Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139431 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diorie Atalea Yessica
"Walt Disney Studios telah menghasilkan film demi film yang merepresentasikan budaya dan berbagai pengalaman manusia. Kematian dan kedukaan adalah pengalaman manusia yang paling sering digunakan film Disney dalam plot mereka. Ada perubahan dalam cara model berkabung direpresentasikan dalam film mereka. Artikel ini mengkaji perbedaan model berduka antara film Coco (2017) dan Onward (2020). Film-film tersebut dipilih karena fokus eksplisit mereka pada kesedihan dan kematian anggota keluarga. Temuan metode analisis tekstual menunjukkan bahwa kedua film memiliki kontras yang mencolok tentang bagaimana metode kontemporer dimanifestasikan dalam karakter mereka. Coco (2017) dan Onward (2020). menggunakan model kesedihan yang berbeda dan bagaimana mereka berlanjut setelah konflik diselesaikan. Artikel ini juga menemukan bahwa makhluk mitos digunakan sebagai simbol kesedihan dan menghasilkan reaksi yang berbeda dari karakter-karakter yang ada. Bukti yang ditunjukkan dalam artikel ini menunjukkan bahwa Onward (2020) tidak merangkul pergeseran model duka cita kontemporer yang digunakan oleh film-film di awal era Disney modern.

Walt Disney Studios have produced movies after movies that represent cultures and various human experiences. Death and grief are the most common human experience that Disney movies often use in their plots. There has been a shift in how the bereavement models are represented in their movies. This paper examines the differences of grief models between the movies Coco (2017) and Onward (2020). The movies were chosen due to their explicit focus on grief and the death of family members. The findings of the textual analysis method show that the movies have striking contrasts of how contemporary methods are manifested in their characters. Coco (2017) and Onward (2020). use different models of grief and how they are continued after conflicts are resolved. This paper also finds that mythical creatures are used as symbols of grief and result in different reactions from the characters. The evidence showed in this article suggests that Onward (2020) does not embrace the shift of contemporary bereavement models used by earlier movies in the modern Disney era."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rifayani Suyudi
"Media mainstream telah menggambarkan kehidupan ibu tunggal sepanjang sejarah, salah satunya melalui Disney's Coco (2017) yang disutradarai oleh Lee Unkrich, dimana film Coco (2017) menjadi korpus analisis untuk artikel ini. Melalui penelitian ini, penggambaran tokoh-tokoh ibu tunggal dalam film tersebut dieksplorasi dan bagaimana hal tersebut dapat menunjang alur film tersebut. Metode utamanya adalah analisis tekstual berdasarkan teori representasi Stuart Hall dan teori film David Bordwell et al. tentang kostum dan posisi kamera. Adegan, dialog, dan penokohan yang menonjol dari film tersebut dipilih dan ditafsirkan sesuai dengan peran karakter ibu tunggal. Struktur analisisnya terdiri dari penjelasan tentang pengorbanan ibu tunggal dalam film ini dan masalah keluarga yang melingkupi ibu tunggal tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggambaran ibu tunggal penting untuk memberikan gambaran tentang isu-isu yang ibu tunggal alami dalam kehidupan nyata, serta seberapa signifikan masalah tersebut untuk plot dan konflik yang berada di film ini.

