Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65564 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Renditya Anggana
"Latar belakang: Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang menjadi penanganan paling umum pada pasien gagal ginjal. Gejala yang dapat terjadi pada pasien hemodialisis salah satunya gangguan tidur. Dalam perannya, perawat merupakan care provider dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, termasuk yang memiliki kualitas tidur yang buruk. Foot massage merupakan terapi komplementer yang aman, mudah diberikan, merelaksasi otot serta memberikan rasa nyaman.
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh dari terapi foot massage terhadap kualitas tidur pasien hemodialisis.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen dengan sampel sebanyak 24 responden pada kelompok intervensi dan 24 responden pada kelompok kontrol. Teknik snowball sampling digunakan dengan kriteria inklusi pasien berusia 18-60 tahun, mengalami gangguan tidur, kesadaran composmentis, tidak mengalami cedera pada kaki dan tidak mengkonsumsi obat tidur.
Hasil: Diperoleh skor pre-test 11,96 dan skor post test 9,17 pada kelompok intervensi sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh skor pre-test 10,08 dan skor post test 9,83. Hasil analisis uji statistik menunjukkan ada perbedaan rerata kualitas tidur pada pre-test dan post-test pada kelompok intervensi dan kontrol dengan nilai p = 0,001.
Kesimpulan: Terapi foot massage berpengaruh dalam meningkatkan kualitas tidur pasien hemodialisis.
Rekomendasi: Perawat dengan pendidikan minimal Diploma Keperawatan dapat menerapkan terapi foot massage kepada pasien hemodialisis yang mengalami gangguan tidur.

Background: Hemodialysis has become a renal replacement therapy which is the most common treatment for patients with kidney failure. Symptoms that can occur in hemodialysis patients include sleep disturbances. In their role, nurses have become care providers in providing nursing care to patients, including those with poor sleep quality. Foot massage has become a complementary therapy that is safe, easy to administer, relaxes muscles and provides a sense of comfort.
Objective: To determine the effect of foot massage therapy on sleep quality in hemodialysis patients.
Method: This study used a quasi-experimental design with a sample of 24 respondents in the intervention group and 24 respondents in the control group. The snowball sampling technique was used with the inclusion criteria of patients aged 18-60 years, experiencing sleep disturbances, composmentis awareness, not experiencing leg injuries and not taking sleeping pills.
Results: Obtained a pre-test score of 11.96 and a post test score of 9.17 in the intervention group, while the control group obtained a pre-test score of 10.08 and a post test score of 9.83. The results of statistical test analysis showed that there was a difference in the mean sleep quality in the pre-test and post-test in the intervention and control groups with a value of p = 0.001.
Conclusion: Foot massage therapy has an effect on the sleep quality of hemodialysis patients. Recommendation: Nurses with a minimum education of a Diploma in Nursing can apply foot massage therapy to hemodialysis patients who experience sleep disorders.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merita Basril
"Janin dan bayi prematur menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tidur di dalam dan di luar rahim. Tidur dianggap sebagai aktivitas penting pada periode neonatal, serupa dengan pernapasan dan nutrisi. Kebisingan merupakan salah satu penyebab gangguan pola tidur pada bayi prematur di ruang perawatan intensif neonatal dan berdampak pada gangguan tumbuh kembang. Studi ini memberikan gambaran penerapan Model Adaptasi Callista Roy dalam asuhan keperawatan pada lima kasus bayi prematur dengan risiko gangguan pola tidur. Desain yang digunakan adalah studi kasus yang didapatkan dari lima kasus terpilih. Teori Adaptasi Callista Roy mampu memfasilitasi perawat untuk menggali masalah keperawatan pada bayi prematur secara komprehensif. Pemberian edukasi Bundles Alert to Alarm kepada seluruh perawat neonatal menggunakan media pitstop dapat menurunkan angka kebisingan diruang perawatan neonatal. Penerapan teori Adaptasi Callista Roy dan penerapan Bundles allert to alarm dapat direkomendasikan untuk diterapkan dalam asuhan keperawatan yaitu dapat memfasilitasi istirahat tidur bayi prematur yang dirawat di ruang perawatan neonatal.

