Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heru Susetyo
"Kebebasan menikah dan memilih jodoh bagi laki-laki dan perempuan adalah bagian dari hak asasi manusia yang harus dijamin pemenuhannya. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Perempuan telah menegaskan bahwa tidak boleh terjadi suatu perkawinan berlangsung tanpa adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Laki-laki dan perempuan yang akan menikah berhak untuk menentukan pilihannya, untuk menikah maupun tidak menikah, serta untuk diperlakukan secara sama dalam kehidupan rumah tangga.
Dalam implementasinya, jaminan hukum akan kebebasan menikah dan memilih jodoh nyaris menjadi utopia bagi golongan masyarakat tertentu. Dalam penelitian ini diketengahkan betapa perempuan keturunan Arab di Jakarta masih sering mengalami pembatasan-pembatasan untuk menikah dan memilih jodoh, hal mana tidak terjadi pada kaum laki-lakinya.
Pembatasan untuk menikah dan memilih jodoh bagi perempuan keturunan Arab pada kenyataannya masih hidup sebagai suatu tradisi dalam kehidupan masyarakat Arab di Jakarta. Diduga tradisi ini merupakan warisan dari kultur masyarakat Arab di jazirah Arab sejak zaman sebelum Islam. Hal ini cukup ironis, sebab warga masyarakat Arab Indonesia secara geografis terpisah ratusan ribu kilometer jauhnya dengan masyarakat Arab di jazirah Arab.
Guna mengidentifikasi sebab musabab bertahannya tradisi ini dan mengetahui persepsi dan pengalaman perempuan Arab terhadap ketentuan yang sudah out of date ini, maka penelitian ini dilakukan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Agustamar
"ABSTRAK
Perkawinan adalah merupakan asal usul dari suatu keluarga,
karena dari perkawinan itulah kehidupan terbentuk dan
selanjutnya tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu perkawinan
harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
Adapun perkawinan itu pada hakekatnya adalah merupakan
suatu kenyataan dari pada kenyataan-kenyataan pengaturan bagi
fithrah yang terdapat pada umat manusia, sebagaimana fithrah
itupun terdapat pula pada mahluk lain selain manusia.
Untuk membedakan fithrah yang sama-sama dimiliki oleh
manusia dan mahluk lain itu diciptakanlah aturan-aturan oleh
manusia yang sesuai dengan pandangan hidup masyarakat hukum
adat dimana mereka tinggal.
Setelah kedatangan agama-agama besar seperti agama Hindu,
agama Islam dan agama Nasrani ke Indonesia, maka pengaruh
dari ketiga agama ini tampak pada isi dan perkembangan suatu
peraturan hukum terutama pada hukum perkawinan dan hukum
kekeluargaan.
Bagi masyarakat Minangkabau yang terkenal kuat dengan
adatnya, pengaruh ajaran Islam jelas tampak pada hukum perkawinan,
hukum kekeluargaan dan hukum waris.
Dalam. hukum perkawinan, maka untuk sahnya suatu perkawinan
diperlukan 2 · (dua) cara yaitu menurut agama Islam dan menurut hukum adat.
Menurut hukum Islam ialah adanya calon pengantin, wali,
rnahar, saksi, dan Ijab dan qabul. Sedangkan menurut hukum
adat ialah seremoninya, misalnya pinang meminang, malam ta.inai,
hari pernikahan, menjemput: marapulai dan manjalang.
Karena untuk sahnya suatu perkawinan adalah berdasarkan
agama Islam, maka penerapan U .u. No. 1/1974 tidaklah menjadi
masalah, sebab undang-undang ini telah mengakui eksistensi hlkum
Islam di bidang perkawinan, 'talak, rujuk terutama pasal 2
ayat (1) dan pasal 2 ayat (2) U.U. No. 1/1974.
Pengaruh hukum Islam dalam perkawinan juga tampak dalam
sistem perkawinannya- yang · tadinya · adalah' .Semendo
tandang telah berubah menjadi Semendo Menentap.
Dalam sistem kekeluargaan dimana tadinya peranan marnak
sangat menentukan dalarn kehidupan. keluarga sekarang sudah berkurang
dan digantikan oleh ayah. Begitu juga dalam pemilikan
harta benda dan kewarisan telah terjadi pula suatu perubahan.
