Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136955 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Asih Gahayu
"Pelatihan Pratugas dokter/dokter gigi PTT merupakan program pelatihan prajabatan khusus, yang diselenggarakan oleh Bapelkes Pekanbaru. Pelatihan tersebut wajib diikuti oleh seluruh dokter umum maupun dokter gigi PTT yang akan melaksanakan masa bhakti. Didalam pelatihan pratugas ini dokter/dokter gigi PTT mendapatkan materi dasar, materi inti dan materi penunjang. Manajemen Puskesmas merupakan materi inti dari pelatihan ini dan dianggap yang paling panting dalam mencapai tujuan pelatihan. Pelatihan pratugas dokter/dokter gigi PTT yang dimulai sejak tahun 1992 di Balai Pelatihan Kesehatan Pekanbaru namun sampai saat ini pelaksanaan pelatihan yang dilakukan belum pernah dievaluasi pada saat pasta pelatihan sehingga tidak diketahuinya data tentang penerapan hasil pelatihan.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang efektivitas pelatihan pratugas, kompetensi dokterldokter gigi PTT yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam pelaksanaan manajemen Puskesmas. Disamping itu untuk melihat peran serta dokter/dokter gigi PTT dalam manajemen Puskesmas serta hal - hal yang mendukung dan menghambat pelaksanaan manajemen Puskesmas oleh dokterldokter gigi PTT.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi dan tes objektif terhadap informan dokter/dokter gigi PTT. Sebagai triangulasi sumber dilakukan wawancara mendalam dengan informan lainnya yaitu kepala Puskesmas, dokter Puskesmas, staf Puskesmas dan kepala seksi Puskesmas Dinas Kesehatan Kota.

Pre-employment training for contracted doctor/dentist is a special pre-employment training program that held by Bapelkes (Health Training Center) of Pekanbaru City. The training compulsory obligation for all contracted doctor and dentist who will conduct their duty. In this pre-employment training, they obtain basic, core, and supporting subjects. Management for health center is a core subject in this training and the most important part to aim the objective of the training. Pre-employment training which started since 1992 in Bapelkes of Pekanbaru, have never been evaluated, so the data of training implementation result is still undiscovered.
This study was conducted to obtain the information about effectiveness of the pre-employment training, competency of contracted doctor/dentist encompassing the knowledge, attitude, and skill in managing health center. Beside that, the study was conducted to know the participation of contracted doctor/dentist in management for health center and other things that supports and delays the implementation of management for health center.
This study used qualitative approach through in-depth interview, observation, and objective test with contracted doctors and dentists. As source triangulation, it was conducted in-depth interview to other informants: the head of health center, health center doctor, health center staff, and head of center health division from Health Office of Pekanbaru City. Document tracing was also conducted to the tools of management for health center: document of health center level planning, health center mini workshop, and health center stratification. Data processing was made in matrix form that gained from transcript of in-depth interview and objective test result. Content analysis was conducted to analyze the contents according to topic and then conducted the identification became several topics.
The result of study showed that pre-employment training was very useful in supporting the task of contracted doctor/dentist in health center, particularly in implementing management for health center. The evaluation of doctor's/dentist's competency in management for heath center showed the fairly result. The highest score was obtained by health center level planning followed by health center stratification and health center mini workshop. The attitude of contracted doctor/dentist showed positive attitude, which described by work discipline, leadership, teamwork, and initiative. Their skill in doing management for health center was good enough. It could be seen from their way in filling the forms of MP in PTP. Most of them could fill the forms well and completely. Most of doctor 1 dentist bad participate in management for health center : health center level planning, health center stratification, and health center month workshop.
It is recommended to the Health Office to review the implementation of management for health center accurately and the policy of implementation of health center mini workshop, and also to do capacity building for contracted doctor/dentist_ Recommendation to the health center is to give the chance for contractor doctor/dentist participating in managing health center such as making job description, and giving technical assistance. It is also recommended to Bapelkes of Pekanbaru to review the curriculum of pre-employment training by coordinating with the Health Office and health center.
References: 45 (1989-2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Mekar Sari
"Pelatihan Pratugas Dokter/Dokter Gigi PTT merupakan program pelatihan prajabatan khusus yang wajib diikuti oleh seluruh dokter umum maupun dokter gigi yang akan melaksanakan masa bhaktinya. Dalam pelatihan pratugas ini Dokter/Dokter Gigi PTT mendapatkan materi dasar, inti dan penunjang. Materi yang dianggap paling penting dalam pencapaian tujuan pelatihan adalah materi inti yakni manajemen puskesmas. Pelatihan pratugas Dokter/Dokter Gigi PTT dimulai sejak tahun 1991 di Balai Pelatihan Kesehatan Padang, namun sampai saat ini belum pernah dievaluasi pada saat pasca pelatihan, sehingga tidak diketahui data tentang penerapan hasil pelatihan.
Penelitian ini bertujuan memperoleh informani tentang kompetensi Dokter/Dokter Gigi PTT yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam pelaksanaan manajemen puskesmas dan untuk melihat peran serta dokter/dokter gigi PTT dalam manajemen puskesmas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, obsevasi dan test objektif dengan informan dokter/dokter gigi PTT sebagai informan utama. Dilanjutkan dengan triangulasi sumber kepada pimpinan puskesmas, staf puskesmas dan KaSubdin Yankes Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman.
