarding sanctions as a form of enforcement of a Notary Code of Ethics for violations of the Code of Ethics is defined as a punishment intended as a means, effort and means of forcing the observance and discipline of a Public Notary. The method used in this research is normative juridical research using secondary data. This research concludes in making a perfect agreement by applying the precautionary principle, the making of the deed must fulfill the applicable provisions. If a public notary makes a mistake in making a deed and is detrimental to either party, the aggrieved party may claim compensation. The emergence of losses due to the deed made by the Notary, by one party can be prosecuted in the general court. The conclusion in this study is that the procedure for making a deed that is done is not in accordance with applicable regulations, will cause the deed to become juridical defect, and to the Notary it should be understood that there are responsibilities attached to it if the Notary does not carry out his position properly.
Keywords : Agreement, Responsibility of Notary, The Authority of Notary 
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vienna Mienaristy
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang kasus akta pengakuan hutang perorangan dibuat dihadapan Notaris dengan menggunakan jaminan berupa sertifikat tanah palsu. Permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana akibat hukum terhadap akta pengakuan hutang perorangan yang dibuat dihadapan Notaris dengan menggunakan jaminan berupa sertifikat tanah palsu dan sanksi serta tanggung jawab Notaris yang membuat akta pengakuan hutang perorangan dengan menggunakan jaminan berupa sertifikat tanah palsu. Metode penelitian yuridis-normatif, dengan data utama data sekunder, yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan dan tiplologi bersifat deskriptif analitis. Simpulan berdasarkan permasalahan adalah akta pengakuan hutang perorangan yang dibuat dengan menggunakan jaminan berupa sertifikat tanah palsu berakibat hukum akta pengakuan hutang perorangannya tetap sah secara hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya, namun jaminannya batal demi hukum. Karena dalam kasus ini Notaris atau terlapor tidak membacakan akta dihadapan para pihak dan dua orang saksi, maka berdasarkan Pasal 41 dan Pasal 16 ayat 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, akta pengakuan hutang perorangan dalam kasus ini hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan. Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, tidak ada kewajiban Notaris untuk melakukan pengecekan keabsahan sertifikat tanah yang menjadi jaminan dalam akta yang dibuat dihadapannya. Pemberian sanksi berupa teguran tertulis kepada Notaris/PPAT dalam kasus ini terlalu ringan dan Notaris/PPAT yang bersangkutan karena merupakan Notaris sekaligus Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka ia tetap wajib melakukan pengecekan keabsahan sertifikat tanah.

ABSTRACT
This thesis discusses about the case of deed of individual acknowledgment of debt that made in front of Notary that use fake land certificate as warranty. The problem in this thesis is how is the legal consequences of deed of individual acknowledgement of debt that made in front of Notary that use fake land certificate as warranty and also sanction and liabilities of Notary who made that deed. Jurudical normative research method, with the main data is secondary data obtained from library materials and analytical descriptive typology. The conclusion of these problems are the deed of individual acknowledgement of debt made using the warranty of a fake land certificate is still legally valid and binding on both parties who made the deed, but the warranty is null and void. Because in this case the Notary or the reported party didn rsquo t read the deed in front of the parties and two witnesses, so in accordance with Article 41 and Article 16 paragraph 9 of Law Number 2 Year 2014 jo. Law Number 30 Year 2004 about Notary Proffesion, the deed of individual acknowledgement of debt in this case only has the strenght of evidence as deed under the hand. In Law Number 2 Year 2014 jo. Law Number 30 Year 2004 about Notary Proffesion and Notary rsquo s code of ethics, there is no obligation for Notary to check the validity of the land ceritificate that become warranty in the deed that made in front of him. The sanction in this case which is written warning is too light and Notary Land deed officials in this case because he is Notary and also a land deed officials, so he still obliged to check the validity of the land certificate."
