Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134914 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widyawati Garini
"Menurut WHO tahun 1990 ada sekitar 2,5 juta bayi berat lahir rendah (BBLR) di seluruh dunia dimana 90% terjadi pada negara berkembang. Di negara maju, Australia, angka kejadian BBLR adalah sekitar 6%, sedangkan di negara berkembang dimana status sosial ekonomi masyarakatnya masih rendah angka kejadian BBLR lebih tinggi yaitu sekitar 13-17%. Bayi berat lahir rendah merupakan salah satu faktor terpenting kematian neonatal dan determinan yang cukup bermakna bagi kematian bayi.
Tingkat kematian neonatal di Indonesia masih tetap tinggi meskipun angka kematian bayi (AKB) telah mengalami penurunan cukup tajam. Penurunan AKB yang terjadi pada dasawarsa terakhir ini disebabkan oleh turunnya angka kematian bayi diatas usia satu bulan, sementara 40% kematian yang terjadi pada periode neonatal angkanya hampir tidak berubah. Penyumbang utama kematian BBLR adalah prematuritas, infeksi, asfiksia, hipotermia, dan pemberian ASI yang tidak adekuat.
Angka BBLR di Kabupaten Bogor 21,4% diatas angka Provinsi Jawa Barat 18,3% dan angka Nasional 7,7%. Hasil penelitian lain tentang kelangsungan hidup bayi dengan hipotermia 10%-77% serta terbatasnya sarana inkubator di rumah sakit, maka diperlukan sosialisasi suatu cara alternatif yang secara ekonomis cukup efisien dan efektif untuk merawat bayi pretern yaitu dengan Metode Perawatan Bayi Lekat (MPBL).
Metode Perawatan Bayi Lekat dilakukan pendekatan dengan cara penyuluhan perorangan maupun kelompok dengan intervensi VCD MPBL pada ibu BBLR di RSUD Ciawi Bogor. Keberhasilan intervensi MPBL tergantung dari ketrampilan petugas kesehatan dalam meyakinkan ibu BBLR tentang keuntungan dan manfaat MPBL dalam penanganan BBLR.
Setelah intervensi MPBL, bagaimanakah pengaruh intervensi terhadap tingkat pengetahuan pada ibu BBLR serta faktor yang mempengaruhinya?. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh intervensi VCD MPBL terhadap tingkat pengetahuan ibu BBLR serta faktor yang berpengaruh. Penelitian menggunakan one group pre test - postest design, dengan populasinya adalah ibu yang melahirkan BBLR yang dirawat di RSUD Ciawi, cara pengambilan sampel dengan quota sampling dari tanggal 16 Juli sampai 16 Agustus 2002. Data dikumpulkan dengan cara wawancara pre dan post test.
Analisis data menggunakan t - test. Adanya hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu BBLR tentang MPBL setelah intervensi VCD MPBL. Setelah mendapatkan intervensi VCD MPBL kedua variabel pendidikan dan intervensi VCD MPBL bersama-sama dapat menjelaskan adanya peningkatan pengetahuan ibu BBLR tentang MPBL sebesar 68,1%.
Melihat adanya hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dan pengetahuan MPBL pada ibu BBLR (setelah intervensi VCD MPB), disarankan Pemerintah Kabupaten Bogor c.q Dinas Kesehatan Bogor mensosialisasikan MPBL ini sebagai salah satu terobosan baru tehnologi tepat guna untuk penanganan BBLR melalui media komunikasi massa, misalnya melalui VCD dan sebagainya. Hal ini juga perlu di dukung dengan kebijakan dengan kemungkinan sumber daya dan dana yang dapat diberikan oleh PEMDA. Selain itu, petugas lapangan/perawat dapat diberikan kemudahan oleh atasan yang berwenang untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan dalam masalah perinatal khususnya penanganan BBLR. Hal ini akan bermanfaat pada saat melaksanakan intervensi MPBL dilapangan.

The Effect of Video Compact Disc Intervention of Kangaroo Mother Care (KMC) on The Level of Knowledge of Mothers with Low Birth Weight's Babies (LBW) in Ciawi Public Hospital, District of Bogor, West Java, 2002According to WHO, in 1990 there were about 2,5 millions babies born with low weight, 90% of which occurred in developing countries. In a developed country, Australia, for examples, the prevalence of LBW babies was around 6% while in the developing countries with lower social economic status the prevalence of babies born low birth weight (LBW) reached 13 - 17%. The LBW babies constituted one of the most important factors causing neonatal deaths.
