Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123026 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Hafidz S.
"Pada suatu Perseroan Terbatas dari segi kepemilikan saham terdapat dua jenis yaitu pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Pemegang saham mayoritas dan minoritas memiliki hak dan kewajiban yang sama terutama dalam pengambilan keputusan. Mengenai pengajuan permohonan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kepada ketua pengadilan negeri seharusnya melalui kesepakatan dan persetujuan bersama. Pada penelitian ini pemegang saham mayoritas dalam permohonannya tidak mengikutsertakan pemegang saham minoritas. Dalam proses permohonan di PN Batam (PN Batam) Majelis Hakim tidak menerima permohonan yang diajukan dengan dasar pertimbangan hukum adanya sengketa yang terjadi diluar pengadilan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai (1) pertimbangan Majelis Hakim dalam menetapkan permohonan RUPS yang tidak mengikutsertakan pemegang saham minoritas; (2) perlindungan hak pemegang saham minoritas dalam pengajuan permohonan RUPS ke pengadilan negeri. Untuk menjawab permasalahan tersebut pada penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatori. Data yang digunakan ialah data sekunder dengan wawancara sebagai data pendukung. Pengumpulan data dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Bentuk hasil penelitian ini berbentuk penelitian eksplanatoris-analisis. Hasil analisis (1) pertimbangan Majelis Hakim dalam menetapkan permohonan RUPS Majelis Hakim PN Batam memiliki pertimbangan bahwa adanya sengketa diluar pengadilan dan tidak diikutsertakannya pemegang saham minoritas dinilai telah salah dalam menerapkan hukum dan melanggarakan prinsip ultra petita dalam permohonan yang diajukan pemohon. Hasil analisis (2) perlindungan hak pemegang saham minoritas dalam pengajuan permohonan RUPS ke pengadilan negeri pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas belum mencakup seluruhnya, perlu diatur lebih lanjut bahwa sebelum pengajuan ke pengadilan negeri perlu adanya persetujuan seluruh pemegang saham, selanjutnya diperlukan penyesuaian terdapat Anggaran Dasar Perseroan terbatas dan demi memperkuat perlindungan hak pemegang saham perlu adanya perjanjian pemegang saham yang dibuat sebelum pendirian Perseroan terbatas.

A limited Liability Company, there are two types of shareholders, namely majority shareholders and minority shareholders. The rights and obligations between majority and minority shareholders must be fair and balanced, especially in making decisions. Regarding the application for General Meeting of Shareholders to district court chief should be through mutual agreement and approval. In this study, the majority shareholder did not include the minority shareholders on their application. The panel of judges of Batam district court did not accept the application submitted with the considerations that there were disputes that occurred outside the court. The issues raised in this study are: 1. The consideration of the panel of judges in determining the GMS application that did not include minority shareholders; 2. The protection of the rights of minority shareholders in submitting an application for GMS to district court. To answer these problems, this research used a juridical-normative research method with an explanatory research typology. The data used is secondary data with interview as supporting data. The data collection in this research is qualitative. The results of the analysis (1) The consideration of the Batam district court’s panel of judges in determining the GMS application is considered wrongly applied the law and violated the ultra petita principle. The results of the analysis (2) The protection of minority shareholder’s rights in submitting an application for GMS to district court in Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company has not been fully covered, it needs to be further regulated that before submitting to district court the approval of all shareholders is required, there is an adjustment in articles of association of Limited Liability Company and in order to strengthen the protection of the rights of shareholders, it is necessary to have a shareholder agreement made prior to the establishment of Limited Liability Company. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gandhi Mantan Alam
"Singkatnya, penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran mengenai konsekuensi hukum dan juga bentuk perlindungan pemegang saham minoritas terhadap penyelenggaraan RUPS tahunan yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ("UU PT") pada PT Tertutup. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah (i) bagaimana konsekuensi hukum penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Tertutup yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pasal 78 ayat (2) UU PT dan juga (ii) bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan kepada para pemegang saham minoritas PT Tertutup terhadap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan yang melewati jangka waktu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini khususnya membahas mengenai permasalahan bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan UU PT.
