Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187327 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusuf Gunawan
"Pendahuluan : Berdasarkan data 80% pasien kanker akan mengalami mual dan muntah akibat kemoterapi (CINV), dan berpotensi berefek buruk pada sekitar 40% diantaranya. Efek samping kemoterapi bervariasi dari ringan sampai berat tergantung dari faktor kemoterapi salah satu diantaranya adalah regimen kemoterapi. Akupunktur telah terbukti sebagai pengobatan non farmakologis yang potensial pada kasus-kasus onkologi, dan terbukti efektif pada kondisi CINV. Salah satu modalitas yang berpotensi kuat memiliki tingkat efektivitas yang baik dan terukur adalah elektroakupunktur. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas elektroakupunktur dalam mengurangi gajala CINV yang dinilai berdasarkan skor Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching (RINVR) pada pasien kanker dewasa yang menjalani kemoterapi
Metode : Desain studi ini adalah uji klinisi acak terkontrol tunggal dengan kontrol sham(plasebo). Penelitian ini diikuti oleh 62 pasien dewasa yang menjalani kemoterapi. Subjek penelitian ini dialokasikan secara acak ke dalam kelompok perlakuan (n=31) dan kontrol (n=31). Pada kelompok perlakuan dilakukan perangsangan elektroakupunktur frekuensi 2 Hz, gelombang kontinyu selama 30 menit di titik LI4, PC6, dan ST36 selama 4 kali, sementara pada kelompok kontrol mendapatkan elektroakupunktur sham tanapa diikuti perangsangan apapun. Selama penelitian seluruh subjek tetap mendapatkan antiemetik standar. Evaluasi mual dan muntah dilakukan setiap hari hingga 6 hari pasca kemoterapi dengan menggunakan kuesioner Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching.
Hasil : Terjadi penurunan skor RINVR yang signifikan pada CINV akut (p = 0,002) maupun delayed (p = 0,039) pasca kemoterapi pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Skor RINVR pada 1 hari pemberian kemoterapi, 3 hari, dan 6 hari pasca kemoterapi pada kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol, dan perbedaan kedua kelompok berbeda bermakna (p = 0,002, p = 0,049, p = 0,039). Tidak ditemukan efek samping selama penelitian.
Kesimpulan : Elektroakupunktur mampu menurunkan skor RINVR pada pasien dewasa yang menjalani kemoterapi terutama untuk yang mendapat regimen emetogenik tinggi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek pada yang mendapat regimen emetogenik sedang.

Background : Based on data 80% of cancer patients will experience nausea and vomiting due to chemotherapy (CINV), and it has the potential to get worse in about 40% of them. The side effects of chemotherapy vary from mild to severe depending on chemotherapy factors. One of the main factors is the chemotherapy regimen. Acupuncture has been proven as a potential non-pharmacological treatment in oncology cases, and has been shown to be effective in CINV conditions. One of the modalities that has a strong potential to have a good and measurable level of effectiveness is electroacupuncture. The aim of this study was to assess the effectiveness of electroacupuncture in reducing CINV symptoms as assessed by the Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching (RINVR) score in adult cancer patients undergoing chemotherapy.
Method : The study design was a single randomized controlled clinical trial with sham (placebo) control. This study was followed by 62 adult patients undergoing chemotherapy. The subjects of this study were randomly allocated into the treatment (n=31) and control (n=31) groups. In the treatment group, electroacupuncture was stimulated with a frequency of 2 Hz, continuous waves for 30 minutes at points LI4, PC6, and ST36 for 4 times, while the control group received sham electroacupuncture without any stimulation. During the study all subjects continued to receive standard antiemetics. Evaluation of nausea and vomiting was carried out every day for up to 6 days after chemotherapy using the Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching questionnaire.
Result : There was a significant decrease in RINVR scores in both acute (p = 0.002) and delayed (p = 0.039) post-chemotherapy CINV in the treatment group compared to the control group. RINVR scores on 1 day of chemotherapy, 3 days, and 6 days after chemotherapy in the treatment group were lower than the control group, and the difference between the two groups was significantly different (p = 0.002, p = 0.049, p = 0.039). No side effects were found during the study.