Harta pencaharian yang.tadinya masih menyatu dengan harta
pusaka dengan meninggalnya seseorang pencaharian itu akan di
warisi oleh kemenakannya.
Setelah terjadi pemisahan·antara harta p1:1saka dan harta
"pencaharia-n akibat· beralihnya-p-erana-n seorang laki-laki pada anak-anak dan isteri karena perkembangan zaman dan pengaruh
ajaran Islam, maka harta pusaka diwarisi oleh kemenakan se ...
dang harta pencaharian diwarisi ·oleh anak-anak sesuai hukum
Faraid."

"
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neng Djubaidah
Jakarta: Sinar Grafika, 2010
346.016 NEN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Ramadhani
"Perjanjian perkawinan saat ini semakin dikenal oleh masyarakat. Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan hanya memberikan batasan bahwa isi perjanjian perkawinan tidak dapat melanggar hukum, agama, dan kesusilaan. Terdapat perbedaan pendapat apakah perjanjian perkawinan hanya dapat mengatur mengenai harta sesuai dengan ketentuan KUH Perdata atau dapat mengenai segala hal selama tidak melanggar batas yang disebutkan oleh Pasal 29 Ayat (2). Penelitian ini menganalisis mengenai pencantuman klausul kompensasi di dalam perjanjian perkawinan sebagai bentuk implementasi asas kebebasan berkontrak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan meneliti bahan kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah asas kebebasan berkontrak di dalam perjanjian perkawinan dapat diimplementasikan hanya dalam hal menyangkut subjek atau diri pribadi pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian. Mengenai isi perjanjian perkawinan mengikuti aturan KUH Perdata bahwa perjanjian perkawinan hanya mengenai soal harta. Dibutuhkan aturan spesifik yang mengatur mengenai isi perjanjian perkawinan.

Marriage agreement is commonly recognized by the society nowadays. Article 29 Subsection (2) of Indonesian Marriage Act only regulate a limitation that the content of marriage agreement can not violate the law, religion, and ethics. There are different kind of opinions regarding whether marriage agreement can only regulate regarding matrimonial assets in accordance with Indonesian civil code or it can regulate in every aspect as long as it does not cross the limitation set by Article 29 Subsection (2). This research analyses about the inclusion of compensation clause in marriage agreement as an implementation of freedom of contract principle. Method that is used in this research is normative juridical by conducting library research. The result of this research is that freedom of contract principle in marriage agreement can be implemented only in terms of the subject or the parties that bind themselves in the agreement. Regarding the contents of the marriage agreement, it follows the regulation of the Indonesian Civil Code that the marriage agreement is only about marital assets. Thus, specific regulations regulating the contents of marriage agreement is needed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniyanti
"ABSTRAK
Tesis ini membahas harta dalam perkawinan bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian adalah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi mereka Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa berlaku ketentuan yang diatur dalam Pasal 35, 36 dan 37. Terkait dengan putusan Nomor: 1977 K/PDT/2008, dengan adanya peminjaman uang untuk membeli suatu harta benda sebelum dilangsungkannya perkawinan tidak menyebabkan harta benda tersebut berubah statusnya menjadi harta bersama. Apabila terjadi perceraian maka mengenai harta bersamanya akan diatur menurut hukumnya masing-masing.

