Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120197 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Made Kalidna Ratna Putri
"Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum mengakui eksistensi hak ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Hal tersebut diatur dengan tujuan agar masyarakat hukum adat mendapatkan pengakuan dan kepastian hukum atas tanah ulayatnya dengan didaftarkan sebagai objek hak atas tanah. Penelitian ini membahas mengenai: (i) kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah ulayat masyarakat adat di Desa Timpag, Kabupaten Tabanan Bali; dan (ii) kedudukan subjek hukum perseorangan dalam penguasaan tanah ulayat milik masyarakat adat di Desa Timpag, Kabupaten Tabanan Bali. Penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris dengan menggunakan data primer dan sekunder disertai tipologi penelitan eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu: (i) tanah desa dapat dijadikan sebagai objek hak milik atas tanah dengan desa pekraman atau desa adat sebagai subjek hukum penguasanya berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 tahun 2019 dan Kepmen ATR/Ka. BPN No 276/KEP-19.2/X/2017; ii) subjek hukum perorangan terhadap tanah ulayat dikuasai dengan hak milik tidak penuh, di mana desa pakraman sebagai lembaga adat tetap terlibat dalam pengelolaan dan penguasaannya sehingga tidak menghilangkan sifat dan karakter komunal dari sebuah tanah adat.

Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 18 of 2019 concerning Procedures for Administration of Ulayat Land of Legal Community Units recognizes the existence of customary rights of customary law communities as enshrined in the provisions of Article 3 of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Regulations. This is regulated with the aim that customary law communities get legal recognition and certainty over their ulayat lands by being registered as objects of land rights. This study discusses: (i) the legal strength of certificates of rights to customary lands of indigenous peoples in Timpag Village, Tabanan Regency, Bali; and (ii) the position of individual legal subjects in the control of customary land owned by indigenous peoples in Timpag Village, Tabanan Regency, Bali. This research is an empirical normative research using primary and secondary data accompanied by a typology of explanatory research. The results of this study are: (i) village land can be used as an object of land ownership with Pekraman village or customary village as the legal subject of its ruler based on the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 18 of 2019 and Kepmen ATR/Ka. BPN No 276/KEP-19.2/X/2017; ii) individual legal subjects on ulayat land are controlled with incomplete property rights, where the village of Pakraman as a customary institution is still involved in its management and control so as not to eliminate the communal nature and character of a customary land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosely Damayanti
"ABSTRAK
Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dinyatakan bahwa untuk menjamin
kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah bertujuan untuk mendapatkan alat bukti
berupa sertipikat agar pemegang hak atas tanah tersebut memiliki bukti yang kuat
atas tanah yang dimilikinya dan mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan
hak mereka atas tanah tersebut. Akan tetapi dalam kenyataan di lapangan ternyata
berbeda, terbukti dari adanya kasus sengketa tanah dalam tesis ini dimana 253
(dua ratus lima puluh tiga) pemegang sertipikat Hak Milik atas tanah bekas tanah
partikelir mendapatkan gugatan dari pihak yang merasa sebagai pemegang hak
atas tanah yang sah. Sistem publikasi di Indonesia yang menganut sistem
publikasi negatif yang mengandung unsur positif dan sertipikat yang mempunyai
dua sisi yaitu sebagai bukti kepemilikan dan sebagai bentuk keputusan yang
bersifat penetapan, membuat para pemegang sertipikat hak atas tanah senantiasa
akan memperoleh kemungkinan untuk digugat berkenaan dengan keabsahan
tersebut. Dengan demikian perlu dilakukan penerapan lembaga rechtsverwerking
dalam sistem peradilan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (2)
PP 24/1997 sebagai salah satu cara untuk menanggulangi hal tersebut.

ABSTRACT
Pursuant to Article 19 paragraph (1) of Law No. 5 of 1960 concerning Basic
Agrarian Law is stated that in order to ensure legal certainty, the government hold
land registration throughout the territory of the Republic of Indonesia in
accordance with the provisions stipulated by Government Regulation.