Hasil penelitian menggambarkan, bahwa pelatihan pratugas sangat bermanfaat dalam menunjang tugas Dokter/Dokter Gigi PTT di puskesmas. Hasil evaluasi kompetensi Dokter/Dokter Gigi PTT dalam manajemen puskesmas, pengetahuan dokter/dokter gigi PTT cukup baik pada perencanaan tingkat puskesmas, selanjutnya penilaian kinerja puskesmas dan lokakarya mini puskesmas. Sebagian besar Dokter/Dokter gigi PTT menunjukkan sikap positif antara lain dalam disiplin kerja, kepemimpinan, kerjasama, prakarsa dan keterampilan yang baik dalam melaksanakan tugas di puskesmas. Peranserta Dokter/Dokter Gigi PTT dalam manajemen puskesmas sangat bervariasi, yang utama adalah pada perencanaan tingkat puskesmas, penilaian kinerja puskesmas dan lokakarya mini puskesmas.
Untuk kesempurnaan dalam penyelengaraan pelatihan hendaknya dilakukan evaluasi pasca pelatihan secara berkesinambungan, dalam penyusunan kurikulum diharapkan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan puskesmas, agar materi yang diberikan bermanfaat dalam pekerjaan dokter/dokter gigi PTT di puskesmas.
Daftar Pustaka : 45 (1984 - 2004 )

Evaluation of Physician/Dentist Competency as Temporary Employee on Public Health Center Management Assessed After Pre-Work Training in Padang Pariaman District year 2004Pre work training of temporary employee (PTT) physician/dentist is a special training program which is obligatory before physician/dentist could go the work field. During the training, physician/dentist obtain basic, core, and supporting materials. Core material of public health center management is considered as the most important material. The training firstly started in 199i in Padang Health Training Center but has never been. evaluated in a post-training evaluation, thus no data on training result and application were available.
This research aimed to obtain information on physician/dentist competency including knowledge, attitude, and skill in implementing public health center management and to investigate the participation of PTT physician/dentist in public health center management.
The study used qualitative approach through in-depth interview, observation, and objective test with PIT physician/dentist as main informants. This was followed up by source triangulation to public health center management and staff, and Head of Health Service Office in Padang Pariaman District Health Office.
The results show that pre work training was extremely useful in supporting PTT physician/dentist at their work in public health center. Results on competency evaluation indicate good knowledge on public health center level planning, public health center performance evaluation, and public health center mini workshop. The majority of PTT physician/dentist showed positive attitude e.g. in work discipline, leadership, cooperation, initiative, and also showed good skill in doing their work in public health center. However, participation of PTT physician/dentist in public health center was quite varied, with significant participation in planning at public health center level, evaluating public health center performance, and in public health center mini workshop.
In order to improve the training, it is suggested to conduct post-training evaluation routinely. Materials are to be updated and adjusted according to the needs of public health center as to provide most benefit to PTT physician/dentist as training participants and to further support their work in public health center.
References: 45 (1984-2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. A. Hamdah Rosjidah Aini
"Diare adalah salah satu penyakit yang dapat disebarkan melalui air (water borne diseases). Di Indonesia diare masih menduduki peringkat atas diatara sepuluh penyakit terbanyak dan penyebab kematian nomor dua, terutama pada bayi. Di Sumatera Selatan, angka kesakitan diare adalah 22,97 per 1.000 penduduk. Angka tersebut tinggi bila dibandingkan dengan angka Nasional 20,68 per 1.000 penduduk. Dan tujuh Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan, angka kesakitan diare tertinggi adalah di Kota Palembang (35 per 1.000 penduduk). Di Kota Palembang, masyarakat yang menggunakan air bersih persentasenya rendah (77,5 %). Persentase air bersih memenuhi syarat kualitas bakteriologi juga rendah (60 %).
Rendahnya cakupan air bersih dan rendahnya persentase air bersih memenuhi syarat kualitas bakteriologi tidak terlepas dari kinerja sanitarian Puskesmas dalam pelaksanaan program pengawasan kualitas air bersih, Evaluasi kinerja sanitarian dalam pengawasan kualitas air bersih belum pemah dilakukan. Peraturan Daerah yang mengatur tentang pengawasan kualitas air bersih pun belum ada. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah belum adanya gambaran kinerja sanitarian dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air bersih di Puskesmas Kota Palembang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja sanitarian Puskesmas dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air bersih di Kota Palembang. Populasi penelitian adalah sanitarian Puskesmas di Kota Palembang, sedangkan sampel penelitian adalah total populasi berjumlah 35 sanitarian. Janis penelitian adalah survei dengan rancangan penelitian cross sectional. Analisa data yang dipakai adalah analisa univariat (menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persen) dan analisa bivariat (menggunakan uji chi square, dengan nilai alpha 5 %ICI 95 %).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanitarian Puskesmas di Kota Palembang yang berkinerja buruk 71,4 % dan yang berkinerja baik 28,6 %. Yang berkinerja lebih buruk adalah sanitarian laki-laki (OR : 2,8), sanitarian yang berumur < 39 tahun (DR : 2,1), sanitarian dengan lama bertugas < 9 tahun (OR : 2,6), sanitarian yang memiliki pengetahuan kurang (4,3), sanitarian yang tidak pernah pelatihan (OR : 2,1), sanitarian yang tidak punya buku pedoman kerja (OR : 2,5), sanitarian yang tidak memiliki transportasi ke lapangan (OR : 2,6), sanitarian yang tidak punya peralatan (DR : 3,1), sanitarian yang tidak menerima insentif (OR : 2,2) dan sanitarian yang tidak mendapat dukungan teman (OR : 2,9).