Conclusion : Electroacupuncture has been shown to be effective in reducing RINVR scores in adult patients undergoing chemotherapy, especially for those receiving a high emetogenic regimen, further research is needed to determine the effect on those receiving a moderate emetogenic regimen.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Aniela Bintoro
"Pendahuluan: Salah satu efek samping kemoterapi yang paling sering terjadi dan meresahkan pada pasien anak adalah Chemotherapy induced nausea and vomiting (CINV). Akupunktur merupakan suatu pendekatan non farmakologi yang telah terbukti dapat menurunkan gejala CINV. Namun, aplikasi pada anak sering kali terkendala rasa takut akan jarum. Salah satu modalitas yang minimal invasif dan dapat diaplikasikan pada anak adalah press needle. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas akupunktur press needle dalam mengurangi gejala CINV yang dinilai berdasarkan skor Rhodes index of nausea, vomiting, and retching (RINVR) pada pasien kanker anak yang menjalani kemoterapi.
Metode: Desain studi ini adalah uji klinis acak terkontrol tunggal dengan kontrol sham. Penelitian ini diikuti oleh 60 pasien kanker anak yang menjalani kemoterapi. Subjek penelitian dialokasikan secara acak ke dalam kelompok perlakuan (n=30) dan kontrol (n=30). Pada kelompok perlakuan dilakukan pemasangan press needle pada titik PC6 Neiguan dan ST36 Zusanli, dilanjutkan dengan perangsangan akupresur minimal 3 kali sehari, sementara pasien pada kelompok kontrol mendapatkan press needle sham Plesterin® tanpa diikuti perangsangan apapun. Selama penelitian seluruh subjek tetap mendapatkan terapi anti emetik standar. Pemasangan press needle dilakukan sebelum kemoterapi dan dipertahankan hingga 3 hari pasca kemoterapi. Evaluasi mual muntah dilakukan setiap hari hingga 6 hari pasca kemoterapi menggunakan kuesioner Rhodes index of nausea, vomiting, and retching.
Hasil: Terjadi penurunan skor RINVR yang signifikan antara hari kemoterapi dengan 3 hari pasca kemoterapi pada kelompok perlakuan ( p = 0,005 ). Skor RINVR pada hari pemberian kemoterapi, 3 hari dan 6 hari pasca kemoterapi pada kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol, namun perbedaan kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p = 0,525, p = 0,506, p = 0,284).
Kesimpulan: Akupunktur press needle mampu menurunkan skor RINVR pada pasien anak yang menjalani kemoterapi dan dapat diaplikasikan pada pasien anak karena efek sampingnya yang minimal, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui waktu terapi yang sesuai.

Background: Chemotherapy induced nausea and vomiting (CINV) are the most prevalent yet disturbing side effects of chemotherapy. Acupuncture is a non-pharmalogical approach that has been shown to reduce CINV symptoms. However, acupuncture in children is often constrained by a fear of acupuncture needles. Press needle is minimally invasive modalities that might be applied. The purpose of this study was to assess the effectiveness of press needle acupuncture in reducing CINV according to Rhodes index of nausea, vomiting, and retching (RINVR) score in pediatric cancer patients undergoing chemotherapy.
Method: The study design was a single randomized controlled trial with sham control. A total of 60 subjects were randomly allocated into treatment ( n = 30 ) and control ( n = 30) groups. Subjects in treatment group will received press needle at PC6 Neiguan and ST36 Zusanli, followed by acupressure stimulation at least 3 times a day, while patients in the control group received press needle sham Plesterin® without any further stimulation. During the study all subjects continued to receive standart anti-emetic therapy. The insertion of the press needle was performed before chemotherapy and retained up to 3 days after chemotherapy. Nausea and vomiting was evaluated everyday up to 6 days after chemotherapy using a Rhodes index of nausea, vomiting, and retching questionnaire.
Result: The RINVR score decreased significantly between the days of chemotherapy and 3 days post chemotherapy (p = 0,005) in treatment group. Comparation of RINVR score on chemotherapy days, 3 , and 6 days after chemotherapy was lower in treatment group but not significantly different between two groups ( p = 0,525, p = 0,506, p = 0,284).