2017
T47857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Pratama Setiono
"Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Tujuan penelitian dalam tesis ini ditujukan agar dapat mengetahui penerapan peraturan perundang- undangan serta kode etik notaris dalam prakteknya. mengenai prosedur yang harus dilakukan Notaris dalam membuat akta pengakuan hutang dengan jaminan sertifikat tanah serta akibat Hukum terhadap perbuatan Notaris yang membuat akta pengakuan hutang dengan jaminan sertifikat tanah yang palsu. Penyusunan tesis ini dilakukan dengan penulisan yuridis normatif karena dalam penulisan ini dilakukan studi dokumen serta tinjauan terhadap norma hukum tertulis yang mencakup penulisan terhadap asas-asas hukum.
Tesis ini membahas mengenai notaris berinisiyal SHS,SH dengan wilayah jabatan Jakarta Barat, dengan nomor putusan 01/Pts/Mj.PWN.Prov.DKI.JKT/I/2015. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan Notaris SHS dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan yang melanggar Undang-Undang yang berlaku dimana dalam hal ini Notaris SHS melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum dan perbuatannya tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum dirinya sebagai Notaris yang mengakibatkan kerugian bagi pelapor baik kerugian Materiil ataupun kerugian Immateril. Selain unsur di atas dalam hal ini penulis juga menilai adanya unsur pelanggaran Jabatan Notaris dan Kode Etik yang dilakukan oleh Notaris SHS dimana Terlapor menerangkan seluruh perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris SHS tidak dibacakan dan ditandatangani dihadapan Terlapor melainkan mewakilkan kepada Karyawan freelancenya.

Official Notary Public is authorized to make the authentic act in so far as certain authentic deed is not reserved for other public officials. Authentic document essentially contains the formal correctness notified in accordance with what the parties to the Notary. The research objective of this thesis is intended to determine the application of legislation and codes of conduct notary in practice. regarding procedures to be followed in making the Notary deed of acknowledgment of debt with the guarantee certificate as well as the soil due to the Law on Notary deed that makes the recognition of the debt certificate with false land titles assurance. This thesis is done with the writing normative because in this paper conducted a study and review of the documents written legal norms that include writing to the principles of law.
This thesis discusses the notary berinisiyal SHS, SH with the area office of West Jakarta, with decision number 01 / Pts / Mj.PWN.Prov.DKI.JKT / I / 2015. Tort committed Notary SHS can be regarded as an act that violates the law in force which in this case Notary SHS violate the rights of others guaranteed by the law and actions are contrary to the legal obligation itself as a Notary resulting in losses for the reporting both losses material or immaterial losses. In addition to the above elements in this case the author also assess the element of breach Notary and Code of Ethics conducted by Notary SHS where Reported explain all the agreements made before a Notary SHS not read and signed before the Party but to delegate to the Employee freelance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45172
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Israviza Notaria
"

Salah satu akibat hukum dari perkawinan berdasarkan KUHPerdata adalah terciptanya harta percampuran bulat/harta bersama antara suami dan istri secara otomatis sejak ikatan perkawinan terjadi. Salah satu cara bagi seseorang mengalihkan haknya secara hukum adalah dengan dihibahkan kepada seseorang yang dikehendakinya dengan membuat akta hibah dihadapan PPAT untuk barang-barang tidak bergerak seperti tanah. Pelaksanaan atas pemberian hibah dapat menimbulkan sengketa, terutama menyangkut pembagian harta warisan yang ditinggalkan. Oleh karena itu, pemberian hibah kepada pihak lain tidak boleh melanggar dan merugikan bagian ahli waris menurut undang-undang, karena ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitieme portie) yang sama sekali tidak dapat dilanggar bagiannya. Maka, para ahli waris memiliki suatu hak khusus yaitu hak hereditatis petitio dimana tiap-tiap ahli waris berhak memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya. Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum akta hibah yang dibuat PPAT yang objeknya harta warisan yang belum dibagi dan bagaimana akibat hukum akta hibah yang objeknya harta warisan yang belum dibagi waris dan melebihi legitieme portie. Melalui penelitian yuridis normatif dan bersifat analitis preskriptif ini, penulis dengan menggunakan data sekunder berusaha menganalisis kedudukan akta hibah dan memberikan solusi serta saran atas pembagian harta warisan dengan dibatalkannya akta hibah tersebut. Simpulannya, kedudukan akta hibah yang dibuat oleh PPAT adalah cacat secara hukum karena tidak terpenuhinya syarat fomil dan syarat materil sehingga dibatalkan oleh hakim yang mengakibatkan batal demi hukum dan atas pembatalan akta hibah tersebut maka perhitungan pembagian waris seharusnya berdasarkan ahli waris golongan I. 