Mainstream media has been portraying the life of single mothers throughout history. One of them is through Disney’s Coco (2017), directed by Lee Unkrich, which is the corpus of analysis for this article. Through this research, the representation of single mother characters in the movie is explored and how it is significant to support the movie’s plot. The main method is textual analysis based on Stuart Hall’s theory of representation and David Bordwell et al.`s film theories about costume and camera position. Prominent scenes, dialogues, and characterization from the movie are selected and interpreted regarding the single mother characters’ roles. The structure of the analysis consists of the explanation on the sacrifices of single mothers in this movie and the family matters that surrounds these single mothers. The result of this research shows that the portrayal of single mothers is important to give image regarding the issues that surround single mothers in real life, as well as how significant it is for the importance of the film’s plot and conflicts."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Firman Hadiansyah
"Adaptasi film ke dalam novel atau sebaliknya seialu menimbulkan perubahan, sebagai akibat dari perbedaan media dan hasil interpretasi penulis dan sutradara. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan sejumlah persamaan dan perbedaan mendasar yang dihasilkan oleh adaptasi dari film ke dalam novel Biala Tak Berdawai, dilihat dari unsurunsur penceritaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan strukturalisme yang memfokuskan pada unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam film dan novel Biola Tak Berdawai. Unsur-unsur film dan novel yang dianalisis dan dibandingkan dalam penelitian ini adalah alur penyajian, alur sebab akibat, tokoh dan penokohan, latar ruang dan Tatar waktu.
Hasil analisis film dan novel Biola Tak Berdawai terhadap unsurunsur di atas, menunjukkan persamaan sekaligus perbedaan. Cerita dalam film dan novel pada dasarnya sama tetapi menjadi terkesan berbeda ketika Dewa dijadikan penutur di dalam novel. Tokoh Dewa menjadi serba tahu dan mampu menuturkan dengan fasih mengenai kejadian-kejadian yang ada di sekelilingnya, padahal di dalam film, tokoh Dewa digambarkan sebagai anak yang sangat sulit untuk berkomunikasi dengan prang fain dikarenakan penyakit autis dan cacat ganda. Dengan demikian, tokoh utama di dalam novel tidak hanya Renjani, tetapi juga Dewa. Perbedaan Iainnya terletak pada berupa kemunculan cerita pewayangan di dalam novel, juga terdapat penghilangan, dan penambahan beberapa cerita. Semua perbedaan tersebut menunjukkan adanya perbedaan interpretasi penulis novel atas cerita film Biola Tak Berdawai.
Berbeda dengan unsur alur penyajian, alur sebab akibat antara film dan novel tidak menunjukkan perbedaan. Dad awal hingga akhir cerita, novel adaptasi tetap bersetia terhadap film sebagai cerita pertama. Begitu juga dengan latar ruang dan waktu.

The adaptation of film into novel or vice verse always produces changes as the consequence of the different media and the result of the actor and the director's interpretation. This study aims to present some basic similarities and differences which are produced by the adaptation from film into novel Biola Talc Berdawai, and viewed from the story elements.
The method used is structuralism, focusing on the intrinsic elements in film and novel Biota Tak Berdawai. The film and novel elements which are analyzed and compared in this study are plot, the characters and characterization, and setting.
The result of the analysis of film and novel Biola Tak Berdawai to the mentioned elements presents similarities and differences at the same time. The story in film and novel is basically the same but it imprisons different when Dewa is made as a narrator in the novel. The character of Dewa knows everything and he can utter fluently what happens in his surrounding, whereas in film the character of Dewa is showed as the boy who has difficulty to communicating with other people because he is autistic and has double deformity. So the main character in the novel is not only Renjani but also Dewa. The other difference is on the presence of things pertaining to the wayang story in the novel. All those differences present the difference of the writer's interpretation on the story of Biota Tak Berdawai film.
It is different to plot presence, the cause and effect plot between film and novel does not present the difference. From the beginning until the end of story, adapted novel keep loyal to film as the original story. It also happens to the setting of place and time.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Yulia
"Tesis ini membahas pemaknaan khalayak perempuan terhadap film Ketika Tidak Bicara Cinta. Film Ketika Tidak Bicara Cinta merupakan film yang mengangkat tema mengenai percintaan penyandang disabilitas yang dibumbui oleh beberapa adegan seksual. Penelitian ini melihat bagaimana khalayak memaknai kisah cinta dan adegan seksual para penyandang disabilitas dalam film Ketika Tidak Bicara Cinta. Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivis dengan memakai teori resepsi encoding-decoding Stuart Hall untuk melihat pemaknaan dari khalayak aktif. Penelitian ini bersifat deskriptif, hal ini dikarenakan data yang dikumpulkan oleh peneliti berupa hasil wawancara dengan para informan. Teknik pengumpulan menggunakan wawancara mendalam dengan informan.
Hasil penelitian ini terlebih dahulu melihat pemaknaan cinta, adegan seksual, dan disabilitas yang telah terkonstruksi pada khalayak perempuan "normal". Setelah itu, dilanjutkan dengan pemaknaan terhadap cinta dan adegan seksual para penyandang disabilitas dalam film Ketika Tidak Bicara Cinta. Konsep encodingdecoding film tersebut menghasilkan bahwa posisi ketiga informan dalam memaknai film Ketika Tidak Bicara Cinta cenderung dipengaruh oleh budaya yang dianut, latar belakang keluarga dan pendidikan, serta pola pergaulan

