Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204909 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Margaretha Winarti
"Latar belakang. Gedung-gedung perkantoran bertingkat umumnya dilengkapi dengan sistim sirkulasi udara/pendingin secara buatan (air conditioning/AC) untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman. Penurunan kualitas udara di dalam gedung, akan menimbulkan gejala-gejala Sindrom Gedung Sakit (SGS). Nyeri kepala SGS (NK SGS) adalah salah satu dari gejala-gejala SGS. Oleh karena itu perlu dikaji mengapa masih terdapat faktor-faktor risiko terhadap timbulnya NK SGS.
Metode. Desain penelitian adalah studi kasus kontrol yang dilakukan di perkantoran PT "D" di Jakarta. Kasus adalah subjek dengan NK SGS, dan kontrol adalah subjek tanpa keluhan NK SGS. Kasus dan kontrol diidentifikasi melalui survei terhadap saluruh pekerja PT "D" pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2002.
Hasil. Subjek penelitian berjumlah 240 orang, dan yang menderita NK SGS sebanyak 36 orang (prevalensi NK SGS sebesar 15%). Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya NK SGS adalah kecepatan gerakan udara, gender, dan kebiasaan kadang-kadang sarapan. Bila dibandingkan dengan kecepatan gerakan udara yang normal, maka kecepatan gerakan udara yang cepat memperkecil risiko timbulnya NK SGS sebesar 0,43 kali (OR suaian = 0,43; 95% CI: 0,19-0,95). Bila dibandingkan dengan pekerja laki-laki, pekerja perempuan mempunyai risiko NK SGS hampir 3 kali lipat lebih besar (OR suaian = 2,96; 95% CI: 1,29-6,75). Pekerja dengan kebiasaan kadang-kadang sarapan, mempunyai risiko terkena NK SGS lebih kecil dibandingkan dengan yang biasa sarapan (OR suaian = 0,27; 95%C1: 0,10-0,96). Faktor suhu, kelembaban dan kebiasaan merokok, tidak terbukti berkaitan dengan NK SGS.
Kesimpulan. Kecepatan gerakan udara yang lambat dan gender perempuan memperbesar risiko NK SGS. Oleh karena itu perlu menambah kecepatan gerakan udara untuk mengurangi risiko timbulnya NK SGS, mengganti/memperbaiki sistim ventilasi/AC-sentral, memasang inhaust/exhaust fan, dan atau kipas angin langit-langit, terutama terhadap tempat kerja perempuan.

Influence of Air Movement, Gender, and Breakfast Habit toward the Risk of Sick Building Syndrome Headache among PT "D" Employees in JakartaBackground. High-rise office buildings are usually equipped with ventilation system/air conditioning to create a comfortable working environment, yet there is still incidence of Sick Building Syndrome (SBS) headache. The decrease of air quality inside the building will cause the symptoms of SBS. One of the SBS symptoms is SBS headache. Therefore, it is needed to identify risk factors of the SBS headache.
Method. The research design was a case control study at PT "D" office building in Jakarta. The case was subject who had symptom of SBS headache, and control was subject without SBS headache symptom. Case and control were identified through a survey toward all of PT "D" employees during May to August 2002.
Results. Subjects of this survey were 240 employees, and 36 of them have suffered from SBS headache (prevalence of SBS headache is 15%). The risk factors that affected the occurrence of SBS headache were air movement, gender, and breakfast habit. More fast air movement compared to the normal one decreased the risk of SBS headache for about 0.43 times (adjusted OR = 0.43; 95% CI: 0.19-0.95). Female employees compared to the males, have higher risk of getting SBS headache for almost 3 times (adjusted OR = 2.96; 95% CI: 1.29-6.75). Those employees who had breakfast irregularly, had a lower risk to SBS headache compared to those who had breakfast regularly (adjusted OR=0.31; 95%Cl: 0.09-0.84). The other factors such as temperature, humidity and smoking habit, are not proven to have correlation to SBS headache.