One of the legal consequences of marriage according to the Civil Code is the creation of a mixed property/joint property between a husband and a wife which occurred automatically since the marriage bond takes place. One way for a person to legally transferred their rights is by granting it to another person based on their will through a grant deed in front of the PPAT for immovable goods such as land. However, the implementation of giving grants can lead to disputes particularly regarding the distriburion of inheritance of the deceased. Therefore, giving grants to another party should not infringed and harm the portion of the heirs by law since each one of them has a legitieme portie rights that cannot be excluded by any means. Thus, the heirs also have a special rights namely hereditatis petitio where each heir is entitled to file a lawsuit to claim their inheritance. The main problem in this research is how is the legal position of grant deed made by PPAT which object of inheritance has not been distributed and how is the legal consequences of grant deed made by PPAT which object of inheritance has not been distributed and exceeding the legitieme portie. Through a normative legal research particulary prescriptive research, the writer using secondary materials to analyze the position of grant deed and to find a solution to the distribution of inheritance by the cancellation of grant deed. In conclusion, the position of the grant deed made by PPAT is legally flawed due to the non-fulfillment of formal and material conditions, therefore, it is canceled by the judge which results in null and void and for the cancellation of the grant deed, the calculation of inheritance should be based on heirs of group I.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqky Ramadhan Putra
"Tesis ini secara umum membahas mengenai ketentuan pembuatan akta pernyataan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas oleh Notaris. Pada dasarnya RUPS dapat dilaksanakan dengan atau tanpa kehadiran Notaris. Dalam pelaksanaan RUPS yang tidak dihadiri oleh Notaris, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, keputusan RUPS tersebut perlu dibuat dalam bentuk akta notaris, yaitu akta pernyataan keputusan rapat yang merupakan tindak lanjut dari risalah rapat bawah tangan atas RUPS tersebut. Namun, pada kenyataannya, akta-akta Notaris banyak yang bermasalah atau dipermasalahkan, salah satunya dapat dilihat dari kasus yang diangkat dalam penelitian ini mengenai Notaris yang dilaporkan atas pembuatan akta pernyataan keputusan rapat yang tidak sesuai dengan risalah rapat bawah tangannya dan dianggap melanggar prinsip-prinsip jabatan Notaris dan kode etik Notaris sebagaimana merujuk pada Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor 10/PTS/MJ.PWN.Prov.DKIJakarta/X/2019.
Untuk menjawab dan memaparkan persoalan yang ada, penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, dan bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian hukum yang bertujuan untuk menggambarkan secara lengkap suatu keadaan mengenai pembuatan akta pernyataan keputusan rapat oleh Notaris berdasarkan akta risalah rapat bawah tangan kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip jabatan Notaris dan kode etik Notaris.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa akta tersebut memiliki agenda yang berbeda dengan risalah rapatnya, ketidaksinambungan antara akta pernyataan keputusan rapat dengan risalah rapatnya disebabkan ketidaktelitian Notaris dan menyebabkan adanya asumsi keberpihakan Notaris. Perilaku Notaris tersebut dianggap telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang tentang Jabatan Notaris (UUJN). Atas kelalaiannya dalam menjalankan jabatannya tersebut, maka Notaris tersebut sudah seharusnya mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan ketentuan sanksi sebagaimana diatur dalam UUJN dan Kode Etik Notaris.

