Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166156 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irhash A. Shamad
"Gejolak tuntutan otonomi daerah yang muncul di era Reformasi, mengindikasikan mandegnya pembangunan politik dan proses demokratisasi di Indonesia selama ini. Sejak lebih kurang empat dasawarsa yang lalu, rezim Orde Baru dalam menjalankan pemerintahannya, telah memperlihatkan hegemoni yang berlebihan bahkan cendrung mendominasi terhadap kehidupan berbangsa. Pluralisme kultural dalam negara bangsa semakin tidak dihargai, ketika sistem politik itu memaksakan homogenitas struktural dan kultural melalui jalur birokrasi yang sentralistis. Pembangunan ekonomi yang diwarnai intervensi politik dan eksploitasi sumber daya alam yang semakin menusuk ke unit sosial terbawah, telah menggerogoti kemandirian etnik di banyak daerah.
Pemberlakuan UUPD tahun 1979 sebagai upaya penyeragaman sistem pemerintahan, ditujukan untuk mengefektifkan pelaksanaan pembangunan di tingkat pedesaan. Pemberlakuan UU ini di Sumatera Barat telah mengakibatkan perubahan-perubahan struktural secara mendasar pada sistem sosial yang sudah mapan dan nyaris tidak pernah terusik semenjak masa kolonial. Pemecahan Nagari menjadi Desa telah menimbulkan berbagai akses negatif tidak hanya terhadap struktur kepemimpinan tradisional, juga berimplikasi pada perubahan-perubahan kultural dalam masyarakat Sumatera Barat. Berbagai anomi dan anomali dalam kehidupan masyarakat pedesaan terjadi akibat perubahan ini, pola kultur tradisional komunitas yang demokratik dan egaliter semakin terserabut di akarnya Namun demikian, ketika struktur baru "dipaksakan", ternyata tidak menimbulkan konflik eksternal yang berarti pada komunitas yang dulunya punya elit kritis terhadap kebijakan-kebijakan Pusat ini. Signifkansi penulisan ini justru ditempatkan pada persoalan bagaimana komunitas Minangkabau beserta elitnya -pada waktu ini- menanggapi sebuah perubahan.
Bila ditelusuri secara teoritis, terdapat dua kelompok kepentingan, yaitu : di tingkat subordinasi adalah komunitas Minangkabau dan di tingkat superordinasi (kelompok dominan) adalah Pemerintah Pusat. Sementara Pemerintah Daerah sebagai kelompok menengah berada di antara keduanya, setidaknya begitu menurut konsepsi formalnya. Benturan kepentingan antara kelompok dominan dan kelompok subordinasi telah menempatkan kelompok menengah pada posisi "ketegangan". Dari sisi inilah peran elit kepemimpinan daerah telusuri. Metodologi strukturisme sejarah digunakan dalam melihat faktor-faktor penyebab (causal factors) dari perubahan struktural yang terjadi di daerah ini.
Tiga priode pemerintahan di Sumatera Barat selama Orde Baru yang dijadikan subyek penelitian untuk pembahasan ini adalah : Priode Kepemimpinan Harlin Zain (1966-1977), Anwar Anas (1977-1987), dan Hasan Basri Darin (1987-1997). Ketiga priode ini masing-masing memiliki karakteristik yang tidak lama dan dalam kondisi politik yang berbeda pula Harlin Zain yang tampil di awal pemerintahan Orde Baru adalah seorang ekonom sipil yang tidak memiliki basis sosial di daerah ini. Sementara kondisi daerah yang "terpuruk" akibat PRRI, sangat memerlukan penanganan yang tepat. Program-program yang dijalankan dalam rangka pemulihan kondisi sosial dan politik masyarakat di daerah ini, ternyata berhasil meletakkan fondasi-fondasi sebagai landasan yang diperlukan dalam pembangunan ekonomi selanjutnya. Faktor keberhasilan ini, selain ditentukan oleh strategi dan pendekatan yang baik terhadap masyarakat, juga sangat diuntungkan oleh adanya hubungun simbiosis antara daerah dan pemerintah pusat di awal pemerintahan rezim ini. Namun demikian prioritas yang diberikan terhadap aspek ekonomi telah gagal dalam mengembangkan kesadaran subyektif kelompok semu (elit tradisional) kepada kesadaran komunitas mereka, sehingga resistensi kultural komunitas ini tidak makin menguat dalam progam pemulihan yang dijalankannya.
