Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117137 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fahira Ilza Andesti
"Pelayanan kesehatan primer merupakan elemen utama dari proses pelayanan kesehatan berkelanjutan. Pelayanan kesehatan primer didaulat sebagai level pertama kontak pasien terhadap pelayanan kesehatan. Namun dalam pelaksanaanya apabila tidak dilakukan dengan komprehensif akan berdampak terhadap kesenjangan pelayanan kesehatan di tingkat primer. Hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan di tingkat primer belum optimal. Oleh sebab itu sistem gatekeeping dirancang untuk mengatasi masalah kesehatan utama di masyarakat yang dikemas secara terjangkau, melalui pelayanan kesehatan promotive, preventif, kuratif, dan rehabilitative. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan dan dampak dari implementasi sistem gatekeeping di berbagai negara. Informasi pada penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil penelusuran website dan jurnal yang telah dipublikasikan dengan bantuan akses online database seperti ScienceDirect, PubMed, Proquest, dan WileyOnline.Terdapat 10 studi yang termasuk kedalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukah bahwa sistem gatekeeping telah dilakukan di berbagai negara dengan kebijakan yang berbeda-beda. Faktor dukungan dari unsur tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai dan status pendidikan pasien berkontribusi dalam efektivitas pelaksanaan sistem gatekeeping. Sistem gatekeeping berdampak positif yang menyebabkan utilisasi spesialis di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut menurun dan menyebabkan biaya pengeluaran rendah. Namun, ditemukan bahwa pelaksanaan sistem gatekeeping berdampak negatif terhadap kepuasan pasien yaitu berkurangnya tingkat kepuasan pasien akibat waktu tunggu yang lebih lama dalam meengakses pelayanan kesehatan.

Primary health care is the main element of the sustainable health care process. Primary health services are asked to be the first level of patient contact with health services. However, if it is not carried out comprehensively, it will have an impact on health services at the primary level. This shows that the implementation of health services at the primary level has not been optimal. Therefore, the gatekeeping system is designed to address the main health problems in the community that are packaged in an affordable way, through promotive, preventive, curative and rehabilitative health services. This study aims to describe the implementation and impact of the implementation of the gatekeeping system in various countries. The information in this study was obtained based on the results of browsing websites and journals that have received assistance in accessing online databases such as ScienceDirect, PubMed, Proquest, and WileyOnline. There are 10 studies included in this study. The results of the study show that the gatekeeping system has been carried out in various countries with different policies. Support factors from elements of health workers, adequate health care facilities and patient education status contribute to the effectiveness of the implementation of the gatekeeping system. The gatekeeping system has a positive impact on reducing visits to specialists and plays a role in reducing utilization and costs. However, in patient satisfaction the implementation of the gatekeeping system was found to have a negative impact, namely reducing the level of patient satisfaction due to long waiting times in accessing health services."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Annisa Utami
