Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132544 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika Sari Dewi
"Keluarga merupakan relasi pertama dan terpenting, yang berperan krusial dalam menentukan kesehatan mental individu dan kesejahteraan keluarga. Teori Struktur Keluarga meyakini bahwa keluarga utuh merupakan struktur ideal yang menunjang keberfungsian keluarga tersebut. Keberfungsian keluarga yang dapat mengakomodasi kebutuhan dasar dan coping anggotanya dalam melakukan penyesuaian dari tuntutan diri dan lingkungan merupakan indikator kesejahteraan keluarga. Namun realita menunjukkan terjadinya pergeseran tren struktur keluarga hampir di seluruh dunia dalam lima dekade terakhir akibat berkembangnya konsep orang tua tunggal, yang salah satu sebabnya adalah perceraian. Fenomena perceraian di Indonesia setiap tahun terus meningkat, yang berdampak pada peningkatan jumlah keluarga ibu tunggal. Dampak perceraian tidak hanya dirasakan oleh ibu, namun juga diyakini mempengaruhi kesejahteraan anak. Teori Sistem Keluarga memahami perceraian bukan sebagai kondisi patologis pada kehidupan keluarga, namun merupakan transisi dalam perkembangan keluarga. Argumentasi utama disertasi ini adalah bahwa kesejahteraan keluarga tetap dapat diraih oleh keluarga berstruktur tidak utuh akibat perceraian. Kekhasan penelitian ini menunjukkan sudut pandang ibu-anak sebagai unit sistem keluarga yang mengalami perubahan struktur pasca perceraian. Tujuan penelitian ini untuk memahami kesejahteraan keluarga pada keluargaibu tunggal pasca perceraian dan mengembangkan model interaksi keluarga pasca perceraian, yang membantu mereka menghadapi perubahan struktur keluarga. Studi pertama mengungkap gambaran kesejahteraan keluarga pada keluarga ibu tunggal pasca perceraian dan faktor-faktor internal yang mendukung ibu-anak dalam menghadapi tantangan pasca perceraian. Sedangkan pada studi kedua, berfokus pada dinamika interaksi keluarga, dukungan sosial, dan peran ayah pasca perceraian dalam menghadapi tantangan keluarga berstruktur tidak utuh untuk meraih kesejahteraan keluarga. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian, yang pada studi pertama berdesain fenomenologi dengan teknik analisis tematik. Selanjutnya, studi kedua berdesain studi kasus instrumental dengan teknik analisis: categorical aggregation, pattern matching, dan explanation builiding. Partisipan penelitian ini adalah sepuluh ibu (30 – 48 tahun) dan empat anak (18 – 30 tahun). Hasil studi mengungkap kesejahteraan keluarga pada ibu tunggal pasca perceraian dipahami sebagai kebersamaan ibu-anak dalam interaksi yang hangat dan terpenuhinya kebutuhan keluarga. Tidak hanya itu, kebaharuan dari studi ini mengisi celah dalam FST dengan menjelaskan peran interaksi keluarga yang berkualitas merupakan hub antara tahap reorganisasi dan keberfungsian keluarga pasca perceraian dalam proses penyesuaian menuju kesejahteraan keluarga. Keluarga bercerai dapat memperoleh kesempatan mencapai kesejahteraannya ketika memiliki kondisi penyangga protektif berupa kemandirian finansial ibu, keterbukaan dalam interaksi dan relasi positif ayah-anak, proaktif dalam mencari dukungan sosial, serta spiritualitas positif pada ibu. Konsep maternal gatekeeping memegang peran kunci dalam kualitas interaksi keluarga pasca perceraian. Peran ayah pasca perceraian, bukan terlibat dalam co-parenting, namun menyediakan relasi positif bersama anak. Meskipun demikian, perceraian tetap membawa dampak psikologis pada anak terkait dengan makna keluarga, skema gender, perbedaan persepsi terhadap dukungan keluarga besar, dan timbulnya Adverse Childhood Experiences (ACE).