Conclusion: Press needle acupuncture might be effective in reducing CINV in pediatric cancer patiens and was feasible due to its minimal side effects. Further research is needed to determine the appropriate treatment time.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shalista Feniza Hasny
"Pendahuluan: Kanker adalah penyebab kematian terbesar pada anak dan remaja di seluruh dunia dan merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat karena insidensinya terus meningkat. Kemoterapi merupakan metode terapi yang umum digunakan untuk mengobati kanker. Penggunaan kemoterapi dapat menimbulkan efek samping salah satunya mual dan muntah akibat kemoterapi atau Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV). Penggunaan terapi antiemetik saat ini masih belum optimal dalam menangani CINV karena efek terapeutiknya belum maksimal, efek samping yang terjadi serta dari segi biaya. Akupressur dan Press Needle merupakan metode akupunktur yang dapat membantu mengurangi intensitas dan frekuensi mual dan muntah yang terkait dengan kemoterapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas akupresur dan press needle terhadap skor Rhodes Index of Nausea, Vomiting and Retching (RINVR) pasien kanker anak yang menjalani kemoterapi. Metode: Desain penelitian pada penelitian ini adalah sebuah uji klinis acak tersamar tunggal. Penelitian ini diikuti oleh 52 orang subjek penelitian yang dibagi kedalam kelompok akupresur (n=26) dan kelompok press needle (n=26). Pada kelompok akupresur dilakukan penekanan pada titik PC6 dan ST36 selama 2 menit tiap titiknya minimal 3 kali sehari, sementara pada kelompok press needle dilakukan pemasangan press needle pada titik yang sama dan dilakukan 1 kali perangsangan di awal. Terapi akupresur dan pemasangan press needle dilakukan sebelum kemoterapi dan dan dipertahankan hingga 3 hari pasca kemoterapi. Evaluasi mual muntah dilakukan setiap hari hingga 6 hari pasca kemoterapi menggunakan kuesioner Rhodes index of nausea, vomiting, and retching.
Hasil: Terdapat penurunan skor RINVR pada kelompok akupresur dan press needle antara hari kemoterapi, 1 hari pasca kemoterapi, 3 hari pasca kemoterapi pada kelompok akupresur namun tidak signifikan (p>0,05). Efek terapi press needle bertahan hingga 6 hari pasca kemoterapi dengan hasil signifikan (p=0,018), namun tidak pada kelompok akupresur (p=0,233).

Background : Cancer is the largest cause of death in children and adolescents throughout the world and is a serious threat to public health because its incidence continues to increase. Chemotherapy is a therapeutic method commonly used to treat cancer. The use of chemotherapy can cause side effects, one of which is Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV). The current use of antiemetic therapy is still not optimal in treating CINV because of the therapeutic effect is not optimal, the side effects that occur, and in terms of cost. Acupressure and Press Needles are acupuncture methods that can help reduce the intensity and frequency of nausea and vomiting due to chemotherapy. The aim of this study was to compare the effectiveness of acupressure and needle pressure on the Rhodes Index of Nausea, Vomiting and Retching (RINVR) scores in pediatric cancer patients undergoing chemotherapy.
Method : The research design in this study was a single-blind, randomized clinical trial. This study was attended by 52 research subjects who were divided into the acupressure group (n=26) and the press needle group (n=26). In the acupressure group, pressure was applied to points PC6 and ST36 for 2 minutes per point at least 3 times a day, while in the press needle group, press needles were placed at the same points and stimulation was carried out once at the beginning. Acupressure therapy and press needle placement are carried out before chemotherapy and maintained for up to 3 days after chemotherapy. Evaluation of nausea and vomiting was carried out every day until 6 days after chemotherapy using the Rhodes index of nausea, vomiting, and retching questionnaire. Result: There was a decrease in the RINVR score in the acupressure and press needle groups between the day of chemotherapy, 1 day after chemotherapy, and 3 days after chemotherapy in the acupressure group but it was not significant (p>0.05). The effect of press needle therapy lasted up to 6 days after chemotherapy with significant results (p=0.018), but not in the acupressure group (p=0.233).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wiliam Tedja
"Mual muntah pasca kemoterapi merupakan keluhan yang sering timbul pada pasien yang menjalani kemoterapi, hal ini sering menyebabkan turunnya kualitas hidup pasien kanker yang menjalani kemoterapi dengan terapi konvensional. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk melihat peran akupunktur dengan menggunakan press needle dalam mengurangi mual muntah pasca kemoterapi dan memperbaiki kualitas hidup pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Uji klinis acak tersamar tunggal dengan kontrol melibatkan 62 subjek kanker payudara yang menjalani kemoterapi intravena yang dibagi secara acak menjadi kelompok press needle dan medikamentosa (n=31), serta kelompok press needle sham dan medikamentosa (n=31). Tindakan akupunktur akan dilakukan 1 minggu sebelum kemoterapi dan pada hari kemoterapi sebelum obat kemoterapi diberikan. Penilaian yang digunakan adalah MAT untuk mual muntah dan FACT-G untuk kualitas hidup. Penilaian FACT-G dilakukan 1 minggu sebelum kemoterapi dan 1 minggu setelah kemoterapi. Penilaian MAT dilakukan pada hari ke-1, hari ke-4 dan hari ke-7 setelah kemoterapi. Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadinya mual muntah pada hari ke-4 pada kelompok press needle lebih baik dibandingkan dengan kelompok press needle sham yang secara statistik bermakna dengan OR untuk muntah = 2,968(CI95%: 1,039-8,479) dan OR untuk mual = 10,435 (CI95%: 1,217-89,461). Pada kelompok press needle terjadi peningkatan kualitas hidup yang bermakna (p < 0,001), sedangkan pada kelompok press needle sham terjadi penurunan kualitas hidup yang bermakna (p = 0,001).