"Upaya mencapai Universal Health Coverage (UHC) dengan memprioritaskan layanan kesehatan primer (PHC) sudah disepakati melalui Deklarasi Astana Tahun 2018. Identifikasi tantangan dalam sistem pendanaan PHC secara global dilakukan agar menjadi lessons learned untuk perbaikan implementasi kedepan, khususnya bagi Indonesia, sebagai masukan bagi Transformasi Kesehatan. Penelitian ini menggunakan metode scoping review melalui tiga database, yaitu Pubmed, EBSCOhost MEDLINE, dan Scopus, dengan total 43 literatur terinklusi. Tantangan pendanaan PHC ditinjau melalui tiga fungsi, yaitu revenue collection, pooling, dan purchasing. Tantangan dalam revenue collection antara lain sumber pendanaan yang tidak berkelanjutan dan minimnya akuntabilitas proses pengumpulan dana. Tantangan fungsi pooling meliputi terbatasnya cakupan peserta dalam pooling, banyaknya pooling dan tidak tersedianya regulasi yang mengatur beragam pooling untuk pendanaan satu program yang sama, lebih diutamakannya pendanaan layanan rujukan dibandingkan PHC, dan belum dilakukannya pengalokasian anggaran yang disesuaikan dengan risiko dan kebutuhan. Sementara itu, tantangan fungsi purchasing meliputi paket manfaat yang belum sesuai dengan kebutuhan, beban administratif yang besar untuk purchasing, tata kelola provider dan purchaser yang tidak akuntabel, serta besarnya intervensi politik terhadap keputusan purchaser dalam penentuan paket manfaat. Tantangan pendanaan PHC merupakan suatu satu kesatuan sistem pendanaan, sehingga tantangan yang terjadi di fungsi yang satu akan memengaruhi atau memicu munculnya tantangan di fungsi lainnya. Lessons learned untuk Transformasi Kesehatan Indonesia bahwa penghapusan skema alokasi earmarking perlu diikuti implementasi RIBK yang akuntabel. Indonesia sudah memiliki komitmen politik berupa berbagai regulasi untuk mencapai UHC melalui PHC, tetapi masih perlu memperhatikan dukungan SDM dan infrastruktur lainnya agar regulasi bisa dijalankan di tingkat layanan primer. Selain itu, trade-off antara cakupan penduduk dan cakupan layanan paket manfaat perlu diputuskan dengan berbagai pendekatan yang menjunjung nilai value for money dan tetap mengutamakan investasi ke layanan kesehatan primer.

Efforts to achieve Universal Health Coverage (UHC) by prioritizing primary health care (PHC) have been agreed upon through the 2018 Astana Declaration. Identification of challenges in the PHC financing system globally was carried out to become lessons learned for future implementation improvements, especially for Indonesia, as input for Health Transformation. This study used a scoping review method through three databases, namely Pubmed, EBSCOhost MEDLINE, and Scopus, with a total of 43 included literature. PHC financing challenges were reviewed through three functions, namely revenue collection, pooling, and purchasing. Challenges in revenue collection include unsustainable financing sources and lack of accountability in the fund collection process. Challenges in the pooling function include the limited coverage of participants in the pool, the large number of pools and the unavailability of regulations governing various pools for financing the same program, the financing prioritization for referral services over PHC, and the lack of budget allocation tailored to risk and needs. Meanwhile, the challenges of the purchasing function include benefit packages that are not in accordance with the needs, a large administrative burden for purchasing, unaccountable governance of providers and purchasers, and a large amount of political intervention in purchaser decisions in determining benefit packages. PHC financing challenges are a unified financing system, so challenges that occur in one function will affect or trigger challenges in other functions. Lessons learned for Indonesia's Health Transformation is that the elimination of the earmarking allocation scheme needs to be followed by the implementation of an accountable RIBK. Indonesia already has the political commitment in the form of various regulations to achieve UHC through PHC. Still, it needs to pay attention to HR support and other infrastructure so that regulations can be implemented at the primary care level. In addition, the trade-off between population coverage and benefit package service coverage needs to be decided with various approaches that uphold value for money and still prioritize investment in primary health services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoli Farradika
"ABSTRAK
Penyeliaan fasilitatif merupakan pendekatan baru yang digunakan dalam kegiatan
penyeliaan program KIA. Belum semua provinsi dan kabupaten di Indonesia
melaksanakan penyeliaan fasilitatif program KIA dengan baik. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan langkah awal penyeliaan
fasilitatif program KIA di Puskesmas di Kabupaten Sijunjung tahun 2011.
