Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58233 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Agussetianingsih
"Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan kebijakan digitalisasi penyiaran televisi setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Ciptakerja. Desain kebijakan mencoba untuk melihat perancangan konsep kebijakan yang dibangun serta praktik untuk mewujudkan tujuan kebijakan digitalisasi penyiaran. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi literatur. Peneliti melakukan penelusuran terhadap berbagai sumber data sekunder yang kemudian diolah untuk di deskripsikan kedalam bentuk studi literatur. Peneliti melakukan analisis data yang didasarkan pada teori desain kebijakan oleh Birkland (2015) yang difokuskan pada empat eleman desain kebijakan, yaitu tujuan, teori kausal, instrumen, dan proses implementasi kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan digitalisasi penyiaran televisi seharusnya dirumuskan secara holistik dan implementasinya melibatkan dukungan dari para pemangku kepentingan. Desain kebijakan digitalisasi penyiaran televisi belum diimbangi dengan pemetaan teori kausal yang komprehensif sehingga instrumen dan proses implementasi kebijakan belum sepenuhnya dipersiapkan untuk membangun industri penyiaran dan masyarakat untuk beralih ke televisi digital. Untuk mensukseskan peralihan teknologi digital diperlukan pemetaan strategi industri yang berorientasi masa depan dan melindungi kebutuhan publik, peningkatan dukungan insentif pemerintah, serta keterlibatan secara inklusif dari institusi pemerintah baik pusat dan daerah, serta institusi non-pemerintah daerah dalam proses transisi

The research was conducted with the aim of describing the policy of digitizing television broadcasting after the enactment of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation. Policy design tries to look at the design of policy concepts that are built and practices to realize the policy objectives of broadcasting digitization. The researcher uses a qualitative approach with the type of literature study research. Researchers conducted searches on various secondary data sources which were then processed to be described in the form of a literature study. The researcher conducted a data analysis based on the policy design theory by Birkland (2015) which focused on four elements of policy design, namely objectives, causal theory, instruments, and policy implementation processes. The results of the study indicate that the policy of digitizing television broadcasting should be formulated holistically and its implementation involves the support of stakeholders. The policy design for television broadcasting digitization has not been balanced with a comprehensive causal theory mapping so that the instruments and policy implementation processes have not been fully prepared to build the broadcasting industry and the public to switch to digital television. To succeed in the digital technology transition, it is necessary to plan future-oriented industrial strategies, increase government incentive support, as well as inclusive involvement from both central and local government institutions, as well as local non-government institutions in the transition process."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hin Ari Pratama
"Di Indonesia implementasi secondary market pada lembaga penyiaran swasta televisi secara tidak langsung telah terjadi dalam bentuk pengalihan saham perusahaan sehingga Ijin Penyelenggaraan Penyiaran IPP yang didalamnya terdapat alokasi spektrum frekuensi radio ikut berpindahtangan. Dampaknya terjadi monopoli dan broker spektrum frekuensi radio, tidak ada manfaat untuk pemerintah dan membatasi pemilik modal yang potensial. Ini terjadi karena belum ada regulasi yang mengatur secondary market pada lembaga penyiaran swasta televisi di Indonesia. Oleh karena itu pada penelitian ini diharapkan menghasilkan usulan model implementasi secondary market pada lembaga penyiaran swasta.Dalam penelitian ini usulan model secondary market diperoleh dengan benchmarking implementasi secondary market di Amerika Serikat, Australia, Guatemala dan Selandia Baru. Untuk menentukan parameter penilaian dilakukan Indepth Interview dengan stakeholder dalam industri penyiaran. Selanjutnya untuk memberikan penilaian yang rinci dan sistematis terhadap potensi dampak dari usulan model dan mencapai tujuan yang diinginkan dari aspek manfaat, biaya dan efeknya maka dianalisa menggunakan metode Regulatory Impact Analysis RIA .
Dalam penelitian ini diperoleh 3 usulan model secondary market yaitu model status quo tidak ada secondary market , model secondary market dengan mekanisme langsung dan model secondary market dengan mekanisme melalui badan pengawasan independen. Setelah dinilai dari aspek biaya dan manfaat dengan metode Plus-Minus Implication PMI didapatkan hasil model 1 mendapatkan nilai -10, model 2 mendapatkan nilai -2 dan model 3 mendapatkan nilai = 8, sedangkan dengan metode Multi Criteria Analysis MCA didapatkan hasil model 1 mendapatkan nilai 129, model 2 mendapatkan nilai 239 dan model 3 mendapatkan nilai = 180.Hasil analisis RIA terhadap 3 usulan model secondary market, usulan 3 dipilih sebagai opsi terbaik berdasarkan keunggulan penilaian dari parameter penataan spektrum frekuensi, pengendalian spektrum, kompetisi dan transparansi yang dapat mencegah monopoli spektrum frekuensi radio serta dari sisi konten yang isinya lebih beragam dengan adanya pengawasan dari badan independen dalam proses secondary market.