Fetuses and premature babies spend most of their time sleeping inside and outside the womb. Sleep is considered an important activity in the neonatal period, similar to breathing and nutrition. Noise is one of the causes of disturbed sleep patterns in premature babies in the neonatal intensive care room and has an impact on growth and development disorders. This study provides an overview of the application of the Callista Roy Adaptation Model in nursing care in five cases of premature babies at risk of sleep pattern disorders. The design used is a case study obtained from five selected cases. Callista Roy's Adaptation Theory is able to facilitate nurses to comprehensively explore nursing problems in premature babies. Providing Bundles Alert to Alarm education to all neonatal nurses using pitstop media can reduce noise levels in the neonatal care room. The application of Callista Roy's Adaptation theory and the application of Bundles alert to alarm can be recommended for application in nursing care, namely it can facilitate sleep for premature babies who are cared for in the neonatal care room."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sahlan Zamaa
"Diabetes melitus (DM) yang telah diderita selama bertahun-tahun dapat mengarah ke berbagai komplikasi, diantaranya yaitu terjadinya peripheral arterial disease (PAD). Salah satu indikator terjadinya PAD pada pasien DM tipe 2 yaitu adanya penurunan nilai ankle brachial index (ABI) pada ekstremitas bawah pasien. Jika hal ini terus dibiarkan, maka bisa terjadi neuropati yang dapat memicu munculnya ulkus kaki diabetik. Intervensi yang dapat diberikan untuk meningkatkan nilai ABI yaitu dengan melakukan foot massage atau latihan ROM ankle dorsofleksi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberian kombinasi foot massage dan latihan ROM ankle dorsofleksi terhadap nilai ABI pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan metode pre and post test without control yang terdiri dari 2 kelompok intervensi dengan besar sampel 20 responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian kombinasi latihan ROM ankle dorsofleksi dan foot massage terhadap peningkatan nilai ABI (p value = 0,033 untuk ekstremitas kanan dan p value = 0,001 untuk ekstremitas kiri). Rekomendasi penelitian ini yaitu agar para perawat dapat memberikan intervensi kombinasi latihan ROM ankle dorsofleksi dan foot massage dalam rangka mencegah terjadinya PAD pada pasien DM tipe 2.

The chronic diabetes mellitus has the potential to cause several complications including peripheral arterial disease (PAD). A parameter indicating PAD amongst Type 2 diabetes mellitus patients is the decline in the ankle brachial index (ABI) on their lower extremity. Once this condition persists, it can cause neuropathy leading to the occurrence of leg diabetic ulcer. An intervention believed to overcome this problem is conducting foot massage or ankle dorsiflexion range of motion (ROM) exercises.
This research aimed at investigating the effectiveness of exercise combination of foot massage and ankle dorsiflexion ROM on ABI scores among type 2 diabetes mellitus patients. This study used quasi-experiment method with pre and post-test without control design, and consisted two intervention groups involving 20 participants.
The study revealed that there was distinctive correlation between the exercise combination of foot massage and ankle dorsiflexion ROM and the increase of ABI scores of the patients (p value = 0.033 for the right extremities and p value = 0.001 for the left extremities).The findings suggest that such intervention can be considered or even be provided by nurses taking care of type 2 diabetes mellitus patients to prevent them from the possible deteriorating complication, the peripheral artery disease.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nastasia
"Lansia dapat mengalami penurunan fungsional tubuh, salah satunya perubahan sistem kardiovaskuler. Hipertensi merupakan salah satu penyakit sistem kardiovaskuler yang dialami oleh lansia. Hipertensi yang tidak dikontrol dengan baik akan menyebabkan komplikasi yang dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas bagi lansia. Intervensi foot massage merupakan salah satu intervensi non farmakologis yang dapat digunakan dalam manajemen hipertensi pada lansia. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui efek foot massage dalam tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Penulisan ini menggunakan metode studi kasus pada lansia dengan hipertensi yang tidak terkontrol. Intervensi foot massage dilakukan selama 9 hari dengan waktu 30 menit setiap sesinya dan dievaluasi dengan pengukuran tekanan darah sebelum dan setelah intervensi. Hasil intervensi menunjukkan bahwa intervensi foot massage berefek terhadap tekanan darah yang ditandai dengan adanya penurunan rerata tekanan darah sistolik sebesar 15 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 10 mmHg. Penerapan intervensi foot massage dapat diterapkan secara rutin sebagai salah satu manajemen hipertensi pada lansia di panti sosial tresna werdha.