Family is the first and most important relationship that influences individual mental health and well-being. According to Family Structure Theory, the intact family is the ideal structure that supports family functioning. Family well-being is indicated by family functioning that can accommodate the basic needs and coping while making adjustments to the demands of themselves and the environment. However, the reality shows that there has been a shift in the trend of family structure over the last five decades as a result of the development of the single parent concept, one of which is divorce. The phenomenon of divorce in Indonesia continues to increase every year, which has an impact on the increasing number of single-mother families. Family System Theory (FST) understands divorce not as a pathological condition in family life but as a transition in family development. The main argument of this dissertation is that family well-being can still be achieved by families with non-intact structures due to divorce. The strength of this study is that it shows the mother-child point of view as a unit of the family system that undergoes structural changes after divorce. The purpose of this study is to understand family well-being in single-mother families post-divorce and to reveal models of post-divorce family interactions that help them deal with changes in family structure. The first study reveals a picture of family well-being in post-divorce single- mothers’ families and the internal factors that support mothers and children in facing post-divorce challenges. The second study focuses on the dynamics of family interactions, social support, and the role of fathers after divorce in facing the challenges of a non-intact structured family to achieve family well-being. A qualitative approach was used in the research, which in the first study had a phenomenological design with thematic analysis techniques. Furthermore, the second study was designed as an instrumental case study using analytical techniques such as categorical aggregation, pattern matching, and explanation building. The participants of this study were ten mothers (30–48 years of age) and four children (18–30 years of age). According to the study's findings, family well-being in single mothers after divorce is defined as mother-child togetherness in warm interactions and the satisfaction of family needs. Furthermore, the study's novelty fills a gap in the FST by explaining the role of quality family interaction as a hub between the reorganization stage and post-divorce family functioning in the adjustment process toward family well-being. Divorced families have a better chance of achieving well-being when they have buffering conditions such as the mother's financial independence, openness in relationships and positive father-child interactions, being proactive in seeking social support, and positive spirituality in mothers. Maternal gatekeeping is an important concept in the quality of post-divorce family interactions. Fathers' roles after divorce, not co-parenting, but in providing a positive father-child relationship. Divorce, on the other hand, continues to have a psychological impact on children in terms of family meaning, gender schemes, different perceptions of extended family support, and the emergence of Adverse Childhood Experiences (ACE)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ari Arfianto
"Masalah kesejahteraan hidup merupakan fenomena yang sering terjadi pada kehidupan ibu pekerja akibat adanya peran yang berlebih. Sumber dan bentuk dukungan sosial merupakan faktor penting bagi ibu pekerja untuk mencapai kesejahteraan subjektif dan psikologis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan sumber dan bentuk dukungan sosial dengan kesejahteraan subjektif dan psikologis pada ibu pekerja.
Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Jumlah sampel adalah 374 orang. Pengambilan sampel dengan metode cluster random sampling pada ibu pekerja di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Variabel dianalisis dengan korelasi Pearson.
Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara sumber dan bentuk dukungan sosial dengan kesejahteraan ibu pekerja (p value 0,000). Selain itu didapatkan variabel orang yang tinggal serumah sebagai faktor yang paling berhubungan dengan kesejahteraan subjektif dan tingkat pendidikan sebagai faktor yang paling berhubungan dengan kesejahteraan psikologis.
Penelitian ini merekomendasikan kepada pelayanan keperawatan jiwa masyarakat maupun perusahaan yang mempekerjakan ibu rumah tangga untuk menyediakan pelayanan kesehatan jiwa dalam membantu ibu pekerja mencapai kesejahteraan subjektif dan psikologis.

Well-being issue is a problem in working mother that cause by overload role in their life. Source and type of social support is an important factor for working mother to achieve subjective and psychological well-being. The purpose of this research was to identify correlation between source and type of social support with subjective and psychological well-being in working mother.
This study used cross sectional design. 374 working mothers was recruited by cluster random sampling. Variables were analyzed by Pearson correlation test.
The result of this research showed that source and type of social support have significant correlation with subjective and psychological well-being (p value 0,000). This research also found that variable people live at home as the most associated factor with subjective well-being and education as the most associated factor with psychological well-being.