Dalam penelitian ini peneliti membahas mengenai tinjauan umum tentang perseroan terbatas, saham, pemegang saham, dan rapat umum pemegang saham tahunan. Selain itu dibahas juga mengenai pengaturan dan pelaksanaan perlindungan hukum pemegang saham minoritas pada PT tertutup dan juga mengenai perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas PT tertutup dalam hal penyelenggaraan rups tahunan yang melewati jangka waktu.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaturan mengenai penyelenggaraan RUPS tahunan dalam UU PT merupakan "mandatory rule" dan juga terdapat beberapa perlindungan hukum dalam bentuk yang dinilai cukup melindungi, berupa cara/upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang saham minoritas untuk melindungi hak-hak dan kepentingan mereka terkait penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu ini.

In brief, this research aim to capture a legal consequences and the protection to the minority shareholder(s), in connection with the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under the Law of the Republic of Indonesia No. 40 year 2007 concerning Limited Liability Company ("Company Law"). The main idea of this research are as following: (i) what is the legal consequences to the implementation of annual general meeting of shareholders of a limited liability company that exceeds the mandatory period as stipulated under Article 78 paragraph (2) of Company Law concerning Company Law?, and (ii) what is the protection given to the minority shareholder (s) against implementation of Annual General Meeting of Shareholders as abovementioned? The research method that used in this thesis is normative juridical research, based on secondary data that has been collected during the research. This research specifically addresses the issue on the protection to the minority shareholder(s) as given by Company Law.
In this thesis, the researcher addresses the review on the limited liability itself, shares, the shareholder(s), and the annual general meeting of shareholders. The review also focused on the stipulation and the implementation of the legal protection to the minority shareholders of a limited liability company, especially pertaining to the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under Company Law.
This research concludes that the Company Law stipulates that implementation of an annual general meeting of shareholders s mandatory, and there are sufficient legal protection, in form of legal action that may be performed by the minority shareholders in order to protect their rights and interest pertaining , especially pertaining to the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under Company Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gandhi Mantan Alam
"Skripsi ini membahas mengenai penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan di dalam ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dengan mengambil studi kasus penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka wakt di PT AMCapital. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa menurut ketentuan Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, RUPS Tahunan wajib diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. Dengan adanya kata "wajib" di dalam ketentuan tersebut, maka dapat dikatan ketentuan tersebut bersifat imperatif (mandatory rule). Akan tetapi tidak terdapat Konsekuensi Hukum apapun (sanksi dalam bentuk denda, peringatan/teguran atau dalam bentuk apapun juga) terhadap penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Dengan tidak adanya sanksi dalam hal terjadi penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu yang ditentukan dalam UU PT 2007, maka Penulis mendapatkan juga kesimpulan bahwa tidak terdapat perlindungan hukum terhadap para pemegang saham terhadap penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Akan tetapi terdapat upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang saham terkait penyelenggaraan RUPS tahunan yang melewati jangka waktu yang telah ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

This paper discusses the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders (AGM) which exceed a period as specified in the provisions of Law no. 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, by taking a case study of the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders exceed period at PT AMCapital Indonesia. The method used in this study is normative juridical research, using secondary data. This study concluded that under the provisions of Article 78 paragraph (2) of Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, Annual General Meeting shall be held no later than 6 (six) months after fiscal year end. With the word "shall" in these provisions, it can such provision is imperative (mandatory rule). However, there is not any legal consequences (sanctions in the form of fines, warning / reprimand or in any form) of the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders which exceed a period as specified in Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company.
In the absence of sanctions in the event of implementation of the Annual General Meeting of Shareholders which exceed a period specified in the Act PT 2007, the authors have also concluded that there is no legal protection against the shareholders of the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders which exceed a period of time stipulated in Law No. 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company. However, there are efforts that can be done by the relevant shareholders through the annual GMS implementation period specified in the Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1533
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Namira
"Tesis ini membahas kasus mengenai Perseroan Terbatas yang telah melakukan pemanggilan untuk RUPS Pertama, RUPS Kedua, RUPS Ketiga dan RUPS Kempat, tetapi tidak dapat diselenggarakan dikarenakan tidak tercapai kuorum kehadiran dalam RUPS tersebut. Jenis penelitian ini adalah hukum normatif, dengan metode penelitian kepustakaan dengan studi kasus terhadap permohonan penetapan kuorum RUPS setelah RUPS Ketiga dalam Putusan Nomor: 1199/K/Pdt/2010. Dalam kasus ini, Perseroan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar ditetapkan kuorum untuk RUPS Kelima. Namun Ketua Pengadilan Negeri menolak permohonan tersebut dengan didasarkan kepada pertimbangan hukum bahwa Perseroan telah melakukan pemanggilan dan menyelenggarakan RUPS sebanyak 4 (empat) kali, sedangkan yang diatur dalam pasal 86 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah mengenai permohonan Perseroan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar ditetapkan kuorum untuk menyelenggarakan RUPS Ketiga. Sehingga permohonan yang diajukan oleh Perseroan tersebut tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 86 ayat (5) UUPT.