The elderly have a decreased functional capacity, including changed in the cardiovascular system. Hypertension is one of the common cardiovascular system diseases in the elderly. Uncontrolled high blood pressure can lead to complications that can increase mortality and morbidity for the elderly. Foot massage is one of the non-pharmacological interventions that can be used in the management of hypertension in the elderly. This paper aims to determine the effect of foot massage on blood pressure in patients with hypertension. The method used in this paper is a case study in the elderly with uncontrolled hypertension. The foot massage intervention is given 9 days with 30 minutes each session and evaluated by measuring blood pressure before and after the intervention. The results showed that the foot massage was effect on blood pressure which was marked by an decrease in average systolic blood pressure by 15 mmHg and average diastolic blood pressure by 10 mmHg. The application of foot massage intervention can be applied routinely as one of hypertension management in the elderly at nursing home."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Widiarti
"Intracerebral Hemorrage (ICH) merupakan perdarahan di dalam jaringan otak yang disebabkan pecahnya pembuluh darah. Sehingga pasien dengan intracerebral hemorrage di rekomendasikan dirawat di Intensive Care Unit (ICU) karena dapat mengalami peningkatan Intracranial pressure (ICP), serta komplikasi seperti hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, dan risiko perdarahan lebih lanjut. Penanganan pasien intracerebral hemorrhage di ICU yang memerlukan bantuan jalan nafas atau intubasi dengan pemasangan ETT, tindakan operasi (misalnya; Ventrikuloperitoneal Shunt), penghisapan lendir maupun prosedural invasif lain dapat menjadi sumber nyeri selama perawatan. Nyeri pada pasien selama perawatan di ICU dapat berdampak pada organ tubuh lain, seperti; hiperventilasi, peningkatan kebutuhan oksigen, gangguan tidur. Oleh karena itu, diperlukan intervensi, salah satunya dengan penerapan foot massage. Tujuan dari laporan kasus ini untuk menganalisa asuhan keperawatan kritis pada Tn S (78 tahun) dengan nyeri akut pasca tindakan VP Shunt dan trakeostomi dengan penerapan foot massage menggunakan Behavioral Pain Score (BPS) Ventilator sebagai alat ukur nyeri. Intervensi dilakukan selama 20 menit (masing-masing 10 menit setiap kaki), sekali sehari selama lima hari, evaluasi dilakukan 30 menit pertama dan kedua, lalu setiap jam selama shift setelah intervensi. Evaluasi akhir dilakukan dari hari pertama sampai hari kelima didapatkan hasil penurunan nyeri dari BPS 6 menjadi BPS 3. Hal ini sesuai berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Momeni, et al (2021) pada tiga kelompok intervensi yang dilakukan oleh perawat, keluarga, dan kelompok kontrol. Dimana setelah di evaluasi pada hari kelima didapatkan skor rata-rata penurunan nyeri pada kelompok yang diberi intervensi oleh perawat (BPS dari 4.48 menjadi 3.36), sedangkan intervensi oleh keluarga (BPS 4.76 menjadi 2.96), dibandingkan kelompok kontrol yang tetap mengalami nyeri lebih banyak.