ABSTRACT
This thesis discuss about marital assests for Indonesian Citizen who are the descendant of Chinese People reviewed from the Indonesian Civil Code and Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. This research is normative juridical research. The result of this research is subsequent to the Law Number 1 of 1974 concerning Marriage coming into effect for the Indonesian Citizen who are the descendant of Chinese People, for them, will be applied the provisions in Article 35, 36, and 37. Related to the verdict Number: 1977 K/PDT/2008, due to the money loaned for buying any asset before carrying out the marriage, it will not caused that assets’ status to become the joint marital assets. if the divorce happened, the joint marital assets will be regulated pursuant to the related law for that matters. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intasari
"Untuk melakukan perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan ditentukan batas umur untuk kawin bagi seseorang, yaitu 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Dengan demikian perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang berlangsung antara seorang pria dengan seorang wanita yang salah satu atau keduanya belum melalui batas minimal usia kawin yang telah ditentukan oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Perkawinan di bawah umur disebabkan oleh faktor lingkungan, psikologi, ekonomi serta kepercayaan dan adat istiadat. Faktor lain yang menyebabkan timbulnya perkawinan di bawah umur adalah kurang telitinya aparat yang berwenang dalam melihat umur sesorang dengan akan melangsungkan perkawinan sehingga dikhawatirkan akan terjadi penyelundupan umur. Dalam hal pasangan calon pengantin belum mencapai usia 21 tahun maka mereka memerlukan izin dari kedua orang tua mereka/wali namun apabila izin tersebut tidak terpenuhi maka dapat diajukan permohonan izin kawin ke pengadilan. Demikian pula halnya apabila pihak pria belum mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita belum mencapai 16 tahun maka perkawinan tidak dapat di ijinkan (Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974) kecuali adanya suatu alasan-alasan tertentu yang mendesak agar perkawinan segera dilaksanakan, maka kedua orang tua/wali dapat mengajukan permohonan Dispensasi Usia Kawin kepengadilan untuk untuk mengajukan permohonan Dispensasi Usia Kawin harus welewati suatu prosedur tertentu dan memenuhi persyaratan yang telah di tetapkan. Apabila pengadilan memberikan Izin Kawin dan Dispensasi Usia Kawin dengan alasan-alasan yang dapat di terima. Bagi pasangan yang menikah di bawah umur dengan adanya Izin Kawin maupun Dispensasi Usia Kawin tentunya akan timbul akibat hukum serta hambatan-hambatan yang harus dihadapi. Untuk mencegah perkawinan di bawah umur disarankan agar aparat yang berwenang lebih meningkatkan penelitian dalam hal pemberian Izin Kawin dan Dispensasi Usia Kawin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20977
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Budimulia Sjamsuddin
"ABSTRAK
Setiap manusia yang pada waktunya akan melangsungkan perkawinan biasanya akan menjumpai hal—hal yang berhubungan dengan harta benda dalam perkawinan, Pada waktu tersebut biasanya dibicarakan mengenai perjanjian perkawinan, yaitu hal—hal yang mengatur harta benda calon suami istri dalam perkawinan nantinya. Tidak semua calon suami istri membicarakan perjanjian yang demikian apalagi di Indonesia, karena sebagai orang Timur yang sering bertenggang rasa dan tidak materialistis. Akan tetapi tidaklah berarti hal ini tidak penting di bicarakan karena pada saatnya orang memerlukan hal itu, dan juga pihak ketiga dapat pula berkepentingan dengan harta benda mereka. Karena itu pula pembuat Undang undang telah mengatur hal tersebut secara tegas dalam pasal-pasalnya. Sejak tahun 1974 telah kita dapati Undang Undang yang mengatur tentang Perkawinan yang relatif telah lengkap. Penulis merasa perlu untuk menelaah peraturan-peraturan yang lama yang telah ada untuk kemudia membandingkannya dengan Undang undang yangsekarang ada agar diketahui sampai sejauh mana kekurangan dan kelebihan Undang undang kita yang sekarang. Dan dari situ pula dapat diketahui apakah peraturan lama tetap berlaku atau tidak lagi, Hasil penelitian. Dari hasil perbandingan dapat diketahui bahwa masih perlunya penjelasan untu kelengkapan lebih lanjut dari pasalpasal yang mengatur tentang perjanjian perkawinan dalam Undang Undang no.1 tahun 1974 itu juga dari PP.no.9 thn.1975. Baik dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata/B.W., dengan Hukum Islam, dengan hukum Adat, dengan hukum peraturan perkawinan Campuran, dengan H.O.C.I.sts. 1933/no.74 ternyata kita rupanya harus lebih banyak menggunakan pasal 66 UU Perkawinan no.1/thn.74 yaitu terpaksa kembali ke peraturan2 lama yang ada sebelum UU tersebut sepanjang tidak diatur dalam UU itu dan isinya tidak bertentangan dengan Undang Undang tsb. Kesimpulan dan Saran 1.Perjanjian Perkawinan adalah perjanjian antara calon suami