Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164504 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natasha Dianasari Devana
"

Defisiensi vitamin D rentan terjadi pada tenaga kesehatan dan berakibat pada gangguan sintesis cathelicidin, peptida antimikrobial dengan efek proteksi terhadap virus. Studi terdahulu menunjukkan adanya korelasi positif antara 25-OH-D dengan cathelicidin, sementara data terkait pada populasi obesitas masih terbatas. Penelitian dengan desain potong lintang dilakukan di Rumah Sakit rujukan pasien COVID-19 di Jakarta dan Depok. Consecutive sampling dan randomisasi dilakukan untuk memperoleh sampel. Asupan makronutrien dan vitamin D dinilai menggunakan Food recall 24 jam dan semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Kadar 25-OH-D dan cathelicidin serum dianalisa dengan metode Chemiluminescence Immunoassay (CLIA) dan Enzyme Linked Immunosorbentassay (ELISA). Uji Mann Whitney dan Kruskal Wallis dilakukan untuk menilai perbedaan rerata kadar cathelicidin, sementara korelasi 25-OH-D dan cathelicidin serum dinilai dengan regresi linear setelah penyesuaian terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT). 80 subjek usia 22 hingga 47 tahun dianalisa, dengan 70% subjek memiliki status gizi obesitas dan 30% berat badan lebih. 93.7% subjek belum mencukupi kebutuhan asupan harian Vitamin D dengan median asupan Vitamin D 2.8 µg per hari. Median kadar 25-OH-D dan cathelicidin subjek 14.3 ng/ml dan 211.6 ng/ml. 85% subjek tergolong defisiensi vitamin D dan subjek dengan obesitas II memiliki kadar cathelicidin yang lebih tinggi. Tidak didapatkan korelasi antara kadar 25-OH-D dengan cathelicidin serum pada subjek tenaga kesehatan dengan berat badan lebih dan obesitas (p 0.942 𝛃-0.077 95% CI -2.182-2.029). Hasil penelitian ini membutuhkan analisa lebih lanjut mengingat peningkatan kadar cathelicidin dapat dipengaruhi oleh variabel perancu sehingga efek protektif dari cathelicidin belum dapat disimpulkan.


Vitamin D deficiency is prevalent among healthcare workers, resulting in impairment of cathelicidin, an antimicrobial peptide with antiviral properties. Former studies show a positive correlation between 25-OH-D and cathelicidin, yet data on the obese population is still scarce. We conducted a cross-sectional study in the COVID-19 referral hospitals in Jakarta and Depok. Samples were collected using consecutive sampling followed by randomization. A repeated 24-hour food recall and a semi-quantitative food frequency questionnaire (SQ-FFQ) were used to estimate intake. The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) and Chemiluminescence Immunoassay (CLIA) were used to measure serum cathelicidin and 25-OH-D. Mann Whitney and Kruskal Wallis analyses were done to assess the mean difference of cathelicidin, and linear regression adjusted for body mass index was done to assess the correlation between 25-OH-D and cathelicidin. 80 subjects aged 22 to 47 years were included, where 70% of the subjects were categorized as obese and 30% were overweight. 93.7% of the subjects did not meet their daily intake of vitamin D requirements, with a median intake of vitamin D of 2.8 µg daily. The subject’s median serum of 25-OH-D and cathelicidin were 14.3 ng/ml and 211.6 ng/ml, respectively. 85% of the subjects were classified as vitamin D deficient, and subjects with class II obesity had significantly higher levels of cathelicidin. Serum 25-OH-D and cathelicidin did not correlate in overweight and obese healthcare workers (p 0.942 𝛃-0.077 95% CI -2.182-2.029). Further research is essential to better understand the findings of this study since the protective effects of cathelicidin cannot be determined because confounding factors may cause cathelicidin levels to rise.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyner Arden
"