Tesis ini juga membahas mengenai kewenangan Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili permohonan penetapan kuorum RUPS. Pasal 86 ayat (7) UUPT mengatur bahwa penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam kasus yang dibahas dalam tesis ini, permohonan penetapan kuorum RUPS yang diajukan oleh Perseroan telah ditolak oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun Perseroan kemudian mengajukan upaya hukum kasasi dimana Mahkamah Agung memeriksa dan mengadili permohonan yang diajukan tersebut. Oleh karena Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak permohonan tersebut dan tidak memberikan penetapan mengenai kuorum RUPS, maka sesuai dengan ketentuan pasal 43 ayat (1) juncto penjelasan pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Agung, atas penetapan tersebut dapat diajukan upaya hukum kasasi. Sehingga Mahkamah Agung berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan kasasi yang diajukan oleh Perseroan.

This thesis addresses a case regarding a Limited Liability Company which have issued a notice to the First GMS, Second GMS, Third GMS and Fourth GMS, but could not be held since the GMS did not present the attendance quorum. This normative research conducted using the literature study completed with case study to stipulation of quorum of GMS after the Third GMS, The Supreme Court Decision number: 1199/K/Pdt/2010. In this case, the Company filed a petition to the Chairman of Central Jakarta District Court to determine a quorum attendance for the Fifth GMS. However, the Chairman of Central Jakarta District Court decided to decline the petition which based on the legal consideration, stating that the Company have issued a notice and held the GMS for 4 (four) times, whereas pursuant to Article 86 paragraph (5) of the Law of Limited Liability Company (Company Law) a Company may file a petition to the Chairman of District Court to determine the quorum attendance for the third GMS. Hence, that petition filed by the Company does not fulfill the stipulation of Article 86 paragraph (5) of the Company Law.
This thesis also addresses the authority of the Supreme Court on investigating and adjudicating the petition for GMS? quorum determination. The Article 86 paragraph (7) of the Company Law stipulates that the determination of GMS quorum by the Chairman of District Court is final and binding. In this case, the petition of determination of GMS quorum which have been filed by the Company has been declined by the Chairman of Central Jakarta District Court. Furthermore, the Company then appealed for the same petition where the Supreme Court performed an investigation and adjudicated the said appeal. Since the Chairman of Central Jakarta District Court decided to decline the petition and did not determine the GMS quorum, in accordance to Article 43 paragraph (1) of the Law of Supreme Court and its elucidation, such decision can be filed for an appeal. Hence, the Supreme Court is authorized to investigate and adjudicate the said appeal which filed by the Company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31070
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Pradita
"Klasifikasi saham dengan hak suara multipel adalah klasifikasi saham dimana suatu saham dapat memberikan hak suara multipel kepada pemegang saham yang telah sesuai persyaratan yang diatur. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22/POJK.04/2021 tentang penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel oleh emiten dengan inovasi dan tingkat pertumbuhan tinggi yang melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas berupa saham mengatur lebih detail mengenai penerapan teknis sistem ini, selain itu juga diikuti oleh Peraturan I-A Tahun 2021 dan Peraturan I-Y Tahun 2022 yang dikeluarkan Bursa Efek Indonesia yang mendukung Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22/POJK.04/2021 tersebut. Namun, penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel dalam perusahaan terbuka menimbulkan pertanyaan tentang seperti apa wujud perlindungan hukum kepada pemegang saham minoritas dalam sistem baru ini, yang dimana aturan-aturan yang ada lebih menitikberatkan kepentingan hukum dari para pemegang saham mayoritas. Penelitian ini membahas apakah peraturan perundang-undangan yang ada sudah cukup dalam mengatur klasifikasi saham dengan hak suara multipel dalam perusahaan terbuka menarik untuk dibahas. Selain itu, juga membahas bentuk perlindungan hukum yang tepat terhadap pemegang saham minoritas pada perusahaan terbuka yang menerapkan klasifikasi saham dengan hak suara multipel. Penelitian ini bertujuan menganalisis perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas dalam perusahaan terbuka yang menerapkan klasifikasi saham dengan hak suara multipel. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan didukung dengan studi kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa klasifikasi saham dengan hak suara multipel memberikan perlindungan terhadap kendali yang dimiliki para pendiri perusahaan terbuka. Namun, sistem ini cenderung akan mengurangi representasi kepentingan pemegang saham minoritas. Perlindungan hukum secara preventif dapat dilakukan dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik. Penilaian atas kepatuhan terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik disarankan untuk diwajibkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia. Sehingga, peran dari pengawas pasar modal dan bursa efek juga sangat krusial dalam mengawasi jalannya kegiatan pasar modal yang sehat.