Secondary market has been implemented in Indonesia television private broadcasting institutions indirectly by stock acquisition including Ijin Penyelenggaraan Penyiaran IPP and allocation of radio frequency spectrum. The impacts is spectrum monopoly and no benefit for government. This happens because there are no regulations governing the secondary market in Indonesia television private broadcasting institutions. Therefore, this research is expected to produce proposal of secondary market implementation model at private broadcasting institution .The proposed secondary market model obtained by benchmarking the implementation of secondary markets in the United States, Australia, Guatemala and New Zealand. To determine the assessment parameters conducted Indepth Interview with stakeholders in the broadcasting industry. To provide a detailed and systematic assessment of the potential impact of the proposed model and to achieve the desired objectives from the aspects of benefits, costs and effects it is analyzed using the method of Regulatory Impact Analysis RIA.
This research proposed 3 secondary market model that is status quo model no secondary market , direct secondary market model and secondary market model through independent agency. After assessed from cost and benefit aspect with Plus Minus Implication PMI method, the result of model 1 get value 10, model 2 get value 2 and model 3 get value 8, whereas with Multi Criteria Analysis MCA method model 1 get value 129, model 2 get value 239 and model 3 get value 180.After analyzed by RIA method, the secondary market model through independent agency choosed as the best option based on the superiority of the assessment of frequency spectrum arrangement parameters, spectrum control, competition and transparency that can prevent the radio frequency spectrum monopoly as well as from a more diverse content side with the supervision of independent bodies in the secondary market process
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isaac Als Virtue
"

Pada karya tulis ini dijelaskan sebuah proses broadcasting menggunakan solusi aplikasi-aplikasi open-source dan implementasi low-cost cloud services yang fleksibel. Solusi infrastruktur live broadcasting secara komersial memiliki keterbatasan seperti cost mulai dari biaya perangkat belum lagi perangkat tersebut dapat bersifat proprietary. Konten diproses encode dengan standar H.264 yang ditransmisikan dengan protokol RTMP/HLS sebagai fungsi playback delivery hingga ke perangkat viewer. Dijelaskan juga proses capture dari konten yang diinginkan hingga menjadi media standar H.264 dengan encoder H.264. Dijelaskan pula unsur-unsur dari H.264 seperti konfigurasi Profil H.264 dan Level serta metrik lain seperti bitrate dan keyframe interval. Konten H.264 tersebut akan ditransmisikan dengan protokol RTMP/HLS dengan implementasi server RTMP/HLS menggunakan beberapa solusi cloud service. Lalu dengan menggunakan video player framework untuk mendukung playback pada berbagai macam viewer device. Open Broadcasting Software (OBS) digunakan sebagai implementasi encoder H.264 seperti X264 dan NVENC. Untuk implementasi server RTMP/HLS digunakan Simple-RTMP-Server (SRS) pada Google Cloud Platform atau dapat digunakan layanan live streaming cloud service dari Twitch.tv sebagai fungsi server RTMP/HLS. Konten pada server RTMP/HLS dapat ditonton dengan implementasi berbagai playback framework seperti VLC Media Player dan HTML5 HLS.JS. Berbagai solusi yang telah dibuat cukup stabil dengan standar deviasi dibawah 8% untuk usage seperti CPU, RAM dan GPU pada Host dan Server. Serta kestabilan bitrate dengan standar deviasi sekecil 400kbps dari Host serta Server

 