Azwar Anas yang teknokrat dan militer kemudian melanjutkan kepemimpinan Harun Zain. Program pembangunan ekonomi yang dirintis sejak masa Harun Zain telah memapankan struktur perekonomian masyarakat. Akan tetapi ketergantungan pada pemerintahan pusat tidak makin menurun. Otoritas kekuasaan pusat mulai menggerogoti hak-hak sosial komunitas di daerah dengan diberlakukannya UU No.5 Tahun 1979. Pemerintahan Nagari yang telah dikukuhkan kembali di masa Harun Zain, dimentahkan lagi justru juga oleh pemerintah Daerah sendiri, yaitu dengan menetapkan Jorang -yang dulu merupakan bagian dari Nagari- menjadi Desa sebagai unit pemerintahan terbawah. Pertimbangan ekonomi serta peluang mobilitas lebih mempengaruhi elit daerah dalam mengambil keputusan ini. Di sini, terlihat kecenderungan kelompok menengah terseret ke kepentingan kelompok dominan. Kondisi teknis seperti ini tidak cukup untuk memunculkan pemimpin yang berorientasi pada pembentukan kesadaran ideologi kelompok subordinasi, apalagi sentralisme birokrasi pemerintah pusat makin mewarnai perkembangan politik saat itu, sehingga tidak terpenuhi prasyarat pembentukan kelompok kepentingan yang bersifat konflik.
Dalam priode kepemimpinan Hasan Basri Durin muncul kesadaran akan kepentingan kelompok komunitas. Kesadaran ini kelihatannya lebih dipengaruhi oleh terkendalanya berbagai program pembangunan ketimbang berkurangnya otoritas pusat di daerah. Sikap apatis masyarakat terhadap pelaksanaan dan pemeliharaan hasil pembangunan itu sendiri serta munculnya berbagai konflik internal telah mendorong pemerintah daerah mencari solusi-solusi baru dalam format lama. Manunggal Sakato don Musyawarah Pembangunan Nagari sebagai aplikasi prinsip kegotong royongan dan musyawarah (dalam nilai tradisional) yang diupayakan untuk menggalang partisipasi rakyat dalam pembangunan, telah "menjawab" tuntutan masyarakat untuk kembali ke format pemerintahan nagari. Meskipun dalam prakteknya masih dibungkus dengan budaya formalisme Orde Baru, namun apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah saat ini, setidaknya telah sedikit menggeser pola kebijakan pemerintah daerah dari kepentingan kelompok dominan ke kesadaran kepentingan kelompok semu (komunitas).

Hegemony of Central Politics and Local Ethnics Autonomy: Leadership of West Sumatera in New Order Indonesia The turbulence of regional autonomy demand that arise during Reformation era indicates slowing political and democratization development process in Indonesia so far. Since the past approximately four decades, the New Order regime in running its government has shown excessive hegemonic power - even trend to dominate-towards the nation life. Cultural pluralism in the nation state is no longer appreciated, when the political system forced structural and cultural homogeneity through centralized by political intervention and exploitation of natural resources that penetrated the lowest social unit, have undermined ethnic self-reliance in many region.