Saran bagi Dinas Kesehatan Kota adalah membuat Peraturan Daerah tentang pengawasan kualitas air bersih, meningkatkan perhatian, bimbingan dan petunjuk bagi sanitarian Puskesmas dalam meningkatkan kinerja sanitarian. Bagi pimpinan Puskesmas adalah membuat pembagian tugas yang jelas, meningkatkan dukungan bagi sanitarian, meningkatkan koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam pelaksanaan tugas sanitarian dilapangan. Bagi sanitarian Puskesmas, supaya mengikuti pertemuan bulanan sanitarian dan bersama Ketua BAKLI serta pimpinan Puskesmas mendiskusikan serta mencari pemecahan permasalahan kinerja sanitarian di Puskesmas Kota Palembang, dan membuat contoh penyaringan air sederhana dari bahan yang murah dan mudah didapat, sehingga dapat dicontoh masyarakat. Perlu penelitian lain adalah mencari variable-variabel lain yang tidak diteliti oleh penulis dan melaksanakan penelitian dengan memakai pendekatan gabungan, kuantitatif dan kualitatif, supaya dapat menggali permasalahan dengan lebih dalam.

Diarrhea is one of disease, which can propagate through water (water borne diseases)_ In Indonesia diarrhea still sit on the top of 10 most disease and number 2 death cause, especially to baby. In South Sumatra, diarrhea rate is 22,97 per 1000 resident. From seven regencies/towns in South Sumatra, diarrhea rate is very high in Palembang City (35 per 1000 resident). In Palembang City, resident who use clean water have a low rate (77,5%). Clean water percentage fulfill the bacteriology quality condition is low too (60%).
The low clean water coverage and clean water percentage fulfill the bacteriology quality condition is still related with Puskesmas sanitarian performance in clean water quality observation program execution. Sanitarian performance evaluation in clean water quality observation is never been done. Area Regulation that arrange about clean water quality observation is not yet there. The problem in this research is no view from sanitarian performance of clean water quality observation in Palembang City Puskesmas.
Research target is to know Puskesmas sanitarian performance of clean water quality observation in Palembang City. Research population is puskesmas sanitarian in Palembang City, while research sample is total population in amount of 35 sanitarians. Research type is survey with cross sectional research device. Data analysis used is univariate analysis (using frequent distribution with percent size) and bivariate analysis (using chi square test, with alpha assess 5%/CI 95%).
Research result show that Puskesmas sanitarian in Palembang City which has bad performance is 71,4% and good performance is 28,6%. The worse performance men sanitarians (OR : 2,8), sanitarian age < 39 years (OR : 2,1), sanitarians with work age < 9 years (OR : 2,6), sanitarians with less knowledge (4,3), sanitarians who never get training (OR : 2,1), sanitarians with no work guidance book (OR : 2,5), sanitarians with no transportation to work place(OR : 2,6)_ Sanitarians with no tools (OR : 3,1), sanitarians who not except incentive (OR : 2,2), and sanitarians who not getting support from friends (OR : 2,9).
Suggestion for City Health District is making Area Regulation about clean water quality observation, improving attention, counseling and guide for Puskesmas sanitarians in improving sanitarians performance. For Puskesmas Leader is making clear work division, improving support for sanitarians, improving pass by coordination program, and pass by sector in sanitarian duty execution on field. For Puskesmas sanitarian, to follow monthly sanitarian and with HAKLI Chief and Puskesmas leader discussing and searching resolve sanitarian performance problem in Palembang City Puskesmas, and making example of simple water distillation from cheap substance and easy to get, so can be followed by public. The need of other research is looking for other variables which not checked by writer and executing observation by using merger approach, quantitative, and qualitative, so that can dig the problem deeply.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Supratman
"Pembangunan kesehatan antara lain diarahkan untuk meningkatkan status kesehatan sumber daya manusia (GBHN 1993). Dengan keadaan status derajat kesehatan di Indonesia yang masih rendah yang dapat dilihat pada indikator kesehatan (angka kematian ibu dan angka kematian bayi), maka pemerintah rnengeluarkan kebijakan terobosan dengan menempatkan bidan di desa yang dimaksudkan untuk meningkatkan pemerataan dan peningkatan mutu kesehatan dalam rangka penurunan angka kematian ibu dan bayi. Sehubungan dengan ketersediaan dana dan alokasi pengangkatan pegawal yang terbatas dari pemerintah maka kemudian kebijakan ini dilanjutkan dengan penempatan bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (PTT) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan (1994). Dengan gaji yang relatif tinggi bidan PU diharapkan akan meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan Departemen Kesehatan tersebut tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lnformasi tentang kinerja bidan PU serta faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat. Pemilihan daerah ini didasarkan pada cakupan program KIA di daerah ini yang masih rendah, selain itu jumlah diantara daerah Jobotabek (Bogor, Bekasi, Tangerang), daerah Bekasi jumlah penempatan bidan di desa di Bekasi yang paling rendah. Penelitlan ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain Kros Seksional, dengan populasi peneiltian adalah seluruh bidan Desa di Bekasi. Malisa menggunakan anafisa univartat, bivariat dengan statistik korelasi Pearson, multivariat dengan regresi linler sederhana. Hipotesis penelltian ini sebagai berikut: faktor motivasi, individu, sosialbudaya, geografi dan pendukung mempunyai hubungan searah dengan kinerja bidan PTT.