This paper describes a live broadcasting solution with open-source applications and low-cost cloud services. Commercial live broadcasting solutions have several drawbacks in cost and flexibility. Cost of proprietary hardware and software in a confined environment. Paper also describes the process capturing, content organizing and processing with H.264 encoder. Content will be encoded in H.264 standard which transmitted with RTMP/HLS protocol for playback delivery. H.264 also has detailed configuration such as H.264 Profiles and Levels alongside other metrics such as bitrate and keyframe interval. The H.264 encoded content will be transmitted with RTMP/HLS protocol which implemented in a RTMP/HLS server from a cloud service. A video player framework will be used to support playback over a lot of devices. Open Broadcasting Software (OBS) used to implement H.264 encoders such as X264 and NVENC. RTMP/HLS server implemented with Simple-RTMP-Server (SRS) on Google Cloud Platform, or a live streaming cloud service from Twitch.tv can be used instead as a RTMP/HLS server and delivery. Content from RTMP/HLS server can be played with several implementation of a playback framework such as VLC Media Player or HTML5 HLS.JS. Solutions made have a standard deviation under 8% for CPU, RAM and GPU usage in the Host and Server. Bitrate stability is also present with standard deviation as low as 400kbps in the Host and Server. 

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allan Nafari
"ABSTRAK
Upaya percepatan migrasi penyiaran televisi dari analog ke dijital di Indonesia harus mempertimbangkan banyak perspektif guna mendapatkan hasil kajian yang komprehensif dan bahan kajian akademis yang pemanfaatan hasil penelitiannya dapat digunakan oleh pihak-pihak yang terkait seperti Kementerian Kominfo RI, Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta dan para stakeholder terkait. Pada penelitian ini, analisis dampak penyiaran dijital yang digunakan adalah analisis STEP.
Dalam hal dampak sosial, hal ini dapat diamati pada masyarakat yang semakin tercerahkan dan tercerdaskan oleh adanya baik konten-konten menarik maupun informasi yang beragam dan inovatif. Dalam hal dampak teknologi, frekuensi yang digunakan pada penyiaran televisi dijital semakin efisien, sedangkan sisa frekuensinya lainnya dapat digunakan untuk digital dividend. Selain itu, untuk menikmati siaran dijital masyarakat perlu membeli perangkat set top box.
Dalam hal dampak ekonomi, pemerintah mendapatkan pendapatan yang besar dari pemanfaatan optimalisasi digital dividend. Selain itu, industri penyiaran akan tumbuh, penyedia konten juga akan berkembang dan pada akhirnya akan ada banyak lapangan pekerjaan yang tersedia akibat tumbuhnya industri penyiaran yang menggerakkan ekonomi kreatif di Indonesia. Dalam hal dampak kebijakan, pemerintah memberikan jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan siaran dijital yang berkualitas, dengan kualitas video dan audionya setara dengan HD. Pembuatan peraturan terkait dengan Standard Operational Prosedur penyiaran televisi dijital memberikan kepastian hukum kepada para pelaku usaha industri penyiaran, sehubungan dengan standarisasi konten penyiaran dijital dan kebijakan-kebijakan lainnya.
Dalam hal dampak biaya, pemerintah menghitung biaya langsung yang menjadi tanggungjawabnya, biaya bersama yang bisa ditanggung bersama antara pemerintah dengan para pelaku industri penyiaran, dan biaya umum yang harus disediakan oleh masing-masing para pelaku industri penyiaran. Dalam hal dampak feasibility, hal ini terkait dengan pemanfaatan frekuensi penyiaran televisi dijital serta opportunity cost adanya pengembangan teknologi terbaru. Dalam hal dampak acceptability, kepiawaian pemerintah dalam mengakomodir semua kepentingan para pihak terkait (stakeholder), sehingga pengimplementasian penyiaran televisi dijital di Indonesia dapat diterima oleh semua pihak dan tentunya masyarakat Indonesia secara umum.