Nausea vomiting post-chemotherapy is a frequent complaint in patients undergoing chemotherapy, this often leads to a decline in the quality of life of cancer patients undergoing chemotherapy with conventional therapy. The purpose of this study was to see the role of acupuncture by using press needle in reducing post-chemotherapy nausea vomiting and improving the quality of life of cancer patients undergoing chemotherapy. A single blinded, randomized clinical trial involving 62 breast cancer subjects who underwent intravenous chemotherapy were randomly assigned to the press needle and medicinal group (n=31), as well as the press needle sham and medicament groups (n=31). Acupuncture action will be done 1 week before chemotherapy and on the day of chemotherapy before chemotherapy drugs are given. Assessment used is MAT for nausea vomiting and FACT-G for quality of life. FACT-G assessment was performed 1 week before chemotherapy and 1 week after chemotherapy. MAT assessment performed on day 1, day 4 and day 7 after chemotherapy. The results showed no occurrence of nausea of ??vomiting on day 4 in the press needle group better than the press needle sham group which was statistically significant with OR for vomiting = 2.968(CI95:1.039-8.479) and OR for nausea = 10,435 (CI95:1,217-89,461). In the press needle group there was a significant improvement in quality of life p (p<0.001>, whereas in the press needle sham group there was a significant decrease in the quality of life (p=0.001>."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hanggoro Laka Bunawan
"Pendahuluan: Tukak lambung merupakan salah satu penyakit tersering pada saluran pencernaan yang mempunyai angka kekambuhan yang cukup tinggi. Penanganan tukak lambung seringkali sulit dan membutuhkan biaya mahal. Terapi farmakologi memiliki banyak efek samping. Akupunktur sebagai salah satu terapi non-farmakologi telah menunjukkan hasil yang baik dalam terapi dan sebagai protektif terhadap tukak lambung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efek protektif elektroakupunktur dengan akupunktur tanam benang terhadap indeks ulkus lambung dan kadar serum Malondialdehyde (MDA) pada tukak lambung.
Metode: Penelitian dilakukan pada bulan November - Desember 2021 di Puslitbangkes Biomedik, Kementerian kesehatan Republik Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat. Desain penelitian adalah studi eksperimental dengan Randomized posttest design. 30 hewan coba tikus dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok normal, kontrol tukak lambung (TL), omeprazole (OME), elektroakupunktur (EA) dan akupunktur tanam benang (ATB). Kelompok OME diberikan omeprazole oral 20 mg/kg dan EA pada ST36 Zusanli dan CV12 Zhongwan dengan frekuensi 2 Hz, intervensi pada OME dan EA dilakukan setiap 2 hari sekali selama 12 hari. Kelompok ATB 1 kali intervensi di hari pertama. Skor indeks ulkus lambung dan kadar serum MDA diukur setelah induksi tukak lambung dilakukan pasca 12 hari perlakuan. Semua hasil data diolah menggunakan SPSS versi 20.
Hasil: Skor indeks ulkus tidak berbeda bermakna antara kelompok EA dengan ATB (uji Mann Whitney, p = 0,523), namun skor indeks ulkus kelompok EA dan ATB lebih rendah bermakna dibandingkan kelompok TL (uji Mann Whitney, p < 0,05). Kadar serum MDA lebih rendah bermakna pada kelompok EA versus TL (uji post-hoc, p < 0,001) dan pada kelompok ATB versus TL (uji post-hoc, p < 0,05). Kelompok EA versus ATB, kadar MDA tidak berbeda bermakna (uji post-hoc, p = 1,000).