Hasil analisis unlvariat, menunjukkan bahwa kinerja bidan PTT masih rendah akan tetapi bila dibandingkan dengan bidan PNS, maka bidan PTT tidak jauh berbeda. Faktor geografi adalah faktor yang berhubungan dengan bidan PTT. Pada analisis bivariat komponen dari faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan PTT adalah tanggung jawab dari faktor motivasi dan pengetahuan dari faktor Individu. sedangkan dari analisis multivariat faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan PTT adalah faktor geografi. Faktor-faktor lain selain faldor geografi tidak berhubungan untuk bidan PTT. Lebih dari separuh bidan PTT telah melaksanakan sistim pelaporan yang lengkap dan teratur yang berarti bahwa kewajiban bidan PTT sebagian terpenuhi.
Saran untuk Pengelola program KIA Propinsi dan Departemen Kesehatan, adalah meningkatkan kinerja bidan PTT dengan komponen penyusun kinerja dan faktor keterjangkauan wilayah. Fakyor keterjangkauan artinya target cakupan untuk daerah yang sulit harus disesuaikan dengan keadaan geografi dan tidak boleh disama ratakan dengan target cakupan pada daerah yang biasa ( tidak terpencil). Untuk mengatasi keadaan geografi tersebut tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu yang singkat, karena hal ini lebih banyak berhubungan dengan sektor lain yang terkait seperti Pemerintah Daerah (Departemen Dalam Negeri) dan sektor-sektor lain. Untuk itu saran yang lebih efisien dengan menempatkan lebih dari seorang bidan di desa pada daerah yang sulit dijangkau dengan maksud agar semua daerah yang sulit dijangkau dapat terjangkau. Untuk peneliti, masih banyak komponen dari faktor kinerja yang belum tergali karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik dalam metoda maupun analisis maka disarankan untuk mencarikan penelitian yang lebih dalam dengan menggunakan metoda yang dan analisis yang lebih akurat.

The health development among others is directed to improve the quality of the human resources (Outline of National Development, 1993) by way of increasing health services. The low health status in Indonesia are seen from the health indicators (infant and maternal mortality). In response, the government issued a breakthrough policy by placing midwives in the villages in order to distribute and increase the quality of health services, and resulting the decrease of infant and maternal mortality. However, due to the limited of fund and employment, the placement of the midwives in the villages is decided as a temporary employee (PTT) based on the decree of the Minister of Health. With a relatively higher salary, the midwives will increase their performance in order that the objectives of the Health Department policy is obtained.
This research is intended to obtain information regarding the performance of the temporary employee midwives and factors that influence them in the Regency of Bekasi, West Java Province. The selection of the province is based on the coverage of he MCH program in that area, even though the addition of the midwives is the lowest among the Botabek (Bogor, Tangerang, Bekasi). This research is a descriptive one with a cross sectional design, with the research population are the whole villages midwives in the Bekasi. The analysis is using the univariate, bivariate with Pearson correlation statistics, and multivariate with simple linear regression. The hypothesis follows. Motivation factors, individual, social cultural, geography and support have a positive relationship with the performance of the temporary employee midwives.
Based on the univariate analysis, the performance of the temporary employee midwives is still low, however, compared with the civil employee midwives, their performance is not too much difference. In other words, the temporary employee midwives have a good performance. The geographical factors are related to the temporary employee midwives performance. According to the bivariate analysis, the factors that related with the performance of the temporary employee midwives are of the motivation factors and knowledge. While based on the multivariate analysis, the factors that are related to the temporary employee midwives performance is the geographical factors. Other factors are not related to the midwives performance. More than half of the temporary employee midwives have performed a complete and regular report which means that half of their duties have been fulfilled.