This thesis discusses about women audiences reception toward What They Don’t Talk about When Talk about Love Movie. The story of this film is about disabilities love and sexual stories. This thesis sees how the audience's reception about disabilities love and sex stories in the film. This research uses constructivist approach along with the encoding-decoding reception theory by Stuart Hall. This research is descriptive because the data that has been gathered is the description from all informants. The data gathered technique is through in-depth interview.
The result of this research is to see audience reception for love, sexual film scene, and disability that has been construct in a "normal" society especially women. Then, it will proceed with women audience reception toward disabilities love and sexual scene from What They Don't Talk about When They Talk about Love film. Encoding-Decoding concept brings a result that the audience receptions depend on their culture, family and education background, also their peer group.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T36111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Syafira Syafi`ie
"Sebagai industri pembuatan film yang semakin dinamis, Disney Animation perlu terus beradaptasi dan menyusun diri sebagai organisasi dengan cara yang dapat memfasilitasi keefektifan dan inovasi organisasi mereka. Keterampilan kepemimpinan dan perubahan dalam struktur organisasi perlu disesuaikan untuk membantu mendorong Disney Animation ke dalam peningkatan keefektifitas menuju visi mereka. Perubahan ini dapat menghasilkan masa kerja yang panjang dan meningkatkan keterlibatan karyawan.

As an increasingly dynamic filmmaking industry, Disney Animations needs to constantly adapt and structure themselves in ways that facilitate their organisational effectiveness and innovations. Core leadership skills, structural changes and effective senior management will need to be constantly adapted to help push towards their vision. These changes were able to result in long tenure and increases employee engagement."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Salsabila
"ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses how grief in the movie A Single Man (2009) is represented through several elements. The elements are: the contradicting use of colours for the background of the movie, the symbolism of water, and the suicidal thought. The technique of film analysis and Sigmund Freuds psychoanalysis are used to analyse them. Aside from the elements, this study also explores the idea on how such bereavement is influenced by the main protagonists gender and sexual preference. Therefore, this study also highlights the interaction between George Falconer and other people, particularly Charley and Kenny. It is then concluded that George could only grief in private as he is forced to silence his grief due to his gender and sexual orientation.

ABSTRACT
Skripsi ini membahas bagaimana rasa duka dalam film A Single Man (2009) direpresentasikan melalui beberapa elemen. Unsur-unsur tersebut adalah: penggunaan warna yang bertentangan untuk latar belakang film, simbolisme air, dan pemikiran bunuh diri. Teknik analisis film dan psikoanalisis Sigmund Freud digunakan untuk menganalisisnya. Selain unsur-unsur, penelitian ini juga mengeksplorasi ide tentang bagaimana berkabung seperti itu dipengaruhi oleh gender protagonis utama dan preferensi seksual. Oleh karena itu, penelitian ini juga menyoroti interaksi antara George Falconer dan orang lain, terutama Charley dan Kenny. Kemudian disimpulkan bahwa George hanya bisa berduka secara pribadi karena ia terpaksa membungkam kesedihannya karena gender dan orientasi seksualnya."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Luthfiah Rahmawati
"Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, perjuangan bangsa Indonesia melawan Belanda dan sekutu tidak langsung usai. Belanda kemudian melancarkan Agresi Militer I dan mengerahkan pasukan khusus yang salah satunya dipimpin oleh Letnan Satu Raymond Paul Pierre Westerling untuk memberantas tokoh-tokoh yang masih memperjuangkan kemerdekaan. Peristiwa pemberantasan itu kemudian diadaptasi menjadi sebuah film yang dirilis pada tahun 2020 berjudul De Oost. Walaupun film ini berlatarkan Indonesia yang telah merdeka, kemunculan Orientalisme masih dapat dilihat. Dampak dari adanya Orientalisme mempengaruhi persepsi penonton mengenai keseluruhan jalan cerita film. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan wacana Orientalisme dalam film De Oost. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa di dalam film De Oost, Orientalisme dapat dilihat melalui latar tempat, perilaku dan tutur kata bangsa Eropa yang merendahkan pribumi, serta ujaran yang merendahkan Hindia-Belanda. Dari film ini juga diketahui bahwa wacana Orientalisme tidak hilang begitu saja walaupun Indonesia telah merdeka.