Intracerebral haemorrage (ICH) is bleeding within the brain tissue caused by ruptured blood vessels. So that patients with intracerebral haemorrhage are recommended to be treated in the Intensive Care Unit (ICU) because they can experience increased Intracranial pressure (ICP), as well as complications such as cerebral hypoxia, decreased cerebral blood flow, and the risk of further bleeding. Handling intracerebral haemorrhage patients in the ICU that require airway assistance or intubation with ETT insertion, surgery (e.g. Ventriculoperitoneal Shunt), mucus removal or other invasive procedures can be a source of pain during treatment. Pain in patients during treatment in the ICU can have an impact on other organs, such as; hyperventilation, increased oxygen demand, sleep disturbance. Therefore, interventions are needed, one of which is the application of foot massage. The purpose of this case report is to analyse critical nursing care in Mr S (78 years old) with acute pain after VP Shunt and tracheostomy with the application of foot massage using Ventilator Behavioral Pain Score (BPS) as a pain measurement tool. The intervention was carried out for 20 minutes (10 minutes each foot), once a day for five days, the evaluation was carried out the first and second 30 minutes, then every hour during the shift after the intervention. The final evaluation was carried out from the first day to the fifth day, the results showed a decrease in pain from BPS 6 to BPS 3. This is in accordance with research conducted by Momeni, et al (2021) on three intervention groups carried out by nurses, families, and control groups. Where after being evaluated on the fifth day, it was found that the average score of pain reduction in the group given intervention by nurses (BPS from 4.48 to 3.36), while intervention by the family (BPS 4.76 to 2.96), compared to the control group who still experienced more pain. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistianingsih
"Benign Prostat Hiperplasia BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat karena peningkatan kadar dehidrotestosteron dan proses penuaan. Salah satu tindakan untuk mengatasi BPH adalah pembedahan Transurethral Resection of the Prostate TURP . TURP sering menimbulkan masalah nyeri bagi pasien. Salah satu upaya untuk mengurangi nyeri dengan intervensi keperawatan mandiri foot massage. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh foot massage terhadap nyeri pasca pembedahan TURP. Desain penelitian quasi eksperimen dengan kelompok kontrol, sampel diambil dengan metode simple random sampling double blind. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 13 responden kelompok kontrol dan 13 responden kelompok intervensi. Hasil penelitian setelah dilakukan foot massage ada perbedaan score nyeri yang bermakna. Rerata nyeri pada kelompok intervensi lebih rendah daripada kelompok kontrol p=0,02 dan ada perbedaan nyeri setiap pemberian intervensi p=0.01 . Kesimpulan foot massage berpengaruh pada penurunan nyeri pasca pembedahan TURP.

Benign Prostatic Hyperplasia BPH is an enlarged prostate gland caused by increased dihydrotestosterone levels and aging process. One way to overcome BPH is Transurethral Resection of the Prostate TURP . However, pain is commonly felt by patients after TURP. The intervention of foot massage may be helpful to reduce the pain. The purpose of this study was to determine the effect of foot massage on the pain arises after TURP surgery. The design of this research was quasi experiment with control group, while the sample was taken by employing simple random sampling method, precisely double blind. The sample in this study consisted of 13 respondents, grouped as the control group, and another 13 respondents, grouped as the intervention group. The result showed that after getting a foot massage there was a significant difference of pain score. The average score of the intervention group was lower than that of the control group p 0.02 and there was a difference of the pain in each intervention p 0.01 . The conclusion is that foot massage has an effect on decreasing the pain after TURP surgery."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T47569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikram Ade Saputra
"Keluhan paling umum yang dialami ibu pasca operasi bedah sesar adalah rasa nyeri dan tidak nyaman yang berlangsung selama beberapa hari. Rasa sakit yang dirasakan pasca operasi bedah sesar dapat menyebabkan insomnia, kelelahan, kecemasan, dan berkurangnya mobilitas sehingga dapat menunda kesembuhan ibu dan perkembangan hubungan ibu-bayi. Oleh karena itu penatalaksanaan nyeri baik farmakologis maupun nonfarmakologis sangat penting dalam perawatan ibu pasca melahirkan. Terapi terapi non farmakologi h yang dapat digunakan adalah terapi pijat kaki yang efektif meredakan nyeri persalinan pasca bedah sesar . Tujuan artikel ini adalah menganalisis perawatan ibu pasca bedah sesar yang mengalami nyeri saat terapi pijat kaki. Penelitian ilmiah ini menggunakan metode studi kasus pada pasien pasca bedah sesar di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Penilaian yang diperoleh setelah tindakan adalah penurunan tingkat nyeri yang diukur dengan Numerical Pain Rating Scale (NPRS). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terapi pijat kaki dapat mengurangi nyeri yang dialami klien pasca bedah sesar . Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat membandingkan efektivitas terapi pijat kaki dengan pijat lain atau kombinasinya dalam mengurangi nyeri pasca bedah sesar . Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dalam metode case study, yang melaporkan asuhan keperawatan pada ibu post operasi sesar dengan penerapan pijat kaki untuk mengurangi nyeri. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa setelah dilakukannya intervensi pijat kaki, adanya perassan lebih rileks dan berkurangnya tingkat nyeri ibu.