In Indonesia, the of neonatal death rate remains high although the rate of the infant mortality has dropped quite sharply. The decrease of the infant mortality in the last ten years was primarily caused by the death infants over one month age, while the 40% death took place during the neonatal period has never changed. The main contributors to deaths of the LBW babies born were the following : prematurity , infection, asphyxia, hypothermia and inadequate breast feeding.
The rate of the LBW in the District of Bogor was 21,4% which was above that of the rate of the West Java Province (18,3%) and the National rate (7,7%). Other studies revealed that the survival of babies with hypothermia was 10% - 77% and the number of incubator facilities in the hospital was insufficient, so it was deemed necessary to socialize an alternative method which was economically effective and efficient to treat preterm babies, namely Kangaroo Mother Care (KMC).
The Kangaroo Mother Care was conducted through both individual and group intervention of VCD on KMC among mother's with LBW babies in Ciawi Hospital, District of Bogor.
After intervention, how did the intervention affect the level of the mothers knowledge of KMC ? The objective of study was to assess the effect of the VCD on KMC intervention on the knowledge level of mothers with LBW babies . The study used one grouped pretest - posttest design and the population was mothers having just given births of babies with LBW in Ciawi Hospital. Samples were gathered using quota sampling method from 16 July to 16 August 2002. Data was collected through 'interview with pre test - post test and discussions.
Data analysis was carried out with t - test. After receiving the VCD on KMC intervention there was significant relationship between education level and knowledge of the mother's LBW babies on KMC. After the above intervention similar using the VCD on KMC, both education level mother's and intervention of VCD on KMC, could explain the increase/change of knowledge of the mother's on KMC 68.1%.
Considering the importance of the VCD on KMC intervention in enhancing the mothers' knowledge of KMC, it is recommended that the Government of the District of Bogor c.q Bogor Health Office establish the prevention and management of LBW babies using appropriate technology. In addition, the KMC could be socialized through mass media for example using VCD method. Support in the form of policy, facilities and others resources including fund should also be made to enhance the intervention.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Leida M.R. Th
"Angka Kematian Bayi di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 58 per 1000 kelahiran hidup, dengan pola penyakit penyebab kematian masih berkisar penyakit infeksi yaitu ISPA, tetanus neonatorum dan diare, campak. Pola ini hampir serupa dengan penyebab kematian Balita. Masih tingginya angka kematian bayi dan balita disebabkan oleh karena upaya-upaya yang dilakukan pada tingkat pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) lebih menekankan pada aspek promotif dan preventif, sebaliknya upaya kuratif dan rehabilitataif kurang mendapat perhatian. Selain itu, penanganan kasus masih bersifat terkotak-kotak pada setiap penyakit. Dengan demikian, kondisi tersebut ikut memberikan sumbangan terhadap meningkatnya resiko kematian. Selain penyebab masalah program, diduga masalah kinerja petugas juga perlu diperhitungkan sebagai salah satu faktor yang ikut mempengaruhi fenomena pelayanan kesehatan saat ini.
Untuk itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana tatalaksana kasus yang telah mempunyai standar baku dari Depkes pada tingkat operasional dilapangan. Pertanyaan tentang konsistensi tatalaksana baku kemudian menjadi penting,apakah telah dilaksanakan oleh petugas dan bagaimana peranan sarana pendukung sehingga ikut meningkatkan tatalaksana yang berkualitas.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yang bertujuan melihat hubungan dengan besarnya kualifikasi petugas, sarana dan logistik serta pengetahuan teoritis mengenai tindakan medis dan non medis dengan kualitas tatalaksana kasus pada bayi dan balita yang menderita ISPA, Diare, Campak dan KKP. Jenis studi berbentuk cross sectional. Populasi yang diteliti sekaligus merupakan sampel penelitian, yaitu semua bayi dan balita yang datang ke 12 Puskesmas dengan gejala batuk pilek atau panas atau mencret.
Data dikumpulkan dengan wawancara dan observasi, kemudian dianalisis dengan menggunakan program STATA versi 3.1 dan SPSS Versi 6.0 for Windows versi 3.1.1.