Enactment of WPD 1979 (Villages Government Laws 1979) as an act of homogenization of the government system, is intended to make more effective development implementation in village level. Enactment of this law in West Sumatera has caused fundamental structural changes in the established social system which is almost unchanged since the colonial period Splitting of Nagari into Desa have caused various negative excess, but also it has implication towards cultural changes in the people of West Sumatera . Various anomie(discrepancies) and anomalies in the life of village community occurred due to this changes, democratic and egalitarian as traditional cultural pattern of this community has become more uproot. However, when the new structure is "forced", it turned that it not caused significantly external conflict in this community which previously has aitical elites towards the policies of the central government one. The significance of this writing is the problem how the Minangkabau community and its elites -presently- respond a change.
If we trace it theoretically, there are two interest groups, namely: in subordination level is the Minangkabau community and in super ordination level (dominant group) is the central government. While the regional government as medium group that exists between them, at least according its formal conception. Clash of interest between the dominant group and subordinate group has placed the medium group in "strain" position. From there, the role of regional elite leadership will trace. The historical structures methodology is used in considering the causal factors of structural change in the established social system in this region.
The three government periods in the West Sumatera during the New Order that become the subject of this research to be discussed is : Harlan Zain leadership period (1966-1977), Azwar Anas (1977-19871 and Hasan Basri Durin (1987-1997). The three periods have dissimilar characteristics and it was also exist within different political condition. Harun Zain that emerged dining the beginning of New Order government is a civil economist that do not have social basis in this region. While the condition of the region that was in crisis due to PRRI badly, needed a proper handling. It turned out the programs that he made in order to recover the social and political of the community in this region have become foundation needed in the next economic development. This successful factor, only determined by proper strategy and approach towards the people, but also favored by existence of mutual Symbiosis relationship between the region and the central government at the beginning of this regime. However, the priority given to economic aspect has failed in developing subjective quasi group awareness (traditional elite) to their community awareness that this community cultural resistant was not growing within the recovery program that he performed.
Azwar Anas who was a technocrat and military then continued the leadership of Harlin Zain. The economic development that has been initiated since the period of Harlin Zain has made economic structure of this community established. However, the dependency on the central government was not decreased. The authority of the central government started to undermine the social rights of the community in the region with the enactment of UUPD 1979. The Nagari government that has been reestablished during Harun Zain period, failed even in the hands of the regional government itself, namely by deciding that Jorang -which was formerly part of the Nagari-become Desa as the lowest government unit. Economic consideration and opportunity for mobility affects the regional elite in making this decision. At this point, there is tendency that the medium group to be drifted to the interest of the dominant group.Such technical condition is not sufficed to bringing up a leader that oriented to formation of ideological awareness of the subordinate group, even more with centralism of central government bureaucracy that characterized the political development at that time, not sufficed the pre conditions for formation of conflict interest group
During the leadership of Hasan Basri Durin give a rise to awareness towards the community group interest It seems that this awareness is more affected by various imperfect development programs rather than the decreasing central government authority in this region. The apathy attitude of the people towards implementation and maintenance of the development result itself and the growing internal conflicts have encouraged the regional government to find out new solution in old format. Manunggal Sakato and Musyawarah Pembangunan Nagari as application of cooperation and consensus (in the traditional values) to mobilize people participation in the development, have "responded" the people demand to return to Nagari government format. Even though in its implementation it is still framed with formalism of New Order, however, the efforts done by the regional government at this time, at least have shifted the policy of the regional government from dominant group interest to quasi group interest (community).