Penelitian dilaksanakan pada Bulan April – Mei 2011 di Kabupaten Sijunjung
Sumatera Barat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan
desain studi cross-sectional. Populasi penelitian adalah seluruh Puskesmas yang
terdapat di Kabupaten Sijunjung. Sampel penelitian sama dengan populasi yaitu
seluruh Puskesmas di Kabupaten Sijunjung yang berjumlah 12 Puskesmas. Hasil
penelitian menunjukkan Puskesmas di Kabupaten Sijunjung memiliki rata-rata
tingkat kepatuhan baik (≥ 80%) terhadap standar pelayanan KIA dan asuhan
persalinan. Rata-rata tingkat kepatuhan Puskesmas terhadap standar pelayanan
KIA adalah 83,13% dan terhadap standar asuhan persalinan adalah 88,96%. Itemitem
yang banyak tidak memenuhi standar di seluruh Puskesmas merupakan
bagian dari aspek logistik. Puskesmas non-perawatan dan Puskesmas perawatan
memiliki rata-rata tingkat kepatuhan baik terhadap standar pelayanan KIA dengan
nilai 81,51% dan 84,75%. Diharapkan item-item yang banyak tidak memenuhi
standar dapat segera dibuatkan rencana tindak lanjut oleh pihak yang
bertanggungjawab.

ABSTRACT
Supportive supervision is a new approach used in the supervisory activities of
MCH program. Not all provinces and districts in Indonesia implemented
supportive supervision of MCH program. The purpose of this study is to know the
description of the implementation of supportive supervision initial steps of MCH
program in Primary Health Cares in Sijunjung District 2011. This study is
conducted on April – May 2011 in Sijunjung District of West Sumatra. This study
is a descriptive study with cross-sectional study design. The population of this
study is the entire Primary Health Cares located in the Sijunjung District. Sample
is the entire Primary Health Cares in Sijunjung District, amounting to 12 Primary
Health Cares. The result shows that Primary Health Cares in Sijunjung District
have an average good compliance rate (≥ 80%) of MCH service standard and care
delivery. The average compliance rate of MCH service standard is 83,13% and
care delivery standard is 88,96%. Most items which do not meet the standard in
all Primary Health Cares are part of the logistics aspect. Non-treatment Primary
Health Cares and treatment Primary Health Cares have an average good
compliance rate of MCH service standard with a value of 81,51% and 84,75%. It
is expected that many items which do not meet the standards can be followed-up
by the responsible party."
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aina Ursila
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran utilisasi pelayanan kesehatan di
Puskesmas Kabupaten Bogor di Era JKN tahun 2014 dengan melihat jumlah
kunjungan dan jumlah rujukan. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan
desain penelitian kuantitatif. Hasil dari penelitian didapatkan angka kunjungan
Puskesmas sebesar 1,12% masih kurang dari target 15%. Hal ini dapat disebabkan
masih kurangnya sosialisasi dan adanya biaya tidak langsung dalam memanfaatkan
Puskesmas. Sedangkan angka rujukan menujukan sebesar 20,91% yang berarti
Puskesmas belum menjadi gatekeeper dengan baik karena melebihi 15%. Kondisi
tersebut dapat dikarenakan masyarakat memanfaatkan Puskesmas saat dalam kondisi
yang tidak dapat ditangani oleh Puskesmas.

ABSTRACT
This study aims to learn the utilization of health services at primary health care
(Puskesmas) located in Bogor District area in Universal Health Coverage (JKN) era
2014 by looking at the number of visits and the number of referrals. This study uses
survey method with quantitative research design. This study find utilization rate is
1,12% which is less than the target 15%. It might be due to the lack of socialization
and indirect costs. Referral rate is 20.91% indicates that Puskesmas has not become
a good gatekeeper because the number exceeds the target of 15%. These conditions
can be due to the continued use of health center to an extent which primary health
care can no longer handle any more requests for services."