ABSTRACT
Efforts to accelerate the migration of television broadcasting from analog to digital in Indonesia must consider many perspectives in order to obtain comprehensive study results and academic study materials which can be used by related parties such as the Ministry of Communication and Information Technology, Public Broadcasting Agency, Private Broadcasting Agency and relevant stakeholders. In this study, the analysis of the impact of digital broadcasting used is the STEP analysis.
In terms of social impact, it can be observed in communities that are increasingly enlightened and educated by the presence of both interesting content and diverse and innovative information. In terms of technological impact, he frequency used in digital television broadcasting is more efficient, while the remaining frequency can be used for digital dividends. In addition, to enjoy digital broadcasting, the public needs to buy a set top box device.
In terms of economic impact, the government gets a large income from the utilization of digital dividend optimization. In addition, the broadcasting industry will grow, content providers will also develop and in the end there will be many jobs available due to the growth of the broadcast industry which drives the creative economy in Indonesia. In terms of policy impacts, the government guarantees the public to get quality digital broadcasts, with video and audio quality equivalent to HD. Regulations relating to Standard Operational Procedures for digital television broadcasting provide legal certainty to broadcasting business agents, in relation to the standardization of digital broadcasting content and other policies.
In terms of cost impact, the government calculates the direct costs that are its responsibility, the joint costs that can be shared between the government and broadcasting industry agents, and general costs that must be provided by each broadcasting industry agents. In terms of feasibility impacts, it is related to the utilization of digital television broadcasting frequency and opportunity cost for the development of the latest technology. In terms of acceptability, it can be seen by the government's expertise in accommodating all the interests of related parties (stakeholders), so that the implementation of digital television broadcasting in Indonesia can be accepted by all parties and of course the Indonesian people in general."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agie Vadhillah Putri
"Dalam pertemuan International Telecommunication Union (ITU) di Jenewa pada tahun 2006, didapatkan kesepakatan Analog Switch Off (ASO) negara Eropa, Afrika, dan beberapa negara di Asia adalah 17 Juni 2015. Sedangkan negara di Asia Tenggara sepakat untuk melakukan ASO pada akhir 2020. Indonesia sendiri, dengan disahkannya Undang-undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Lapangan Kerja pada 2 November 2020, Indonesia akan melaksanakan ASO paling lambat 22 November 2022. Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI menjadi stasiun televisi pertama di Indonesia yang sudah melakukan uji coba siaran digital dan salah satu pemegang multipleksing. Walau sebagai Lembaga penyiaran publik, daya saing TVRI dalam bisnis penyiaran relatif rendah. TVRI belum mampu menarik banyak minat masyarakat untuk menonton siaran mereka. Hadirnya televisi digital, LPP TVRI membutuhkan strategi baru untuk mengembangkan bisnis penyiaran mereka. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi bisnis yang sudah dijalankan oleh LPP TVRI dan membangun strategi untuk bersaing di era televisi digital. Penelitian ini akan mengevaluasi kinerja perusahaan berdasarkan faktor internal dan eksternal yang terdapat pada Lembaga Penyiaran Publik TVRI, kedua faktor ini akan menjadi landasan analisis SWOT. Dari hasil analisis yang sudah dilakukan, posisi LPP TVRI berada pada kuadran ketiga dengan nilai faktor internal -0,2213 dan nilai faktor eksternal adalah 3,603.