This research recommends to community mental health nursing and companies that employ women especially working mother to provide mental health service to help them achieve their subjective and psychological well-being.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T43506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Sofya Innayati
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara dukungan sosial dan pola pengasuhan (otoritatif, otoriter, dan permisif). Pengukuran dukungan sosial menggunakan alat ukur Interpersonal Social Evaluation List (ISEL) (Cohen, Mermelstein, Karmack, & Hoberman, 1985) dan pengukuran pola pengasuhan menggunakan alat ukur Parenting Style and Dimension Questionnaire (PSDQ) (Robinson, Mandelco, Olsen & Hart, 1995). Partisipan pada penelitian ini berjumlah 92 orang ibu dari keluarga miskin di Kota Jakarta.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dan pola pengasuhan ibu terhadap remaja dari keluarga miskin. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mean yang signifikan antara dukungan sosial yang ditinjau dari usia dan tingkat pendidikan. Adapun, jumlah saudara, status pernikahan, dan status pekerjaan tidak memberikan perbedaan mean yang signifikan dari hasil analisisnya terhadap dukungan sosial. Sementara itu, tidak terdapat kecenderungan pola pengasuhan tertentu yang diterapkan oleh partisipan ditinjau dari tingkat pendidikan.

The aim of this research is to get a description on the relationship between social support and parenting styles (authoritative, authoritarian, permissive). The measurement of social support was using Cohen, Mermelstein, Karmack, & Hoberman’s (1985) Interpersonal Social Evaluation List (ISEL) and the measurement of parenting styles was using Robinson, Mandelco, Olsen & Hart’s (1995) Parenting Style and Dimension Questionnaire (PSDQ). The respondents in this research are 92 mothers from poor family in Jakarta.
The result of the research shows that there is no significant relationship between social support and mother’s parenting styles toward adolescent from poor family. Furthermore, this research also shows that there is a significantly difference in the mean between social support which reviewed from age and level of education. Meanwhile, number of siblings, marital status and employment status didn’t give a significantly difference in the mean from the result of analysis toward social support. Meanwhile, there is no particular tendency of parenting styles applied by participants viewed from the educational level.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S44985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rizky Ramdhana
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara kualitas attachment dan psychological well-being pada remaja dari keluarga miskin perkotaan. Attachment dibagi dalam dua kelompok figur yang paling dekat diusia remaja yakni orangtua dan peer. Variabel kualitas attachment pada orangtua dan peer diukur menggunakan The Inventory Parent Peer Attachment (IPPA Revision) yang terdiri dari masing-masing 12 item pada bagian orangtua dan peer yang mencakup dimensi communication, trust dan alienation.
Alat ukur ini telah divalidasi dan diterjemahkan oleh peneliti dari alat ukur asli yang dibuat Armsden dan Greenberg (1987). Variabel lainnya yakni psychological well-being diukur dengan alat ukur self-report yang diadaptasi dari penelitian oleh Putri (2012), yang menggunakan Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Penelitian melibatkan 122 partisipan laki-laki dan perempuan dengan proporsi yang sama berusia 11-18 tahun dan berasal dari daerah Jabodetabek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kualitas attachment pada orangtua dan peer dengan psychological well-being dimana jika remaja memiliki kualitas attachment yang tinggi maka ia akan memiliki psychological well-being yang tinggi. Namun, dalam penelitian ini ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel lain yang menjadi karakteristik partisipan seperti jenis kelamin, usia, jumlah teman, jumlah saudara kandung dan urutan kelahiran terhadap kualitas attachment dan psychological well-being.

The objective of this research is to investigate the correlation between quality of attachment and psychological well-being among adolescent from poor urban family. Attachment divided into two figure groups that closer to adolescent group, parents and peer. Quality of attachment to parents and peer was measured using used The Inventory Parent Peer Attachment (IPPA Revision) which consist of 12 items each in parents's and peer's part which cover communication, trust and alienation's dimension.
This measurement is validated and translated by researcher from the original measurement created by Armsden and Greenberg (1987). Psychological well-being was measured using self-report scale which is adopted by Putri (2012) from Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). The respondents of this research are 122 male and female adolescents with the same proportion from age 11-18 years old and living in Jabodetabek area.