Government Regulation No. 24 of 1997 stated that the land registration aims to
obtain a certificate that evidences the holder of the rights to the land have strong
evidence on the land that he has and get legal certainty and the protection of their
rights to the land. In fact, as evidenced by the presence of land disputes in this
thesis in which 253 ( two hundred and fifty three ) the holder of the certificate of
land freehold ex-private land to get a lawsuit from those who feel as holders of
legal rights to the land. Publication system in the Indonesia which adopts the
negative publicity that contains positive elements and a certificate that has two
sides those are as a proof of ownership and as a form of decision which is the
determination, making the certificate holders of land rights will always obtain the
possibility to be sued in respect of the validity. Hence, rechtsverwerking
institutions as stipulated in Article 32 paragraph (2) Regulation 24/1997 should be
applied in the justice system in Indonesia as a way to overcome it"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Khusuma Putra
"Undang-Undang Pokok Agraria pada tahun 1960 merupakan suatu tonggak sejarah dalam Hukum Pertanahan Nasional. Dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menjelaskan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan, maka Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pendaftaran tanah, dan atas tanah yang telah didaftarkan tersebut selanjutnya diterbitkan tanda bukti kepemilikan atas tanah yang berguna sebagai alat bukti yang kuat. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah merupakan awal dasar hukum yang menjadi pendukung atas berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, yang kemudian digantikan oleh PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur mengenai kepastian dan perlindungan hukum dari sertipikat tanah. Dengan adanya kedua peraturan yang memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi Warga Negara Indonesia ditandai dengan terbitnya sertipikat. Tetapi di dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menilai bahwa begitu banyak kesalahan serta kecurangan yang terjadi dalam mencapai perlindungan serta kepastian hukum tersebut. Kita dapat melihat dalam hal terbitnya Sertipikat Hak Milik ganda atas sebidang tanah yang sama yang dimiliki oleh Tuan OR. Penerbitan Sertipikat Hak Milik yang kedua dilakukan oleh Nyonya RMH yang berkedudukan sebagai saudara ipar dari Tuan PM. Sertipikat merupakan salah satu alat bukti yang kuat, tetapi harus diingat bahwa sertipikat bukan merupakan alat bukti yang mutlak, selama dapat dibuktikan sebaliknya didalam persidangan, maka perlindungan serta kekuatan hukumnya akan hilang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan cara mengkaji suatu kasus dalam suatu putusan, kemudian diterapkan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta dituangkan dalam bentuk tulisan deskriptif analitis mengenai pembahasan dari suatu permasalahan yang terjadi.

In 1960, Agrarian Law Number 5 Year 1960 was a pioneer and a foundation of our National Land Law. In article 19th explained that to create the certainty of land law, the Government hold the land registration system, so that for which land that was already registered, must have published with a certificate as a solid or strong evidence. Government Regulation number 10 Year 1961 about Land Registration was a beginning of the basic of law which have been supporting the operation of the Agrarian Law. This regulation was then replaced with Government Regulation Number 24 Year 1997. In article 32th of that new government regulation sets about the legal certainty and the legal protection on a land certificate. But nowadays, we could evaluate that there’re so many mistakes and fraudulence happening in reaching the legal certainty and legal protection. Let us see in writer’s case that there are double certificate published on a land owned by Mr. OR. The second certificate publishing was done by Mrs. RMH whom was Mr. OR’s sister in law. Certificate is a solid or strong evidence, but we should remind that it isn’t an absolute evidence as long as it can be proved in reverse when in trial, so that the legal protection and the legal power vanished. This research was using juridical normative method by researching a case of a court decision, and then arranged with the positive regulation and manifested it in analytical - descriptive written form about researching the problem which occurred.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jesvit Justin
"Peran Bank semakin dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya untuk memperoleh memberikan pinjaman uang. Dalam memberikan pinjaman uang atau fasilitas kredit, Bank biasanya meminta adanya jaminan. Jaminan ini berfungsi untuk memastikan kelancaran pembayaran utang debitur kepada Bank. Mengingat nilainya, Bank biasanya meminta jaminan berupa hak atas tanah atau disebut juga Hak Tanggungan. Sertipikat Hak Tanggungan merupakan tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan. Selain sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Sertipikat Hak Tanggungan juga diperlukan pada saat pencoretan Hak Tanggungan. Pencoretan Hak Tanggungan atau disebut juga roya merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan ketika Hak Tanggungan yang bersangkutan telah hapus, dengan cara mencoret catatan Hak Tanggungan pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. Permohonan roya diajukan oleh pihak yang berkepentingan kepada Kantor Pertanahan dengan melampirkan Sertipikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan atau dengan pernyataan tertulis oleh kreditur bahwa Hak Tanggungan yang bersangkutan telah hapus. Dengan hapusnya Hak Tanggungan, Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama dengan buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Masalah muncul ketika Sertipikat Hak Tanggungan hilang dan karenanya tidak dapat dilampirkan untuk permohonan pencoretan Hak Tanggungan.