At the International Telecommunication Union (ITU) meeting in Geneva in 2016, an agreement was procured for the Analog Switch Off (ASO) of Europe, Africa, and several countries in Asia on 17 June 2015. Meanwhile, countries in Southeast Asia have agreed to carry out ASO by the end of 2020. Indonesia itself, with the ratification of the Law of the Republic of Indonesia No. 11 of 2020 on Job Creation on 2 November 2020, Indonesia will implement ASO no later than 22 November 2022. Public Broadcasting Institution Television of the Republic of Indonesia (TVRI) is the first television station in Indonesia that has tested digital broadcasts and multiplexing holders. Even though as a public broadcasting institution, TVRI's competitiveness in the broadcast business is relatively low. TVRI has not been able to attract a lot of public interest to watch their broadcasts. With digital television and as a multiplexing holder, LPP TVRI needs a new strategy to develop its broadcasting business. This study aims to evaluate the company that has been run by LPP TVRI and builds a strategy to compete in the digital television era. From the analysis results, the position of LPP TVRI is in the third quadrant with an internal factor value of -0.2213 and an external factor value of 3.603.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agie Vadhillah Putri
"Dalam pertemuan International Telecommunication Union (ITU) di Jenewa pada tahun 2006, didapatkan kesepakatan Analog Switch Off (ASO) negara Eropa, Afrika, dan beberapa negara di Asia adalah 17 Juni 2015. Sedangkan negara di Asia Tenggara sepakat untuk melakukan ASO pada akhir 2020. Indonesia sendiri, dengan disahkannya Undang-undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Lapangan Kerja  pada 2 November 2020, Indonesia akan melaksanakan ASO paling lambat 22 November 2022. Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI menjadi stasiun televisi pertama di Indonesia yang sudah melakukan uji coba siaran digital dan salah satu pemegang multipleksing. Walau sebagai Lembaga penyiaran publik, daya saing TVRI dalam bisnis penyiaran relatif rendah. TVRI belum mampu menarik banyak minat masyarakat untuk menonton siaran mereka. Hadirnya televisi digital, LPP TVRI membutuhkan strategi baru untuk mengembangkan bisnis penyiaran mereka. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi bisnis yang sudah dijalankan oleh LPP TVRI dan membangun strategi untuk bersaing di era televisi digital. Penelitian ini akan mengevaluasi kinerja perusahaan berdasarkan faktor internal dan eksternal yang terdapat pada Lembaga Penyiaran Publik TVRI, kedua faktor ini akan menjadi landasan analisis SWOT. Dari hasil analisis yang sudah dilakukan, posisi LPP TVRI berada pada kuadran ketiga dengan nilai faktor internal -0,2213 dan nilai faktor eksternal adalah 3,603.

At the International Telecommunication Union (ITU) meeting in Geneva in 2016, an agreement was procured for the Analog Switch Off (ASO) of Europe, Africa, and several countries in Asia on 17 June 2015. Meanwhile, countries in Southeast Asia have agreed to carry out ASO by the end of 2020. Indonesia itself, with the ratification of the Law of the Republic of Indonesia No. 11 of 2020 on Job Creation on 2 November 2020, Indonesia will implement ASO no later than 22 November 2022. Public Broadcasting Institution Television of the Republic of Indonesia (TVRI) is the first television station in Indonesia that has tested digital broadcasts and multiplexing holders. Even though as a public broadcasting institution, TVRI's competitiveness in the broadcast business is relatively low. TVRI has not been able to attract a lot of public interest to watch their broadcasts. With digital television and as a multiplexing holder, LPP TVRI needs a new strategy to develop its broadcasting business. This study aims to evaluate the company that has been run by LPP TVRI and builds a strategy to compete in the digital television era. From the analysis results, the position of LPP TVRI is in the third quadrant with an internal factor value of -0.2213 and an external factor value of 3.603. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peny Novarina
"Digitalisasi penyiaran televisi di Indonesia merupakan suatu keniscayaan yang disebabkan oleh perkembangan teknologi penyiaran. Implikasinya, seluruh lembaga penyiaran swasta harus mengubah teknologi siarannya dari analog menuju digital. Pada awalnya pemerintah menetapkan analogue switch off pada tahun 2018, namun akibat terganjal oleh regulasi yang belum matang dan penolakan dari beberapa pihak menyebabkan pelaksanaan digitalisasi penyiaran televisi terhambat. Penelitian ini menganalisis interaksi yang terjadi diantara aktor yang terlibat dalam digitalisasi penyiaran televisi di Indonesia menurut perspektif tata kelola interaktif. Analisis interaksi dilakukan pada aktor negara, pasar dan masyarakat sipil. Dalam menganalisis interaksi yang terjadi diantara aktor yang terlibat dalam digitalisasi penyiaran televisi, penulis menggunakan teori interactive governance yang dikemukakan oleh Kooiman. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis interaksi antara negara, pasar dan masyarakat sipil dalam digitalisasi penyiaran televisi menurut perspektif tata kelola interaktif (interactive governance). Penelitian ini menggunakan pendekatan postpositivis dengan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dengan informan terkait. Hasil dari data dan informasi yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis ilustratif. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa (1)bentuk interaksi yang disengaja pada level aktor merupakan campuran dari bentuk interaksi partisipatif, kolaboratif serta kebijakan dan manajemen. (2) bentuk interaksi yang dominan pada level struktural adalah interaksi pemerintah hierarki.