2015
S58301
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Hariyani
"Tesis ini membahas kesiapan puskesmas untuk mengimplementasikan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer merupakan kontak pertama pasien yang diharapkan dapat
menegakkan diagnosis dan memberikan penatalaksanaan penyakit sedini mungkin
sesuai dengan kebutuhan medis pasien. Untuk dapat menerapkan kebijakan
tersebut di puskesmas, dokter memerlukan dukungan/peran dari SDM kesehatan
lainnya, kelengkapan obat, peralatan, sarana dan prasarana puskesmas yang sesuai
dengan panduan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan sampel
penelitian yaitu tiga puskesmas di Kabupaten Garut dan terdapat 11 orang
informan untuk menggali informasi secara mendalam. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketiga puskesmas kurang siap untuk mengimplementasikan
kebijakan. Untuk itu, disarankan agar puskesmas menjadi Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) dan meningkatkan upaya kesehatan masyarakat yang bersifat
promotif dan preventif, untuk Kementerian Kesehatan agar melengkapi
Formularium Nasionaldengan obat-obat yang dibutuhkan di fasilitas pelayanan
kesehatan primer, dan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Garut agar membuat
perencanaan untuk pembanguan kesehatan di daerahnya dengan mengintegrasikan
semua aspek, begitu pula dalam melakukan renovasi atau membuat bangunan baru
puskesmas hendaknya mengikuti pedoman teknis bangunan dan prasarana
puskesmas.

This thesis discusses the puskesmas readiness to implement the Minister of Health Regulation No. 5 of 2014 about Clinical Practice Guidelines for Doctors in
Primary Health Care Facilities. Doctors in primary health care facilities is the first contact patients who are expected to uphold a diagnosis and give treatment of
diseases as early as possible in accordance with the medical needs of the patient.
In order toimplement this policy in puskesmas, doctors need support/the role of
other health human resources, equipment, medicines, facilities and infrastructure
of puskesmas that accordance with the guidelines. This research was qualitative
research with a sample of research are three puskesmas in Garut and there were 11
people toexplorein depthinformation. The results showed that all
threepuskesmasare lessreadytoimplementthe policy. It is recommended that
puskesmas be the Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) and increase promotive
and preventive activities,for the Ministry of Health in order to complement
NationalFormulariumwith needed medicines in primary health care facilities,
GarutHealth Office makes the development of health planning in the region by
integratingallaspectsandin doingrenovationsorcreatea newbuildingpus kesmasshouldfollowtechnicalguidelines forbuildingsandinfrastructure of puskesmas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Budiman
"Sumber daya manusia kesehatan puskesmas yang berkualitas, sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat, merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan di daerah, dan hanya akan terpenuhi jika perencanaan sumber daya manusia kesehatan disusun secara sistematis dengan tahapan dan langkah-langkah terarah, saling berkaitan serta dengan pertimbangan yang seksama. Di Kota Pangkalpinang hal tersebut belum sepenuhnya dilakukan, terlihat dari hasil perencanaannya hanya berupa usulan kebutuhan tenaga kesehatan puskesmas saja, yang sesungguhnya hanya merupakan produk salah satu tahapan dari keseluruhan tahapan dan langkah-langkah perencanaan sumber daya manusia kesehatan puskesmas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perencanaan sumber daya manusia kesehatan puskesmas yang telah dilakukan dan menyusun perencanaan sumber daya manusia kesehatan puskesmas di Kota Pangkalpinang tahun 2006-2010, melalui pendekatan sistem yang terdiri dari komponen masukan (tenaga perencana, dana, data, fasilitas dan metode), komponen proses (tahapan dan langkah-langkah perencanaan sumber daya manusia menurut Attwood, 1999) dan komponen keluaran (dokumen perencanaan sumber daya manusia kesehatan puskesmas yang cukup dan sesuai). Penelitian ini merupakan penelitian operasional dengan pendekatan kualitatif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perencanaan sumber daya manusia kesehatan puskesmas di Kota Pangkalpinang dibuat secara insidentil dan hanya membuat rekapitulasi usulan kebutuhan tenaga kesehatan yang diajukan oleh puskesmas, belum dalam bentuk dokumen perencanaan sumber daya manusia kesehatan puskesmas yang lengkap, karena kurangnya jumlah dan kualitas tenaga perencana, tidak teralokasinya dana untuk perencanaan, belum dikembangkannya sistem informasi sumber daya manusia, fasilitas yang terbatas dan tidak adanya prosedur kerja standar, demikian juga proses penyusunan perencanaannya tidak dilakukan melalui proses pentahapan yang sistematis, berkesinambungan dan pertimbangan yang seksama.