Conclusion. Slower air movement and female gender have proven increased the risk of SBS headache. Therefore it is recommended to increase the air movement to reduce the risk of SBS headache incidence, fixing the ventilation system centralized air-conditioning such as installing inhaust/exhaust fan and or ceiling in particular for women workplace.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T9757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febreza Ramadhan Sayih
"Sektor konstruksi merupakan salah satu sektor yang menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja, Pelaksana konstruksi menurut undang-undang nomor 18 tahun 1999 adalah penyedia jasa perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli professional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik yang lain. PT. X adalah perusahaan konstruksi yang bergerak dalam bidang elektrikal yang mempunyai spesialisasi power control, otomatisasi, dan efisiensi energi. Dalam proses pekerjaannya kegiatan operasional yang dilakukan oleh perusahaan memilki berbagai macam potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja karena melibatkan berbagai macam peralatan, alat-alat listrik, dan banyaknya interaksi antara pekerja dengan peralatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko dan tingkat risiko pada proses pemasangan dan instalasi battery yang dilakukan oleh PT. X di gedung Telkomsel Bumi serpong damai. Penilaian risiko dilakukan dengan menganalisis nilai kemungkinan, pemajanan dan konsekuensi dari setiap tahapan pekerjaan yang kemudian dibandingkan dengan standar level risiko semi kuantitatif W.T. Fine J untuk mengetahui level risiko yang ada pada setiap tahapan proses pemasangan dan instalasi battery. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan metode semi kuantitatif AS/NZS 4360:2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa level risiko yang dimiliki pada setiap langkah pekerjaan pada proses pemasangan dan instalasi battery meliputi level very high, priority 1, substantial, priority 3 dan acceptable.

Construction is one sector that implementing occupational health and safety, managing the construction according to UU no 18 of 1999 is the service provider an individual or business entity that otherwise skilled professional in the field of construction services implementation that is able to organize activities to accomplish a result of planning a building form or other physical form. PT. X is a construction company that specializes in electrical power which specializes power control, automation, and energy efficiency. In the process of operational work undertaken by the company, has different kinds of potential safety and health hazards because it involves a wide range of equipment, power tools, and the number of interactions between workers and equipment.
The purpose of this study was to determine the risk and level of risk in the process of battery installation is carried out by PT. X in the Telkomsel building centre BSD City in 2012. Risk assessment carried out by analyzing the possibility, exposure, and consequence of each phase of work, then compared with the standard semi-quantitative risk level WT Fine J to determine the level of risk at each stage of the process of battery installation. The study was a descriptive analytical study using semi-quantitative method AS / NZS 4360:2004. The results showed that the level of risk that you have on each job step in the process of installation and installation of battery include very high level, priority 1, substantial, priority 3 and acceptable.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Julitasari Sundoro
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor jenis pekerjaan yang berpengaruh terhadap infeksi Virus Hepatitis B (VHB). Sumber data untuk penelitian ini adalah data sekunder di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan Puskesmas Kedung Halang, Cirimekar, Gunung Putri dan Citeureup, tahun 1991. Setelah melalui proses pembersihan data, diperoleh jumlah responder sebanyak 83 orang pada kelompok medis dan 71 orang pada kelompok non medis. Dari kelompok pertama sejumlah 83 orang yang melakukan praktek (berhubungan dengan alat suntik, produk darah, merawat pasien, menggunakan sarung tangan, riwayat tertusuk jarum) sejumlah 61 orang yang dianalisis lebih lanjut.
Dari hasil analisa data diperoleh hasil bahwa pemakaian jarum suntik daur ulang kemungkinan terinfeksi VHB adalah 11,24 kali dibandingkan dengan pemakaian jarum sekali pakai dan tingkat signifikan p = 0,007. Walaupun terdapat peningkatan pada variabel umur > 30 tahun, jenis kelamin pria, jenis pekerjaan (kelompok medis), riwayat terapi akupunktur dan lama kerja > 6,5 tahun, perbedaan tersebut secara statistik ternyata tidak bermakna.
Dalam upaya menurunkan kemungkinan terinfeksi VHB pada kelompok medis karyawan kesehatan maka yang panting adalah :
1. Pendidikan dalam perilaku pekerjaan sehari-hari, mengenali alat sekali pakai,
2. Menghimbau kepada DepKes untuk mengganti alat suntik daur ulang dengan sekali pakai,
3. Dan yang paling penting perlindungan untuk tenaga kesehatan dengan imunisasi terhadap hepatitis B."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Dewa Ketut Karla Widana
"Gangguan pendengaran pada teknisi (ground-crew) pesawat tempur TNI AU cukup menonjol sampai saat ini. Gangguan pendengaran dapat disebabkan antara lain oleh pajanan kebisingan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan pengaruh kebisingan dari kegiatan pengoperasian pesawat tempur TN! AU terhadap terjadinya gangguan pendengaran pada teknisi (ground crew) di Lanud lswahyudi dan pengaruh faktor risiko umur, training, riwayat kesehatan, riwayat gangguan kesehatan pendengaran keluarga, hobi, masa kerja dan penggunaan alat pelindung telinga (APT).