istri mengenai harta bendanya, baik yang sudah ada sebelum perkawinan maupun yang akan ada sesudah perkawinan berlangsung dan merupakan perjanjian untuk menentukan apakah akan ada harta terpisah secara tertentu atau seluruhnya. Undang Undang Perkawinan ternyata tidak memuat secara lengkap dan terperinci mengenai perjanjian perkawinan sehingga permasalahan yang didapati terpaksa harus menunjuk kembali pada hukum lama sepanjang tidak bertentangan dengan Undang Undang Perkawinan itu.Tapi pada pokoknya hampir sudah menampung aspirasi semua hukum perkawinan dalam bidang hukum harta benda walaupun disan-sini terdapat perbedaan. Bahwa apapun hasilnya lepas dari kurang dan lebihnya Undang Undang Perkawinan adalah suatu karya yang berharga, yang merupakan langkah awal dari usaha kodifikasi dan unifikasi hukum nasional. Tetapi tetap dirasakan perlu untuk diberikan peraturan pelaksanaan yang lebih lengkap dibawah P.P.no.9- tahun 1975, baik berupa peraturan Menteri ataupun Direktur Jendral untuk menampung permasalahan yang cukup banyak dalam hukum positif di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roswita Harimurti
"Perkawinan sangat penting artinya dalam kehidupan manusia. Dengan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi lebih terhormat sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan kehidupan rumah tangga dapat terbina dalam suasana yang lebih harmonis. Oleh karena itu, sangat tepat jika Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 digunakan sebagai pedoman pelaksanaan perkawinan.
Masalah perkawinan juga telah diatur di dalam Hukum (Syari'at) Islam yang mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang terdapat di Kompilasi Hukum Islam di samping sumber hukum Islam yaitu al Qur'an, hadits dan sunnah Rasul. Hazairin telah menyatakan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 merupakan ijtihad bagi umat Islam sebagai sumber hukum Islam yang ketiga setelah al-Qur'an dan sunnah Rasul. Terkait dengan perkawinan, ditemukan beberapa permasalahan hukum perkawinan di bawah umur.
Persoalan yang timbul adalah (a) bagaimana kriteria "di bawah umur" menurut ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan menurut Hukum Perkawinan (Syari'at) Islam, (b) bagaimana keabsahan perkawinan di bawah umur sesuai ketentuan syari'at Islam dan (c) bagaimana upaya penyelesaian hukum terjadinya perkawinan di bawah umur yang tidak mendapatkan persetujuan kedua orangtua. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis telah melakukan penelitian pada kasus yang terdapat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Pembahasan dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat Yuridis-Normatif dikaitkan dengan analisa data sekunder dan dirangkai dengan hasil wawancara dengan narasumber. Pada bab Simpulan sesuai analisis, ditemukan adanya kejanggalan pada pertimbangan hukumnya karena tidak dinyatakan secara tegas bahwa perkawinan itu dilakukan karena alasan utama yaitu calon isteri telah hamil sebelum melakukan perkawinan yang sah. Tetapi lebih ditekankan pada faktor kecakapan melakukan perbuatan hukum terkait faktor usia. Namun pada akhirnya, perkawinan itu dapat terlaksana didasarkan pada pertimbangan sesuai syari'at Islam yaitu demi kepentingan kedua mempelai di kemudian hari dan demi kepentingan kemaslahatan masyarakat pada umumnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mendrofa, Juniman
"Bangsa Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki penduduk yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku, adat istiadat dan agama yang berbeda. Masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari saling berinteraksi dengan pemeluk agama lainnya, mereka dapat hidup rukun dan berdampingan serta saling menghormati maka terjadinya
perkawinan antar umat beragama ini merupakan suatu hal yang sulit dicegah. Pada dasarnya setiap agama melarang setiap umatnya untuk melakukan pernikahan dengan umat pemeluk agama lain. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan perkawinan adalah sah bila telah dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya itu. Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Perkawinan ditegaskan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum
masing-masing agamanya. Faktor larangan tersebutlah yang
menyebabkan banyak pasangan berbeda agama ini memilih
perkawinan diluar wilayah Indonesia antara lain di Australia. Tesis ini berjudul Pengaruh hukum perkawinan beda agama yang dilangsungkan di luar negeri dan yang telah dicatat di kantor catatan sipil jakarta terhadap hubungan perdata suami isteri dan harta benda perkawinan
Serta anak yang dilahirkan analisis kasus nomor: 195/KHS/II/1933/2003 menurut undang-undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan. Untuk melangsungkan Perkawinan di luar negeri bagi warga negara Indonesia berlaku ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi ?Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang waraganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara
Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-Undang ini. Dan Pasal 56 ayat (2) berbunyi ?Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami-isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus
didaftarkan di Kantor Pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka". Dari ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri harus mengikuti tata-cara perkawinan di luar negeri dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, lebih khususnya Pasal 2 ayat (1). Dari hal-hal tersebut di atas dirumuskan pokok permasalahan yaitu (1)Bagaimana keabsahan Perkawinan Beda Agama yang dilangsungkan di luar wilayah R.I. antara Joharson Esterlla Sihasale dengan Vanya Zulkarnaen yang telah dicatat di kantor catatan sipil Jakarta? (2) Adakah pengaruh hukum Perkawinan Beda Agama tersebut terhadap
hubungan perdata suami isteri; terhadap harta benda dan terhadap anak yang dilahirkan? Dalam penulisan tesis ini metode penelitian. yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat normatif sedangkan teknik pengumpulan data mempergunakan metode studi dokumen. Tipelogi penelitian bersifat eksplanatoris dengan bentuk
evaluatif. Adapun metode pengolahan datanya dilakukan secara kualitatif dengan demikian bentuk penelitian bersifat evaluatif analisis. Kesimpulan dalam tesis ini bahwa perkawinan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia adalah tidak sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh pejabat
kantor catatan sipil Jakarta tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap hubungan perdata suami isteri, harta benda Suami isteri dan anak yang dilahirkan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Muhammad Aryadi
"Perkawinan lahir dari kesepakatan untuk terikat dalam suatu perjanjian suci antara calon suami-istri yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita dan akan menimbulkan ikatan lahir batin, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga  yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Antara suami-istri memiliki hubungan hukum yang terjadi, tidak hanya mengatur mengenai hak dan kewajiban suami-istri, tetapi juga mengatur mengenai hubungan hukum antara orang tua dan anak, hibah, pewarisan, perceraian dan juga perjanjian kawin yang mengatur mengenai harta benda dalam perkawinan. Perjanjian kawin merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap perundangan yang berlaku dan pada umumnya dimaksudkan untuk mengatur hak-hak suami istri serta mengenai harta kekayaan suami dan istri, baik terhadap harta yang dibawa sebelum perkawinan maupun harta yang diperoleh selama perkawinan, lazimnya perjanjian perkawinan mengatur mengenai pemisahan harta, menjadi pertanyaan ketika adanya ambiguitas mengenai suatu ketentuan mengenai pembagian harta di dalamnya. Penelitian ini mengkaji mengenai hal apa yang dapat atau tidak dapat dibuat dalam pembuatan perjanjian perkawinan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dalam kaitannya dengan penelitian yuridis normatif, di sini digunakan tipologi penelitian berdasarkan sifatnya yaitu penelitian deskriptif, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data sekunder dengan menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian diharapkan mampu meningkatkan pemahaman mengenai unsur-unsur yang terdapat di dalam perjanjian perkawinan dan juga mengenai isi yang dapat dibuat di dalamnya menurut ketentuan perundang-undangan yang ada.

Marriage is born from an agreement to be bound in a sacred agreement between a prospective husband and wife that occurs between a man and a woman and will lead to an inner and outer bond, as a husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. Between husband and wife has a legal relationship that occurs, not only regulates the rights and obligations of husband and wife, but also regulates the legal relationship between parents and children, grants, inheritance, divorce and also  marriage agreements governing property in marriage. Marriage agreements are a form of deviation from applicable legislation and are generally intended to regulate the rights of husband and wife as well as regarding the property of husband and wife, both the assets brought before marriage and the assets acquired during marriage, the marriage agreement usually regulates the separation of assets , becomes a question when there is an ambiguity regarding a provision regarding the distribution of assets in it. This study examines what can or cannot be made in making marriage agreements. The author uses a normative juridical research method. In relation to normative juridical research, here used a research typology based on its nature, namely descriptive research, this study aims to obtain secondary data using qualitative analysis. The results of the study are expected to be able to increase understanding of the elements contained in the marriage agreement and also about the content that can be made in it according to the existing statutory provisions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>