Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60989 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferdy Yacobus Santoso
"Berdasarkan Konvensi Hong Kong, kapal dengan usia lebih dari 25 tahun harus dilakukan proses ship recycling. Hal tersebut dinilai dapat merusak lingkungan karena pemakaian kapal dengan jangka waktu lama memiliki efek negatif yang dapat dikeluarkan kapal tersebut. Namun industri ship recycling di Indonesia masih belum maksimal. Industri ship recycling masih terbilang sedikit dalam jumlah dan juga belum menerapkan ship recycling yang ramah terhadap lingkungan. Potensi industri ship recycling di Indonesia terbilang besar karena jumlah kapal tua di Indonesia sangat banyak. Selain itu daerah sekitar Pelabuhan Kamal merupakan sentra industri galangan ship recycling terbesar di Madura bahkan di Indonesia. Tetapi galangan tersebut masih belum memiliki regulasi yang jelas. Pemilihan lokasi diharapkan dapat memudahkan dalam proses pemindahan galangan ship recycling yang berada di sekitar Pelabuhan Kamal untuk menempati lahan bekas Pelabuhan Kamal. Penelitian ini telah menghasilkan desain usaha galangan green ship recycling dengan memanfaatkan lahan bekas Pelabuhan Kamal di Madura. Rancangan desain ini dibuat berdasarkan studi literatur dari penelitian yang ada, peraturan-peraturan, wawancara secara langsung dengan pemilik usaha ship recycling, serta memanfaatkan aplikasi AutoCAD 2020 dan aplikasi SketchUp 2020. Maka didapatkan hasil desain untuk mendukung operasional green ship recycling. Selain itu penelitian ini juga menghasilkan kapasitas fasilitas-fasilitas dari desain usaha galangan green ship recycling.

According to Hong Kong Convention, ships older than 25 years old must be following the ship recycling process. The long usage of a ship can damage environment. However the industry of ship recycling in Indonesia still not maximum. There is still a low number of ship recycling industry in Indonesia and most of it still not environmentally friendly. Indonesia has a big potency in ship recycling industry because of the big number of old ships. Kamal port surrounding area is the biggest ship recycling shipyard in Madura even in Indonesia. However the shipyard does not has the clear regulation yet. This research is to proposed the change location and simplify the moving process of ship recycling shipyard from the kamal port surrounding area to former kamal port location. This research has found the result green ship recycling business design at former kamal madura port. This design is being made by literature studies from the existing researches, regulations, direct interview with one of the ship recycling business owner, utilize softwares like AutoCAD 2020 and SketchUp 2020. The result of this design is to support the operation of green ship recycling and also this research conclude the capacity calculations of the facilities from green ship recycling business design.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Rizkytama Hanura
"Sejak Asas Cabotage diterapkan pada tahun 2005, jumlah kapal berbendera Indoneisa meningkat. Kebanyakan dari kapal tersebut berjenis kapal cargo, kapal tongkang, dan kapal tunda. Seiring bertambahnya jumlah armada, usia kapal di atas 20 tahun meningkat sehingga perlu diganti dengan armada baru. Berdasarkan Hong Kong Convention, umur operasi kapal dibatasi hingga 25 tahun karena kapal tersebut dinilai tidak ekonomis jika dioperasikan sehingga butuh ditutuh. Hal ini membuat usaha penutuhan kapal (ship recycling) di Indonesia memiliki peluang besar. Salah satu metode dalam bisnis green ship recycling adalah galangan khusus penyedia jasa. Bisnis ship recycling pada galangan khusus penyedia jasa penutuhan sudah berjalan di Indonesia, namun belum menggunakan prinsip Reduce, Reuse, and Recycle (3R). Untuk menjalankan prinsip 3R galangan penutuhan kapal memerlukan biaya lebih untuk menangani limbah dari kapal yang ditutuh sehingga mempengaruhi keuntungan perusahaan. Artikel ini berfokus pada studi kelayakan bisnis green ship recycling pada galangan khusus penyedia jasa penutuhan kapal ditinjau dari aspek finansial. Hasil dari penelitian ini adalah Payback Period selama 3 tahun, 8 bulan, dan 27 hard; Net Present Value sebesar Rp228.332.021.477,88; Internal Rate of Return sebesar 17%; Average Rate of Return sebesar 36%; dan Profitability Index sebesar 3,82.  Proyek ini dinyatakan layak karena telah memenuhi syarat kriteria investasinya.