Dan untuk itu melalui penelitian ini telah dilakukan penyusunan perencanaan sumber daya manusia kesehatan puskesmas di Kota Pangkalpinang untuk tahun 2006 - 2010 melalui tahapan perencanaan sumber daya manusia yang terdiri dari analisis sumber daya manusia yang ada saat ini dan kecenderungan dalam lima tahun terakhir, sehingga didapatkan proyeksi ketersediaan sumber daya manusia kesehatan puskesmas tahun 2010; prakiraan jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan tahun 2010; analisis kesenjangan antara proyeksi ketersediaan dan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan puskesmas tahun 2010; menilai alternatif-alternatif kebijakan atas kesenjangan yang ditemukan, dan memilih alternatif pelaksanaan terbaik sebagai rencana sumber daya manusia kesehatan puskesmas tahun 2006 - 2010. Dan hasil akhir yang didapat adalah Rencana Sumber Daya Manusia Kesehatan Puskesmas di Kota Pangkalpinang tahun 2006 - 2010 yang memuat rencana kebutuhan sumber daya manusia puskesmas dan rumusan kebijakan dalam perencanaan sumber daya manusia kesehatan puskesmas tahun 2006 - 2010.
Dari penelitian ini disarankan kepada Dinas Kesehatan dan Pemerintah Kota Pangkalpinang untuk membentuk Tim Perencana Sumber Daya Manusia Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang dan Tim Perencana Sumber Daya Manusia Kesehatan Tingkat Kota, melengkapi jumlah dan kualitas unsur-unsur manajemen dalam perencanaan sumber daya manusia kesehatan, terutama sistem informasi manajemen sumber daya manusia kesehatan dan menetapkan prosedur kerja standar untuk perencanaan sumber daya manusia kesehatan puskesmas.

A qualified health personnel of Primary Health Care as a first line of health service to public is one of factors which determining efficacy of health development in district, and it just fulfilled if planning of health human resources is arranged systematically with directed step, related to each other and consideration conscientiously. It does not have been done yet completely in Pangkalpinang, seen from the planning result is only a requirement proposal of health worker of Primary Health Care, it is only one of product step of entire planning steps of health human resources of Primary Health Care.
This research target is to know planning of health manpower of Primary Health Care which have been done and arranged planning of health manpower of Primary Health Care in Pangkalpinang 2006 -- 2010 through system approach which consist input component (planner worker, fund, data, method and facility), process component, planning step of human resources according to Attwood (1999) and output component (planning document of health manpower of Primary Health Care which is appropriate and adequate). This research is operational research with qualitative approach.
From research result known that planning of health manpower of Primary Health Care in Pangkalpinang is made incidentally and it just make a summary of requirement proposal of health workers who are given by Primary Health Care not as a complete documentary on planning of health manpower of Primary Health Care, because less numbers and quality of planner, planning fund does not be allocated, information system of human resources do not be developed yet, limited facility and there is no a standard operating procedure, and arrangement process of planning has not been done by a systematic step process, continuum and conscientious consideration.
Therefore, this research made a planning of health manpower of Primary Health Care in Pangkalpinang 2006 - 2010 through planning step of human resources which consist of existing analysis of human resources and tendency in the last five years, so it got an availability projection of health human resources of Primary Health Care in 2010; predicting numbers of required human resources in 2010; analysis of differences between availability projection and requirement of health manpower of Primary Health Care in 2010; assessing policy alternatives of differences, and choose best performance alternative as planning of health manpower of Primary Health Care 2006 - 2010. As the end result found the plan of health manpower of Primary Health Care in Pangkalpinang 2006 -- 2010 which included a requirement planning and performance policy of health human resources planning of Primary Health Care 2006 - 2010.