Penelitian ini menggunakan disain studi "kasus kontrol" dengan populasi para teknisi (ground crew) pesawat tempur TM AU di Lanud lswahyudi. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 261 yang terdiri dari 87 kasus dan 174 kontrol dan pengambiian sampel dengan teknik cluster random sampling. Diagnosis gangguan pendengaran jenis Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan dengan alat audiometri_ Pengukuran pajanan bahaya kebisingan menggunakan: Octave Band Noise Analyzer untuk mengukur frekuensi, Sound Level Meter untuk mengukur tingkat kebisingan, dan Personal Noise Dosimeter untuk mengukur dosis bising yang diterima pekerja, sedangkan faktor risiko lainnya pengukuran menggunakan daftar kuesioner, pengamatan dan wawancara. Analisis statistik menggunakan univariat, bivariat dengan chi-square dan multivariat dengan regresi logistik ganda model faktor risiko, dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 13.0.
Temuan penting dari penelitian ini : (1) Proporsi gangguan pendengaran (NIHL) pada teknisi 11,2%; (2) Pajanan bahaya bising : frekuensi 16 - 20 KHz; tingkat kebisingan rata-rata selama 8 jam berkisar 75 - 112 dBALeq dan tertinggi 141,8 dBA; dosis bising yang diterima teknisi tertinggi 51,286,14 %; (3) Faktor yang berpengaruh terhadap gangguan pendengaran adalah bahaya kebisingan >85 dBA (OR : 8,308) ; umur ?35 tahun (OR :11,995); training (OR : 13,946); masa kerja >12 tahun (OR : 21,426); (4) Pengaruh bahaya kebisingan setelah dikontrol oleh konfounder Craning dan masa kerja dengan ORadjust 8,863; (5) dari temuan penelitian dihasilkan model dengan peluang gangguan pendengaran (NIHL) pada teknisi dari variabel dosis, training dan masa kerja 6,32%.
Para teknisi pesawat tempur TM AU di Lanud lswahyudi yang terpajan bising >85 dBA-Leq atau dosis >100% mempunyai risiko terjadi gangguan pendengaran lebih besar daripada teknisi yang terpajan bising 585 dBA-Leq atau dosis 5100% secara bersama-sama dengan faktor risiko training dart masa kerja. Untuk itu perlu pengendalian bahaya bising yang dilakukan secara komprehensif dengan menggabungkan pengendalian secara teknis dan administratif serta penggunaan APT yang memadai merupakan suatu keharusan karena pajanan bising yang sangat tinggi.

Hearing loss among at technicians (ground-crew) Indonesian Air Force is the main occupational disease still happening. it can be triggered by hazardous noise exposure. The objective of this research is to know about the picture and effect of the noise in every operation of fighting aircraft toward hearing loss among technicians ( ground crew) of Indonesian Airforce in Iswahyudi Airforcebase, and the effects of the other risks factor such as age, training, health history, history of hearing loss of family, hobby, length in services and usage of personal protective of ear ( APT).
This research applied is a "case-control" study with population of technicians ( ground crew) IAF in Iswahyudi Airforcebase. Total sample were 261 technicians consisting of 87 cases and 174 controls with was designed by cluster sampling random. Diagnosis of Noise Induced Hearing Loss ( NIHL) type of Sensory-Neural is classified based on the clinic inspection result and audiometry test. The measurement of noise exposure was using Octave Band of Noise Analyzer to measure the frequency, Sound Level Meter was to measure the noise pressure levels, and then Personal Noise Dosemeter was to measure noise dose which is accepted by technichians, while other risk factors of measurement use list of Questioner, interview and observation. Statistical analysis uses univariate, bivariate with chi-square and multivariate analysis with double logistics regression of risk factor model, by using software of SPSS version 13.0.