Kesimpulan: Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang memiliki efek protektif terhadap tukak lambung yang sama baiknya terhadap skor indeks ulkus lambung dan kadar serum MDA. Akan tetapi akupunktur tanam benang memiliki efisiensi waktu [sw1] dibandingkan dengan elektroakupunktur.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Notonegoro
"Pendahuluan: Obesitas dinyatakan sebagai suatu epidemik dan prevalensinya masih meningkat di negara ekonomi berkembang.  Kondisi obesitas dapat mempengaruhi hampir seluruh fungsi fisiologis tubuh dan menyebabkan ancaman signifikan terhadap kesehatan masyarakat.  Penanganan obesitas seringkali sulit dan membutuhkan biaya mahal.  Terapi farmakologi banyak memiliki efek samping.  Akupunktur sebagai salah satu terapi non-farmakologi telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam terapi obesitas.  Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang merupakan modalitas yang dapat digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efek terapi elektroakupunktur dengan akupunktur tanam benang PDO terhadap penurunan berat badan, lingkar pinggang, dan kadar leptin plasma pada pasien obesitas yang menjalani intervensi diet.
Metode: Desain penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal.  Sebanyak 34 subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok elektroakupunktur dengan intervensi diet (EA) dan kelompok akupunktur tanam benang dengan intervensi diet (ATB). Pada kelompok EA, akupunktur dilakukan 3 kali seminggu. Sedangkan pada kelompok ATB, akupunktur dilakukan hanya 1 kali.  Berat badan dan lingkar pinggang diukur sebelum terapi, hari ke-3, 7, 14, 21, dan ke-28.  Sedangkan kadar leptin plasma diukur sebelum terapi dan hari ke-28.
Hasil: Terdapat penurunan yang bermakna pada rerata berat badan dan lingkar pinggang pada kedua kelompok sebelum dan setelah terapi (p < 0,001), serta penurunan kadar leptin plasma pada kelompok EA (p = 0,012) dan pada kelompok ATB (p = 0,001).  Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok baik terhadap selisih penurunan berat badan (p = 0,342), penurunan lingkar pinggang (p = 0,826), dan penurunan kadar leptin plasma (p = 0,784).
Kesimpulan: Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang PDO yang disertai intervensi diet memiliki efektivitas yang sama baiknya terhadap penurunan berat badan, lingkar pinggang, dan kadar leptin plasma pada pasien obesitas.  Akupunktur tanam benang memiliki efisiensi waktu dibandingkan dengan elektroakupunktur karena hanya dilakukan satu kali.

Introduction: Obesity is declared as an epidemic and its prevalence is still increasing in developing countries.  Obesity can affect almost all physiological functions of the body and create a significant threat to public health.  Treatment of obesity is often difficult and expensive.  Pharmacological therapy has many side effects.  Acupuncture as a non-pharmacological therapy has shown promising results in the treatment of obesity.  Electroacupuncture and thread embedding acupuncture are modalities that can be used.  The aim of this study was to analyze therapeutic effects of electroacupuncture  with PDO thread embedding acupuncture on weight loss, waist circumference, and plasma leptin levels in obese patients with dietary intervention.
Methods: This study design was a single blind randomized clinical trial. A total of 34 subjects were divided into 2 groups: electroacupuncture with dietary intervention group (EA) and thread embedding acupuncture with dietary intervention group (TEA).  In EA group, acupuncture was performed 3 times a week.  While in TEA group, acupuncture was performed only once.  Body weight and waist circumference were measured before treatment, on the 3rd, 7th, 14th, 21st, and 28th days. Meanwhile, plasma leptin levels were measured before treatment and on the 28th day.
Results: There was a significant decrease in body weight and waist circumference in both groups before and after treatment (p < 0.001), and also a significant decrease in plasma leptin level in EA group (p = 0,012) and TEA group (p = 0,001).  There was no significant difference between the two groups in term of weight loss (p = 0.342), waist circumference (p = 0.826), and plasma leptin levels (p = 0,784).