This study generally discusses the terms of making the deed of the statement of General Meeting of Shareholders (GMS) resolutions of the Limited Liability made by a Notary. Theoretically, the GMS can be held with or without the presence of a Notary. In the implementation of the GMS not attended by a Notary, as stipulated in Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Company, the GMS resolutions need to be made in the form of a notarial deed, namely the deed of the statement of meeting resolutions as the notarial form of the private deed of the minutes of such GMS. However, in reality, many notarial deeds are problematic or disputed, one of which can be seen from the cases raised in this study regarding the Notary who was reported for making the deed of the statement of meeting resolutions not following the private deed of the minutes of such meeting and considered to violate the principles of Notary and the Notary Ethics Code as referred to the Decision of the Notary Regional Supervisory Board of DKI Jakarta Number 10/PTS/MJ.PWN.Prov.DKIJakarta/X/2019.
To answer and explain the existing problems, this study is conducted using normative juridical study methods, namely a study conducted by examining library material or secondary data, and descriptive analysis, namely a legal study aimed at describing completely a situation regarding the making of the deed of the statement of meeting resolutions by the Notary based on the private deed of the minutes of meeting under the principles of Notary and the Notary Ethics Code.
The results of this study indicate that the notarial deed has a different agenda with the minutes of meeting, the discontinuity between the deed of the statement of meeting resolutions with the minutes of meeting is due to the inaccuracy of the Notary and leads to the assumption of the allegiance of the Notary. The Notary's behavior is deemed to have violated the provisions as regulated in Article 16 paragraph (1) letter a of the Notary Law. For his negligence in carrying out his position, the Notary must be responsible for his actions under the provisions of sanctions as stipulated in the Notary Law and the Notary Ethics Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audi Dian Fitria
"Notaris merupakan pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat Akta autentik. Untuk dapat dikatakan sebagai akta autentik pembuatan Akta harus dibuat dihadapan Notaris sepanjang isinya dikehendaki oleh para pihak dan sesuai dengan tata cara dan/atau prosedur yang ditetapkan dalam UUJN. Namun dalam prakteknya terdapat akta Notaris selaku PPAT khususnya Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT namun tidak didasarkan pada tata cara dan/atau prosedur yang berlaku, yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana tanggung jawab Notaris sebagai PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli yang dibuatnya terhadap para pihak serta apakah Notaris dalam kapasitasnya sebagai PPAT dapat dipersalahkan apabila dalam pelaksanaan Akta Jual Beli tersebut salah satu pihak tidak melakukan sesuai apa yang diperjanjikan. Penelitian ini adalah penelitian hukum Normatif yang bersifat eksplanatoris.
Hasil penelitian ini adalah Notaris yang menjalankan jabatannya selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak dapat dilepaskan tanggung jawabnya sebagai Notaris dan harus mentaati dan mengikuti perilaku dan pelaksanaan Peraturan Jabatan Notaris yang diatur dalam UUJN. Notaris dalam kapasitasnya sebagai PPAT dapat dipersalahkan terkait dengan ketelitian dan kecermatan, karena apabila Notaris tidak membuat Akta sesuai dengan prosedur, maka akta tersebut dapat menjadi akta di bawah tangan.

A notary is a public official who has the authority to make an authentic Deed. To be described as an act of conscious creation should be made before the Notary Deed all the contents desired by the parties and in accordance with the Ordinance and/or procedures set out in UUJN. However, in practice there is a notary deed as a PPAT in particular deed of sale and purchase made by PPAT, but not based on ordinances and/or the applicable procedure, which became the principal issue is how the responsibility of the Notary as a PPAT in the making of the deed of sale and purchase he had made against the parties, as well as whether the notary in his capacity as a PPAT can be blamed when in the execution of the deed of sale and purchase one of the parties does not perform according to what exchanged. This research is a normative law that is explanatory.