Latar Belakang: Prevalensi berat badan lebih dan obesitas pada pekerja usia dewasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan perubahan gaya hidup yang terjadi. Kedua hal yang mencerminkan komposisi tubuh yang buruk ini merupakan faktor risiko dari berbagai penyakit kronik. Sebaliknya, daya tahan kardiorespirasi yang baik dapat memberikan berbagai manfaat kesehatan. Tujuan: Mengetahui pengaruh perubahan daya tahan kardiorespirasi terhadap komposisi tubuh pada pekerja duduk. Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan sumber data sekunder. Sejumlah 82 subjek penelitian yang merupakan pekerja duduk di Jakarta tahun 2018, dibagi menjadi kelompok uji dan kontrol yang masing-masing terdiri dari 41 subjek. Kelompok uji mendapatkan intervensi berupa latihan fisik berbasis tempat kerja selama 12 minggu. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson, Spearman, dan uji T-berpasangan. Hasil: Didapatkan peningkatan rerata nilai Indeks Massa Tubuh sebesar 0,14 kg/m2, peningkatan rerata presentase lemak sebesar 0,56%, penurunan rerata ukuran lingkar pinggang sebesar 2,56 cm, dan peningkatan rerata nilai prediksi daya tahan kardiorespirasi sebesar 1,27 mL/kg/menit pada subjek yang menjalani program latihan fisik berbasis tempat kerja selama 12 minggu, walaupun tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara perubahan pada nilai prediksi daya tahan kardiorespirasi terhadap ketiga komponen komposisi tubuh tersebut. Simpulan: Peningkatan daya tahan kardiorespirasi dengan program latihan fisik berbasis tempat kerja selama 12 minggu memberikan perbaikan secara klinis pada komposisi tubuh pekerja duduk, meskipun tidak menghasilkan perubahan yang signifikan secara statistik. Diperlukan penelitian lanjutan dengan memerhatikan dugaan faktor-faktor yang memengaruhi hasil tersebut.

 



Background: The prevalence of overweight and obesity in adults has increased in recent years in line with lifesyle changes that occur. These two things that reflect poor body composition are risk factors for various chronic disease. Conversely, good cardiorespiratory fitness can provide health benefits. Objective: This research was done to determine the effect of changes in cardiorespirator fitness on body composition in sitting workers. Methods: This study uses a cross-sectional method with a secondary data sources. A total of 82 research subject were sitting workers in Jakarta in 2018, which were divided into test and control groups, each grup consisting of 41 subjects. The test group received an intervention in the form of workplace based physical exercise for 12 weeks. Data analysis was performed using the Pearson and Spearman correlation test, and paired T-test. Results: There was an increase in the mean value of Body Mass Index by 0,14 kg/m2, an increase in the mean value of percentage of body fat by 0,56 percent, a decrease in the mean value of waist circumference by 2,56 cm, and an increase in the mean predicted value of cardiorespiratory fitness by 1,27 mL/kg/minutes in subjects undergoing a workplace based physical exercise program for 12 weeks, although no significant relationship was found between changes in the predicted value of cardiorespiratory endurance on the three components of body composition. Conclusion: Increased cardiorespiratory endurance with a workplace-based physical exercise program for 12 weeks provided a clinical improvement in sitting workers body composition, although it did not produce statistically significant changes . Further research is needed by considering other factor that may influence this result.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dania Mirza Ramadhanty
"

Berat badan berlebih merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang sering terjadi pada anak-anak dan remaja di seluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Hal ini didukung oleh data hasil prevalensi terhadap kasus overweightpada anak usia 2–19 tahun di Amerika Serikat yang terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil penelitian National Health and Nutrition Examination Surveytahun 2009–2010 di Amerika, didapatkan persentase overweightdan obesitas berdasarkan kelompok umur dengan jumlah prevalensi tertinggi terjadi pada remaja berusia 12–19 tahun (33,6%). Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi gizi berlebih secara nasional pada remaja berusia 16–18 tahun di Indonesia mencapai angka tertinggi yaitu 11,5%. 

Pada penelitian ini, peneliti berusaha mencari tahu lebih lanjut mengenai fenomena terdapatnya keterkaitan antara seorang individu khususnya remaja di Indonesia yang memiliki berat badan berlebih dengan citra tubuh (body image)yang dimilikinya, apakah berdampak positif atau negatif. Sejumlah 350 remaja dengan rentang usia 16–18 tahun dari kedua SMA di Jakarta Selatan, tepatnya SMA Negeri 109 dan SMA Negeri 28, dipilih untuk menjadi subjek penelitian dan setelahnya diteliti dengan desain studi potong lintang (cross-sectional) dan metode observasional analitik.  Proses pengambilan data untuk penelitian yang dilakukan pada bulan Desember 2017 di SMA Negeri 109 dan bulan Januari 2018 diawali dengan pengukuran antropometri, selanjutnya responden berkewajiban untuk mengisi instrumen penelitian berupa kuesioner tipe King College London Body Image Questionnaire’s. Melalui hasil skoring total seluruh komponen pertanyaan serta hasil analisis dengan uji hipotesis chi-squaredidapatkan bahwa nilai p menunjukkan angka 1,000 yang berarti p tidak bermakna (uji hipotesis 0 diterima), sehingga hubungan antara berat badan berlebih terhadap body image tidak dapat ditentukan dan cenderung tidak signifikan

Kata kunci        : 

Berat Badan berlebih, Body Image, Jakarta Selatan, Remaja 16-18 Tahun.