Since the implementation of Cabotage Principal in 2005, the amount of Indonesian flagged ships have increased. Most of them are cargo vessel, barge, and tug. The number of over 20 years old ships are also rising but still being operated so they need to be replaced by the new fleet. According to the Hong Kong Convention, ships life cycle is limited to 25 years old due to its deteriorating of its effectiveness and uneconomical to be operated, so it needs to be recycled. This opens up the market for a ship recycling industry in Indonesia. One of business model in ship recycling is service provider ship recycling yard. This model is already exist in Indonesia, but they didnt obey Reduce, Reuse, Recycle (3R) principal. Collaboration between a ship recycling yard and waste treatment facility will need an extra cost, so it will affect the profit of a green ship recycling business. This paper will be focusing into the financial aspects of the feasibility study. The results of this study are: Payback Period of 3 years, 8 months, and 27 days; Net Present Value of Rp228.332.021.477,88; Internal Rate of Return of 17%;. Average Rate of Return of Return of 36%; and Profitability Index of 3.82. This project is approved feasible because it had fullfill the requirement of the investment criterias."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Anugerah Pratama
"Menurut Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), 1.404 kapal di Indonesia berusia lebih dari 25 tahun dan kapal-kapal ini perlu diremajakan dalam waktu dekat. Namun, tidak ada pemahaman & infrastruktur yang tepat untuk industry penutuhan kapal di Indonesia. Studi ini membahas desain untuk industri green ship recycling. Kawasan industri ini akan mengikuti peraturan IMO, pemerintah Indonesia tentang kawasan industry, dan peraturan nasional lainnya yang terkait. Desain ini akan berlokasi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, Sumatra, Indonesia. Pemilihan lokasi desain ini didasarkan pada kebutuhan akan lahan yang masih tersedia untuk merancang kawasan industri green ship recycling. Studi ini juga mencakup kebutuhan infrastruktur yang terintegrasi dengan industri green ship recycling. jenis infrastruktur akan dibagi menjadi komplek industri pendukung dan infrastruktur sosial pendukung.

According to the Indonesian Classification Bureau (BKI), 1,404 ships in Indonesia are more than 25 years old and these vessels need to be recycled in the near future. However, there is no proper understanding & infrastructure for Ship Recycling in Indonesia. This study discusses the estate design for green ship recycling yard. this estate will be following the IMO, Indonesian government regulations on industrial estate, and others national regulation related to it. This design will be located in Tanggamus Regency, Lampung Province, Sumatra, Indonesia. This design location selection is based on the need for land that is still available to design the new green ship recycling industrial estate. this research also covers infrastructure needs that are well integrated with the green ship recycling yard. the type of infrastructure will be divided into supporting industries and social infrastructure."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yose Satyanegara
"Galangan Penutuhan Kapal di Indonesia merupakan industri yang dapat berpotensi menutupi kekurangan scrap baja di dalam negeri serta mengurangi kapal-kapal yang sudah berusia tua dan mulai tidak ekonomis lagi. Namun secara aktual, kondisi galangan penutuhan di Indonesia belum sesuai dengan standar penerapan Green Ship Recycling yang menjadi standar internasional untuk suatu fasilitas penutuhan. Minimnya penerapan pedoman Green Ship Recycling pada Galangan Penutuhan Kapal di Indonesia, mendorong penulis untuk melakukan peninjauan karena belum adanya galangan penutuhan kapal yang berhasil mendapatkan Green Ship Recycling Certification yang artinya belum maksimal dalam menerapkan standar-standar peraturan Internasional khususnya Hong Kong Convention dan International Labor Organization. Penerapan Green Ship Recycling pada galangan penutuhan di Indonesia juga akan membuka potensi penutuhan untuk kapal asing. Dari hasil tinjauan yang akan dilakukan penulis, maka akan dirancang suatu pedoman Standard Operational Procedure (SOP) yang diharapkan akan diterapkan galangan penutuhan kapal di Indonesia. Maka dari itu, penulis memilih topik tersebut untuk dijadikan penelitian skripsi “Perancangan Standard Operational Procedure (SOP) dalam Penerapan Green Ship Recycling pada Fasilitas dan Pelaksanaan K3 Industri Penutuhan Kapal di Indonesia”. Metode yang digunakan untuk melakukan peninjauan antara lain metode studi literatur pada pedoman Green Ship Recycling dan Kualitatif pada kondisi aktual kelengkapan fasilitas dan pelaksanaan K3 galangan penutuhan di Indonesia dalam merancang suatu Standard Operational Procedure (SOP). Metode yang digunakan untuk merancang SOP antara lain yaitu analisis kesenjangan (Gap Analysis)