Conclusion: Electroacupuncture and PDO thread embedding acupuncture with dietary intervention have the same effectiveness in reducing body weight, waist circumference, and plasma leptin levels in obese patients.  However, thread embedding acupuncture has better time efficiency than electroacupuncture.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suzanna Juanieta
"Obesitas adalah suatu kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Tingkat prevalensi di Indonesia sebesar 44%, sehingga menyebabkan persoalan yang sangat serius karena berkaitan dengan peningkatan prevalensi penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Beberapa penelitian di bidang kedokteran menyatakan bahwa Leptin memiliki peran yang sangat penting pada keadaan obesitas. Akupunktur diharapkan menjadi salah satu terapi yang dapat digunakan karena memiliki respon terapi yang baik, efisien dan relatif aman. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan apakah modalitas akupunktur manual dan elektroakupunktur mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar Leptin pasien obesitas. Penelitian ini menggunakan metode uji acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap 38 pasien obesitas dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok akupunktur manual dan kelompok elektroakupunktur, yang masing-masing terdiri dari 19 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih rerata kadar Leptin plasma pada kelompok akupunkur manual 6029,6 ± 2276,3 (p =0,016) dan selisih rerata kadar Leptin pada kelompok elektroakupunktur 8079,6 ± 1763,7 (p=0,000). Dapat disimpulkan bahwa kedua modalitas mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar leptin pasien obesitas (p>0,05).

Obesity is a condition of abnormal or excess accumulation of fat in adipose tissue. The prevalence rate itself in Indonesia has been gained 44%, resulting in a very complex issue, relating to the prevalence of chronic diseases such as diabetes mellitus, hypertension, cardiovascular disease and many other diseases. Several studies in the field of acupuncture, concludes that Leptin has a very important role in obesity. Acupuncture therapy is expected to be one that can be applied since it has a better response to therapy, efficient and without side effects. This study aims to compare whether the modalities of manual acupuncture and electro-acupuncture have the same effect for Leptin levels on obese patients. This study uses a single-blind randomized trials with a control. This study was conducted on 38 obese patients and were divided into 2 groups, namely the manual acupuncture and electroacupuncture group, each of which consists of 19 people. The results showed that the difference in mean plasma Leptin levels in the group of manual acupuncture is 6029,6±2276,3 (p=0,016) and the difference in mean levels of Leptin in the electro-acupuncture group is 8079,6±1763,7 (p=0,000). It can be conclude that both modalities have the same effect on leptin levels of obese patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmania Kannesia Dahuri
"Pendahuluan : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) adalah pilihan utama untuk batu ginjal yang berukuran lebih dari 2 cm. Tindakan ini dapat menimbulkan nyeri pasca operasi yang merupakan masalah yang sering terjadi dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Prevalensi nyeri pasca PCNL di Indonesia bervariasi. Penanganan nyeri pasca operasi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dengan efek samping yang minimal. Saat ini, metode standar dalam menangani nyeri pasca operasi yang digunakan di seluruh dunia adalah dengan penggunaan opiod. Namun penggunaan opioid memiliki banyak efek samping dan dapat mempengarui kualitas hidup pada pasien. Sehingga diperlukan tatalaksana yang aman, nyaman dan efektif dalam mengatasi nyeri pasca PCNL, salah satunya adalah dengan Elektroakupunktur telinga Battlefield Acupuncture (BFA).
Metode : Desain studi ini adalah serial kasus dengan jumlah sampel 8 pasien PCNL. Studi dilakukan dari November 2023 sampai Januari 2024. Elektroakupunktur telinga BFA dilakukan selama 30 menit pada kedua telinga, satu jam sebelum PCNL. Luaran yang dinilai adalah skor nyeri ( VAS ), kualitas hidup dengan kuesioner Short Form-36 (SF-36) ,penggunaan analgesik juga efek samping yang dialami pasien dicatat pada studi ini
Hasil : Terapi elektroakupunktur telinga BFA dapat menurunkan skala nyeri berupa Visual Analog Scale ( VAS ) pada pasien operasi PCNL batu ginjal. Pada 24 jam pasca PCNL dan EA BFA, 7 dari 8 pasien dengan presentase 87,5% pasien mengalami penurunan skor VAS dan pada 7 hari pasca PCNL dan EA BFA, ke 8 pasien dengan presentase 100 % pasien mengalami penurunan skor VAS. Terapi elektroakupunktur telinga BFA juga dapat meningkatkan kualitas hidup pada 7 hari pasca tindakan yang diukur dengan menggunakan short form 36 ( SF36 ) pada pasien pasca PCNL dan EA BFA. Terapi elektroakupunktur telinga BFA aman, tidak menimbulkan efek samping dan pada pasien hanya mendapatkan tambahan terapi Paracetamol 1000mg .