Overweight is one of the health problems that often occur in children and adolescents throughout the world, both in developed and developing countries. This is supported by the results in USA that there is an increase of overweight prevalence at children aged 2–19 years from year to year. In addition, based on the results of the National Health and Nutrition Examination Survey 2009–2010 in United States, the percentage of overweight and obesity by age group with the highest prevalence was found at the age of 12–19 years with a score of 33,6%.According to the data obtained by Riskesdas in 2013, it shows that the prevalence of adolescents aged 16–18 years in Indonesia reached the highest value of 11,5%.

In this study, researcher trying to find out more about a phenomenon if there is relationship between teenagers in Indonesia who have excess body weight with body image, whether the positive or negative impact. Three hundred and fifty adolescents ranging in age at 16–18 years old from two senior high school in South Jakarta, which is 109 senior high school and 28 senior high school were chosen to be the participants, with cross sectional study and analytic observational method. Data collection process started from December 2017 until January 2018 performing antropometric measurements, and participants had to complete the King College London Body Image Questionnaire's. The result from hypothesis testing with chi-square shows that p score is 1,000, which means p score is meaningless and also prove that there is no significant relationship between excessive body weight and body image.

Keywords:

Body Image, Overweight and Obesity, Teenagers Aged 16-18 Years Old, South Jakarta.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Dwi Sasri
"Latar Belakang: Obesitas menjadi masalah Kesehatan global dengan tren peningkatan populasi yang berlanjut. Keseimbangan energi positif, dimana asupan energi lebih besar dari pengeluaran energi akan menyebabkan penumpukan lemak. Obesitas akibat akumulasi lemak, khusunya lemak viseral merupakan penyebab fator risiko terjadinya penyakit tidak menular, Pegawai kantor berpeluang mengalami obesitas dengan memiliki gaya hidup diet tinggi kalori dan gaya hidup sedenteri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara asupan energi dan aktivitas fisik dengan lemak viseral pada pegawai kantor yang mengalami obesitas. Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada subjek pegawai kantor yang mengalami obesitas di RSCM. Asupan energi dinilai dengan 3 x 24-h food recall. Aktivitas fisik dinilai dengan kuesioner GPAQ dan lemak viseral dinilai dengan BIA multifrekuensi. Hasil: Sebanyak 85 subjek penelitian dengan rerata usia 41 tahun, dengan sebagian besar perempuan dan temasuk dalam kategori obesitas derajat I. Hampir seluruh subjek memiliki volume lemak viseral tidak normal dengan median 2,95 L (1,3 – 8,5 L). Sebagian besar memiliki asupan energi lebih dengan rerata asupan 2196 ± 467 kkal. Sebagian besar memiliki aktivitas fisik sedang dengan nilai median 1850 MET (120 – 4680 MET). Terdapat korelasi sedang antara asupan energi dengan lemak viseral (r=0,554, p<0,001) dan korelasi lemah antara aktivitas fisik dengan lemak viseral (r=-324, P=0,008). Kesimpulan: Terdapat korelasi sedang antara asupan energi dengan lemak viseral dan korelasi lemah antara aktivitas fisik dengan lemak viseral