Tulisan ini membahas bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemberi Hak Tanggungan yang Sertipikat Hak Tanggungannya hilang. Kemudian penulis membahas mengenai kenyataan yang ada dalam praktek ketika pemberi Hak Tanggungan hendak mengajukan permohonan pencoretan Hak Tanggungan namun Sertipikat Hak Tanggungan hilang. Menurut penulis, terdapat ketidakpastian dalam proses pencoretan Hak Tanggungan yang Sertipikat Hak Tanggungannya hilang. Peraturan mengatur bahwa untuk Sertipikat Hak Tanggungan yang hilang, hal tersebut cukup ditulis pada buku tanah Hak Tanggungan. Namun dalam praktek, Kantor Pertanahan mensyaratkan adanya akta Konsen Roya untuk pencoretan Hak Tanggungan yang Sertipikat Hak Tanggungannya hilang. Selanjutnya penulis juga membahas mengenai kewenangan Notaris dalam membuat akta Konsen Roya.

The needs for the role of Bank in society is increasing, one of which is to obtain loan. In giving loan or credit facility, Bank usually requires a security. The function of this security is to ensure the swiftness of the debtor's debt payment to the Bank. Given its value, Banks usually ask for security such as land rights or also called Land Mortgage. Land Mortgage Certificate is a proof of the Land Mortgage's existence, issued by the Land Office. In addition to being the proof of Land Mortgage's existence, Land Mortgage certificate is also required at the time of Land Mortgage's write-off. Land Mortgage's write-off or also called Roya is an action taken by the Land Office as the related Mortgage has been cleared, by writing off the Land Mortgage's note on the related land's book and right of land's certificate. Roya request is filed by the concerned party to the Land Office by attaching the Certificate of Land Mortgage that has been given notes or a written statement by the creditor that the related Land Mortgage has been cleared. With the Land Mortgage being cleared, the related Certificate of Land Mortgage is pulled and together with land's book of Land Mortgage shall be declared invalid by the Land Office. The problem arises when the Certificate of Land Mortgage is lost and therefore can not be attached to the Mortgage Write-off request.
This paper discusses about the legal protection for the giver of Land Mortgage whose Land Mortgage Certificate is lost. Then the writer discusses the fact when the giver of Land Mortgage intends to apply for a Land Mortgage write-off request, but lost the related Land Mortgage Certificate. According to the writer, there are uncertainties in the process of writing-off the Land Mortgage which Land Mortgage Certificate is lost. Regulation stipulates that for a Land Mortgage Certificate that is lost, it shall be written in the land's book of Land Mortgage. But in practice, the Land Office requires a deed of Konsen Roya in order to write-off the Land Mortgage whose Certificate of Land Mortgage is lost. Furthermore, the writer also discuss the authority of notary in making the deed of Konsen Roya.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Hasna Dea
"Sesuai dengan amanat Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tetang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dalam rangka penataan tanah terkait dengan penggunaan, penguasaan dan pemilikan diadakannya pendaftaran hak atas tanah untuk terciptanya kepastian hukum. Para pemegang hak-hak atas tanah yang bersangkutan berhak mendaftarkan tanahnya masing-masing dalam rangka memperoleh surat tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat pemegang hak atas tanah. Namun dalam proses penerbitan sertipikat tidak jarang timbul permasalahan seperti permasalahan yang terjadi seperti dalam Putusan Tata Usaha Negara Nomor 29/G/2017/PTUN-Srg terdapat penerbitan sertipikat di atas tanah milik orang lain. Permasalahan dalam penelitian ini adalah keabsahan terhadap sertipikat hak atas tanah yang terbit di atas tanah milik orang lain dan perlindungan hukum terhadap pemilik tanah yang di atas tanahnya telah terbit sertipikat atas nama orang lain. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif mengkaji antara ketentuan hukum yang ada dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat, sedangkan tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian problem identification yang merupakan penelitian dengan mengidentifikasi permasalahan untuk mempermudah analisa dan penarikan kesimpulan. Adapun hasil dari penelitian keabsahan terhadap sertipikat di atas tanah milik orang lain dalam Putusan Tata Usaha Negara Nomor 29/G/2017/PTUN-Srg terjadi karena dalam proses penerbitan sertipikat kantor pertanahan mengalami kesalahan yang menyebabkan cacat administrasi yaitu Kantor Pertanahan melakukan kesalahan saat melakukan prosedur pendaftaran tanah dan tidak cermat dalam memeriksa data yuridis dan data fisik atas suatu tanah. Atas cacat administrasi tersebut sertipikat yang telah terbit dapat dimintakan pembatalan karena terdapat cacat adminitrasi sesuai dengan amanat Pasal 1 angka 14 dan Pasal 107 Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999. Selanjutnya