Dari hasil penelitian didapatkan cut off point untuk kualitas tatalaksana sebesar 60%, dengan proporsi pada tiap kasus yang sangat rendah yaitu dibawah 20%, hasil analisis bivariat pada kasus gabungan menunjukan bahwa ada hubungan antara jumlah staf yang cukup, tersedianya obat, barang cetakan serta pengetahuan dengan kualitas tatalaksana kasus, sedangkan pada kasus ISPA variabel yang berhubungan adalah lama kerja, staf dan pengetahuan. Untuk kasus diare hanya obat dan barang cetakan yang berhubungan dengan kualitas tatalaksana.
Analisis multivariat, dengan cara logistic regresi didapatkan tiga model yang dianggap sangat berpengaruh terhadap kualitas tatalaksana kasus, sehingga model tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk membuat strategi tatalaksana kasus yang berkualitas di Kabupaten Cianjur.

The Factors Which Influence of the Babies Case Management Quality and Children Under Five Years Old Sick at Public Health Centre of Cianjur, West Java The infant mortality in Indonesia are being high enough at least for about 58/1000 birthness, by the pattern of that case about infectious or Acute Respiratory Infection (ARI), Tetanus neonatorum, Diarrhea and Measles, this pattern almost the same as chlidren under five rears old mortality. The highest infant and child mortality because of health service effort in this case caressingly on preventive and promotive aspects, other wise rehabilitative and curative lack of attention. Beside that to do the case is still, so that the condition like this will give an increasingly of deadness risk. Beside amain case problem it seems that the human resources need to be though over , it's as a factor influence of health services phenomena.
So, this research would to know how a case management has standard from health department on a filed operational. The question about consistency that would be important weather it has already done by the provider and how supporting materials in order to increase of management quality.
The objective of this descriptive analytical study, the main point in order to be known a link or relation with provider qualification, logistic and facility and also theoretic knowledge in handling medically and non-medically, by the quality of case management how got ARI, diarrhea, measles and malnutrition. The design of the study was cross sectional. A population was researched as a research sample, all babies and child under five years old who are coming to 12 public health centers by a symptom of cought, fever and "menceret".
These data?s were collected by interviewing and observation then analyzed by using STATA program of version 3.1, SPSS for version 6.0 windows version 3.1.1.
From the result of research could be got cut of point for management quality 60% with a proportion each case very low 20%. The result of bivariate analysis in combined case, showed that there were a number of relations among staff available of drug, printed materials and also knowledge of case management quality, but in the case of ARI variable association was duration of working, staff and knowledge. For the case diarrhea were drugs and printed materials only wich management quality.
Multivariate analize by logistic regression cold be got three models, which influence of case management quality. So that those models as a consideration to make case management strategy, in order to be had quality in Cianjur regency.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T3978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fita Rosemary
"ABSTRAK
Angka kejadian BBLR di Indonesia saat ini masih tinggi berkisar antara 7,9% - 16%, padahal pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan ingin menurunkan kejadian BBLR ini sampai 7% pada akhir Pelita VI. Banyak faktor yang menyebabkan kejadian BBLR yang tergantung pada kesehatan ibu selama hamil. Untuk menurunkan kejadian BBLR telah ditempatkan petugas dan fasilitas pelayanan kesehatan sampai ke daerah terpencil untuk ikut menjaga kesehatan ibu dan bayi selama masa kehamilan, persalinan dan masa sesudah persalinan.
Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara layanan antenatal dengan kejadian BBLR di kabupaten Bogor serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, karena angka kejadian BBLR di kabupaten Bogor masih cukup tinggi.
Rancangan penelitian adalah kasus kontrol tanpa matching dengan jumlah sampel seluruhnya 396 orang yang terdiri 198 kasus dan 198 kontrol, dengan hipotesis, layanan antenatal yang buruk berhubungan dengan kejadian BBLR.
Data diolah dengan analisa statistik univariat, bivariat, dan analisa muftivariat dengan menggunakan regresi logistik unconditional. Perangkat lunak yang dipakai ialah program Epi Info versi 6, Stata versi 3, 4 dan versi 5.