It is suggested to the manager of the provincial MCH program and the Health Department, that placement of the temporary employee midwives should be continued, to increase the performance of the temporary employee midwives. Beside the performance criteria, the accessibility should be considered. It means that a difficult target coverage should be adjusted with the geographical factor and it should nat be generalized with a normal target area coverage ( a close area). Overcoming the geographic constraint can not be done in a short period, because it is related to other sectors such as the Provincial Government (Department of Internal Affairs) and other sectors. Therefore, the suggestion is to place more than one midwife in an area that hard to reach. Then all the areas that hard to reach can be accessed. In order to perform these activities, a proposal is needed from the Health Office to the Health Department asking for a cooperation to place midwives in the area of hard to reach. There are many components of the performance factors that can not be investigated due to the constraints, both in the methods and in the analysis. Therefore, it is suggested suggest to make a further research by using a more acurate method and analysis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fera Tri Wahyuni
"Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas MTBS dalam pelayanan MTBS di Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Madiun tahun 2011. Desain cross sectional, dilakukan pada bulan April-Mei 2011 dengan responden 80 petugas MTBS. Hasil penelitian menunjukkan hanya 16,2% petugas MTBS yang berkinerja baik. Motivasi, beban kerja dan supervisi merupakan variabel yang berhubungan dengan kinerja petugas MTBS, sedangkan umur, pendidikan, pelatihan, masa kerja, pengetahuan tentang MTBS dan sarana dan prasarana tidak berhubungan dengan kinerja petugas MTBS. Atas dasar tersebut untuk meningkatkan kinerja petugas MTBS perlu diberlakukan sistem penghargaan, pembagian kerja yang jelas atau menunjuk petugas khusus untuk menjalankan MTBS, serta mengoptimalkan supervisi.

The aim is this study was to find out factors related to the performance of IMCI officer on serving IMCI in Puskesmas Madiun City Health Office in 2011. Cross-sectional desaign, that was conducted in April-May 2011 with 80 respondents of officers IMCI. The study results showed that only 16.2% IMCI officers who perform well. Motivation, workload, and supervision is a variable related to the performance of IMCI officer, while age, education, training, years of service, knowledge of IMCI and facilities and infrastructure not related to the performance official of IMCI. Based on the result, it is important to improve their performance officer IMCI need to be implemented reward system, a clear division of labor, or appoint a special officer to run the IMCI, and to optimize supervision."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, John Sihar Tony
"Pelayanan gawat darurat merupakan upaya penaggulangan terhadap keadaan yang gawat dan darurat di bidang kesehatan, yang dilaksanakan kepada individu atau kelompok masyarakat yang berada dalam keadaaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam jiwanya. Upaya penanggulangan ini dilaksanakan secara cepat dan tepat, sehingga dapat menolong jiwa si penderita sehingga terhindar dari kematian dan kecacatan.
Dalam pelaksanaan pelayanan gawat darurat Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta berperan sebagai regulator, yang mengatur mekanisme, arah kebijakan dan pedoman-pedoman pelayanan, suku dinas di tingkat kotamadya berperan sebagai auditor yang melaksanakan fungsi pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pelayanan dan puskesmas berperan sebagai operator yang melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan di puskesmas dan di luar gedung puskesmas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja petugas pelayanan gawat darurat dan factor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas pelayanan gawat darurat, dengan menggunakan desain Cross Sectional. Yang dilaksanakan di Puskesmas di Wilayah Kota Madya Jakarta Barat tahun 2003. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi.
Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar petugas dengan kinerja buruk dan ada faktor-faktor yang berhubungan yaitu: pendidikan, pelatihan, imbalan dan pembinaan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pendidikan, pelatihan, imbalan dan pembinaan berhubungan dengan kinerja petugas pelayanan gawat darurat.
Dan 96 responden diperoleh gambaran kinerja 18 responden kinerjanya baik (18,8%) dan 78 responden kinerjanya buruk (81,2%). Yang memiiikli pendidikan perguruan tinggi (PT) sebanyak 57 responden (59,4%) danSLTA 39 responden (40,6%), 58 responden (60,4%) sudah pernah dilatih dan 38 responden (39,6%) belum pernah mendapat pelatihan. Dari 96 responden 38 responden memperoleh imbalan yang baik (72,9%), dan 58 responden (27,1%) memperoleh imbalan yang buruk, yang memperoleh pembinaan baik sebanyak 33 responden (34,4%) dan yang memperoleh pembinaan yang buruk sebanyak 63 responden atau (65,6%).
Dan berdasarkan ini pula disarankan agar upaya-upaya perbaikan kinerja lebih mengutamakan 4 faktor di atas. Faktor pendidikan lebih berorientasi kepada kesempatan untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi, melalui proses izin belajar atau tugas belajar dengan perencanaan anggaran yang matang. Faktor pelatihan dilaksanakan secara intensif melibatkan semua petugas pelaksana pelayanan gawat darurat. Imbalan diberikan berupa materi dan penghargaan mengingat kualifikasi dan sifat tugas yang dilaksanakan. Seharusnya pembinaan dari atasan langsung dalam bentuk pertemuan-pertemuan teknis dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan.

Emergency services represent the handling efforts toward the critical and emergent condition in health area, performed to the individual or community group which are in critical condition or about to become critical and their lives are threatened. This handling effort carrier out fast and accurately, so it can help the lives of the patients so they can be prevented from the death and disability.
In performing the emergency service the Health Agency of Greater Jakarta province plays a role as regulator, regulating the mechanisms, the direction of the policies and the service guidelines, the sub agencies in municipal level play a role as auditor conducting the functions of development, supervision, and controlling toward the service implementation and the public health center plays a role as an operator undertaking the service activities mot; public health center and outside the public health enter.