The digitalization of television broadcasting in Indonesia is a necessity caused by the development of broadcast technology. The implication is that all private broadcasters must change their broadcast technology from analog to digital. Initially the government set the analogue switch off in 2018, but due to being hampered by immature regulations and the refusal of some parties, the implementation of television broadcasting digitalization was impeded. This study analyzes interactions between actors involved in digitizing television broadcasting in Indonesia according to an interactive governance perspective. Interaction analysis is carried out on state, markets and civil society actors. In analyzing the interactions that occur between actors involved in digitizing television broadcasting, the writer uses the theory of interactive governance proposed by Kooiman. The purpose of this study is to analyze the interaction between the state, the market and civil society in digitizing television broadcasting according to an interactive governance perspective. This study uses a postpositivist approach with qualitative methods with data collection techniques in the form of in-depth interviews with relevant informants. The results of the data and information obtained were analyzed using illustrative analysis techniques. The results of the study show that (1) the form of intentional interaction at the actor level is a mixture of participatory, collaborative and policy and management interactions. (2) the dominant form of interaction at the structural level is the interaction of the hierarchical government."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofia Averilliana
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas tiga permasalahan. Pertama mengenai pengaturan
penyelenggaraan penyiaran televisi yang berkaitan dengan siaran yang bermuatan
unsur cabul. Kedua mengenai kondisi penyelenggaraan penyiaran yang ditinjau
dari perspektif perlindungan anak. Ketiga mengenai kendala-kendala dalam upaya
perlindungan anak terhadap adanya siaran yang bermuatan unsur cabul.
Penggunaan metode penelitian kepustakaan yang dipadu dengan penelitian
lapangan ditujukan untuk memberikan paparan mengenai hukum yang berlaku
dan penerapannya di bidang penyiaran televisi dalam rangka perlindungan anak.
Hukum yang berlaku terdiri atas berbagai peraturan yang memberikan larangan
terhadap adanya siaran yang bermuatan unsur cabul yang dibuat oleh Pemerintah
dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Selain itu juga disertakan analisis
terhadap peraturan yang dibuat oleh internal lembaga penyiaran dan juga
peraturan negara lain sebagai pembanding. Selanjutnya peraturan-peraturan
tersebut dianalisis berdasarkan prinsip perlindungan anak. Sedangkan penerapan
hukum yang dimaksud ditinjau dari data KPI yang menggambarkan kepatuhan
lembaga penyiaran terhadap hukum yang berlaku. Dari paparan tersebut kemudian
dapat ditemukan hambatan-hambatan dalam upaya perlindungan anak beserta
solusi dalam menghadapi permasalahan tersebut.

ABSTRACT
This writing mainly discusses about three problems. The first is a matter regarding
to regulation towards television programs containing obscene materials. Secondly,
implementation of television broadcasting considered from child protection?s
perspective. The third is obstacles to protect children from television programs
containing obscene materials. By using literature research method combined with
field research method, this writing aims to explain applied law and its
implementation toward television broadcasting sector in the child protection
perspective. The applied law includes regulations that provide prohibition to any
obscene materials in television broadcasting and made by government and
Indonesian Broadcasting Committee (KPI). Moreover, related internal rules of
television station and regulations from other countries are provided as an
assessment. Then, the regulations are analyzed by the principles of child
protection. On the other hand, the implementation is by KPI?s data showing has
the television station complied with the regulations or not. Then, from the
explanation, the obstacles to protect children from television program containing
obscene materials and its solution can be found."
2016
S63976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Darma Yudha Pirhot
"Penelitian ini menganalisis kebijakan televisi digital yang diterbitkan oleh Pemerintah dari aspek hukum persaingan usaha. Penelitian ini mengidentifikasi beberapa masalah yang terkait dengan kebijakan televisi digital oleh Pemerintah setelah adanya pembatalan Mahkamah Agung atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 22/PER/M.KOMINFO/11/2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air), persaingan usaha tidak sehat yang muncul dari implementasi kebijakan televisi digital. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yang menggambarkan gejala-gejala dan fakta yang timbul dan melakukan analisis terhadap gejala-gejala dan fakta ini dari sudut pandang yuridis. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Pemerintah tetap menjalankan kebijakan televisi digital di Indonesia, meskipun landasan yuridisnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung, dan tidak ada mandat dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Selain itu, dengan menggunakan pendekatan rule of reason, kebijakan televisi digital yang diterapkan oleh pemerintah dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat di dalam industri penyiaran televisi karena minimnya kerangka aturan yang mengatur mengenai model bisnis dari penyiaran televisi digital