Kesimpulan : Terapi Elektroakupunktur BFA dapat diberikan pada pasien PCNL dengan keamanan yang terbukti baik pada ke 8 pasien dengan presentase 100 % pasien tidak mengalami efek samping pasca EA BFA.

Introduction : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) is the main choice for kidney stones larger than 2 cm. This procedure can cause post-operative pain, which is a problem that often occurs and can affect the patient's quality of life. The prevalence of post-PCNL pain in Indonesia varies. Postoperative pain management aims to reduce or eliminate pain with minimal side effects. Currently, the standard method of treating post- operative pain used throughout the world is the use of opioids. However, the use of opioids has many side effects and can affect the patient's quality of life. So safe, comfortable and effective treatment is needed to treat post-PCNL pain, one of which is Battlefield Acupuncture (BFA) ear electroacupuncture.
Methods : The design of this study was a case series with a sample size of 8 PCNL patients. The study was conducted from November 2023 to January 2024. BFA ear electroacupuncture was performed for 30 minutes on both ears, one hour before PCNL. The outcomes assessed were pain scores (VAS), quality of life with the Short Form-36 (SF-36) questionnaire, use of analgesics as well as side effects experienced by patients recorded in this study.
Results : BFA ear electroacupuncture therapy can reduce the pain scale in the form of a Visual Analog Scale (VAS) in kidney stone PCNL surgery patients. At 24 hours after PCNL and EA BFA, 7 of 8 patients with a percentage of 87.5% of patients experienced a decrease in VAS scores and at 7 days after PCNL and EA BFA, all 8 patients with a percentage of 100% of patients experienced a decrease in VAS scores. BFA ear electroacupuncture therapy can also improve quality of life 7 days after the procedure as measured using the short form 36 (SF36) in patients after PCNL and EA BFA. BFA ear electroacupuncture therapy is safe, does not cause side effects and patients only receive additional 1000mg Paracetamol therapy.
Conclusion : BFA Electroacupuncture therapy can be given to PCNL patients with proven safety in 8 patients with a 100% percentage of patients not experiencing side effects after EA BFA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadia Yunita
"
Pendahuluan: chemotherapy induced nausea and vomiting (CINV) adalah mual dan muntah yang terjadi pasca kemoterapi merupakan salah satu efek samping kemoterapi yang sering terjadi. Ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat kemoterapi sering kali menimbulkan kecemasan terutama pada remaja. Perlindungan lengkap obat antiemetik standar terhadap gejala CINV pada anak-anak dan remaja yang menerima obat kemoterapi emetogenik sedang dan kuat kurang dari 50%. Akupunktur adalah salah satu penatalaksanaan non farmakologi yang telah terbukti memperbaiki gejala CINV. Pemilihan modalitas akupunktur khususnya pada remaja merupakan hal penting dalam menunjang keberhasilan terapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas laserpunktur dalam memperbaiki gejala CINV terhadap skor Rhodes index of nausea, vomiting and retching (RINVR) pada pasien remaja yang menjalani kemoterapi.
Metode: Desain penelitian ini adalah uji klinis acak terkontrol ganda dengan kontrol sham. Penelitian ini diikuti 58 pasien kanker remaja yang menjalani kemoterapi yang dilakukan pengelompokkan secara acak ke dalam kelompok perlakuan (n=29) dan kontrol (n=29). Kelompok perlakuan mendapatkan laserpunktur dan antiemetik standar serta kelompok kontrol mendapatkan sham laserpunktur dan antiemetik standar. Tindakan laserpunktur ataupun sham laserpunktur dilakukan sekali sehari selama pasien menjalankan kemoterapi. Penilaian gejala CINV dengan menggunakan skor RINVR yang dilakukan dari 2 jam sebelum kemoterapi, saat kemoterapi hingga 3 hari pasca kemoterapi.