The most common complaint experienced by mothers after cesarean section is pain and discomfort that lasts for several days. The pain felt after cesarean section can cause insomnia, fatigue, anxiety, and reduced mobility, which can delay the mother's recovery and the development of the mother-baby relationship. Therefore, both pharmacological and non-pharmacological pain management is very important in postpartum care. Non-pharmacological therapy that can be used is foot massage therapy which is effective in relieving post-cesarean delivery pain. The purpose of this article is to analyze the care of post-cesarean mothers who experience pain during foot massage therapy. This scientific research uses a case study method on post-cesarean patients at the University of Indonesia Hospital. The assessment obtained after the action is a decrease in the level of pain as measured by the Numerical Pain Rating Scale (NPRS). These results indicate that foot massage therapy can reduce pain experienced by post-cesarean section clients. It is hoped that further research can compare the effectiveness of foot massage therapy with other massages or their combinations in reducing post-cesarean pain. The writing of this scientific work is carried out in a case study method, which reports nursing care for post-cesarean section mothers with the application of foot massage to reduce pain. Based on the results of the study, it shows that after the foot massage intervention, there is a more relaxed feeling and a reduction in the mother's pain level."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Giri Susanto
"Hemodialisis (HD) merupakan metode terapi yang banyak digunakan oleh pasien gagal ginjal kronik. Hemodialisis membutuhkan waktu jangka panjang sehingga dapat menimbulkan munculnya berbagai komplikasi yang dapat menimbulkan penurunan kualitas tidur. Fatigue dan depresi diduga berpengaruh terhadap penurunan kualitas tidur pasien yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara fatigue dan depresi dengan kualitas tidur pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis di RSUD Pringsewu Lampung. Desain pada penelitian ini adalah cross sectional, dengan jumlah sampel sebanyak 103 pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Analisa data menggunakan uji korelasi Chi square dan regresi logistik berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara fatigue (p value 0.002), dan depresi (p value 0.034) dengan kualitas tidur. Variabel konfonding: usia, pekerjaan, jadwal HD dan lama tidur siang berhubungan signifikan dengan kualitas tidur (p = 0.022, p = 0.041, p = 0.024 dan p = 0.041), namun jenis kelamin, pendidikan, lama HD, hemoglobin, status nutrisi, dan komorbid tidak signifikan berhubungan dengan kualitas tidur (p > 0.05). Hasil analisis regresi logistik berganda menunjukkan fatigue, depresi, pekerjaan, lama HD dan lama tidur siang berkontribusi terhadap kualitas tidur (OR: 5.911, 5.382, 0.142, 0.401 dan 0.164). Dalam satu model ketika diregresikan secara bersamaan, kelima variabel ini berkontribusi sebesar 44,4% terhadap kualitas tidur. Fatigue merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas tidur. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian terhadap fatigue dan pengembangan intervensi keperawatan untuk meningkatkan kualitas tidur pasien hemodialisis

Hemodialysis (HD) is a method of treatment that is widely used by chronic kidney failure patients. Hemodialysis takes a long time so that it can cause various complications, which one of them is a decrease in sleep quality. Fatigue and depression are considered affecting the quality of sleep in patients undergoing hemodialysis. This study aims to determine the relationship between fatigue and depression with sleep quality in end-stage renal failure patients undergoing hemodialysis in RSUD Pringsewu Lampung. The design in this study was cross sectional, recruited a total sample of 103 patients with end-stage renal failure undergoing hemodialysis. Data analysis used Chi square correlation test and multiple logistic regression. The results of this study indicated that there was a significant relationship between fatigue (p value 0.002) and depression (p value 0.034) with sleep quality. In addition, age, occupation, HD schedule and length of nap were significantly correlated with sleep quality (p = 0.022, p = 0.041, p = 0.024 and p = 0.041, respectively). However, there were not significantly correlated between gender, education, duration of HD, hemoglobin, nutritional status, and comorbidities with sleep quality (p > 0.05). The result of multiple logistic regression analysis showed that fatigue, depression, occupation, duration of HD and length of nap contributed to sleep quality (OR: 5.911, 5.382, 0.142, 0.401 and 0.164 respectively). In the same model, these variables when regressed together could explain 44.4% to sleep quality. The fatigue became the most influential factor on sleep quality. Therefore, the assessment of fatigue and develop nursing interventions to improve sleep quality hemodialysis patients is pivotal to be conducted in taking care of haemodialysis patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira Dewina