Background: Obesity is a global health problem with a continuing trend of increasing population. A positive energy balance, where energy intake is more remarkable than energy expenditure, will cause fat accumulation. Obesity due to the accumulation of fat, especially visceral fat, is a risk factor for non-communicable diseases. Office employees can become obese by having a high-calorie diet and a sedentary lifestyle. This study aims to see the correlation of energy intake and ohysical activity with visceral fat in obese office workers. Method: This cross-sectional study was conducted on obese office staff at RSCM. Energy intake was assessed with 3 x 24-h food recalls. Physical activity was assessed with the GPAQ questionnaire, and visceral fat was assessed with multifrequency BIA. Results: A total of 66 study subjects with an average age of 41 years were women and included in the category of obesity degree I. Almost all subjects had abnormal visceral fat volume with a median of 2.95 L (1.3 – 8.5 L). Most have more energy intake, with an average intake of 2196 ± 467 kcal. Most had a moderate physical activity with a median value of 1850 MET (120 – 4680 MET). There was a moderate correlation between energy intake and visceral fat (r=0.554, p<0.001) and a weak correlation between physical activity and visceral fat (r=-324, P=0.008). Conclusion: There was a moderate correlation between energy intake and visceral fat and a weak correlation between physical activity and visceral fat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beta Andewi Resti Anggraheni
"Latar belakang:. Data tahun 2007 menunjukkan prevalensi perempuan dewasa dengan obesitas di Indonesia 13,9% dan terus mengalami peningkatan, yaitu 15,5% pada 2010 dan 32,9% pada 2013. The Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG) mendefinisikan obesitas dalam kehamilan sebagai indeks massa tubuh (IMT) >30 kg/m2 pada kunjungan antenatal pertama. Risiko kehamilan terkait berat badan berlebih dan obesitas diantaranya adalah peningkatan risiko hipertensi dalam kehamilan (termasuk preeklampsia), tromboemboli, dan diabetes melitus gestasional. Peningkatan lama persalinan dan peningkatan risiko seksio sesaria juga diketahui terkait dengan berat badan berlebih dan obesitas. Obesitas dalam kehamilan juga meningkatan risiko janin makrosomi, kematian dalam kandungan, dan malformasi kongenital. Tujuan: a. Diketahuinya luaran maternal pada ibu hamil dengan berat badan berlebih dan obesitas yang bersalin di RSCM. b. Diketahuinya luaran perinatal pada ibu hamil dengan berat badan berlebih dan obesitas yang bersalin di RSCM. c. Diketahuinya kualitas Asuhan Antenatal pada ibu hamil dengan berat badan berlebih dan obesitas yang bersalin di RSCM. c. Diketahuinya pandangan tenaga kesehatan terhadap ibu hamil dengan berat badan berlebih dan obesitas, d. Diketahuinya pandangan ibu hamil , serta keluarga terhadap kehamilan dengan berat badan berlebih dan obesitas Metode: Dilakukan studi kuantitatif dan kualitatif pada kasus ibu hamil dengan berat badan berlebih dan obesitas yang bersalin RSCM tahun 2015-2019. Pengambilan data kuantitatif dilakukan dengan telaah rekam medis dan kelengkapan pengisian buku KIA secara umum, dimana akan dilihat untuk luaran maternal, perinatal serta edukasi ANC yang berhubungan dengan kehamilan dengan berat badan berlebih dan obesitas. Pengambilan data kualitatif dilakukan dengan wawancara mengenai pemahaman ibu hamil dengan berat badan berlebih dan obesitas yang bersalin di RSCM dan tenaga kesehatan pemberi pelayanan asuhan antenatal di fasyankes asal asuhan antenatal serta keluarga Hasil: Terdapat 509 kasus ibu hamil dengan obesitas dan berat badan berlebih yang bersalin di RSCM selama tahun 2015-2019, Dari 509 subjek, diketahui 189 subjek (37,1%) mengalami obesitas dan 320 subjek (62,9%) mengalami berat badan berlebih. Berdasarkan data tersebut, didapatkan insidensi obesitas dan berat badan berlebih persalinan di RSCM periode tahun 2015-2019 masing-masing sebesar 4,28% dan 2,53%.Luaran maternal ibu dengan obesitas dan berat badan berlebih yang bersalin di RSCM, ditemukan morbiditas persalinan prematur, ketuban pecah dini, dan preeklampsia, dengan jumlah masing-masing 249 (48.9%), 133 (26.1%), dan 121 (23.8%). Luaran Perinatal luaran perinatal patologis yang paling sering dijumpai adalah asfiksia, IUGR, dan IUFD, dengan jumlah masing-masing sebanyak 113 (22.2%), 46 (9.0%), 31 (6.1%). Luaran cara persalinan Mayoritas subjek melahirkan dengan cara seksio sesarea dan pervaginam, dengan jumlah masing-masing 345 (67.8%) dan 154 (30.2%) orang. Secara kualitatif, didapatkan pandangan ibu hamil dengan obesitas dan berat badan berlebih yang bersalin di RSCM dan tenaga kesehatan pemberi asuhan antenatal serta keluraga masih kurang tepat Kesimpulan: Secara kuantitatif dan kualitatif Terjadi kegagalan Identifikasi Kehamilan dengan berat badan berlebih dan obesitas pada kasus-kasus yang dirujuk ke RSCM pada saat dilakukan ANC di faskes primer
. Kata kunci: Luaran maternal dan perinatal. Pandangan Ibu hamil dengan berat badan berlebih dan obesitas, tenaga kesehatan, keluarga, Asuhan antenatal