perlindungan hukum terhadap pemilik tanah yaitu pemilik tanah dapat mengajukan gugatan untuk melakukan pembatalan sertipikat di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Consistent mandate of Article 19, paragraph 1, Law No. 5 of 1960 concerning Tahune basic provisions of agrarian principles in Tahune context of land management in relation to Tahune use, control and ownership of Tahune land. land, register land rights to create legal certainty. Land rights holders in question have Tahune right to register Tahuneir land to get proof of land rights, which is solid proof of land rights holders. However, in Tahune process of granting Tahune certificate, problems often arise, such as Tahune one in Tahune State administrative decision No. 29/G/2017/PTUN-Srg, specifically Tahune issue of certificates on o Tahuner people's land. Tahune issue in Tahunis study is Tahune validity of land use right certificates issued on land owned by oTahuners and Tahune legal protection of land owners who have been granted land use right certificates on behalf of oTahuners. is different. To address Tahunese issues, a legal legal research meTahunod is used to examine Tahune existing legal agreements wiTahun problems arising in society, while Tahunis type of research is used. Application is problem-defining research, i.e. research by defining problems to facilitate analysis and drawing conclusions. Research results on Tahune issuance of certificates for land owned by oTahuners in State Administrative Decision No. 29 / G / 2017 / PTUN-Srg arise because during Tahune certification process, Tahune cadastral agency encountered must have caused an administrative error, in particular, Tahune Land Office made an error in Tahune land registration process. and careless in checking legal data and physical data on a land. In respect of Tahunis administrative defect, Tahune issued certificate may be requested to be revoked because of an administrative defect as provided for in Articles 1, 1 and 107 of Tahune Regulations of Tahune Minister of Agriculture. National Land. 9 of 1999. In addition, Tahune legal protection of Tahune landowner, ie Tahune landowner can sue to revoke Tahune certificate in Tahune state administrative court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadani Arifin
"Penelitian ini membahas keabsahan akta jual beli dibawah tangan dan proses pendaftaran tanah yang berkaitan dengan pesertipikatan tanah. Jual beli hak atas tanah merupakan salah satu cara peralihan hak atas tanah dalam masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah keabsahan akta jual beli dibawah tangan atas benda tidak bergerak dan proses penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang. Metode penelitan tesis ini berbentuk yuridis normatif, menggunakan studi dokumen berupa penelusuran terhadap data sekunder. Analisis dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa perjanjian jual beli hak atas tanah dengan akta dibawah tangan adalah sah, walaupun tidak memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dan penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang dengan dilaksanakannya pengurusan penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang ke Kantor Pertanahan dengan mengajukan permohonan dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

The research discusses the validity of the underhand sale and purchase deed and the land registration process related to land certification. The sale and purchase of land rights is one way of transferring land rights in the community. The problem in this research is the validity of the underhand sale and purchase deed of immovable objects and the process of issuing certificates to replace lost land rights. This thesis research method is in the form of normative juridical, using document study in the form of tracing of secondary data. The analysis was carried out with a qualitative approach. The results of the research reveal that the sale and purchase agreement of land rights with underhand deeds is legal, although it does not have strong evidentiary power and the issuance of certificates to replace land rights lost is carried out by carrying out the issuance of certificates to replace lost land rights to the Land Office by filing application and refers to the laws and regulations that govern it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulisye Indriati
"Ada berbagai macam alas hak atas tanah. Dalam karya tulis ini penulis hanya akan membahas kasus yang terkait dengan alas hak yang berlaku di kalangan masyarakat di Bali yaitu Pipil. Pipil adalah Surat Tanda Pembayaran Pajak sebelum Tahun 1960 yang oleh masyarakat di Bali di kenal sebagai alat bukti kepemilikan hak atas tanah. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 700 PK/PDT/2011 adalah mengenai salah satu sengketa pertanahan di provinsi Bali, dimana terdapat lebih dari satu pipil pada objek tanah yang sama, dan masing masing pihak pemegang pipil mengklaim bahwa tanah adalah milik pemegang pipil tersebut.