The result of the research shows that quality of attachment to parents and peer with psychological well-being are significantly and positively correlated when adolescents's quality of attachment is high they will have a high score on psychological well-being too. Furthermore, this research found there is no correlation among the others variables which are the characteristics of respondents, sex, age, number of peer, number of siblings, and birth order to quality of attachment and psychological well-being.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45517
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defika Wilda Nurhidayanti
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh dukungan sosial terhadap interaksi ibu - anak usia toddler di keluarga miskin. Dukungan sosial diukur dengan alat ukur Multidimensional Scale of Perceived Social Support (Zimet, 1988). Interaksi ibu - anak usia toddler diukur dengan Parenting Interaction with Children : Checklist of Observational Linked to Outcomes (Roggman, Cook, Innocenti, Norman & Christiansen, 2013). Partisipan penelitian ini adalah 71 pasang ibu dan anak usia toddler yang tinggal di sekitar Depok dan Jakarta. Sekitar 59% anak toddler berjenis kelamin laki-laki dan 41% perempuan. Uji Multiple Regression digunakan untuk mengukur pengaruh dukungan sosial terhadap interaksi ibu - anak. Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat cukup bukti dukungan sosial berpengaruh signifikan terhadap interaksi ibu - anak (F=0.144, N=71, p= 0.706, pada los 0.05).

This research was conducted to get an overview about the impact of social support on mother - toddler interaction in poverty families. Social support was measured by the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (Zimet, 1988). And mother - toddler Interaction measured by Parenting Interaction with Children: Checklist of Observational Linked to Outcomes (Roggman, Cook, Innocenti, Norman & Christiansen, 2013). Participants of this study were 71 pairs of mother and toddler who live around Depok and Jakarta. Approximately 59% of toddler sex are male and 41% are female. Multiple Regression Test is used to measure the impact of social support on mother - toddler interaction. The main results of the study shows that there is no sufficient evidence of social support significantly influence mother - toddler interaction (F = 0.144, N = 71, p = 0.706, in Los 0.05)."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S59095
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Aprisia
"Subjective well-being (SWB) adalah kepuasan hidup yang dievaluasi dengan kognitif, perasaan positif serta negatif. Emerging adults (EA) dengan keluarga utuh dan tidak utuh memiliki perbedaan dukungan keluarga. Dalam beberapa penelitian, SWB berhubungan kuat dengan dukungan keluarga EA, namun belum berfokus pada kondisi EA keluarga utuh dan tidak utuh. Studi ini meneliti bagaimana hubungan dukungan keluarga pada EA keluarga utuh dan tidak utuh terhadap SWB mereka, kemudian dikomparasikan. Jumlah responden 86 laki-laki dan 114 perempuan usia 18-25 tahun. Hasil analisis pearson correlation dan independent sample t-test dengan hasil korelasi terbukti signifikan sebesar р=0,000 < 0,005 r=0,786 untuk kepuasan hidup, r=0,843 untuk afek positif, dan r=-0,688 untuk afek negatif. Hasil komparasi membuktikan bahwa EA dengan keluarga utuh lebih tinggi dalam SWB kognitif dan afek positif, sedangkan EA dengan keluarga tidak utuh lebih tinggi dalam SWB afek negatif. Maka penting bagi EA baik dari keluarga utuh maupun tidak utuh mendapatkan dukungan keluarga yang mencukupi.

Subjective well-being (SWB) is life satisfaction evaluated by cognitive, positive and negative feelings. Emerging adults (EA) with intact and non-intact families have differences in family support. In several studies, SWB is strongly related to EA family support, but has not focused on the conditions of intact and non-intact EA families. This study examines the relationship between family support in intact and non-intact EA families on their SWB, and then compares it. The number of respondents was 86 men and 114 women aged 18-25 years. The results of the pearson correlation analysis and independent sample t-test showed that the correlation results were significant at р=0.000 <0.005 r=0.786 for life satisfaction, r=0.843 for positive affect, and r=-0.688 for negative affect. The comparison results prove that EAs with intact families are higher in cognitive SWB and positive affect, while EAs with incomplete families are higher in negative affect SWB. So it is important for EAs from both intact and non-intact families to get adequate family support."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gayatri Mauly Purwandari
"ABSTRACT
Pemberian ASI eksklusif yang rendah disebabkan faktor dari ibu dan faktor eksternal seperti dukungan keluarga. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan dukungan keluarga pada ibu di keluarga nuclear dan extended dalam memberikan ASI eksklusif. Penelitian ini adalah analitik komparatif tidak berpasangan, pendekatan cross sectional. Jumlah responden 92 ibu bayi 6-12 bulan, yang terdiri dari 46 ibu di dua tipe keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada dukungan keluarga p value= 0,165; CI= -1,27-7,31 , namun terdapat perbedaan bermakna pada dukungan emosional p value= 0,038; CI= 0,03-2,35 . Penelitian ini merekomendasikan tenaga kesehatan agar melibatkan suami dan orang tua untuk mendukung ibu memberikan ASI eksklusif.