The Important finding from this research are : (1) Proportion hearing loss ( NIHL) at technician 11,2%; (2) Noisy hazard exposure : frequency 16 - 20 KHZ; the rate of noise levels during 8 hours is 75 - 112 dBA-Leq and highest 141,8 dBA; the highest noise dose accepted by technician is 51,286,14 %; ( 3) Factors having an effect toward hearing loss is noise exposure > 85 dBA ( OR : 8,308) ; ages ?35 years ( OR : 11,995); training ( OR : 13,946); length in service > 12 years ( OR : 21,426); (4) The effect of noise exposure after being controlled by confounder training and length of service with OR adjust 8,863; ( 5) From these research finding models with probability of hearing loss ( NIHL) among technicians can be found from dose variable, length of service and training is 6,32%.
The technicians of Indonesian Air Force in Iswahyudi Airforcebase who are exposed to noise more than 85 dBA-Leq or noise doses more than 100% having more risk of hearing loss than technicians who are exposed to noise less than 85 dBA-Leq or noise doses less than 100% together with risk factor of training and length of service. To reduce hearing loss occurrence among technicians of Indonesian Air Force in the Iswahyudi Airforcebase it is necessary to have policy and strong commitment that is control by comprehensively joined operation technically and administrative as well as the adequate provide Hearing Protective of Equipment, because of very high noisy exposure.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Hudyono
"Ruang lingkup dan cara penelitian :
Telah dilakukan penelitian prevalensi bronkitis kronik (BK) dan asma kerja (AK) serta faktor-faktor yang berhubungan pada tenaga kerja pabrik cat di Tangerang. Penelitian lingkungan kerja dilakukan dengan mengukur kadar debu total dan respirabel, serta beberapa macam polutan. Juga dilakukan analisis komposisi debu. Pengukuran dilakukan di beberapa area yang telah ditetapkan sebagai area terpajan dan area tidak terpajan. Penelitian terhadap tenaga kerja dilakukan pada 89 responden yang diambil secara acak-alokasi proporsional berdasarkan sifat pajanan di tempat kerja. Penelitian dilakukan dengan wawancara responden, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan faal paru dengan spirometri. Bagi responden dengan kelainan obstruksi dan restriksi dilakukan pemeriksaan foto toraks.
Hasil dan kesimpulan :
Hasil yang didapatkan adalah prevalensi BK sebesar 12,36% dan AK sebesar 2,25%.Tidak ada hubungan antara BK dan AK dengan faktor-faktor demografi, PSP terhadap bahan berbahaya, penyakit serta penggunaan APD, lama kerja, peraturan perusahaan serta status/ jenis pekerjaan. Kadar debu respirabel yang diukur pada saat puncak pajanan melebihi NAB yang ditetapkan baik pada area terpajan maupun tidak terpajan. Kadar gas formaldehid melebihi NAB ruangan untuk ruang Production Planning Control (PPC) , tetapi masih di bawah NAB untuk lingkungan kerja (area terpajan). Polutan lain kadarnya masih berada di bawah NAB yang ditentukan.
Ruang PPC yang semula dianggap area (relatif) tidak terpajan, setelah dilakukan pengukuran .ternyata juga merupakan area yang terpajan. Bahan penyuluhan untuk intervensi terhadap faktor yang berhubungan dengan BK dan AK dapat dikembangkan dengan khususnya pada peningkatan PSP terhadap bahan berbahaya, penyakit dan penggunaan APD, bahaya merokok, khususnya tenaga kerja yang bekerja di pabrik cat.

Factory And It's Related Factors, Tangerang 1998 Scope and Methodology :
A study on the prevalence of chronic bronchitis (CB) and occupational asthma (OA) and analysis of it's related factors was conducted among workers of a paint factory in Tangerang. Working environment survey was done by measuring the dust and other pollutant levels, and by analysis of dust composition. Human study was performed on 89 respondents selected randomly, proportionally according to the exposure in their work place. Interviews, physical examination and lung function test using spirometry were performed on all subjects, while X-ray examination was only done on subjects with lung obstruction or restriction.
Results :
The results showed that the prevalence of C13 & OA were 12,36% and 2.25% respectively. No relation could be established between CB & OA and demographic factors, knowledge, attitude and behavior (KAB) on the occupational hazards, diseases and the use of self protection device (SPD), duration of work, company regulation and job status. Respirable dust at the peak of exposure time was found to exceed the permissible limit in both the exposed or non-exposed area.