Ship Recycling Yards are an industry that can potentially cover the shortage of steel scrap in Indonesia and reduce an old-aged ships that starting to become uneconomical. However, in actual fact, the condition of the fulfillment shipyards in Indonesia is not in accordance with the standards for implementing Green Ship Recycling which is the international standard for a filling facility. The lack of implementation of Green Ship Recycling guidelines in Shipyard Shipyards in Indonesia, encourages the author to conduct a review because there are no shipyards that have succeeded in obtaining Green Ship Recycling Certification, which means that they have not been optimal in applying international regulatory standards, especially the Hong Kong Convention and the International Labor Organization. . The implementation of Green Ship Recycling in Indonesian Shipyards will also open the potential for loading for foreign ships. From the results of the review that will be carried out by the author, a Standard Operational Procedure (SOP) guide will be designed which is expected to be applied to shipyards in Indonesia. Therefore, the authors chose this topic to be used as a thesis research "Designing Standard Operational Procedures (SOP) in the Implementation of Green Ship Recycling in Facilities and Implementation of K3 Shipbuilding Industry in Indonesia". The methods used to conduct the review include the literature study method on the Green Ship Recycling and Qualitative guidelines on the actual condition of the completeness of facilities and the implementation of K3 shipyards in Indonesia in designing a Standard Operational Procedure (SOP). The method used to design SOPs includes gap analysis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Fachry Indianto
"Sejak diterbitkannya Asas Cabotage pada tahun 2005, jumlah armada kapal Indonesia bertambah cukup signifikan. Kapal-kapal tersebut didominasi oleh kapal general cargo tua yang diimpor ataupun yang dibuat dalam negeri dan pasangan kapal tug and barge. Berdasarkan peraturan Hong Kong Convention, umur operasi kapal dibatasi hingga 25 tahun karena kapal tersebut akan tidak ekonomis untuk dioperasikan dan harus didaur ulang. Melihat banyaknya material berbahaya di dalam kapal, proses ship recycling harus dilaksanakan dengan aman dan ramah lingkungan.
Skripsi ini bertujuan untuk membuat desain tata letak fasilitas ship recycling yang ramah lingkungan dan berdasar pada peraturan nasional dan internasional, seperti Hong Kong Convention, dengan kapasitas maksimum kapal general cargo 30.000 DWT atau tongkang 330ft beserta kapal tundanya. Limbah-limbah yang ada di kapal dipastikan tidak akan mencemari area sekitar galangan dan laut dengan menggunakan desain tata letak galangan ini. Desain tata letak galangan ini juga akan mendukung proses ship recycling yang memperhatikan keselamatan pekerja dan lingkungan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Hussein
"Sejak diberlakukannya asas cabotage pada tahun 2005, jumlah armada kapal di Indonesia meningkat. Dengan adanya peningkatan tersebut maka pada tahun ini terdapat banyak armada kapal yang berusia diatas 20 tahun yang didominasi kapal barang, kapal tongkang dan kapal tunda. Sedangkan berdasarkan Hong Kong Convention, umur operasi kapal dinilai ekonomis hanya sampai 25 tahun. Hal ini membuka peluang bisnis ship recycling di Indonesia. Salah satu model bisnisnya berbentuk model 3 In 1. Model dengan membeli, memproses dan menjual sendiri hasil produksi. Apabila ingin melakukan suatu bisnis maka perlu menyusun sebuah studi kelayakan bisnis agar mengetahui layak atau tidaknya bisnis ini dijalankan. Pada penelitian ini berfokus pada studi kelayakan bisnis pada aspek keuangan. Hasil studi kelayakan bisnis galangan ship recycling model 3 in 1 di aspek keuangan yaitu payback period selama 12 tahun 9 bulan 30 hari, average rate of return sebesar 17%, net present value sebesar Rp 34.778.749.935, profitability index sebesar 1,35, internal rate of return sebesar 8%. Dari hasil studi kelayakan tersebut bisnis galangan ship recycling dinyatakan layak karena telah memenuhi syarat kriteria investasinya.