This research is aiming to know the emergency service officers' performance and factors related to the emergency service officer's performance, by using Cross Sectional design. Performed at public health in West Jakarta Municipality area in 2003. The data collection was performed by interview and observation.
The research found that majority of the officers with the bad performance and there were factors related factors namely education, training, reward, and development. From this research results it is concluded that education, training, reward and development relate to the emergency service officers' performance.
From 96 respondents is obtained the performance picture of 18 respondents with good performance (18.8%) and 78 respondents with bad performance (81.2%). Those with college education is 57 respondents (59.4%) and < Senior High School education 39 respondents (40.6%), 58 respondents (60.4%) have been trained and 38 respondents (39.6%) have never been trained. From 96 respondents, 38 respondents obtain good compensation (72.9%) and 58 respondents (27.1%) obtain bad compensation, as for those having good education are 33 respondents (34.4%) and those having bad education are 63 respondents or 65.6%.
And based on these also it is suggested in order that the performance improvement efforts are more to prioritize the above factors. The educational factor is more oriented to the opportunity to attend the higher education, thorough learning permit process or learning assignment by mature budget planning. The training factor held intensively involving all the emergency service officers. The reward was given in form of material and appreciation considering the qualification and the nature of the duties they carry out. It should be the development from the superiors directly in form of the technical meeting held routinely and sustainable.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T 12798
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susy Himawati
"Penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi dengan merupandingkannya pada standar baku penampilan. Untuk mendapatkan hasil penilaian kinerja personel yang obyektif, akurat dan transparan, maka instrumen penilaian kinarla tersebut harus obyektif dalam mengukur fungsi dan tugas pokok personel yang dinilai, memenuhi konsep validitas dan realibilitas pengukuran dan dapat mengukur hasil karya personel.
Hasil penilaian kinerja personel digunakan oleh organisasi untuk pengambilan keputusan dalam pengembangan personel yang bersangkutan sedangkan bagi atasan yang menilai untuk mengetahui kinerja unit yang dipimpinanya dan upaya perbaikan bagi bawahan sementara itu bagi personel yang diniIai sebagai umpan balik guna mengetahui kekurangan dan kelebihan dalam melakukan pekerjaannya.
Untuk menilai kinerja bidan di unit pelayanan kebidanan pada suatu rumah sakit, selama ini baik pemerintah ( Depkes) maupun instansi swasta belum mempunyai standar yang baku tentang penilaian kinerja bidan di rumah sakit. Oleh karena itu untuk meniiai kinerja bidan di RSUD kota Bekasi digunakan beberapa instrumen penilaian kinerja yang ada yaitu instrumen DP3, Evaiuasi Penerapan Standar Asuhan Keperavyatan (EPSAK) dan Format Evaluasi Perawat (FEP).

Performance appraisal is a process to evaluate individual task in the organization which compares individual performance with the standard. To have an objective, accurate and transparent result, therefore the appraisal instrument should measure job discription and fuction objectivelly, must meet criteria validity and realibility and sensitive or easy to appraise personnel`s work result.
Performance appraisal result is used for organization to make a decision for personnel development and for personnel is appraised as feedback to know their competency. Currently, Health Departement as well as other non govemment health care organization have not applied any evaluation standard to appraise midwives performance in hospitals. Hence, RSU Bekasi has initiated to apply three types of performance appraisals i.e ; DP3, Standard Applied Evaluation for Nursing ( EPSAK ) and Nursing Evaluation Form ( FEP ).
The existing problem is that the instruments are not optimally used to evaluate midwives performance. With respect to the above phenomenon, researcher is interested in exploring some possible causes from multiple sources in RSU Bekasi to get the idea how the instmments have been implemented."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T2712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Maryeli
"Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih menjadi masalah utama di Indonesia. Berdasarkan SDKI 2007 AKI sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup AKB 34 per 1000 kelahiran hidup. Di Kabupaten Gayo Lues AKI dan AKB masih menjadi masalah, dimana AKI sebesar 338 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menunjukkan tren yang meningkat dari 1,2 per 1000 kelahiran hidup menjadi 4,3 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) diimplementasikan sebagai program nasional dalam upaya menurunkan AKI dan AKB sehingga dapat mencapai target MDGs. Rasio bidan dengan penduduk masih kurang, maka pemerintah mengangkat bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) untuk mengisi kekurangan tenaga kesehatan di desa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan PTT dalam pelaksanaan Program Jampersal di Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Tahun 2012. Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan disain cross sectional. Subjek penelitian ini adalah bidan PTT di Kabupaten Gayo Lues dengan jumlah sampel 97 orang.
Hasil penelitian memperlihatkan 66% bidan PTT memiliki kinerja baik dalam pelaksanaan Program Jampersal. Variabel yang menunjukkan hubungan dengan kinerja bidan PTT adalah variabel individu (agama, status perkawinan, lama bekerja, dan pengetahuan), variabel psikologis (sikap dan motivasi), variabel organisasi (kepemimpinan). Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues dan Puskesmas untuk lebih meingkatkan bimbingan, perhatian, pengetahuan, dan mengarahkan bidan PTT dalam pelaksanaan Program Jampersal di Kabupaten Gayo Lues.