In the Production Planning Control (PPC) room, formaldehyde gas was found to exceed the permissible limit for indoor rooms but not for work environment . Other pollutant levels were still below the permissible limits. The study showed that PPC which was formerly regarded as a non exposed area, is in fact an exposed area too. Education material on the above subject should be developed to improve prevention program for CB & OA.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Iqbal
"Faktor resiko bahaya (hazard) lingkungan kerja di gedung perkantoran umumnya lebih kecil jika dibandingkan dengan lingkungan kerja di pabrik/ industri atau pertambangan. Lain halnya dengan lingkungan kerja di gedung Kantor Bank Indonesia (KBI) yang oleh karena kegiatan khusus yaitu memusnahkan uang yang tidak layak edar (uang lusuh) dan pekerjaan ini hanya dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Uang yang diterima oleh Bank Indonesia dari Bank-Bank Pemerintah dan Bank Swasta terlebih dahulu disortir dengan cara manual atau dengan Mesin Sortir Uang Kertas (MSUK) dan apabila uang tersebut tidak layak edar selanjutnya akan dimusnahkan dengan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK).
Pekerjaan menyortir dan meracik uang kertas yang menghasilkan debu uang diduga dapat menimbulkan gangguan pernafasan, terutama system ventilasi kurang baik sehingga konsentrasi debu melebihi Nilai Ambang Batas.
Untuk menilai gangguan faal paru terhadap pegawai kasir yang bekerja di delapan KBI (Padang, Bandar Lampung, Solo, Malang, Palembang, Mataram, Banjarmasin, Kendari) yang berjumlah 182 orang maka dilakukan penelitian dengan metode cross sectional pada tahun 2001 dengan mengambil variable independent "pemajanan debu, kebiasaan merokok dan kebiasaan penggunan APD masker". Pengukuran faal paru dengan melakukan pemeriksaan spirometri.
Dari hasil uji parameter model dinyatakan pemajanan debu tidak berhubungan pada gangguan faal paru, sedangkan penggunaan APD dan kebiasaan merokok berhubungan dengan terjadinya gangguan faal paru.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk masing-masing variable terhadap resiko untuk terkena gangguan faal paru obstruktif adalah sebagai berikut:
1. Odds rasio lama pemajanan lama kerja lebih dari 8 tahun adalah 1.09 kali dibandingkan pegawai yang telah bekerja kurang atau sama dengan 8 tahun.
2. Odds rasio kebiasaan tidak menggunakan APD pada saat bekerja adalah 1.81 kali dibandingkan pegawai yang menggunakan APD.
3. Odds rasio kebiasan merokok dengan kategori sedang adalah 2.50 kali dibandingkan pegawai yang tidak merokok.
4. Odds rasio kebiasan merokok dengan kategori ringan adalah 0.44 kali dibandingkan pegawai yang tidak merokok.
Penelitian ini sebaiknya ditindaklanjuti dengan meneliti lebih baik lagi pengukuran debu di lingkungan kas untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh debu di lingkungan kas terhadap faal paru karyawan kasir.
Dan untuk menanggulangi pencegahan gangguan faal paru terhadap karyawan kasir dianjurkan pendekatan personal dan keteladanan memakai masker sewaktu bekerja dan dilakukan program berhenti merokok kepada semua pegawai tidak terbatas pada karyawan kasir saja dengan program awal menyediakan ruangan tempat merokok.

The Risk Factors related to Lungs Function Teller's Bank of Indonesia 2001 The Risk factor or hazard in the office less than in the factory or work place in the mining. The special job in Bank of Indonesia is to destroy the bill that no good to distribution for public market. To destroy the bill its need the machine named "Mesin Racik Uang Kertas" (MRUK). Before destroying the bill by that machine the bill must be assorted by the machine tah named "Mesin Sortir Uang Kertas"(MSUK).
The output assorting and destroying the bill is dust and the smaller part of the bill. The smallest dust is related to lung function, especially if there is not a good ventilation or dust concentration up the threshold limit values (TLV's).
How to know the lung function of the Teller's worker in the eight Bank of Indonesia (Kantor Bank Indonesia / KBI, Padang, Bandar Lampung, Solo, Malang, Palembang, Mataram, Banjarmasin, Kendari) which amount 182 persons, to do research by cross sectional in 2001.
The variable independents are dust exposure, smoking habit and Personal Protection Equipment (PPE). The lung function was measured by spirometri. The result of model parameter test is there is not related by dust exposure, while smoking habits and not to use PPE is correlations by abnormal lung function (Restrictive or obstructive or mixed).