Results of this research is the Notary who runs his post as Land Deed Officer (PPAT) can not be discharged his responsibilities as a Notary and must obey and follow the behavior and Notary Regulations stipulated in UUJN. Notary public in his capacity as a PPAT can be blamed and thoroughness associated with incredible detail, because if the notary public does not make the Act in accordance with the procedure, then the deed can be a certificate under his hand.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Nachita
"ABSTRAK
Tesis ini meneliti mengenai akibat hukum perceraian antara suami isteri terhadap
harta bersama yang belum dibagi yang menjadi objek dalam Perjanjian Pengikatan
Jual Beli. Dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas harta bersama
yang belum dibagi, diperlukan persetujuan dari mantan isteri atau suami, apabila
tidak ada persetujuan maka akan menimbulkan kerugian bagi pihak yang tidak
setuju itu. Dalam penelitian ini, penulis mengangkat 2 (dua) pokok permasalahan,
yang pertama adalah bagaimana akibat hukum perceraian suami isteri terhadap
harta bersama yang belum dibagi yang menjadi objek dalam Perjanjian Pengikatan
Jual Beli? Lalu yang kedua adalah bagaimana tanggungjawab Notaris atas
Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagaimana dalam putusan Majelis Pemeriksa
Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor:
02/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2015? Penelitian ini menggunakan metode
yuridis normatif yang menekankan pada norma-norma hukum tertulis dengan
pendekatan yuridis yang mempergunakan sumber data sekunder, digunakan untuk
menganalisa berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hukum perkawinan
dan jabatan Notaris, buku-buku dan artikel-artikel yang mempunyai korelasi dan
relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa, akibat hukum yang terjadi atas pembuatan Perjanjian
Pengikatan Jual Beli ini adalah dirugikannya pihak isteri sebagai orang yang turut
memiliki hak atas objek tersebut dan dirugikannya pihak pembeli dalam perjanjian
tersebut. Lalu tanggungjawab Notaris atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang
dibuatnya adalah dijatuhkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis yang
dijatuhkan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta karena
Notaris terbukti melanggar Pasal 16, 39 dan 47 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Jabatan Notaris.

ABSTRACT
This thesis examines the legal consequences of a divorce between husband and wife
to the undivided joint marital property that being an object on sale and purchase
agreement. In making a sale and purchase agreement of undivided joint marital
property, the consent of the spouses is required, if the consent is none, it will cause
a losses to the disagreed party. In this study, the authors raised two main ideas,
first, how is the effect of a divorce between husband and wife to the undivided joint
marital property that being an object on sale and purchase agreement? The second
is how the responsibility of Notary on the sale and purchase agreement as
mentioned in Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta
Nomor: 02/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2015? The research method that
will be used in this study is juridical-normative. The results of this study indicate
that, the legal consequences of making this sale and purchase agreement is the
disadvantage of the wife as the person who also has the right to the object and also
disadvantage of the buyer in the agreement. Then the responsibility of the Notary
on the Sale and Purchase Agreement he made is an administrative sanction in the
form of written warning imposed by the Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris DKI
Jakarta because the Notary was proven to violate Articles 16, 39 and 47 Law
Number 2 Of 2014 Concerning Amendment to Law Number 30 Of 2002 Concerning
Jabatan Notaris."