From this research is suggested to Pangkalpinang Municipal Health Board and Municipal Government to form Health Manpower Planning Team in Pangkalpinang Municipal Health Board and also Municipal Health Manpower Planning Team in Pangkalpinang, completed numbers and qualities of management unsure on planning of health human resources, especially for management information system of health human resources and specified a standard operating procedure for planning of health manpower of Primary Health Care.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brian Sri Prahastuti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model utilisasi layanan penanganan balita sakit di Masyarakat. Studi ini dilakukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur, Indonesia yang menerapkan program MTBS-M/REACH sejak tahun 2010. Penelitian ini dirancang sebagai studi ekologi yang menggunakan rancangan penelitian cross sectional untuk studi kuantitatif. Sejumlah 5.502 dari 7.675 anak usis 0-59 bulan terlibat dalam studi ini. Analisis kluster dilakukan untuk menghasilkan data 40 desa sebagai unit analisis statistik. Berdasarkan analisis multivariat regresi linier berganda didapatkan bahwa tingkat keberdayaan masyarakat dapat memprediksi utililisasi layanan promotif-preventif (β = 0.355; R2 = 16%). Secara bersama-sama, tingkat keberdayaan masyarakat (β = 0.196) dan availabilitas kader (β = 0.678) dapat memprediksi utilisasi layanan kuratif dengan R2 = 52.5%. Model spasial menunjukkan pola bahwa semakin tinggi aksesibilitas suatu desa, semakin tinggi utilisasi layanan di desa tersebut. Studi ini menyimpulkan bahwa upaya penanganan balita sakit di masyarakat melalui program MTBS-M relevan untuk diterapkan di banyak daerah di Indonesia yang masih menghadapi hambatan aksesibilitas geografis dan availabilitas fasilitas kesehatan.

This studi's aim is to develop a model of service utilization on community case management of childhood illnesses. It was conducetd in Central Southern Timor (CST) district, East Nusa Tenggara Province, Indonesia which implements C-IMCI/REACH program since 2010. This is a combined qualitativequantitative- qualitative study. The research was designed as an ecology study, using cross sectional method of quantitative study. 5.502 out of 7.675 children under five years old were involved in this study. Cluster analysis was done to produce analysis unit of 40 villages to be used for further statistic data processing. In multivariate of linier regression, we found that the level of community empowerment can predict the utilization of promotive-preventive services (β = 0.355; R2 = 16%). Altogether, the level of community empowerment (β = 0.196) and the cadre availability (β = 0.678) can predict curative utilization with R2 = 52.5%. Spatial model shows the patern that the higher accessibility of village the higher service utilization will be. This study concludes if delivery service of community case management of childhood illnesses through the CIMCI program is relevant to be implemented in many areas in Indonesia which have barrier in geographic accessibility and health facility availability"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
D1896
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Astrifianti
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan Cakung. Penelitian ini merupakan penelitian deskripstif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil dari setiap indikator diukur pada lima poin skala ordinal: sangat baik, baik, cukup, buruk dan sangat buruk. Sampel diambil berdasarkan teknik sampling non probabilitas, secara accidental. Berdasarkan hasil analisa data pada setiap indikator didapatkan hasil bahwa indikator input dinilai cukup, indikator poses dinilai buruk dan indikator output dinilai cukup. Sehingga didapatkan hasil akhir bahwa kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan Cakung adalah cukup.