ABSTRACT
The low rate of exclusive breastfeeding is caused by factors from mothers and external factors, like family support. The current study aimed to investigate the difference of family support on breastfeeding between mothers in nuclear and extended family. This research was an unpaired comparative analytical study with cross sectional approach. The number of respondents was 92 mothers of 6 12 months old infants, with 46 mothers in each family type.
The results showed there were no difference in family support p value 0,165 CI 1,27 7,31 , but there were significant difference in emotional support p value 0,038 CI 0,03 2,35 . It is recommended that health providers involve husband and parents in order to support mothers to give exclusive breastfeeding."
2017
S69513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrina Arbaani Djuria
"Kanker merupakan penyakit tidak menular yang menimbulkan masalah psikologis. Spiritualitas dapat memberikan kontribusi positif pada kesejahteraan psikologis individu. Tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan antara aspek spiritualitas dan dukungan keluarga terhadap kesejahteraan psikologis pada pasien kanker. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah pasien kanker berjumlah 150 pasien dengan teknik sampel purposive sampling di Rumah Sakit Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia. Instrument yang digunakan yaitu Edmonton Symptom Assessment Scale (ESAS), Daily Spiritual Experience Scale (DSES), Enriched Social Support Instrument (ESSI), Ryff’s Psychological Well-Being Scale (PWBS). Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, beragama Islam, pendidikan SD, menikah, ibu rumah tangga, penghasilan < UMP, rawat jalan, dan stadium lanjut. Hasil penelitian diperoleh terdapat hubungan yang bermakna pada spiritualitas, usia, gangguan yang dirasa, pendidikan, dan status berobat (p value <0,05) serta hubungan tidak bermakna pada jenis kelamin, agama, status pernikahan, pekerjaan, penghasilan, stadium kanker dan dukungan keluarga terhadap kesejahteraan psikologis (p value >0,05). Analisa multivariat diperoleh terdapat hubungan aspek spiritualitas dengan kesejahteraan psikologis (p-value 0,001) setelah dikontrol oleh gangguan yang dirasa dengan nilai OR sebesar 2,46. Kesimpulan bahwa ada hubungan spiritualitas terhadap kesejahteran psikologis, pasien dengan spiritualitas yang tinggi memiliki kesejahteraan psikologis yang baik. Penelitian ini memberikan pengaruh positif dalam penerapan intervensi perawatan spiritualitas pada pasien kanker dan merekomendasikan bahwa perlu memperhatikan aspek gangguan fisik dan emosional serta spiritualitas pada pasien kanker agar kesejahteraan psikologis dapat bertambah meningkat.

Cancer is a non-communicable disease that causes psychological problems. Psychological problems in cancer patients require aspects of spirituality and family support. The purpose of the study was to determine the relationship between aspects of spirituality and family support on psychological well-being in cancer patients. This research is a quantitative research with a cross sectional design. The study population was 150 patients with purposive sampling technique at the Regional Hospital of the Bangka Belitung Islands Province, Indonesia. The instruments used are the Edmonton Symptom Assessment Scale (ESAS), Daily Spiritual Experience Scale (DSES), Enriched Social Support Instrument (ESSI), Ryff's Psychological Well-Being Scale (PWBS). Most of the respondents were female, Muslim, primary school education, married, housewife, income < UMP, outpatient, and advanced stage. The results obtained a significant relationship on spirituality, age, perceived impairment, education, and treatment status (p value <0.05) and a non-significant relationship on gender, religion, marital status, occupation, income, cancer stage and family support. on psychological well-being (p value > 0.05). Multivariate analysis obtained the relationship between spirituality and psychological well-being (p value 0.001) after being controlled by perceived disturbances. The conclusion is that there is a relationship between spirituality and psychological well-being but there is no relationship between family support and psychological well-being in cancer patients. This study has a positive influence on the application of spirituality care and recommends that it is necessary to pay attention to aspects of physical and emotional disorders and spirituality in cancer patients so that psychological well-being can improve."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Chrisiani
"Meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi terkait Status Pengungsi 1951, Indonesia merupakan salah satu negara transit bagi para pengungsi. Mereka merupakan tanggung jawab dari UNHCR. Pengungsi yang tidak memiliki kewarganegaraan ini menghadapi permasalahan seperti waktu tunggu yang lama dan keterbatasan sumber daya. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak bagi perkembangan psikososial pengungsi anak. Dalam penelitian ini membahas gambaran pembentukan identitas pengungsi anak yang dihadapkan dengan kondisi yang tidak memungkinkan dan apa saja yang berkontribusi pada pembentukan identitas mereka.