2017
T48926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Levina Pietra
"Perjanjian kawin dibuat untuk menyimpangi ketentuan persatuan harta perkawinan yang diatur dalam undang-undang serta dibuat dengan akta otentik untuk kepastian tanggal akta dan didaftarkan agar berlaku pada pihak ketiga yang terikat dengan para pihak pembuat perjanjian kawin. Akta otentik ini dibuat di hadapan pejabat berwenang, yakni seorang Notaris yang tunduk pada suatu undang-undang khusus yang mengatur jabatannya termasuk tugas, kewajiban serta tanggung jawabnya dalam membuat akta, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dengan tidak dibuatnya akta perjanjian kawin yang sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang telah ditentukan, maka akta perjanjian kawin tersebut bisa dianggap cacat hukum dan batal demi hukum dan menjadikan para pihak berada dalam persatuan harta perkawinan. Dalam penulisan ini, kasus yang diangkat adalah kasus dimana diadakannya sebuah perjanjian kredit dan perjanjian jaminan yang dibuat oleh Almarhum Suhendro Halim dengan PT Bank Negara Indonesia berdasarkan perjanjian kawin yang cacat hukum dan batal demi hukum serta tidak didaftarkan pada pegawai pencatatan perkawinan yang berakibat pada dikembalikannya jaminan tersebut ketika harus dieksekusi kepada Ny. Ratnaria Tjandrasa sebagai penggugat bersih dari jaminan. Dari sini kemudian penulis melakukan penelitian yuridis normatif tentang tanggung jawab Notaris dalam menjalankan jabatannya dalam membuat akta perjanjian kawin serta upaya hukum seperti apakah yang dapat dilakukan pihak ketiga yang dirugikan karena berada dalam posisi tidak memiliki jaminan untuk pelunasan hutang perjanjian kredit yang masih berjalan.

The prenuptial agreement is made to deviate from the union of the marital assets which stipulated in the law and made with an authentic deed for certainty of the date and registered to apply to third parties whose bound by the prenuptial agreement makers. This authentic deed made before an authorized official, a Notary who is subject to a special law that regulates his position including his duties, obligations and responsibilities in making a deed, namely Law Number 2 Year 2014 concerning Amendment to Law Number 30 years 2004 concerning Notary Position. With the absence of a prenuptial agreement deed in accordance with predetermined legal rules, the prenuptial agreement deed can be deemed legally flawed and null and void and makes the parties in the union of marital assets. In this paper, the case raised is the case in which a loan agreement and guarantee agreement was made by the late Suhendro Halim with PT Bank Negara Indonesia based on a prenuptial agreement that was legally flawed and null and void and was not registered with the marriage registrar employee who resulted in the return of collateral when it must be executed to Ny. Ratnaria Tjandrasa as the plaintiff free from collateral status. From this case, the writer conducts a normative juridical analysis about the responsibility of the Notary in carrying out his position in making prenuptial agreement deeds and what legal remedies can be done by third parties who are disadvantaged because they are in the position of having no collateral for repayment for the loan agreement."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novela Christine
"Perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian accesoir dari perjanjian kredit, yang berfungsi sebagai jaminan atas pembayaran utang debitur kepada kreditur. Dalam akta jaminan fidusia terdapat pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia. Pemberi fidusia didefinisikan sebagai pemilik dari objek jaminan fidusia, akan tetapi terdapat debitur yang berkedudukan sebagai pemberi fidusia yang membebankan benda yang bukan miliknya menjadi objek jaminan fidusia. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah akibat hukum terhadap akta jaminan fidusia yang memiliki identitas kepemilikan objek yang dikaburkan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 390/PDT.G/2018/PN.Mnd; dan hubungan hukum yang mendasari pembuatan akta jaminan fidusia yang memiliki pemberi fidusia dan pemilik objek jaminan fidusia yang berbeda. Penelitian dalam tesis ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan tipe penelitian problem identification. Hasil analisis menunjukkan bahwa akibat hukum terhadap akta jaminan fidusia tersebut adalah batal demi hukum, dikarenakan tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia, dan bukan disebabkan oleh batalnya perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok. Akta jaminan fidusia yang memiliki pemberi fidusia dan pemilik objek jaminan fidusia yang berbeda dapat terjadi dikarenakan adanya hubungan hukum pada jual beli kendaraan bermotor yang belum melakukan balik nama BPKB, atau terdapat harta bersama yang hendak dijaminkan. Saran yang dapat diberikan adalah pemilik objek jaminan yang berkeberatan atas pembebanan benda miliknya dapat melakukan perubahan terhadap objek jaminan fidusia ataupun pembatalan akta kepada notaris. Pada saat pembuatan akta jaminan fidusia harus memposisikan pemilik objek jaminan fidusia sebagai pihak ketiga pemberi fidusia agar tidak terjadi gugatan maupun perlawanan pada saat eksekusi objek jaminan.