Background: Data shows in 2007 the prevalence of obese adult women in Indonesia is 13.9% and continues to increase, namely 15.5% in 2010 and 32.9% in 2013. The Royal College of Obstetricians and Gynecologists (RCOG) defines obesity in pregnancy as body mass index (BMI) >30 kg/m2 at the first antenatal visit. Obesity-related pregnancy risks include an increased risk of hypertension in pregnancy (including preeclampsia), thromboembolism, and gestational diabetes mellitus. Increased length of labor and increased risk of cesarean section are also known to be associated with obesity. Obesity in pregnancy also increases the risk of fetal macrosomy, stillbirth, and congenital malformations Aim: (1) To determine the maternal outcomes in overweight and obese pregnant women who give birth in RSCM. b. To determine perinatal outcomes in overweight and obese pregnant women who give birth in RSCM. c. To know the quality of Antenatal Care in pregnant women with overweight and obesity who gave birth in RSCM. c. To determine the views of health workers on pregnant women with excess weight and obesity, d. To determine the views of pregnant women, as well as their families towards overweight and obesity pregnancies Method: A set of Quantitative and qualitative studies were conducted on cases of overweight and obese pregnant women who gave birth to RSCM in 2015-2019. Quantitative data retrieval was carried out by reviewing medical records and the completeness of filling out the ANC book in general which to see for maternal, perinatal and ANC education related to pregnancy with overweight and obesity. Qualitative data was collected by deep interviewing about the understanding of pregnant women with excess weight and obesity who gave birth at the RSCM and health workers who provide antenatal care services in health facilities from antenatal care and families. Result: There were 509 cases of pregnant women with obesity and overweight who gave birth at the RSCM during 2015-2019. From 509 subjects, 189 subjects (37.1%) were obese and 320 subjects (62.9%) were overweight. Based on these data, the incidence of overweight and obesity in labor at the RSCM for the 2015-2019 period was 4.28% and 2.53%, respectively. preterm, premature rupture of membranes, and preeclampsia, with a total of 249 (48.9%), 133 (26.1%), and 121 (23.8%). Perinatal Outcomes The most common pathological perinatal outcomes were asphyxia, IUGR, and IUFD, with a total of 113 (22.2%), 46 (9.0%), 31 (6.1%). Outcomes of mode of delivery The majority of subjects gave birth by caesarean section and vaginally, with a total of 345 (67.8%) and 154 (30.2%) people, respectively. Qualitatively, it was found that the views of pregnant women with obesity and overweight who gave birth at the RSCM and health workers who provided antenatal care and their families were still inaccurate. Conclusion : Quantitatively and qualitatively there was a failure to identify pregnancies with excess weight and obesity in cases referred to the RSCM at the time of ANC at primary health facilities. Keyword: Maternal and perinatal outcomes. Views of pregnant women with excess weight and obesity, health workers, families, antenatal care"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Fitriyanti
"Mengkonsumsi makanan berlebihan sebagai respon emosi negatif yang dapat merugikan kesehatan individu dan mengarah pada kematian. Di masa pandemi muncul suatu trend menerapkan perilaku sehat yang marak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah benar terdapat efek moderasi yang signifikan dari regulasi emosi pada hubungan emotional eating dan perilaku sehat (aktivitas fisik dan konsumsi makanan sehat) di masa pandemi. Desain penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dan cross-sectional. Partisipan penelitian ini merupakan 129 dewasa muda Indonesia berusia 18-25 tahun (64,3% perempuan; Musia = 21,50, SD = 1,37) yang memiliki tingkat BMI minimal 25 kg/m2. Emotional eating di ukur menggunakan Emotional Eating – Revised (EES-R), regulasi emosi diukur menggunakan Difficulties in Emotion Regulation – Short Form (DERS-SF), dan perilaku sehat diukur menggunakan Skala Perilaku Sehat. Melalui analisis moderator menggunakan Hayes PROCESS ditemukan bahwa tidak adanya peran moderator dari regulasi emosi pada hubungan emotional eating dan perilaku sehat (b = 0,002, t(129) = 1,158, p > 0,001). Artinya, pada tiap tingkat regulasi emosi, tidak terdapat perubahan kekuatan hubungan antara emotional eating dan perilaku sehat yang signifikan. Melalui analisis korelasi Pearson ditemukan emotional eating memiliki korelasi positif dan tidak signifikan dengan perilaku sehat (r (129) = 0,10, p > 0,01); emotional eating memiliki hubungan positif secara signifikan dengan regulasi emosi (r(129) = 0,23, p < 0,01) artinya individu dengan skor tinggi pada regulasi emosi cenderung memiliki tingkat emotional eating yang tinggi pula. Terakhir, regulasi emosi memiliki korelasi positif dan tidak signifikan dengan perilaku sehat (r (129) = 0,03, p > 0,01).