Penelitian ini menggunakan kerangka kesejahteraan dan perlindungan anak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dengan informan sebanyak 15 orang, dengan 5 orang pengungsi anak, 5 orang guru, dan 5 keluarga dari pengungsi anak yang diwawancarai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk dapat membentuk identitas anak dalam situasi sesulit apapun, apabila terdapat dukungan dan interaksi dari beberapa pihak seperti keluarga dan lingkungan sekitar, maka anak tidak akan mengalami kebingungan identitas.

Although Indonesia has not ratified the Convention Relating to the Status of Refugees, also known as the 1951 Refugee Convention, Indonesia is one of the transit countries for refugees. Refugees in Indonesia are the responsibility of UNHCR because the Indonesian government is not obliged to meet their needs. These stateless refugees encounter the problem of long time obscurity and scarcity of resources before being placed into their destination country. This situation is feared to affect the psychosocial development of refugee children. This study discusses about identity formation of refugee children in a difficult situation and what contributes to it.
This study uses Child Safeguarding and Promoting Welfare Framework. This study uses qualitative approach with descriptive research with 15 informants 5 refugee children, 5 teachers, and 5 family of the refugee children. Result of this study shows that in order to form the identity even amidst the most difficult situation, if there is support and interaction from family and environment, children will not suffer from identity confusion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bulan Kartika Maharani
"Skripsi ini membahas pengaruh hubungan sosial anak dengan keluarga, teman, dan lingkungan sekitar terhadap kesejahteraan subjektif anak di Indonesia, menggunakan dua skala, yaitu CW-SWBS dan CW-DBSWBS. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan data sekunder dari ISCWeB 3rd wave. Sampel penelitian ini merupakan anak-anak kelompok usia 10 dan 12 tahun (N=11.406). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif anak. Hubungan sosial dengan keluarga dan teman memiliki pengaruh lebih besar terhadap kesejahteraan subjektif anak di Indonesia pada skala CW-DBSWBS, sedangkan hubungan dengan lingkungan ditemukan lebih berpengaruh pada skala CW-SWBS. Lokasi tempat tinggal anak, baik di kota maupun desa, tidak memiliki pengaruh signifikan secara keseluruhan pada kesejahteraan subjektif anak. Namun, hubungan sosial anak dengan keluarga dan teman, pada kedua skala, memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kesejahteraan anak di perkotaan dibandingkan di pedesaan. Terakhir, hubungan anak dengan lingkungan sekitar berpengaruh lebih besar di kota dalam skala CW-SWBS, tetapi berpengaruh lebih besar di desa dalam skala CW-DBSWBS. Dengan demikian, konteks lokasi tempat tinggal, baik perkotaan maupun pedesaan, memainkan peran penting dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif anak, menunjukkan pentingnya dukungan sosial positif dalam keluarga dan lingkungan sekitar untuk kesejahteraan anak-anak Indonesia.

This thesis discusses the influence of children's social relationships with family, friends, and the neighborhood on their subjective well-being in Indonesia using two scales, CW-SWBS and CW-DBSWBS. This research is quantitative and based on secondary data from the ISCWeB 3rd wave. The sample consisted of children aged 10 and 12 years (N=11,406). The results showed that social relationships have a significant impact on children's subjective well-being. Social relationships with family and friends had a greater influence on children's subjective well-being in Indonesia on the CW- DBSWBS scale, while relationships with the neighborhood had a greater influence on the CW-SWBS scale. Where children live, whether urban or rural, did not have a significant overall impact on children's subjective well-being. However, children's social relationships with family and friends had a greater influence on their well-being in urban areas than in rural areas on both scales. Lastly, children's relationships with the neighborhood had a greater effect in urban areas on the CW-SWBS scale but a greater effect in rural areas on the CW-DBSWBS scale. Thus, the context of residential location, both urban and rural, plays an important role in determining factors influencing children's subjective well-being, highlighting the importance of positive social support within the family and neighborhood for the well-being of Indonesian children."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>