Fiduciary security contract is an accessory contract to the credit agreement, which serves as the guarantee for the payment made by the debtor to the creditor. The parties included in fiduciary security deed are fiduciary giver and fiduciary recipient. Fiduciary giver is defined as the owner of collateral object, however, there was a debtor acting as the fiduciary giver who put the fiduciary security upon the object that is not their property. The issues raised in this study are the legal consequence of fiduciary security deed which has obscured ownership of object based on Case Study of Manado District Court Number 390/PDT.G/2018/PN.Mnd; and the legal relation that serves as the basis in making fiduciary security deed which has different fiduciary giver and fiduciary object’s owner. The method used for this research is a normative juridical, by means of problem identification as the analytical types. The result of analysis concluded that the legal consequence of the fiduciary security deed is null and void, on the account of violating Article 1 number 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia and isn’t due to the cancellation of credit agreement as the principal contract. Fiduciary security deed could have a different fiduciary giver and fiduciary object’s owner in addition to the legal relation on sale and purchase of vehicle that did not go through the transfer of vehicle ownership, or there is a marital property that would be used as a collateral. The recommendations suggested are the fiduciary object’s owner who object using their asset as a collateral could ask the notary to make an amendment for the collateral of fiduciary or nullify the deed. In the making of fiduciary security deed, the fiduciary object’s owner have to be put as the fiduciary giver third party in order that there would not be a lawsuit or opposition in the fiduciary collateral execution. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Paramita Antika
"ABSTRAK
Peranan putusan hakim hendaknya diletakkan pada unsur kepastian hukum demi
terciptanya keadilan berdasarkan hukum sehingga dapat dirasakan oleh
masyarakat, khususnya masing-masing pihak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tepat atau tidaknya pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 1691 K/Pdt/2011, bagaimanakah akta yang
memiliki titel eksekutorial dapat dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung dan
bagaimanakah perlindungan hukum bagi kreditor atas terjadinya pembatalan Akta
tersebut? Untuk mengetahui penyebab tidak adanya kepastian hukum dalam
putusan beserta upaya untuk menanggulanginya untuk mengetahui apa saja
dampak putusan tersebut bagi para pihak, Notaris serta masyarakat luas. serta
untuk mengetahui apa saja yang menjadi penyebab tidak adanya keadilan. Dengan
menggunakan metode penelitian yuridis-normatif atau penelitian kepustakaan
(library research) dan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual dan
pendekatan kasus. Pertimbangan hakim dalam putusan tersebut menyatakan
kesalahan penulisan dalam akta pengakuan utang mengakibatkan akta pengakuan
utang tersebut menjadi batal demi hukum. Putusan tersebut tidak mencerminkan
adanya kepastian hukum. Tidak adanya kepastian hukum disebabkan oleh tidak
adanya aturan yang spesifik mengenai kriteria akta yang mengakibatkan akta
menjadi batal demi hukum.

ABSTRACT
The role of judge decision should be placed on the element of legal certainty in
order to create justice based on law so that it can be felt by the community,
especially each party. This study aims to determine whether or not the judges'
judgment in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia
Number 1691 K / Pdt / 2011 to determine the cause of the absence of legal
certainty in the decision and the effort to overcome it to know what the impact of
the decision to the parties, wide community. As well as to know what is the cause
of the absence of justice. With a statutory approach, a conceptual approach and a
case approach. The judge's consideration in the verdict states the mistake of
writing in the deed of recognition of debt resulting in the deed of recognition of
the debt becomes null and void. The verdict does not reflect the legal certainty.
The absence of legal certainty is caused by the absence of specific rules regarding
the deed criteria which resulted in the deed being null and void by law."
2017
T48302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>