Selain itu kantor Wilayah pertanahan Provinsi Bali pada tahun 1991 telah mengeluarkan Surat Keputusan dengan nomor SK.87/HP/BPN/1/Pd/1991 yang isinya menunjuk kantor Wilayah pertanahan Provinsi Bali sendiri sebagai pemegang hak pakai pada tanah sengketa. Adapun pokok permasalahan pada karya tulis ini adalah Bagaimanakah kekuatan pipil sebagai alas kepemilikan hak atas tanah hak milik adat di Bali dan Apakah Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 700 PK/Pdt/2011 Tahun 2011 penyelesaian hukumnya telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan problem solution atas pokok permasalahan.
Pendekatan yuridis normatif digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari studi dokumen di perpustakaan yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, alas hak atas tanah hak milik adat yang termasuk adalah pipil, dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan sertipikat atas tanah dan memiliki kekuatan pembuktian sepanjang data yang diterangkan di dalamnya mengandung kebenaran. Sehingga alas hak atas tanah merupakan salah satu dasar bagi seseorang untuk dapat memiliki hak atas tanah. Terhadap pokok permasalahan kedua, penulis berpendapat bahwa Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 700 PK/Pdt/2011 Tahun 2011 penyelesaian hukumnya telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga memberikan kepastian serta perlindungan hukum kepada Penggugat atas kepemilikan hak atas tanah hak milik.

There are different kind of Indigeneous Land Rights. The author in this study focuses on issues partaining to Indigeneous Land Rights that is common in Baliand called Pipil. Pipil is a form of Farm Produce Tax Receipt (Surat Pajak Hasil Bumi)or commonly known as "petuk pajak", prior to the year of 1960. and has been widely recognized and accepted by people in Balias proof of land ownership. Judicial review of the Supreme Court decision No. 700 PK/PDT/2011 is about one land disputes in the province of Bali, where there is more than one object pipil on the same ground, and each party pipil holders claim that the land is owned by the pipil holder.
Besides Bali provincial office of the land area in 1991 had issued a decree in which it pointed SK.87/HP/BPN/1/Pd/1991 number office land area of ​​Bali itself as the holder of the right to use the disputed land. The principal issue in this paper is How the power pipil as the base land rights of indigenous property rights in Bali and Is judicial review the Supreme Court verdict No.. 700 PK/Pdt/2011 Year 2011 legal settlement in accordance with the applicable regulations.
The approach in this study by using a normative approach, the solution to the problem at issue. Normative approach is used with the intent to hold the approach to the problem by looking at the terms of the legislation in force. Type of data used is secondary data obtained from the study of the documents in the library in the form of primary legal materials and secondary legal materials.