This research aims to analyse the quality of health services at Cakung Subdistrict health center. This research is a descriptive research with quantitative approach. The outcome of every indicators was measured on five-point ordinal scales: Very Good, Good, Fair Enough, Bad and Very Bad. The sample was taken based on non probability sampling technique, in an accidental manner. Based on the analysis result on every indicators, the research result shows that input indicator is fair enough, process indicator is bad and output indicator is fair enough. So the final result shows that the quality of health services at Cakung Subdistrict health center is fair enough.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rossalina
"[Penelitian ini merupakan studi kualitatif untuk mengetahui profil dan beban kerja petugas yayasan dan petugas kesehatan di layanan primer (puskesmas) di sekitar Yayasan Galuh, perilaku mencari pertolongan dari pengguna jasa layanan Yayasan Galuh, kebutuhan pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh maupun petugas puskesmas di sekitar yayasan. Penelitian dilakukan dengan melakukan focus group discussion (FGD) dan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap petugas Yayasan Galuh, petugas Puskesmas Pengasinan, petugas Dinas Sosial Kota Bekasi, konsumer, dan keluarganya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Petugas Yayasan Galuh dan Petugas Puskesmas memiliki pengetahuan dan pelatihan yang minim di bidang kesehatan jiwa dan beban kerja yang tinggi. Inisiatif pengobatan terbanyak atas keinginan keluarga. Beberapa hal yang menyebabkan keluarga memilih pengobatan jiwa tradisional di Yayasan Galuh antara lain: tidak memiliki pelaku rawat, biaya perawatan di Yayasan Galuh yang terjangkau, perbaikan gejala gangguan jiwa, dan kurangnya pengetahuan akan penyakit jiwa. Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh yang paling banyak diungkapkan adalah pelatihan di bidang kesehatan fisik. Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh di bidang kesehatan jiwa yaitu : gejala, diagnosis dan pengobatan gangguan jiwa, tehnik komunikasi dengan ODGJ, cara perawatan ODGJ dengan: perilaku kekerasan, isolasi diri, perawatan diri kurang, perilaku kacau. Petugas puskesmas merasa perlu mendapatkan pelatihan bagaimana dapat melakukan deteksi dini, dapat mengenali tanda dan gejala gangguan jiwa yang lazim pada orang yang datang berobat ke Puskesmas.;This study is a qualitative study to explore the profile and workload profiles of foundation staff and primary health care staff workers in the area surrounding Galuh Foundation, help seeking behavior of Galuh foundation service users, the training needs for Galuh foundation staff and Primary Health Care Staff in the Area Surrounding Galuh Foundation. Data collection was done through focus group discussion (FGD) and in-depth interviews with Galuh Foundation staff and primary health care staff, Bekasi social service officers, service users and their family. The results showed that the Galuh Foundation staff and primary health care staffs in the surrounding area have high workload, with minimal knowledge and training in mental health. Most treatment initiatives came from the family. Some of the reasons cited from family members for choosing traditional treatment in Galuh Foundation were lack of caregivers at home, affordable cost at Galuh Foundation, improvement of mental illness symptoms after receiving care at Galuh Foundation, and lack of knowledge related to mental illness. The most widely expressed training needs were of physical health related training. Mental health training needs identified from Galuh Foundation Staffs were: symptoms, diagnosis and treatment of mental disorders, communication techniques with mentally ill persons, how to care for person with: violent behavior , self-isolation , poor self care , bizzare behavior. Primary health care staffs expressed needs to get mental health training in: mental illness early detection, signs and symptoms recognition of common mental disorders in community members who present to the primary health care., This study is a qualitative study to explore the profile and workload profiles of foundation staff and primary health care staff workers in the area surrounding Galuh Foundation, help seeking behavior of Galuh foundation service users, the training needs for Galuh foundation staff and Primary Health Care Staff in the Area Surrounding Galuh Foundation. Data collection was done through focus group discussion (FGD) and in-depth interviews with Galuh Foundation staff and primary health care staff, Bekasi social service officers, service users and their family. The results showed that the Galuh Foundation staff and primary health care staffs in the surrounding area have high workload, with minimal knowledge and training in mental health. Most treatment initiatives came from the family. Some