After Indonesia declared independence on August 17, 1945, the struggle of Indonesian peoples against the Netherlands and the Allies was not over yet. The Netherlands then launched Operation Product and mobilized a special force, one of which was led by First Lieutenant Raymond Pail Pierre Westerling to eradicate figures who were still fighting for Indonesia’s independence. That eradication was adapted as a film titled De Oost which was released in 2020. Even though this film was set after Indonesia’s independence, Orientalism can still be seen in it. The impact of Orientalism in the film affects the viewers’ perception about the whole film. This research aims to explain Orientalism in the film De Oost. The result of this research shows that Orientalism can be seen in how the places are shown, Europeans’ behaviors and speech that degrade the natives, as well as speech that degrades Dutch East Indies. From this film it is also known that Orientalism didn’t just disappear after Indonesia declared independence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marselina Tabita
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan rekonstruksi citra Tuhan dalam film The Shack 2017 . Analisis akan menafsirkan representasi karakter dan adegan tertentu yang digambarkan dalam film. Korpus artikel ini adalah film berjudul The Shack, yang mewakili Tuhan dalam Nasrani yang direifikasi dalam tiga ras yang berbeda. Wacana masalah rasial dalam teori postkolonial sebagian besar digunakan sebagai instrumen untuk memahami konteks dalam menafsirkan. Artikel ini memilih untuk mengeksplorasi film daripada versi novel untuk mendapatkan analisis yang lebih holistik, dengan penambahan fitur sinematografi di samping aspek intrinsik dari narasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambar Tuhan dipersonifikasikan dan direkonstruksi menjadi ras non-kulit putih untuk menantang isu rasial dan mematahkan wacana kekuasaan antara kulit putih, Afrika Amerika, Timur Tengah, dan Asia-Amerika.

ABSTRACT
This study aims to prove the reconstruction of God image in the movie The Shack 2017 . The analysis will interpret the representation of certain characters and scenes portrayed in the movie. The corpus of this article is movie titled The Shack, which represents the reified Christian God in three different races. Discourse of racial issue in postcolonial theory is mostly used as the instrument to understand the context to interpret. This article decided to explore the film rather than the novel in order to get a more holistic analysis by the addition of cinematographic features beside the intrinsic aspects of narrative. The result of this study shows that God image is personified and reconstructed into non-white races to challenge the racial issue and undermine the discourse of power between white, African American, Middle East, and Asian-American."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Amirudin Aziz
"ABSTRAK
Logan 2014 adalah film superhero tentang perjalanan mutan, orang yang memiliki kemampuan khusus, dari El-Paso, Meksiko, ke North Dakota, Kanada. Film tersebut dapat ditafsirkan sebagai salah satu bentuk protes terhadap kebijakan imigrasi Donald Trump sekaligus merupakan representasi isu ras yang kompleks. Walaupun banyak akademisi yang menganalisis film-film mengenai perbatasan Meksiko-Amerika, jurnal ilmiah yang membahas film Logan 2017 tidaklah cukup. Artikel ilmiah ini menganalisis bagaimana film tersebut menyampaikan pesannya dengan menggunakan Borderland karya Gloria Anzaldua 1987 sebagai landasan teori melalui metode semiotik dan analisis tekstual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa film tersebut menggambarkan perbatasan, imigrasi, dan ras dalam perjalanan karaternya sebagai alegori yang efektif untuk menyampaikan kritik terhadap kebijakan imigrasi yang sedang hangat di Amerika.

ABSTRACT
Logan 2014 is a superhero movie about the journey of gifted people called mutant from El Paso, Mexico to North Dakota, Canada. The movie could be read as a form of protest against Donald Trump rsquo s immigration policy as well as a complex representation of racial issues. Although many scholars have analyzed border movies, academic paper that mentions Logan 2017 is insufficient. This article analyzes how the movie delivers message by using Gloria Anzaldua rsquo s 1987 Borderland theoretical framework through semiotic method and textual analysis. Research findings show that the movie portrays the border, immigration, and race in the characters rsquo journey as an effective allegory for conveying critique against the recent immigration policy in America. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>