Since the implementation of Cabotage Principal in 2005, the amount of the Indonesian flagged ship increases. With those increase, comes many ships that are over 20 years old that are dominated by cargo ships, barges, and tug. According to the Hong Kong Convention, the economical operational age of a ship is only 25 yeas old. This opens up an opportunity for a ship recycling business in Indonesia. One of the applicable business model is a 3-in-1 business model. This model works by purchasing, processing, and dealing with the processed results themselves. When bulding a business, a worthiness study must be conducted in order to see whether the business will be worthwhile or not. This study focuses on the financial aspect. The results of the 3 in 1 model for a ship recycling shipyard business yields a payback period of 12 years 9 month and 30 days, average rate of return of 17%, net present value of Rp 34,778,749,935, profitability index of 1.35, and an internal rate of return of 8%. From those results, it can be concluded that a ship recycling business is deemed worth as it has passed its investment criteria."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arinta
"Penerapan asas cabotage pada tahun 2005 di Indonesia secara positif meningkatkan jumlah kapal berbendera Indonesia yang beroperasi di perairan domestik Indonesia. Peningkatan jumlah yang signifikan ini menyebabkan terjadinya lonjakan lima kali lipat armada kapal berbendera Indonesia dari 6.041 unit kapal pada tahun 2005 menjadi 37.722 unit kapal pada tahun 2021. Diketahui dari jumlah tersebut, 60% di antaranya berusia di atas 20 tahun. Hal ini menunjukkan adanya potensi besar untuk memanfaatkan kapal-kapal tua yang sudah tidak lagi layak beroperasi dan dapat diproses daur ulang. Kondisi ini sejalan dengan adanya permintaan akan kebutuhan baja dalam negeri yang berpotensi dapat dipenuhi menggunakan baja dari kapal-kapal yang didaur ulang. Industri penutuhan kapal yang ramah lingkungan di Indonesia menjadi mendesak mengingat bahwa industri ini masih jauh dari kondisi idealnya, terutama menjelang diberlakukannya Konvensi Hong Kong pada tanggal 26 Juni 2025. Untuk diketahui, kondisi fasilitas penutuhan kapal di Indonesia masih belum memiliki peraturan yang cukup, terutama dalam hal identifikasi limbah dan bahan berbahaya, dampak penutuhan kapal terhadap keselamatan dan kesehatan, dampak penutuhan kapal terhadap lingkungan, mitigasi risiko, serta persyaratan fasilitas untuk penanganan limbah dan bahan berbahaya. Semua aspek penting ini harus dipenuhi untuk mematuhi peraturan internasional yang ramah terhadap lingkungan. Dalam upaya mengatasi masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan prosedur penanganan limbah dan bahan berbahaya yang sesuai dengan standar internasional untuk fasilitas penutuhan kapal yang ramah lingkungan di Indonesia. Diharapkan prosedur ini dapat digunakan sebagai panduan dan acuan dalam penanganan limbah dan bahan berbahaya dalam industri penutuhan kapal di Indonesia.

The implementation of the cabotage principle in 2005 in Indonesia positively increased the number of Indonesian-flagged vessels operating in Indonesian domestic waters. This significant increase in numbers has resulted in a five-fold increase in the fleet of Indonesian-flagged vessels from 6,041 vessels in 2005 to 37,722 vessels in 2021. Of this number, 60% of them are over 20 years old. This shows that there is great potential to utilize old ships that are no longer suitable for operation and can be recycled. This condition is in line with the demand for domestic steel needs which can potentially be met using steel from recycled ships. An environmentally friendly ship-covering industry in Indonesia is becoming urgent considering that this industry is still far from its ideal condition, especially ahead of the enactment of the Hong Kong Convention on 26 June 2025. For your information, the condition of ship-covering facilities in Indonesia still does not have sufficient regulations, especially in regarding the identification of waste and hazardous materials, the impact of ship closures on safety and health, the impact of ship closures on the environment, risk mitigation, as well as facility requirements for handling waste and hazardous materials. All these important aspects must be met to comply with environmentally friendly international regulations. In an effort to overcome this problem, this research aims to develop procedures for handling waste and hazardous materials that comply with international standards for environmentally friendly ship closing facilities in Indonesia. It is hoped that this procedure can be used as a guide and reference in handling waste and hazardous materials in the ship covering industry in Indonesia"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sharon Cecilya Surjadi
"Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki total keseluruhan kapal mencapai 63.000 kapal dengan 60 persen diantaranya berusia lebih dari 20 tahun, hal ini membuat besarnya potensi jumlah keberadaan kapal tua yang sudah tidak layak beroperasi dan harus di daur ulang. Selain itu, terlepas dari besarnya prospek pasar internasional green ship recycling yang terus meningkat khususnya berhubungan dengan European Union Ship Recycling Facility (EUSRF), Indonesia masih kalah bersaing di pasar internasional dalam industri green ship recycling, dibuktikan dengan adanya 23 kapal berbendera Indonesia dari 630 kapal komersial dan unit lepas pantai yang terjual untuk ditutuh di luar Indonesia menurut NGO Shipbreaking Platform 2020, serta ditambah masih terdapatnya kebutuhan baja dalam negeri yang terus meningkat. Hal tersebut terjadi karena kondisi industri green ship recycling Indonesia yang masih jauh dari kondisi ideal yang mendesak untuk diwujudkan menjelang akan berlakunya Hongkong Convention pada 26 Juni 2025. Kondisi Ship Recycling Facility di Indonesia masih banyak menggunakan metode beaching yang merusak lingkungan dan tidak memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, dan kesehatan pekerja akibat dari minimnya pengaturan mengenai aspek teknis, prosedur, dan fasilitas. Maka dari itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan menghasilkan strategi pengembangan Green Ship Recycling Facility sesuai keadaan di Indonesia serta memenuhi ketentuan internasional dan mencapai kepentingan ekonomis. Dalam penelitian ini dihasilkan rekomendasi kombinasi alternatif sistem dan teknologi yang optimal untuk digunakan di ship recycling facility melalui metode Analytical Network Process (ANP) dan in-depth interview terhadap stakeholders (praktisi, regulator, dan pakar) di industri ship recycling Indonesia dengan hasil yaitu: LPG/oxy-acetylene sebagai cutting technology, sandblasting sebagai decoating technology, landing/wet-basin sebagai docking system, mobile crane sebagai material handling technology, dan randomized storage system sebagai storage system. Lalu dilakukan pula kajian untuk menghasilkan rancangan prosedur dan tata letak area beserta fasilitas, rancangan pemilahan limbah per ketegori material berbahaya (HAZMAT), rancangan prosedur identifikasi material selama proses ship recycling, rancangan ketentuan fasilitas penanganan dan penyimpanan material berbahaya (HAZMAT), serta studi kasus pengembangan fasilitas yang dilakukan terhadap salah satu ship recycling facility semi modern di Cilegon, Indonesia, mencangkup gap analysis, rekomendasi pengembangan, dan design layout berdasarkan kajian rancangan yang telah dilakukan.

As a maritime country, Indonesia has a total of 63,000 ships, with 60 percent of them being over 20 years old. This creates a significant potential for the existence of old ships that are no longer operational and need to be recycled. Additionally, despite the growing prospects of the international green ship recycling market, particularly in relation to the European Union Ship Recycling Facility (EUSRF), Indonesia still places behind in the international market in the green ship recycling industry. This is evidenced by 23 Indonesian-flagged ships out of 630 commercial ships and offshore units being sold for dismantling outside of Indonesia, according to the NGO Shipbreaking Platform 2020. Moreover, there is a continuous increase in domestic steel demand. This happened because the condition of the green ship recycling industry in Indonesia is still far from the ideal conditions that are urgently needed to be realized, especially with the upcoming implementation of Hong Kong Convention on 26 June 2025. Ship Recycling Facilities in Indonesia still extensively use beaching methods that damage the environment and disregard safety, security, and workers' health aspects, primarily due to the lack of regulations concerning technical aspects, procedures, and facilities. Hence, this research aims to develop a strategy for Green Ship Recycling Facility based on the Indonesia’s condition, while complying with international regulations and achieving economic interests. The study resulted in recommendations for an optimal combination of alternative systems and technologies to be used in ship recycling facilities, using the Analytical Network Process (ANP) method and in-depth interviews with stakeholders (practitioners, regulators, and experts) in the Indonesian ship recycling industry. The recommendations include LPG/oxy-acetylene as cutting technology, sandblasting as decoating technology, landing/wet-basin as the docking system, mobile crane as material handling technology, and randomized storage system as the storage system. Furthermore, the study also conducted an assessment to generate designs for procedures, layout areas, and facilities, waste categorization procedures for hazardous materials (HAZMAT), material identification procedures during the ship recycling process, requirements for handling and storing hazardous materials (HAZMAT), and a case study on the development of a facility in one of the semi-modern ship recycling facilities in Cilegon, Indonesia. This case study covers gap analysis, development recommendations, and design layout based on the conducted design assessment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Diva Sugiarto