This study analyzes Government policy on digital television from business competition law perspective. There are several problems that can be identified from this study, namely the implementation of Government policy on digital television after the Supreme Court decision that nullifies the Minister of Communication and Information Technology Regulation No. 22/PER/M.KOMINFO/11/2011 on Organizing Free-to-Air Terrestrial Digital Television and the unfair business competition that is occurred due to the implementation of digital television policy. This study uses qualitative descriptive analytical method that describes the facts and analyzes it from legal perspective. In the end, this study concludes that the Government is still implementing the digital television policy, even though the legal basis for this policy has been nullified by the Supreme Court and there is no mandate from the higher laws and regulations, namely the Law No. 32 of 2002 on Broadcasting. In addition, by using rule of reason approach, the digital television policy may lead to unfair business competition within the television broadcasting industry, due to the lack of regulatory framework on the business model on digital television."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Saufa Yardha
"Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap program televisi anak bermuatan edukasi, yaitu program “Jalan Sesama”. Penelitian berfokus pada analisis dinamika yang dihadapi “Jalan Sesama” dalam proses produksi dengan sistem co-production dan distribusi program melalui industri penyiaran televisi. Proses penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan pengumpulan data berupa wawancara serta dokumentasi rekaman arsip. Hasil penelitian menemukan gambaran proses dinamika yang di dalamnya terdapat sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh program “Jalan Sesama”. Permasalahan itu ditemukan dalam tahap praproduksi, produksi, pascaproduksi, dan distribusi program. Permasalahan dalam tahap praproduksi adalah kesulitan merumuskan konsep tentang nilai-nilai yang merepresentasikan Indonesia. Permasalahan dalam tahap produksi adalah tantangan untuk dapat merumuskan ide cerita bermuatan edukasi dengan tetap menjaga aspek yang menghibur dan menyenangkan bagi anak. Permasalahan dalam tahap pascaproduksi adalah memastikan bahwa program yang diproduksi memiliki dampak positif bagi anak serta memenuhi kriteria karya audiovisual yang berkualitas. Selanjutnya, penelitian ini menemukan permasalahan
utama yang cukup signifikan dalam tahap distribusi program. Permasalahan yang dihadapi adalah kondisi media penyiaran televisi di Indonesia yang masih sangat berorientasi komersial. Sementara “Jalan Sesama” adalah program edukasi yang bersifat non-profit oriented dan tidak menyetujui adanya penayangan iklan. Permasalahan lainnya timbul karena peran lembaga penyiaran publik yang tidak dapat diharapkan oleh adanya kebijakan tertentu
yang tidak wajar dalam biaya tayang program. Permasalahan yang ada semakin rumit ketika peran pihak regulator dan regulasi yang mengatur bidang penyiaran televisi di Indonesia saat ini, belum memadai untuk mendukung keberlanjutan program televisi anak bermuatan edukasi seperti “Jalan Sesama”.

This research is a case study about children educational content television program which is “Jalan Sesama” program. This research focused on the analysis of the dynamic in the production process by co-production system and the program distribution through the television broadcasting industry. This research conduct by qualitative approach and collecting data method by the depth interview and archives documentation recording. This research find a picture of dynamic process in “Jalan Sesama” production which contain several problems. The problems are include the pra-production, production, postproduction, and distribution process. The problem in preproduction program is the difficulties to formulate the concept about any values that representing Indonesia. The problem in production process is how to formulating the educational story idea with constantly keep the fun and pleasure aspect for children. The problem in postproduction process is to ensure that the program which has been produced give positive impact for children and fill the criteria of qualified audiovisual creation. The another problem that more significant find in the process of program distribution. The problem is the condition of television broadcasting industry landscape that commercial oriented. While “Jalan Sesama” is the educational program that has non-profit oriented and do not agree with the commercial advertising. The role of public television station also cannot be hoped, because there is a certain policy that not proper for the airing program cost. The challenge become more complex when the role of regulator and regulation who is regulate the television broadcasting sector do not have serious action to support the continuity of children educational television program as “Jalan Sesama"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S66885
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>