Based on Government Regulation No. 24 Year 1997 on Land Registration, pedestal land rights, including customary property rights is pipil, can be used as the basis for the issuance of certificates of land and has a strength of evidence throughout the data described in it contains the truth. So the title to land is one of the bases for a person to be able to have rights to the land. Subject to the second permasalaha, enulis found Reconsideration Decision Supreme Court. 700 PK/Pdt/2011 In 2011 legal settlement in accordance with applicable regulations, so as to provide certainty and legal protection to the Plaintiff on the ownership rights of land ownership.Based on Government Regulation No. 24 Year 1997 on Land Registration, Indigeneous Land Rights(Alas Hak Atas Tanah) supported by true and well founded data, could become the basis for the issuance of Land Certificate and considered strong evidence of land ownership in court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati
"Sebelum Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) terjadi dualisme hukum tanah di Indonesia. Dalam arti diakuinya Hukum Tanah Adat yang bersumber pada Hukum Adat dan peraturan-peraturan mengenai tanah yang didasarkan pada Hukum Barat. Setelah berlakunya UUPA maka berakhirlah masa dualisme hukum tanah yang berlaku di Indonesia menjadi suatu unifikasi. Hukum Tanah Nasional. Dalam Hukum Tanah Nasional, Hukum Adat mempunyai peranan sebagai sumber utama pembangunan Hukum Tanah Nasional dan juga sebagai pelengkap dari ketentuan-ketentuan. Hukum Tanah yang belum ada peraturannya agar tidak terjadi kekosongan hukum karena hukumnya belum diatur. Peralihan hak milik khususnya jual beli tanah tidak secara tegas dan khusus diatur dalam UUPA, namun dengan menggunakan penafsiran yang berdasarkan konsideran UUPA dan Pasal 5 UUPA maka pengertian jual beli tanah hak milik menurut UUPA tidak lain adalah pengertian jual beli tanah hak milik menurut Hukum Adat. Hanya saja Hukum Adat disini merupakan Hukum Adat yang sudah di saneer yang disempurnakan dan dihilangkan sifat-sifat kedaerahannya dan diberi sifat nasional. Hukum Adat yang sesuai dengan jiwa, asas, dan tafsiran UUPA sendiri, serta tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional dan Negara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20882
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Muhammad Sulaiman
"ABSTRAK
Bentuk sengketa tanah yaitu sengketa faktual yang membahas mengenai pengukuran batas bidang tanah dan surat tanah yang menunjukan bukti kepemilikan tanah tersebut selain itu terdapat sengketa yuridis yang membahas menganai riwayat tanah tersebut dan sertifikat atas tanah yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan setempat. Terhadap kasus pertanahan yang disampaikan ke Badan Pertanahan Nasional untuk dimintakan penyelesaiannya, apabila dapat dipertemukan pihak-pihak yang bersengketa, maka sangat baik jika diselesaikan melalui cara musyawarah. Penyelesaian ini seringkali Badan Pertanahan Nasional diminta sebagai mediator di dalam menyelesaikan sengketa hak atas tanah secara damai saling menghormati pihak-pihak yang bersengketa. Berkenaan dengan itu, bilamana penyelesaian secara musyawarah mencapai kata mufakat, maka harus pula disertai dengan bukti tertulis, yaitu dari surat pemberitahuan untuk para pihak, berita acara rapat dan selanjutnya sebagai bukti adanya perdamaian dituangkan dalam akta yang bila perlu dibuat di hadapan notaris sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Mediasi adalah salah satu bagian dari alternatif penyelesaian sengketa, di samping negosiasi, arbitrase, dan pengadilan. Metode yang digunakan adalah yuridis empiris, yaitu suatu penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat pada penerapannya atau praktek di lapangan. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil: 1) Sebagai mediator, Kantor Pertanahan Kabupaten Indramayu mempunyai peran membantu para pihak dalam memahami pandangan masing-masing dan membantu mencari hal-hal yang dianggap penting bagi mereka berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011, Badan Pertanahan Nasional RI tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Mediator mempermudah pertukaran informasi, mendorong diskusi mengenai perbedaan-perbedaan kepentingan, persepsi, penafsiran terhadap situasi dan persoalan-persoalan ada; dan 2) Mediasi di lingkungan instansi pertanahan dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Indramayu untuk penyelesaian sengketa tanah sangat efektif guna menghindari konflik yang bisa merugikan para pihak.