Consuming excessive food as a negative emotional response which can be detrimental to individual health and lead to death. During a pandemic, there is a trend to applying healthy behaviors and widely studied. This research aims is to determine whether there is a significant moderating effect of emotional regulation on the relationship between emotional eating and healthy behavior (physical activity and consumption of healthy foods) during pandemic. The research design used was non-experimental and cross-sectional. Participant in this study were 129 Indonesian young adult aged 18-25 years (64.3% women; Mage = 21.50, SD = 1.37) who had a BMI level at least 25 kg/m2. Emotional eating was measured using Emotional Eating – Revised (EES-R), emotional regulation was measured using Difficulties in Emotion Regulation – Short Form (DERS-SF), and healthy behavior was measured by using Skala Perilaku Sehat. Through a moderator analysis using Hayes PROCESS, it was found that there was no moderating role for emotional regulation on the relationship between emotional eating and healthy behavior (b = .002, t (129) = 1.158, p > .001). This means that at each level of emotional regulation, there is no significant change in the strength of the relationship between emotional eating and healthy behavior. Through Pearson correlation analysis, it was found that emotional eating has a positive and not significant correlation with healthy behavior (r (129) = .10, p > .01); emotional eating has a significant positive relationship with emotional regulation (r (129) = 0.23, p < .01) meaning that individuals with high scores on emotional regulation tend to have high levels of emotional eating as well. Finally, emotion regulation has a positive and not significant correlation with healthy behavior (r (129) = 0.03, p > .01)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Phellia Emirza
"Kelebihan berat badan memiliki dampak pada pertumbuhan dan perkembangan remaja. Remaja yang kelebihan berat badan memiliki risiko tinggi menjadi orang dewasa yang kelebihan berat badan dan mengalami penyakit degeneratif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan asupan makanan dan faktor lain dengan kejadian kelebihan berat badan pada remaja berusia 10 - 12 tahun. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan metode simple random sampling dengan actual subject 107 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran antropometri, recall (2x24 jam), dan pengisian self administered questionnaire oleh responden. Kuesioner diberikan kepada responden untuk mengetahui adanya anggota keluarga yang kelebihan berat badan, kebiasaan makan, dan aktivitas fisik. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square, odd ratio, dan independen T-test.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kelebihan berat badan adalah 53,3%. Terdapat hubungan bermakna (p = 0,031; OR: 2.9) antara kebiasaan mengonsumsi serat dengan kelebihan berat badan. Selain itu terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan energi (p = 0,000), asupan karbohidrat (p = 0,000), konsumsi protein (p = 0,000), asupan lemak (p = 0,000), dan aktivitas fisik (0,046) antara siswa yang kelebihan berat badan dengan siswa yang tidak kelebihan berat badan. Kerja sama antara lembaga kesehatan, sekolah, dan orang tua untuk mencegah dan mengatasi masalah ini sangat diperlukan yaitu dalam membiasakan siswa melakukan pola hidup sehat yang diantaranya mengonsumsi makanan bergizi seimbang, mengonsumsi serat dalam jumlah yang cukup, dan melakukan aktivitas fisik secara teratur.