of the reasons cited from family members for choosing traditional treatment in Galuh Foundation were lack of caregivers at home, affordable cost at Galuh Foundation, improvement of mental illness symptoms after receiving care at Galuh Foundation, and lack of knowledge related to mental illness. The most widely expressed training needs were of physical health related training. Mental health training needs identified from Galuh Foundation Staffs were: symptoms, diagnosis and treatment of mental disorders, communication techniques with mentally ill persons, how to care for person with: violent behavior , self-isolation , poor self care , bizzare behavior. Primary health care staffs expressed needs to get mental health training in: mental illness early detection, signs and symptoms recognition of common mental disorders in community members who present to the primary health care.]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julie Rostina
"Penelitian ini menggunakan desain Rapid Assesmenl Procedures (RAP) dengan menerapkan metoda pendekatan kualitatif yang bertujuan mcndapatkan infonnasi yang mendalam mcngcnai gambaran koniidensialitas yang ada di puskesmas PKPR “Y” dan “X” Jakarta Selatan. Penelitian melibatkan remaja sebagai klien PKPR dan provider serta para pcmbuat kebiiakan dari pusat hingga tingkat puskesmas. Terdapat kesenjangan pengetahuan mengenai sehat, kesehatan reprcduksi dan kesehatan reproduksi, akses informasi PKPR, hukum yang melindungi hak~hak klien, serta pemahaman kerahasiaan di antara remaja, provider dan pembuat kebiiakan selain itu ada perbedaan persepsi mengenai konfidcnsialitas di PKPR menurut remaja, pnovider, dan pembuat kebUakan. Terjadi kesenjangan antara standar peiayanan dengan implementasi di lapangan dalam peiaksanaan prinsiflprinsif kerahasiaan di PKPR.Disarankan kepada Kepada Departemen Kesehatan untuk: 1) membuat buku panduan pelayanan kesehatan remaja yang dapat menjamin kerahasiaan di PKPR. 2) Bekerja sama dan berkoordinasi dengan dcpartemen tcrkait seperti Depclagri, Dep, dan Depag dalam sosialisasi PKPR. 3) Menjadikan program peer educator dan peer counselor sebagai salah satu media dan stratcgi penyebaran infom1asi. Kepada Sudinkes dan Dinas Kesehatan terkait: 1) Menjadikan program peer educator dan peer counselor sebagai salah satu media dan strategi penyebaran informasi mengenai kesehatan reproduksi, 2) Mengevaluasi dan monitoring PKPR secara rutin, 3) Melakukan pelatihan mengenai konfidensialitas pada semua tim PKPR oleh ahli dan praktisi konseling. Bagi Puskcsmas PKPR: 1) Membuat standar pelayanan yang memasukkan sikap dan etika petugas selama pelayanan kesehatan remaja, 2) Membuat jadwal yang ramah remzja. Kepada LSM: Bekeria sama dengan puskesmas PKPR dalam sosialisasi kesehatan rcproduksi pada remaja dan maupun mcnjadi sarana mjukan PKPR. Organisasi Profesi: Menyusun dan memperbaharui standar pelaksanaan profesi yang terkait dengan pelayanan kesehatan yang konfidensial pada remaja. Bagi Peneliti lain: Perlu dilakukan lebih dalam lagi mengenai pengaruh dan dampak konfidensilitas dalam pelayanan remaja.

The study used qualitative method which the objective is to gain infomation deeply on confidentiality at Adolescent Friendly Health Services (AFHS) in Primary Health Care “Y” and “X” South Jakarta. This study involved Adolescent who had treated in AFHS as an informant and providers and policy makers as key informants. There are still lacking knowledge on health, reproductive health, adolescent reproductive health, access of information on AFHS, client’s rights, policy of cIient’s rights and also definition of confidentiality among clients, providers, and decision makers. Beside there is a different perception on confidentiality among them. Still lacking between standard and implementation on confidentiality at AFHS. Suggestion for Ministry of Health: 1) Developing guideline confidentiality services at AFHS. 2) Collaboration with Ministry of Home Afairs, the Ministry of National Education of Indonesia, and Department of Religious AlTairs for socialization on AFI-IS and reproductive health. District Level Health Office: 1) Monitoring and evaluation periodically, 2) attempting training on confidentiality at adolescent services for AFHS workers by an expert. For Primary Health Care Services: I) Provide standard of services which include ethics and attitude on AFHS services, 2) provide friendly schedule for adolescents. NGOs: collaboration with primary health care which provides AFHS on socialization reproductive health and for referral services. Professional organization: developing and refresh guideline of professional services on confidentiality for adolescent services. Others researcher: needs for following up research on impact of confidentiality on adolescent services."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34255
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>