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T7594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armin
"Hubungan pemerintah pusat dan daerah sejak awal berdirinya negara kesatuan republik Indonesia selalu mengalami pasang surut. Tarik menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah dari masa ke masa mengalami dinamika yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan pola hubungan pusat daerah masih mencari bentuk."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 11 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Galih Pratiwi
"Terdapat ketidakjelasan pembagian kewenangan pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan peraturan daerah (Perda) yang dilakukan melalui harmonisai, evaluasi dan/atau fasilitasi. Secara sifat dan tujuan pengawasan tersebut merupakan hal yang sama sehingga dalam pelaksanaannya dapat menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi tidak efektif. Penelitian yuridis normatif ini, dilakukan dengan pendekatan penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum yang menganalisis peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembentukan peraturan daerah. Hasil penelitian menunjukan, terdapat dualisme rezim pengaturan mengenai pembentukan Perda serta terdapat perbedaan kekuatan mengikat dari harmonisai dengan evaluasi/fasilitasi yang menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi kurang efektif dan efisien. Selain itu, permasalahan terkait sumber daya Perancang juga menyebabkan rancangan Perda yang disusun masih memiliki kualitas yang rendah. Pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan Perda sebaiknya dilakukan dengan penguatan pengawassan yang bersifat preventif. Oleh karena itu, untuk mendukung hal tersebut perlu dilakukan penyempurnaan regulasi yang mengatur mengenai pembentukan Perda, khususnya terkait pembagian kewenangan pengawasan pemerintah pusat. Penegasan peran Perancang, serta peningkatan kemampuan Perancang juga menjadi hal strategis terciptanya Perda yang harmonis

There is vagueness in the division of authority over the central government's supervision of the regional regulation's formation through harmonization, evaluation, or facilitation. The similarity of the authority's nature and purpose causes ineffectiveness. This normative juridical research analyzes the synchronization between regulations about the formation of regional law. The study discovered that there is a dualism of the regulatory regime regarding the formation of Regional Regulations. It also has found differences in the law binding power of harmonization and evaluation/facilitation causes ineffective and inefficient supervision. Besides that, problems of Perancang's resources also causing the draft of regional regulations to still have low quality. Strengthening preventive control by the central government can create harmonious regional regulations that are in line with higher laws and regulations is the best form of supervision to be carried out for now. So there, it is necessary to refine the regulations about the formation of regional regulations, particularly related to the division of supervisory authority of the central government. The participation of legal drafter (Perancang) and an ability enhancement of legal drafter is also a strategic matter to create a harmonious regional regulation"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T55244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gigih Alfrian Pratama Putra
"Penelitian ini bertujuan untuk menjawab fenomena berupa kepemilikan kas berlebih yang signifikan di pemerintah daerah dan motivasi yang mendasarinya. Permasalahan ini bermula saat pemerintah daerah mengambil kebijakan untuk tidak segera menggunakan kas yang diterima dan mengendap sebesar Rp180 triliun hingga Rp200 triliun dalam rentang 2018 – 2020. Jumlah tersebut antara lain berasal dari transfer dana perimbangan pemerintah pusat untuk membiayai belanja daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan pengarsipan, observasi, dan wawancara sebagai teknik pengumpulan data. Unit analisis berupa tiga pemerintah daerah di Pulau Jawa berdasarkan posisi saldo Kas dan Setara Kas yang relatif signifikan tahun 2018 – 2019 di samping pertimbangan besaran nilai alokasi transfer dana perimbangan. Logika Institusional dijadikan landasan untuk mengetahui faktor apa yang memotivasi atau menjadi tantangan pemerintah daerah mengambil kebijakan tersebut dan mengkombinasikan dengan Expected Comparative Utility Theory. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi sebagai symbolic carrier dan aktivitas rutin sebagai material carrier menjadi logika yang saling berkompetisi terkait penyebab fenomena tersebut di mana faktor terakhir menjadi logika dominan. Perilaku SKPD dan penyedia barang/jasa yang cenderung mengajukan tagihan pembayaran di akhir periode berdampak pada kelebihan kas daerah dan selanjutnya diambil kebijakan rasional berupa penempatan di deposito pada bank BUMN/BPD dalam rangka implementasi risk aversion."
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2022
336 ITR 7:2 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Valina Singka
"Tesis ini berjudul Hubungan Bisnis Cina dan Politik di Indonesia pada Masa Orde Baru: Studi Kasus Summa-Astra dan Barito Pacific Group (BPG). Sesuai dengan judulnya, tesis ini berusaha meneliti mengenai hubungan antara jatuh bangunnya bisnis pengusaha Cina, kaitannya dengan politik di Indonesia pada masa Orde Baru, khususnya dianalisis tentang kasus Summa-Astra dan perkembangan Barito Pacific Group.