Hasil: Skor RINVR pada kelompok laserpunktur dan antiemetik standar dibandingkan kelompok laserpunktur sham dan antiemetik standar pada 2 jam sebelum kemoterapi, hari kemoterapi dan 3 hari pasca kemoterapi mempunyai skor RINVR yang lebih rendah serta perbedaan skor RINVR antara kedua kelompok berbeda bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Kombinasi laserpunktur dan antiemetik standar efektif dalam memperbaiki gejala CINV berdasarkan skor RINVR pada pasien kanker remaja yang menjalankan kemoterapi.

Introduction : Chemotherapy induced nausea and vomiting (CINV) is nausea and vomiting that occurs after chemotherapy, which is one of the frequent side effects of chemotherapy. The discomfort caused by chemotherapy often causes anxiety, especially in teenagers. Complete protection of standard antiemetic drugs against CINV symptoms in children and adolescents receiving moderately and strongly emetogenic chemotherapy drugs was less than 50%. Acupuncture is a non-pharmacological treatment that has been proven to improve CINV symptoms. The choice of acupuncture modality, especially for adolescents, is important in supporting the success of therapy. The aim of this study was to assess the effectiveness of laserpuncture in improving CINV symptoms on Rhodes index of nausea, vomiting and retching (RINVR) scores in adolescent patients undergoing chemotherapy.
Methods : The design of this study was a randomized double-blind clinical trial with sham control. This study followed 58 adolescent cancer patients undergoing chemotherapy who were randomly grouped into treatment (n=29) and control (n=29) groups. The treatment group received laserpuncture and standard antiemetics and the control group received sham laserpuncture and standard antiemetics. Laserpuncture or sham laserpuncture is performed once a day while the patient is undergoing chemotherapy. CINV symptom assessment using the RINVR score was carried out from 2 hours before chemotherapy, during chemotherapy to 3 days after chemotherapy.
Results : The RINVR score in the laserpuncture and standard antiemetic group compared to sham laserpuncture and standard antiemetic group at 2 hours before chemotherapy, the day of chemotherapy and 3 days after chemotherapy had a lower value and the difference in RINVR score between the two groups was statistically significant.
Conclusion : The combination of laserpuncture and standard antiemetics is effective in improving CINV symptoms based on RINVR scores in adolescent cancer patients undergoing chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Sari Mujahid
"Kejadian mual dan muntah pada prosedur anestesia spinal untuk sectio caesaria berkisar dari 28%-63% dan tetap tinggi meskipun telah diperkenalkan obat antiemetik baru. Penatalaksanaan untuk mual muntah saat ini meliputi terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi nonfarmakologis yang dimaksud salah satunya adalah akupunktur. Akupunktur diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan terapi ataupun terapi penunjang untuk tatalaksana mual muntah intra dan pascaoperasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek elektroakupunktur (EA), akupresur dan ondansetron dalam menurunkan insiden mual muntah intra dan pascaoperasi. Desain penelitian yang digunakan adalah uji klinis acak terkontrol. Penelitian ini melibatkan 36 pasien yang dilakukan sectio caesaria dengan anestesi spinal.
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan insiden mual yang bermakna pada kelompok perlakuan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0,02). Insiden muntah pada kelompok perlakuan juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun penurunan ini tidak bermakna (p=0,089). Kesimpulan penelitian ini bahwa EA, akupresur dan ondansetron mempunyai efek menurunkan insiden mual secara signifikan bila dibandingkan dengan pemberian ondansetron saja, namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada insiden muntah.

Incidence of nausea and vomit in spinal anesthesia procedures for sectio caesaria ranging from 28% -63% and remain high even though it has introduced a new antiemetic drug. Treatment for nausea and vomit currently include pharmacological and non-pharmacological therapies. One of nonpharmacologic therapy is acupuncture. Acupuncture is expected to be one of therapeutic option or adjunctive therapy for the treatment intra and postoperative nausea and vomit.
This study aimed to determine the effect of electroacupuncture (EA), acupressure and ondansetron in reducing the incidence of intra and postoperative nausea and vomit. Design of this study is a randomized controlled clinical trial. This study included 36 patients who performed under spinal anesthesia sectio Caesarea.
The results showed a significant decrease in the incidence of nausea in the treatment group when compared with the control group (p = 0.02). The incidence of vomiting in the treatment group also decreased when compared with the control group, but this decrease was not significant (p = 0.089). The conclusion of this study that EA, acupressure and ondansetron were significantly reduced the incidence of nausea when compared with administration of ondansetron alone, but there was no significant difference in the incidence of vomiting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>