Maternal Mortality Rate (MMR) and Infant Mortality Rate (IMR) are still a major problem in Indonesia. Based on 2007 IDHS, MMR at 228 per 100,000 live births, IMR 34 per 1,000 live births. In the district of Gayo Lues MMR and IMR are still an issue, where MMR was 338 per 100,000 live births and IMR showed an upward trend from 1.2 per 1,000 live births to 4.3 per 1,000 live births in 2011. Delivery Guarantee Program (Jampersal) is implemented as a national program in an effort to reduce MMR and IMR in order to achieve the MDGs. Midwife to population ratio is still less, the government raised the midwife Employee Variable (PTT midwives) to fill the shortage of health workers in rural.
This study aims to determine the factors associated with the performance of PTT midwives in the implementation of Programs Jampersal in Gayo Lues District of Aceh Province in 2012. This research is a quantitative study with cross-sectional design. The subjects were PTT midwives in Gayo Lues District with a sample of 97 people.
The results showed 66%, of PTT midwives has a good performance in the implementation of the Program Jampersal. Variables that indicate a relationship with the performance of PTT midwives are the individual variables (religion, marital status, duration of work, and knowledge), psychological variables (attitudes and motivation), organizational variables (leadership). Recommended to the District Health Office Gayo Lues and boost the Health Center for more guidance, attention, knowledge, and directs the implementation of the Programme PTT midwives Jampersal in Gayo Lues District.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Detya Fajar Sari
"Rumah Sakit sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai berbagai sumberdaya yang kualitasnya sangat berperan dalam pelayanan tersebut. Keberhasilan pelayanan kesehatan yang bermutu ditentukan oleh berbagai faktor antara lain sumber daya manusia yang berkualitas, sarana dan fasilitas yang baik, kebijakan serta manajemen rumah sakit. Berbagai poliklinik di rumah sakit merupakan unit yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, termasuk di antaranya adalah poliklinik gigi. Untuk itulah diharapkan poliklinik gigi memiliki kemampuan guna menjalankan kegiatan tersebut secara baik bagi kepuasan pasien dan keuntungan rumah sakit.
Melihat dari menurunnya cakupan produksi tahun 2002-2003 menunjukan adanya sesuatu yang harus ditemukan mengenai kinerja Poli Gigi Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. Untuk itulah dilakukan penelitian ini, yakni agar diperoleh informasi tentang gambaran kinerja Poli Gigi Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta.
Janis penelitan ini adalah kualitatif dan dilakukan di Poli Gigi Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. Informan yang diambil berjumlah 19 orang meliputi pasien, perawat gigi (tekniker gigi), dokter gigi, penanggung jawab poliklinik, Ketua Komite Medik, Wakil Kepala Personalia dan Umum, Kepala Unit Pelayanan Pelanggan dan Pemasaran serta Kepala Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta.
Hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan FGD menunjukan bahwa kondisi keuangan Poli Gigi Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta adalah sangat menguntungkan dan dari segi absensi dokter gigi dengan penilaian Six Sigma dinilai kurang baik.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyabab utama kondisi diatas adalah sangat kurangnya kontrol dan evaluasi berupa lindakan konkrit untuk mengatasi masalah yang ada, dalam hal ini terpenting adalah mengacu kepada kepuasan pelanggan (pasien).
Penelitian ini menyarankan bahwa untuk meningkatkan kinerja poli gigi di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta adalah perlunya meningkatkan kontrol dan evaluasi dari pihak pimpinan rumah sakit dengan pihak pelaksana sesuai dengan kondisi dan situasi di poli gigi tersebut.

Hospital as one of the formal institution for healthy public services has some of resources that quality should be number one. Reach by success of the service depend on all the factor such as human resources it self, good equipment and facilities and of course some policies and management of the hospital. The Polyclinic, especially tooth care, as one of prime product, which near with public service, should be, has something to public can count on it. That's why, good and satisfied services for public is should and it's a must. Because it will be one of important income for hospital it self.
Based on reported in 2002-2003, that product and the visitor saw that there's no some increasing number at Dental Clinic of RS. Pelabuhan. Of course, this fact has same reason, especially the quality working as one of the big question on it. This is the reason why it has to be research to find out the answer immediately.
The research will take as descriptions with quality approach to find out all the fact. There's 19 samples kind of people, such as, patients, nurse with special ability with tooth care, dentist, dental clinic care manager, Chief of Medical Committee, HRD Manager, Chief of Public Service for customer and marketing, and of course, Director of Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta.
The result, we can find that there's four items that could be prime indicator of dental clinic performance of Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. And most of it - three of it - in-quality product.
The conclusion of the research that the major-cause of that problem is good communications such as there's no enough control from up to the bottom, and real evaluations to solve the problems. And of course this with in feels satisfied by public.