The classification of shares with multiple voting rights refers to the classification of shares wherein a single share can grant multiple voting rights to shareholders who meet specific predetermined requirements. The Financial Services Authority Regulation No. 22/POJK.04/2021 on the implementation of the classification of shares with multiple voting rights by issuers with innovation and high growth rates conducting public offerings of equity securities in the form of shares provides more detailed provisions regarding the technical implementation of this system. Additionally, it is complemented by the Indonesia Stock Exchange by issuing Regulation I-A of 2021 and I-Y of 2022, which support the Financial Services Authority Regulation No. 22/POJK.04/2021. However, the implementation of the classification of shares with multiple voting rights in publicly listed companies raises questions about the form of legal protection for minority shareholders within this new system, where the existing rules seem to emphasize the legal interests of majority shareholders. This research aims to explore whether the existing regulations are sufficient in regulating the classification of shares with multiple voting rights in publicly listed. Furthermore, the research delves into discussing the appropriate forms of legal protection for minority shareholders in publicly listed companies that adopt the classification of shares with multiple voting rights. The primary objective of this research is to analyze the legal protection for minority shareholders in publicly listed companies which implementing the classification of shares with multiple voting rights. The research utilizes a normative juridical analysis method, supported by literature study. Based on the research findings, it can be concluded that the classification of shares with multiple voting rights provides protection for the control held by the founders of publicly listed companies. However, this system tends to reduce the representation of minority shareholders' interests. Preventive legal protection can be achieved through the implementation of effective corporate governance. It is recommended that the assessment of compliance with good corporate governance principles be made mandatory by the Financial Services Authority and the Indonesia Stock Exchange. Consequently, the roles of capital market and stock exchange supervisors become crucial in overseeing the proper functioning of the capital market activities."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prisa Pramitajati Pracaya
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pentingnya pemegang saham meneliti keabsahan nama sebagai pemilik saham yang tercantum dalam Daftar Pemegang Saham sebelum mengajukan Hak Pemeriksaan terhadap Perseroan Terbatas. Ketentuan ini berkaitan dengan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengenai hak pemegang saham yang berlaku setelah saham tercatat dalam Daftar Pemegang Saham atas nama pemiliknya. Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder dan wawancara tertulis dengan narasumber guna mendapat keterangan mengenai dasar alasan ditetapkannya jumlah minimum kepemilikan saham sebagai syarat utama diajukannya Hak Pemeriksaan di dalam Rancangan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Yang menjadi dasar penentuan syarat minimum jumlah kepemilikan saham paling sedikit sebesar 1/10 (satu persepuluh) bagian dan jumlah seluruh saham dengan hak suara adalah demi untuk melindungi kepentingan perusahaan dari pihak-pihak yang mempunyai itikad tidak baik untuk mengganggu operasional suatu perusahaan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan di dalamnya. Pengajuan permohonan Hak Pemeriksaan dapat dilakukan oleh pemegang saham yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham. Notaris sebagai pejabat umum mempunyai peranan dalam turut mencegah permohonan hak pemeriksaan oleh pemegang saham, yaitu dengan memberikan penyuluhan hukum kepada pemegang saham maupun anggota Direksi dan Dewan Komisaris dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan tetap berpedoman pada prinsip mandiri dan tidak berpihak. Notaris harus mempunyai dasar pengetahuan yang memadai dalam memberikan saran dan pendapat hukum, sehingga profesi Notaris bukan hanya sekedar pembuat akta, namun merupakan profesi hukum yang mempunyai integritas, martabat dan wibawa di dalam masyarakat.