"Ship-recycling, merupakan salah satu metode efektif yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi permasalahan limbah kapal-kapal tua yang sudah tidak layak digunakan. Istilah ini merujuk pada proses daur ulang kapal secara modern yang masih belum marak dilakukan di Indonesia. Pada pelaksanaannya, masih banyak terdapat aspek-aspek keselamatan yang tidak dihiraukan. Salah satu aspek terbesar yang masih kurang diperhatikan yaitu aspek dari human factor. Penelitian ini dilakukan untuk meninjau lebih jauh terkait faktor-faktor di balik sumber bahaya bagi para pekerja yang terlibat dalam proses ship recycling. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode Formal Safety Assessment (FSA) untuk menemukan sumber-sumber bahaya selama proses ship-recycling dilakukan dan selanjutnya dilakukan penarikan akar masalah menggunakan Fault Tree Analysis (FTA). Dari penelitian ini, diketahui bahwa human factor dari sumber bahaya terjadi dikarenakan ketidakwaspadaan pekerja; kondisi kesehatan pekerja; pemakaian APD yang tidak sesuai; serta kurangnya kualitas SDM untuk beberapa proses pekerjaan seperti penggunaan alat berat, proses cutting, ataupun dalam mengidentifikasi bahaya dan risiko kebakaran. Latar Belakang dari terjadinya kesalahan-kesalahan dari human factor di atas bisa berasal dari berbagai hal yaitu, tidak diadakannya pelatihan formal terkait penggunaan alat cutting, kondisi kesehatan pekerja, dan kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia.

Ship-recycling is one of the effective methods that can be carried out to help reduce waste problems from old unused ships. This term refers to the modern process of recycling ships, which is still not widely done in Indonesia. In its implementation, there are still many safety aspects that are overlooked. One of the biggest aspects that is still not given enough attention is the human factor. This research was conducted to further investigate the factors behind the sources of danger for workers involved in the ship-recycling process. In this study, the author used the Formal Safety Assessment (FSA) method to identify sources of danger during the ship-recycling process and then conducted root cause analysis using Fault Tree Analysis (FTA). From this research, it is known that the human factor of the sources of danger occurs due to worker inattention; worker health conditions; inappropriate use of personal protective equipment; and a lack of qualified personnel for some job processes such as heavy equipment use, cutting processes, or identifying fire hazards and risks. The background of the above human factor errors can come from various things such as the absence of formal training in the use of cutting tools, the health conditions of workers, and the shortage of available jobs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Puspita
"Aktivitas pada kegiatan ship recycling menjadi sebuah labor-intensive industry dan menjadi sumber daya yang penting bagi kebutuhan logam untuk konstruksi meskipun aktivitas ini kotor dan berbahaya bagi lingkungan sekitar. Proses penutuhan kapal lazim di Indonesia, dengan tenaga buruh yang dilakukan secara manual di pinggiran pantai dengan kurangnya fasilitas yang mumpuni dan mengenyampingkan keselamatan diri bahkan lingkungan. Hal ini tetap berlaku meskipun galangan tersebut sudah dianggap modern, karena memiliki risiko yang tinggi. Skripsi ini bertujuan untuk melakukan analisa dan evaluasi sistem K3LL pada galangan penutuhan kapal yang berkelanjutan berdasarkan studi literatur dari regulasi yang ada seperti Hong Kong Convention, Basel Convention, hingga Peraturan dan Undang-Undang nasional untuk melihat kondisi ship recycling yang ada di Indonesia terutama dengan galangan yang dirancang untuk berkelanjutan. Metode yang digunakan untuk melakukan evaluasi adalah Formal Safety Assessment (FSA), dengan hasil akhir adalah mampu membuat SOP untuk galangan yang berkelanjutan.

Activities in ship recycling have become a labour-intensive industry and become an important resource for metal needs for construction although these activities are dirty and dangerous for the surrounding environment. The process of recycling ships is common in Indonesia, with manual labour on the coast with a lack of adequate facilities and neglecting personal and environmental safety. It applies although the shipyard is modern because of the high risk. This study aims to analyze and evaluate the HSE system in sustainable shipyards based on literature studies from existing regulations such as the Hong Kong Convention, Basel Convention, to national regulations and laws to see the condition of recycled ships in Indonesia, especially with ship recycling yards which designed to be sustainable. The method for this study used Formal Safety Assessment (FSA), with the final result being able to make SOPs for sustainable ship recycling yards."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>