The suggestions will attendance on this research, such as raising dental clinic performance at Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta and the COMMUNICATIONS as the result of this research. The entire if have to be adjusting with the hospital conditions.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Roossita Anggraini
"Program penanggulangan tuberkulosis paru mempunyai tujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit tuberkulosis dengan cara memutuskan mata rantai penularan, sehingga tidak merupakan masalah lagi bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Untuk mendeteksi dan mengobati tuberkulosis, strategi pengobatan yang dianjurkan oleh WHO adalah dengan penerapan DOTS (Direct Observe Treatment Shartcourse). Dalam DOTS tersebut faktor pencatatan dan pelaporan merupakan strategi yang penting dalam pemantauan dan evaluasi program penanggulangan tuberkulosis. Suskesnya strategi ini sangat bergantung kepada perilaku dan sikap dari petugas kesehatan yang melakukan pencatatan dan pelaporan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja pelaksana program tuberkulosis dalam upaya pencatatan laporan TB-01 di Puskesmas. Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan jumlah responden seluruh petugas pelaksana tuberkulosis di puskesmas wilayah Jakarta Selatan. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pemeriksaan data sekunder laporan pencatatan TB-01, dan kemudian dilakukan wawancara mendaiam kepada 7 orang petugas TB puskesmas untuk memperkuat hasil penelitian.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kinerja mayoritas petugas pelaksana program tuberkulosis dengan rata-rata usia 44,5 tahun dan tingkat pendidikan rata-rata SLTA/SMK serta lama masa kerja lebih dari 5 tahun, adalah baik, namun kinerja 44,7% petugas tuberkolusis adalah buruk. Faktor-faktor yang diteliti untuk mengetahui hubungan dengan kinerja petugas pelaksana program tuberkulosis adalah umur, pendidikan, lama kerja, motivasi, kepemimpinan, supervisi, imbalan dan sarana. Sedangkan faktor-faktor yang paling berhubungan dalam menentukan kinerja petugas program tuberkulosis dalam pencatatan laporan TB-01 adalah supervisi.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kinerja petugas pelaksana program tuberkulosis berimbang antara petugas yang berkinerja baik dan buruk. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas adalah pelatihan, motivasi dan supervise. Sedangkan faktor yang paling berhubungan dengan kinerja petugas adalah supervise kemudian motivasi. Dengan melihat kesimpulan penelitian ini, maka disarankan bagi puskesmas untuk meningkatkan kinerja petugas dengan cara membuat dan melaksanakan standar operasionai baku, meningkatkan pembinaan, kerjasama tim dan memberikan penghargaan atas prestai kerja kepada petugas, selain juga memperbaiki kualitas pencatatan laporan dengan siklus PDCA.
Adapun untuk Suku Dinas Kesehatan Masyarakat disarankan untuk memfasilitasi pertemuan berkala guna meningkatkan kualitas pencatatan, meneruskan pelatihan petugas secara berkelanjutan dan selalu melaksanakan program studi banding untuk meningkatkan kualitas. Sedangkan untuk Dinas Kesehatan, disarankan agar sosialisasi kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan strategi DOTS tetap dinformasikan keseluruh UPK dan guna meningkatkan kualitas informasi suatu Sistem Informasi Kesehatan yang dapat diakses oleh seluruh UPK agar secepatnya dapat diselesaikan.

The aim of the lung tuberculosis prevention program was to reduce the mortality or sickness number caused by tuberculosis by way of cutting off the chain infection, in order to reduce the people healthcare problem in Indonesia. To detect and cure the tuberculosis, the cure strategy recommended by the WHO is implementing the DOTS (Direct Observe Treatment Short course). The reporting and report writing in DOTS was the important strategy in observing and evaluating tuberculosis prevention program. The success of this strategy relies on the behavior and attitude of the health officers who report and do the writing of the report.
The purpose of this research is to obtain understanding on factors related with the performance of tuberculosis program's officers in the Puskesmas TB-01 report writing. This research was using a cross-sectional design with qualitative and quantitative approach with respondent were the entire tuberculosis officers at the South Jakarta's Puskesmas. Data collections were carried out by examining the secondary data on TB-01 report writing, and followed by in-depth interview to 7 officers to verify the examination results.
The research shown that majority performance of tuberculosis program officer which average age were 44.5 years old and high school level of education and with length of service of 5 years was excellent, however the performance of 44.7% of the tuberculosis program officer were unsatisfactory. Factors examined from measuring the tuberculosis program officer's performance were age, education, length of service, motivation, leadership, supervision, rewards-recognitions and facilities. However, factor which related most with tuberculosis program officer's performance in TB-O1 report writing was supervision.
Research results summarized that the tuberculosis program officer's performance were balanced between excellent and unsatisfactory performers. Factors related to officer's performance were training, motivation and supervision, but the dominant factors in officer's performance were supervision followed by motivation. Looking into the results summaries, it is therefore suggested that the Puskesmas should improved officer's performance by way of developing and implementing the standard operational procedures, increased activities in supervision and team works, giving rewards and recognition to officers' performance, as well as to improve the quality of report writing using a PDCA cycle.
As to the District Public Health, it was suggested to facilitated regular meeting to improve the officers' report writing quality, continue the sustainable training for officers and carrying out the comparative study exercise for performance improvement. For the Province Health Office, it was suggested that it continues the policy related to the DOTS' implementation be informed to every Health Services Units and to improve the information quality, a Health Information System which can be access by every Health Services Units be developed quickly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>