ABSTRACT
Forms of land that is disputed factual disputes that discussed the measurement of land parcel boundaries and land documents that show proof of ownership of the land but it was there that discuss the juridical dispute menganai history of the land and the land certificate issued by the Land Office. Against the land cases submitted to the National Land Agency to request completion, can be reconciled if the disputing parties, it is very good if settled through deliberation. Completion of the National Land Agency is often requested as a mediator in resolving disputes over land rights peacefully respect the parties to the dispute. In connection with that, when the discussion reaches settlement consensus said, it must also be accompanied by written evidence, from a letter of notification to the parties, and the subsequent meeting minutes as evidence stated in the deed that the peace if necessary notary that has the power perfect proof. Mediation is one part of alternative dispute resolution, in addition to negotiation, arbitration, and trial. The method used is an empirical juridical, is a study in addition to seeing the positive aspects of the law also look at the application or practice in the field. The data analysis technique used is descriptive qualitative, ie after the data is collected and then poured in a logical and systematic description of the form, then analyzed to obtain clarity problem solving, and then drawn conclusions deductively, from the general to the specific nature of things. Based on research, the results obtained: 1) As a mediator, Indramayu District Land Office has a role in helping the parties understand each other's views and help look for things that are important to them by Regulation No. BPN. 3 In 2011, the National Land Agency on the Management of Land Assessment and Case Management. Mediators facilitate the exchange of information, encourage discussion about the differences of interests, perception, interpretation of situations and problems exist, and 2) Mediation in the land agency in this case Indramayu District Land Office for land dispute resolution is very effective in order to avoid conflicts that could detrimental to the party."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Matovani
"Masalah tanah adalah merupakan suatu isu yang sebaiknya mendapat perhatian yang sangat serius. Hal ini tidak terlepas dari nilai ekonomis dari tanah tersebut yang kian hari kian meningkat. Disatu sisi jumlah tanah tidak bertambah, sementara disisi lain jumlah penduduk semakin hari semakin bertambah. Dengan demikian, masyarakat menjadi peduli dengan tanah yang ada. Tanah menjadi sumber-sumber ekonomis bagi semua pihak. Oleh sebab itu, konflik yang terjadi di Kabupaten Pasaman Barat khususnya yang terjadi di Tongar, Kenagarian Air Gadang sebaiknya diselesaikan dengan menguntungkan semua pihak. Dalam penelitian ini, penulis mencoba melihat bentuk penyelesaian yang telah dilakukan selama konflik ini terjadi dan bagaimana peran 'Ninik Mamak' dalam menyelesaikan konflik ini sebagai bagian dari kearifan lokal.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analitik dengan cara menguraikan sekaligus menganalisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di Tongar, Kenagarian Air Gadang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang menyebabkan konflik ini adalah masalah pengukuran tanah yang tak kunjung dilakukan terkait tanah yang diklaim. Disamping itu, wibawa Ninik Mamak didepan anak-kemenakan mengalami penurunan fungsi, sehingga konflik ini belum bisa diselesaikan di tingkat nagari. Mediasi yang juga dilakukan oleh pihak Pemerintah Kabupaten pun nyatanya belum menunjukkan hasil yang maksimal. Konflik ini sebaiknya diselesaikan dengan baik dan bijaksana, sehingga konflik ini tidak menjadi lebih berbahaya. Peran negara melalui pemerintah daerah menjadi sangat penting agar konflik ini dapat diselesaikan dengan cara win-win solution.

Land issue is an issue that should receive serious attention. It is inseparable from economic value of the land that increase from day to day. In one hand, the land does not increase. On the other hand, the population of the people increase from day to day. Therefore, the society become aware of that issue, the existing land. The land becomes the new economic sources for all parties. Consequently, conflict that occured in the regency of West Pasaman specicifically at Tongar, Nagari Air Gadang should be settled in a manner beneficial to all parties. In this research, the writer tries to find forms of conflict settlement that has been done during this conflict occurs and how the role of 'Ninik Mamak' in settling this conflict as a part of local wisdom.
This research was conducted by using descriptive analytic method by way of elaborating and analyzing. The results of this research show that conflict occuring at Tongar, Nagari Air Gadang is caused by some factors. One of the factors causing this conflict is land measurement problems that never be made ​​related land claimed. Besides that, the influence of Ninik Mamak in front of child-nephew undergoes function decline. With this regard, the conflict can not be resolved in the nagari level. Mediation conducted by the local government apparently has not shown the maximal result. This conflict should be settled satisfactorily and wisely, so that this conflict does not become more dangerous. The role of state via the local government becomes significant in order that this conflict can be solved by way of win-win solution.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>