Dua kasus ini dipilih dengan pertimbangan, kasus Summa Astra dapat memperlihatkan proses jatuhnya seorang konglomerat, sementara BPG dapat memperlihatkan pesatnya perkembangan sebuah konglomerasi dalam waktu singkat. Kedua kasus tersebut dengan jelas memperlihatkan masih besarnya peranan negara dalam menentukan jatuh bangunnya sebuah kelompok bisnis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, kebijakan ekonomi Orde Baru yang berorientasi pada pasar babas dan modal asing telah memberi kesempatan kepada kelompok pengusaha Cina Indonesia untuk berkembang secara pesat, suatu keadaan yang belum pernah dialami pada masa kolonial maupun masa Sukarno. Dalam kaitan ini, model negara otoriter birokratik dapat membantu memahami kaitan antara sistem ekonomi internasional dengan pilihan-pilihan kebijakan ekonomi Orde Baru, dan kemunculan pengusaha Cina yang kemudian dominan dalam perekonomian Indonesia.
Kedua, bahwa networking, baik itu jaringan modal, distribusi dan perdagangan, berperan besar di dalam keberhasilan bisnis orang-orang Cina. Jaringan ini tidak hanya bekerja di tingkat lokal (Indonesia) Baja, tetapi juga di tingkat regional (Asia Timur dan Asia Tenggara), serta di tingkat global. Jaringan Chinese Overseas ini telah mendunia dan memberi dampak positif dalam ekspansi pengusaha Cina Indonesia.
Ketiga, bahwa network atau jaringan dengan penguasa juga terbukti berperan besar di dalam membesarkan dan menyurutkan suatu bisnis. Dalam kaitan ini terdapat koalisi politik domestik yang mencerminkan suatu hubungan yang saling menguntungkan antara aliansi utama Orde Baru yaitu militer, birokrat, dam kaum industrialis besar. Kolusi menjadi bagian penting yang mewarnai hubungan di antara koalisi politik domestik itu.
Melalui kasus Summa-Astra dan Barito Pacific Group ini nampak bahwa kelompok pengusaha Cina semakin sulit untuk melepaskan diri dari ketergantungannya kepada negara kalau ingin tetap menjadi besar. Walau tidak dipungkiri adanya perbedaan kepentingan antara anggota kelompok pengusaha Cina tersebut dengan negara, tetapi di dalam struktur politik dan ekonomi Indonesia yang masih dipengaruhi oleh nilai-nilai yang tidak demokratis, maka pengusaha harus tetap memperhatikan kepentingan negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Oscar Hisar
"Skripsi ini menjelaskan bagaimana hubungan klientelisme yang terbentuk antara kelompok militer baik kelompok gerilya maupun paramiliter dengan salah satu Presiden Pastrana ataupun Uribe, yang menjadikan kekerasan di Kolombia sangat sulit untuk ditangani. Namun daripada itu dari hubungan klientelisme tersebut, masing-masing kedua presiden dapat menghasilkan kebijakan yang menjadi upaya pengurangan kekerasan di Kolombia. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan studi kepustakaan. Fokus dari penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana hubungan klientelisme dengan kekerasan di Kolombia dalam upaya pengurangan kekerasan masa pemerintahan kedua presiden. Adapun kesimpulan yang didapat adalah kebijakan yang dihasilkan belum sepenuhnya menyelesaikan permasalahan kekerasan di Kolombia.