ABSTRACT
This thesis describes the importance of shareholders to check the validity of names as shareholders contained in the Register of Shareholders prior to submitting the request for Rights to Check toward the Limited Liability Company. This provision has a connection with Article 52 paragraph (2) Law Number 40 of 2007 regarding Limited Liability Company on the rights of shareholders which shall be effective after recording of shares in the Register of Shareholders in favor of the owner thereof. In the writing of this thesis the writer adopts literature research method using secondary data and written interview with resource-persons to obtain any information concerning the basis for stipulation of minimum amount of shareholding as main requirements for the submission of Rights to Check in the Draft Law Number 40 of 2007 regarding Limited Liability Company. The basis for minimum requirement of total shareholding of at least 1/10 (one-tenth) portion of total shares with voting rights shall be protecting the interest of the company from any parties with bad faith who intend to interrupt the operation of a certain company that may
inflict a loss to the company and any parties who have interest therein. Submission of the request for Rights to Check can be made by any shareholders whose names are registered in the Register of Shareholders. Notary Public has, as public official, a role to participate in avoiding the request for the rights to check by any shareholder, namely by giving legal information to shareholders or members of Directors and
Board of Commissioners in the forum of General Meeting of Shareholders (RUPS) by continuously referring to principles of independence and impartiality. Notary public shall have sufficient basic knowledge in giving suggestion and legal opinion, so that the profession of Notary Public is not only drawing up any deeds, but also serving as legal profession who has integrity, dignity and influence in society."
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39355
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Nena BP Rachmadi
"Keberadaan pemegang saham layaknya jantung bagi perseroan. Ketentuan perundang - undangan mesyaratkan suatu perseroan haruslah didirikan sedikitnya oleh 2 (dua) orang. Bermula dari ketentuan inilah kemudian muncul istilah pemegang saham minoritas dan mayoritas. Idealnya pemegang saham baik mayoritas maupun minoritas dapat memiliki keinginan yang selaras dalam suatu perseroan. Hal ini diwujudkan dengan pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah mufakat. Namun, hal ini sangatlah sulit dicapai karena adanya perbedaan kepentingan diantara masing - masing pemegang saham. Seringkali dalam RUPS pengambilan keputusan dilakukan dengan voting. Mekanisme ini menimbulkan adanya dominasi dari pemegang saham mayoritas untuk menetukan arah kebijakan perseroan. Khususnya dalam keputusan untuk membubarkan suatu perseroan seringkali pemegang saham minoritas menjadi salah satu pihak yang dirugikan. Untuk mengantisipasi hal inilah maka diperlukan suatu mekanisme untuk melindungi hak - hak pemegang saham minoritas.

The shareholders are the main part for the company. Invite the constitution, the company must be established at least by two person. Starting from this provision appears the majority and the minority shareholders. Ideally majority shareholders and minorities have the same purpose, so decision making can be done by deliberation. But that is very difficult to reach because there is the difference of interest between them. In company meeting, frequently decision making done by voting. This mechanism raises the dominance of the majority shareholders to determine company policy. Especially in liquidation of the company minority shareholders often as the injured party. To prevent this condition required some protection mechanism to protect the rights of minority shareholders."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Tagor Ricardo
"Tesis ini membahas mengenai 2 dua aturan yang berbeda terkait permohonan pemeriksaan terhadap Perseroan Terbatas PT oleh pemegang saham minoritas, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UU No. 40/2007 dan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 032/SK/IV/2006 tentang Memberlakukan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan KKMA Pedoman Teknis 2006, yang juga dibahas melalui contoh kasus permohonan pemeriksaan PT SLJ Global Tbk. Secara khusus, tesis ini mengkaji bagaimana sifat pemeriksaan dari permohonan pemeriksaan terhadap PT oleh pemegang saham minoritas menurut UU No. 40/2007 dan ketentuan mana yang berlaku dalam hal terjadi perbedaan pengaturan mengenai sifat pemeriksaan dari permohonan pemeriksaan terhadap PT antara KKMA Pedoman Teknis 2006 dengan UU No. 40/2007.
Hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif menunjukkan bahwa pemeriksaan dari permohonan pemeriksaan terhadap PT dalam UU No. 40/2007 seharusnya bersifat voluntair, bukan contentiosa. Hal ini berdasarkan pada ketentuan-ketentuan terkait permohonan pemeriksaan terhadap PT dalam UU No. 40/2007 yang: i menggunakan terminologi upaya hukum yang mengacu pada sifat voluntair, yaitu 'permohonan', ii pengaturan mengenai pihak berperkara hanya diberikan terhadap 'pemohon', iii menunjukkan ketiadaan sengketa, dan iv memberikan batas waktu penyelesaian pemeriksaan PT oleh ahli pemeriksa terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli pemeriksa berdasarkan penetapan pengadilan negeri. Adapun penentuan aturan mana yang berlaku seharusnya mengacu kepada asas pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu asas kesesuaian jenis, hierarki dan materi muatan. Dalam hal ini, demi terciptanya kepastian hukum, seharusnya KKMA Pedoman Teknis 2006 tunduk pada ketentuan UU No. 40/2007 mengenai permohonan pemeriksaan terhadap PT.

This thesis discusses about 2 two different regulations related to the company examination petition by minority shareholders, namely Law Number 40 Year 2007 on Limited Liability Company the 'Company Law' and Decision of Head of Supreme Court of Republic of Indonesia Number 032 SK IV 2006 on Enforcing the Book II of Guidance of Court rsquo s Duties and Administration the 'Supreme Court Guidance', which are also discussed through a case study of the company examination petition of PT SLJ Global Tbk. Specifically, this thesis assesses on how the nature of the examination of the company examination petition by minority shareholders under the Company Law and which regulation should be applied when there are different provision on the nature of the examination of the company examination petition between the Supreme Court Guidance and the Company Law.
The result of the analysis conducted through the method of normative juridical research shows that the examination of the company examination petition under the Company Law should be in the nature of 'voluntair' voluntary, not 'contentiosa' contentious. The foregoing is based on the relevant provisions of the company examination petition under the Company Law which i use a term for legal remedy that refers to the nature of voluntary, namely 'petition' ii regulate that the litigant party is only given to 1 one party, 'petitioner' iii indicate the absence of dispute and iv provide that examination completion deadline by the examiner expert as of the appointment of the examiner expert based on the district court stipulation. As for the determination of the applicable regulation, it should refer to the principle of the lawmaking, namely principle of suitability of type, hierarchy and content material. In this regard, for the sake of the legal certainty, the Supreme Court Guidance should be subject to the provisions under the Company Law on the company examination petition.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Griselda Meira Dinanti
"Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan RUPS Tahunan , berdasarkan Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UU Perseroan Terbatas Pasal 78 ayat 2 wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 enam bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, namun kewajiban ini tidak diikuti dengan sanksi, Tesis ini, mengambil contoh RUPS Tahunan yang melebihi jangka waktunya diselenggarakan oleh PT Bank Bank, sebagai perseroan terbatas yang menjalankan usaha perbankan, Bank tidak hanya diatur dengan UU Perseroan Terbatas, tetapi tunduk juga kepada pertaturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan, yang secara implisit mengatur kewajiban penyelenggaraan RUPS Tahunan. Dan atas keterlambatan penyelenggaraan tersebut dapat menimbulkan pertanyaan bagaimana akibat hukum bagi perseroan terbatas dan bagaimana tanggung jawab dari Direksi atau Dewan Komisaris atau Pemegang Saham perseroan atas keterlambatan penyelenggaraan RUPS Tahunan tersebut. Penelitian ini menggunakan bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis.
Simpulan dari penelitian ini, bahwa dengan keterlambatan penyelenggaraan RUPS Tahunan dapat membawa akibat hukum kepada perseroan terbatas yaitu RUPS Tahunan tersebut tidak sah sehingga tidak sah pula keputusan yang diambil dalam RUPS Tahunan tersebut, dan atas keterlambatan ini Direksi dan Dewan Komisaris Bank dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi karena tidak menjalankan fungsinya sesuai dengan prinsip sebagaimana diamanatkan oleh perundang-undangan. Selain itu pemegang saham Bank, apabila dapat dibuktikan menyebabkan keterlambatan penyelenggaraan RUPS Tahunan, maka dapat juga bertanggungjawab atas akibat yang ditimbulkan dari keterlambatan penyelenggaraan RUPS Tahunan.