Excess body weight has an impact on adolescents?s growth and development. Adolescents who are excess body weight have a higher risk to be adults who are excess body weight and have degenerative diseases. This research was conducted to figure out the relationship of food intake and other factors with the incidence of excess body weight in adolescents aged 10- 12 years. This research was using a cross-sectional design and simple random sampling method with actual subject 107 respondents. Data were collected through anthropometric measurements, recall (2x24 hours), and self administered questionnaire. Questionnaires were given to respondents to know of any family member who is excess body weight, eating habits, and physical activity. Statistical tests used in this study are chisquare, odd ratio, and independent T-test.
The result showed that the prevalence of excess body weight is 53,3%. There is significant relation (p=0,031;OR: 2,9) between fiber consumption habits with excess body weight. Moreover there are statistically significant difference between energy intake (p=0,000), carbohydrate intake (p=0,000), protein intake (p=0,000), fat intake (p=0,000), and physical activity (0,046) between students who are excess body weight with students who are not excess body wight. Therefore to prevent and resolve this problem required the cooperation between health agencies, schools, and parents to accustom students have healthy lifestyle including eating a balanced nutritious diet, consuming adequate amounts of fiber, and regular physical activity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Amalia
"Prevalensi kegemukan pada anak usia sekolah di Jakarta Barat telah melebihi angka nasional yakni sebesar 34,1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan kegemukan pada siswa-siswi kelas 6 SD di Jakarta Barat. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional yang melibatkan 193 sampel yang tersebar di 6 sekolah dasar di Jakarta Barat pada tanggal 23-27 April 2018. Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, pengisian kuesioner serta wawancara 24-hour food recall. Analisis data yang dilakukan yaitu analisis univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan pada siswa-siswi kelas 6 SD di Jakarta Barat tahun 2018 sebesar 31,1.
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa durasi menggunakan handphone sebagai faktor dominan yang berhubungan dengan kegemukan pada siswa-siswi kelas 6 SD di Jakarta Barat tahaun 2018. Siswa-siswi yang menggunakan handphone lebih dari 2 jam per hari memiliki risiko 3,275 kali lebih besar mengalami kegemukan dibandingkan dengan siswa-siswi yang menggunakan handphone le; 2 jam per hari.
Berdasarkan hasil penelitian, perlu dilakukan upaya edukasi mengenai gizi seimbang serta pencegahan kegemukan anak melalui pengukuran antropometri, penyuluhan, poster, buku cerita maupun pembentukan duta gizi. Selain itu perlu dilakukan pembatasan penggunaan handphone dalam kehidupan sehari ndash; hari dan menggantinya dengan kegiatan lain seperti beraktivitas fisik, senam pagi atau bermain aktif ketika di sekolah maupaun di luar rumah.

Prevalence of overweight among elementary school aged children in West Jakarta was higher than Indonesia rsquo s national prevalence 34,1. The aim of this study is to determine the dominant factor associated with overweight among sixth grade students in West Jakarta 2018. A cross sectional study was used on 193 participants in 6 elementary schools in West Jakarta during April, 23rd ndash 27th 2018. Data were collected by measurement of body weight and height, self administered questionnaire and 24 hour food recall interview. The analysis used in this study are univariate, bivariate and multivariate.
The result of this study showed that prevalence of overweight among sixth grade elementary school students at West Jakarta 2018 is 31,1. The result of multivariate analysis showed duration of using mobile phone as dominant factor associated sith overweight among sixth grade students in West Jakarta 2018. Students who use mobile phone more than 2 hours per day are 3,275 times more like to be overweight than students who use mobile phone le 2 hours per day.
Based on the results of this study, the researcher suggests to provide health and nutrition education and prevention of overweight school aged children by antropometry measurements, councelling, poster, story book and nutrition ambassador. Besides that, duration of using mobile phone should be limited or changed by physical activity, aerobics and active playing when at school and their house.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Anggraini Pradityaningsih
"Berat badan lebih (BB Lebih) saat ini menjadi permasalahan umum di masyarakat yang dapat meningkatkan morbiditas anak ketika dewasa. Diperlukan identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kondisi BB lebih ini. Tujuan penelitian ini untuk menurunkan proporsi BB lebih pada anak usia sekolah dasar. Desain yang digunakan adalah studi potong lintang (cross-sectional). Sampel yang digunakan sebanyak 288 siswa yang berasal dari SDN Duren Sawit 08 Pagi, Jakarta Timur. Data diambil dengan melakukan pengukuran antropometri dan pembagian kuesioner kepada sampel penelitian. Dari penelitian, didapatkan hasil sebanyak 25,7% responden mengalami berat badan berlebih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor gaya hidup, yakni lama menonton televisi, lama waktu tidur, lama bermain games atau komputer, serta kegiatan di luar sekolah tidak berhubungan dengan kejadian berat badan lebih pada anak usia sekolah dasar di DKI Jakarta. Sementara ti, faktor akses dari sekolah berhubungan dengan kejadian berat badan lebih pada anak usia sekolah dasar di DKI Jakarta (p < 0,05).