This thesis explains about how clientelistic relations between military groups (guerilla and paramilitary groups) with either one of the President Pastrana and Uribe, which makes violence in Colombia becomes one of the hardest problem to deal with. However, in this clientelistic relations, each of the president could make policies in means of violence reduction in Colombia. Methods of this inquiry is qualitative research by literature research. The focus of this research is to explain the connection between violence reduction with clientelism in both Pasrana and Uribe presidency. The conclusion of this research is the policies in both presidency had not yet to solve the violence problem in Colombia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siwi Sulistyaningtyas
"Tesis ini menjelaskan mengenai pembagian kewenangan dalam pelaksanaan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh di daerah sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Permukiman dan dibandingkan dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kewenangan Pemerintah Pusat diwujudkan dalam program penanganan kumuh yaitu Kota Tanpa Kumuh, sedangkan kewenangan Pemerintah Daerah adalah menyiapkan dokumen pendukung kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Namun dalam hal pengaturan kedepannya, pembagian kewenangan antara pemerintah Pusat, Pemerintah daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kedepannya tidak berdasarkan pada luasan kumuh, tetapi disesuaikan kepada kebutuhan dari daerah itu sendiri.

This thesis describes about the division of authority in the implementation of improving the quality of a residential slums in the region in accordance with law no. 1 in 2011 about the development of a residential and compared with law no. 23 years 2014 on regional government. This research using methods juridical empirical. The result showed that central government authority embodied in the program of slum such city without slum, while governance regions supporting prepare their activities implemented by the central government. But in terms of the future, the division of authority of the central government, provincial government, and local governments city district future not based on the slum space, but adjusted to the needs of the itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Setyo Pujonggo
"Penelitian dalam tesis ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan Rusia dan China memilih strategi Balancing dengan membentuk SCO terhadap ancaman yang diberikan Amerika Serikat di Asia Tengah. Metode penelitian dalam penelitian ini mengambil bentuk penelitian eksplanatif karena bertujuan untuk menganalisa dan mengidentifikasikan faktor-faktor ancaman yang menyebabkan Rusia dan China membentuk SCO di Asia Tengah.Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini merupakan studi dokumen atau literatur. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam tesis ini adalah teori milik Stephen M. Walt, yaitu Balance of Threat guna menganalisis level ancaman yang diberikan Amerika Serikat di Asia Tengah. Level ancaman tersebut terdiri dari Aggregate power, Proximate Power, Offensife Power dan Offensive Intention.
Temuan di dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan Rusia dan China melakukan strategi Balancing terhadap ancaman Amerika Serikat di Asia Tengah adalah makin dekatnya kemampuan menyerang dari NATO karena perluasan keanggotaan NATO yang mengarah ke Eropa Timur dan berbatasan langsung dengan Rusia (Proximate Power). Dengan bertambahnya keanggotaan NATO dan makin dekatnya jarak menyerang NATO ke Rusia menyebabkan Rusia terancam akan pengaruhnya di Asia Tengah secara politik dan militer. Dalam sektor ekonomi, keinginan AS untuk membangun jalur pipa energy yang langsung menuju ke Eropa tanpa melewati Rusia sangat merugikan Rusia. Yang terakhir, dukungan AS yang diberikan kepada Georgia pada perang tahun 2008 menandakan bahwa AS memberikan sinyal mempunyai kemampuan menyerang yang baik jika perang tersebut harus mengarah pada Rusia. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T32592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Widhianto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang meneliti bahan kepustakaan sebagai data sekunder yang relevan dengan objek kajian. Pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat masih menghadapi berbagai hambatan. Penerapan prinsip-prinsip good governance tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan belum ada peraturan teknis yang khusus mengatur penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat. Kewenangan dalam pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat terdiri dari kewenangan pengelolaan administratif (administratief beheer) dan kewenangan pengelolaan kebendaharaan (comptabel beheer).

This study aims to determine the implementation of the principles of good governance in central government expenditures budget execution. This research is a normative research that examine the literature materials which relevant to the object of study as secondary data. The execution of central government expenditures budget still faces many obstacles. The implementation of good governance?s principles scattered in various laws and regulations and there is no particular technical regulation for the implementation of good governance?s principles in central government expenditures budget execution. The authority in the central government expenditures budget execution consists of administrative management authority (administratief beheer) and treasurer management authority (comptabel beheer)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27984
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bloomington: Indiana University Press, 1994
320.958 NEW
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>