"Proses bertambahnya usia (menua) akan mempengaruhi berbagai penurunan sistem atau fungsi tubuh. Salah satunya adalah mengalami penurunan sistem kardiovaskular. Penurunan yang terjadi pada sistem kardiovaskular akan menyebabkan berbagai konsekuensi dan dapat diperburuk dengan hipertensi yang diderita lansia. Dampaknya lansia mengalami risiko ketidakstabilan tekanan darah. Sebagai intervensi risiko ketidakstabilan tekanan darah terapi non-famakologis sebagai pelengkap terapi farmakologis seperti aromatherapy foot massage dapat membantu menurunkan tekanan darah. Aromatherapy foot massage dapat membantu memperlancar sirkulasi serta memberikan efek rileksasi sehingga menurunkan tekanan darah. Intervensi ini dilakukan selama 9 kali dengan durasi intervensi selama 10 menit pemijatan kaki kiri dan 10 menit pemijatan kaki kanan. Sebelum dilakukan intervensi dipastikan lansia dalam kondisi rileks dan 30 menit setelah melakukan aktivitas, lalu dilakukan perendaman air hangat 30 menit. Evaluasi dilakukan dengan mengukur tekanan darah dan MAP sebelum dan sesudah intervensi. Dari hasil intervensi didapatkan penurunan tekanan darah ditemukan sebesar 5 sampai 9 mmHg untuk tekanan darah sistolik, sedangkan untuk tekanan darah diastolik terjadi penurunan sebanyak 4 sampai 6 mmHg, serta MAP terjadi penurunan 5 sampai 8 mmHg. Hal ini mebuktikan keefektifan intervensi aromatherapy foot massage. Oleh sebab itu, dengan adanya karya ilmiah ini diharapkan petugas, perawat, atau mahasiswa di panti yang sedang berpraktik dapat melanjutkan intervensi ini sebagai intervensi risiko ketidakstabilan tekanan darah yang ada di panti.

The process of increasing age (aging) will affect various decreases in body systems or functions. One of them is experiencing a decrease in the cardiovascular system. The decrease that occurs in the cardiovascular system will lead to various consequences and can be exacerbated by hypertension suffered by the elderly. As a result, the elderly experience the risk of blood pressure instability. As a risk intervention for blood pressure instability, non-phamaxological therapies as a complement to pharmacological therapies such as aromatherapy, foot massage can help lower blood pressure. Aromatherapy foot massage can help facilitate circulation and provide a relaxing effect so as to lower blood pressure. This intervention was carried out for 9 times with the duration of the intervention for 10 minutes of left leg massage and 10 minutes. From the results of the intervention, a decrease in blood pressure was found by 5 to 9 mmHg for systolic blood pressure, while for diastolic blood pressure there was a decrease of 4 to 6 mmHg, and MAP decreased by 5 to 8 mmHg. This proves the effectiveness of aromatherapy foot massage intervention. Therefore, with this scientific work, it is hoped that officers, nurses, or students in institutions who are practicing can continue this intervention as a critical intervention.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Arisanti
"Semakin bertambahnya usia, fungsi tubuh manusia mengalami penurunan. Diabetes mellitus termasuk kedalam 10 penyakit terbanyak yang diderita oleh lansia dan menjadi penyebab kematian terbanyak. Diabetes merupakan gangguan pada sistem endokrin yang terjadi di pancreas. Terganggunya hormone insulin yang mengakibatkan tingginya kadar glukosa dalam darah. Komplikasi diabetes yang sering terjadi adalah neuripati perifer yang dapat menyebabkan penurunan sensitivitas kaki. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada Nenek L yang berusia 64 tahun dengan masalah keperawatan perfusi perifer tidak efektif melalui penerapan foot massage. Hasil intervensi yang dilakukan lima kali dalam waktu tiga minggu dengan jarak tiga hari pada tiap intervensi didapatkan adanya peningkatan sensitivitas kaki yang di evaluasi menggunakan monofilament test 10g.

With increasing age, the function of the human body decreases. Diabetes mellitus is included in the 10 most common diseases suffered by the elderly and is the most common cause of death. Diabetes is a disorder of the endocrine system that occurs in the pancreas. Disruption of the hormone insulin which results in high levels of glucose in the blood. The most common complication of diabetes is peripheral neuropathy, which can cause decreased foot sensitivity. This scientific work aims to analyze nursing care for Grandma L who is 64 years old with ineffective peripheral perfusion nursing problems through the application of foot massage. The results of the intervention carried out five times within three weeks with a distance of three days in each intervention showed an increase in foot sensitivity which was evaluated using the 10g monofilament test."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>