The Annual General Meeting of the Shareholders AGMS , pursuant to Law No. 40 year 2007 concerning Limited Liability Company Company Law on Article 78 paragraph 2 shall be conducted no later than 6 six months after the closing of the company fiscal year, but this mandatory rule does not provide its sanction. This thesis, take an example of a delayed AGMS conducted by PT Bank the Bank , as limited liability company the Company which runs banking business, the Bank not only regulated by the Company Law, but also subject to the regulations which issued by Bank Indonesia and or the Financial Services Authority OJK , which implicitly regulates the obligation to conduct the AGMS on time. And of the delay of the conducting AGMS, may raise question how the legal consequence to the Company and how is the responsibility of the Board of Directors BOD or Board of Commissioners BOC or the Shareholders of the Company of the delay of conducting the AGMS. This research uses a judicial normative form which is descriptive analytical.
The conclusion of this research, that the delay of conducting of the AGMS may cause legal consequence to the Company that is the AGMS was not valid, therefore any decision take on that AGMS is not valid also, and upon the delay, the BOD, BOC may personally liable because they does not perform their function as mandated by the law. Besides, the shareholders of the Bank, if it can be proven to cause the delays of the AGMS, they may also liable for the consequence that raised by the delay of conducting the AGMS.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisangihe, Carla Tania
"Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Perseroan Terbatas memerlukan organ
perseroan. Salah satu organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham
yang fungsinya antara lain melakukan persetujuan terhadap perubahan anggaran
dasar perseroan dan perubahan data perseroan. Akta Risalah Rapat Umum
Pemegang Saham dapat dibuat secara notariil maupun dibawah tangan. Undang-
Undang Perseroan Terbatas mengatur bahwa perubahan anggaran dasar perseroan
maupun data perseroan harus dimohonkan persetujuan atau diberitahukan kepada
Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Untuk keperluan permohonan dan
pemberitahuan ini, perubahan anggaran dasar perseroan ditentukan harus
dinyatakan dalam suatu akta notaris. Sedangkan, perubahan data perseroan tidak
ditentukan harus dalam bentuk akta notariil atau cukup dengan akta dibawah
tangan. Namun demikian, perseroan kadang hanya menyatakan risalah rapat
tersebut secara internal yaitu hanya dinyatakan dibawah tangan. Tesis ini akan
menganalisa keabsahan dan keberlakuan dari risalah rapat umum pemegang
saham dibawah tangan yang tidak dinyatakan secara notariil. Apabila perubahan
anggaran dasar hasil RUPS itu tidak dinyatakan dalam akta notaris dalam
tenggang waktu 30 (tigapuluh) hari, maka berita acara rapat yang berisi keputusan
RUPS atas perubahan anggaran dasar tidak boleh dinyatakan lagi dalam akta
notaris. Maka, sanksinya hanyalah tidak boleh dituangkan lagi kedalam akta
notaris. UUPT tidak mengatur kebatalannya akta tersebut apabila tidak dibuat
dalam akta notaris, sehingga risalah RUPS perubahan anggaran dasar yang dibuat
dibawah tangan tersebut tetap sah. Untuk mengetahui hal-hal tersebut, dilakukan
penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan kasus (case approach).;In conducting its business, a limited liability company requires and depends on its
organs. The General Meeting of Shareholders is one of the company’s organs
which has the function, among others, the approval of the changes to the
company's articles of association and company data changes. Deed of Minutes of
the General Meeting of Shareholders may be notarized or unnotarized. Indonesian
Limited Liability Company Act requires that changes in the company's articles of
association of the company and the changes in data must be requested approval or
notified to the Indonesian Minister of Justice and Human Rights. For the purposes
of this approval and notice, change the company's articles of association is
required to be stated in a notarial deed. Meanwhile, the company's data changes is
not required to be in the form of notarial deed. However, the company often only
made the minutes of the meeting stated internally that is in the form of
unnotarized deed. This thesis will analyze the validity and enforceability of the
unnotarized minutes of the general meeting of shareholders. If the minute of the
General Meeting was not notarized within a period of 30 (thirty) days, then the
minutes containing the changes in company’s constitution can not be stated again
in a notarial deed. Thus, the penalty is that the minutes no longer can be notarized.
Company Law does not regulate the deed becomes invalid if not made in the form
of notary deed, so that the minutes of the General Meetings remains valid. In
analyzing this, the method of this research will be a juridical normative method
with statute approach and case approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>