Overweight nowadays is a common problem in the community that can increase child morbidity. Thus, identification of the factors that affect this condition is needed. The purpose of this study is to decrease proportion of child`s overweight and obesity. The study design is cross-sectional. The samples were 288 students which taken from SDN Duren Sawit 08 Pagi, Jakarta Timur. Data was obtained by doing anthropometric measurements and distributing questionnaire to the samples. This study found that 25,7% respondence are overweight. This study shows that lifestyle factor, which is tv watching, nighttime sleep duration, playing games or computer, and physical activity is not related to overweight in school-aged children. Otherwise, access to school has significant difference with overweight in school-aged children in DKI Jakarta (p >0,05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Permata Surya
"Sering mengonsumsi fast food dapat berdampak pada rendahnya kualitas diet dan tingginya kejadian obesitas. Sekolah di Kecamatan Tangerang Kota, diketahui memiliki aksesibilitas yang tinggi untuk mendapatkan fast food, sehingga dikhawatirkan membuat para siswanya mengonsumsi fast food dalam frekuensi sering. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan dalam menentukan frekuensi konsumsi fast food modern pada siswa-siswi SMA Negeri di Kecamatan Tangerang Kota, Kota Tangerang pada tahun 2013. Metode penelitian adalah kuantitatif dengan desain cross sectional. Data dilkumpulkan dengan menggunakan kuesioner dari 178 siswa, sedangkan jarak dan kemudahan diketahui melalui observasi lapangan dan diukur menggunakan pencitraan satelit dengan bantuan perangkat lunak Google Maps Geo-coding JavaScript API versi 2.0.
Hasil menunjukkan sebanyak 62% responden mengonsumsi fast food dalam frekuensi sering, terdapat perbedaan proporsi yang signifikan pada pendidikan terakhir ibu (p=0,045), status pekerjaan ibu (0,037) dan uang saku (0,003) dalam menentukan frekuensi konsumsi fast food. Setelah diuji secara multivariat, hanya uang saku yang menunjukkan p value secara signifikan (p=0,013) dengan interpretasi siswa yang memiliki uang saku besar beresiko 2,566 kali sering mengonsumsi fast food dibandingkan siswa yang memiliki uang saku kecil setelah dikontrol variabel pendidikan terakhir ibu, status pekerjaan ibu, jarak sekolah terhadap restoran fast food, dan kemudahan akses. Kesimpulan yang didapatkan adalah uang saku merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan frekuensi konsumsi fast food siswa-siswi SMA Negeri di Kecamatan Tangerang Kota, Kota Tangerang, tahun 2013.

Often to eat fast food can have an impact on poor quality of diet and high incidence of obesity. Schools in district of Tangerang Kota known to have high accesibility to fast food. It will give implication of higher frequency for eating fast food. Objective in this study is to determine the dominant factor in determining the frequency of fast food consumption in the state high school students in the district of Tangerang Kota at 2013. The research method is quantitative cross-sectional design. The data was collected by questionaire of 178 students. While, the distance known from direct observation and measured using satellite imaging with aid of Google Maps, Geo-coding Java Script API version 2.0.
Result showed that 62% of respondents had higher frequency of eating fast food. There is a significant difference in the proportion of mother's education level (p=0.045), mohter’s employment status(0.037) and daily allowance (0,003) in determining the frequency of fast food consumption. After multivariate test, only daily allowance that shows significant p value (p=0,013) with the interpretation of the students who had little pocket money after the controlled variable of mother’s education level, mother’s employment status, distance of school to fast food restaurant, and accesibility. In conclude, the amount of daily allowance is the most dominant factor in determining the frequency of fast food consumption in state high school student, district of Tangerang Kota, Tangerang.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47369
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>