The conclusion of this research that each variable to get the risk to the obstructive lung. E.q. Odds ratio for the eight years dust exposure was one time for employee who works up eight years and not to use the PPE at work was 1.81 times by using PPE.
Odds Ratio of smoking habit was 2. 5 times by the employee not to smoking habits. We offer that this research will be continued to detail, how to know the effect of the dust in cashier environment. The recommendation of prevention of abnormal lung function to the Teller's workers is personal approach and a good identification personal to use mask during the activity and the planning smoking cessation program to all workers that the first step is make the smoking area or room for smoking.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T 10701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anies
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2005
613.62 ANI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anggiri Herliani
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26423
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Sri Haryanti
"Sebagian besar industri otomotif masih menggunakan thinner yang mengandung VOC (terdiri dari benzene, toluene, xylene dan lain-lain). Efek kesehatan dari VOC diantaranya adalah iritasi pada hidung dan tenggorokan dan serta kerusakan paru-paru (Ismail, 2011). Pajanan thinner kepada pekerja secara terus menerus dapat mengakibatkan iritasi saluran napas dan gangguan fungsi paru pada pekerja. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pajanan thinner dengan gangguan fungsi paru-paru setelah dikontrol variabel confounding pada pekerja bagian painting di industri otomotif. Setelah dikontrol dengan penggunaan APD, perilaku merokok dan terpajan sedikit thinner dan zat kimia lain diketahui bahwa risiko pekerja yang terpajan sebagian thinner untuk mengalami gangguan fungsi paru adalah 1,87 (95% CI = 0,74-4,71). Pada pekerja yang terpajan thinner penuh memiliki resiko untuk mengalami gangguan fungsi paru sebesar 3,23 (95% CI = 1,36-7,59). Semakin besar pajanan terhadap thinner maka semakin tinggi resiko untuk terkena gangguan fungsi paru. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan agar perusahaan melakukan upaya promosi kesehatan untuk meminimalkan risiko terjadinya gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil.

Most of the auto industry still use paint thinner containing VOCs (consisting of benzene, toluene, xylene, etc.). Health effects of VOCs include irritation of the nose and throat and impaired lung function (Ismail, 2011). Exposure paint thinner to workers continuously can cause respiratory irritation and lung function impairment in workers. This study is a cross-sectional study aimed to determine the relationship between exposure of thinner with impaired lung function after controlled confounding variable on painting workers in the automotive industry. After controlled by using mask variable, smoking behavior and exposure to a little thinner plus other chemicals, known that the risk for the paired exposed of thinner to suffer lung problems was 1.87 (95% CI = 0.74 to 4.71). In workers exposed to thinner at risk for developing impaired lung function of 3.23 (95% CI = 1.36 to 7.59). Greater and greater exposure to paint thinner, the risk for developing lung problems is higher. Based on the findings, it is recommended that companies conduct health promotion efforts to minimize the risk of impaired lung function in painting workers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T34863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restu Bagus Riyanto
"Aktivitas di dalam ruang kantor seperti menggunakan komputer merupakan pekerjaan yang paling sering dilakukan. Penggunaa komputer yang terus-menerus setiap harinya akan menimbulkan risiko pekerja mengalami musculoskeletal disorders MSDs. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko ergonomi dan keluhan subjektif MSDs pada pekerja pengguna komputer di kantor PT XYZ. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah tingkat risiko ergonomi, usia, jenis kelamin, masa kerja, durasi kerja, indeks massa tubuh, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan keluhan subjektif MSDs. Penelitian ini dilakukan kepada 26 pekerja dengan desain studi cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kecenderungan antara indeks massa tubuh, kebiasaan merokok, serta kebiasaan olahraga terhadap keluhan subjektif MSDs.

Office activities such as computer use are the most common tasks. Continuous computer usage every day poses a risk to workers experiencing musculoskeletal disorders MSDs. This study aims to know the level of ergonomic risk and subjective complaints MSDs on computer user workers in the office of PT XYZ. The variables studied in this study were an ergonomic risk, age, gender, length of service, duration of work, body mass index, smoking habit, exercise habit, and subjective complaints MSDs. This research was conducted to 26 workers with cross sectional study design. The results showed that there was a tendency between body mass index, smoking habits, and exercise habits of subjective MSDs complaints. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>