Penelitian menunjukkan bahwa kejadian BBLR pada ibu-ibu yang mendapat layanan antenatal buruk 6,23 (3,55 - 10,94) kali lebih besar dibandingkan bila ibu mendapat layanan antenatal baik (p<0,001). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian layanan antenatal maupun kejadian BBLR iafah pendidikan ibu, pekerjaan ibu, paritas dan kelainan kehamilan. Selain itu juga terjadi interaksi antara kualitas layanan antenatal dengan pekerjaan ibu sehari-hari, yang menyebabkan kejadian BBLR pada ibu yang mendapatkan layanan antenatal dan melakukan aktivitas fisik berkisar antara 2,28 sampai dengan 11,53 kali lebih tinggi setelah dikontrol dengan pendidikan ibu, pekerjaan ibu, kelainan kehamilan, dan paritas.
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian BBLR ialah tinggi badan ibu, kebiasaan merokok pada ibu dan jenis kelamin bayi, tetapi bukan merupakan confounding terhadap layanan antenatal.
Program pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil perlu lebih digalakkan lagi karena belum semua ibu hamil di desa mau memeriksakan kehamilannya kepada petugas kesehatan. Frekuensi pemeriksaan perlu ditunjang dengan kelengkapan pemeriksaan yang sudah dikenal dengan 5T, penyuluhan dan konseling tentang pentingnya nutrisi ibu, istirahat cukup selama masa kehamilan agar ibu dan bayi mencapai kesehatan yang optimal.

ABSTRACT
Relationship Between Antenatal Care and Low Birth Weight in Bogor District, West Java Province, 1997The incidence of Low Birth Weight (LBW) in Indonesia is still high which is between 7,9 - 16%, nevertheless the Ministry of Health has a target which is to decrease the incidence to 7% by the end of Pelita VI. Several risk factors of LBW depend on the health status of the pregnant women. The government places health facilities and health personnel even to the most remote areas, to ensure that pregnant women and babies, are in healthy condition through out pregnancy, labor and post labor period.
This research is to investigate the relationship between antenatal care and LBW in Bogor district and their corresponding factors, as an explanation of the high LBW incidence in Bogor district.
Design of the study is case-control without matching. Respondents were 396 people which consist of 198 cases and 198 control. The hypothesis of this study is poor antenatal care causes high incidence of LBW.
Statistical analysis used in this study was univariate, bivariate and multivariate using unconditional logistic regression.
Results of this study shows that the incidence of LBW among mothers who received poor antenatal care was 6.23 times higher than those who received good antenatal care (p<0.001). Corresponding factors to antenatal care and LBW were mother's education, mother's job, parity and abnormal pregnancy. There was an interaction between antenatal care quality and mother daily activities, the incidence of LBW among mothers who received good/poor antenatal and had activities more/less than 5 hours/day was 2.28 times until 11.53 times higher after controlled by mother's education, mother's job, parity and abnormal pregnancy.
Other factors that correspond with LBW was mothers height, smoking and sex of the baby.
Health care programs for pregnant women need to be intensified because not all pregnant women goes to the health personnel for antenatal care. The frequency of examination has to be supervised by quality examination which are known as 5T, health education and counseling on nutrition during pregnancy to achieve optimally healthy mothers and babies."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isi Mularsih Sumarno
"Pelayanan rumah sakit mempunyai peran yang sangat strategis baik dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat maupun sebagai cermin keberhasilan pelaksanaan tugas Departemen Kesehatan. Menjelang tahun 2000 permintaan pelayanan kesehatan akan semakin meningkat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelayanan kesehatan. Kenyataannya saat ini masih banyak sarana pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit yang belum dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari rendahnya BOR sebagian Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seberapa besar pengaruh beberapa variabel input dan proses pelayanan rumah sakit terhadap BOR dan menentukan faktor utama yang paling berpengaruh terhadap BOR.
Penelitian dilakukan pada enam Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C di Jawa Tengah yang mempunyai sebaran BOR dari rendah sampai tinggi (purposive sample), yaitu: RSUD Demak, RSUD Kendal, RSUD Salatiga, RSUD Jepara, RSUD Purwodadi, RSUD Boyolali. Variabel pada penelitian ini terdiri dari: (1) input meliputi 2 unsur yaitu unsur rumah sakit (sarana umum, sarana medis, sarana penunjang medis, tarif, ketersediaan pelayanan) dan unsur provider (tenaga); (2) proses yang terdiri dari: waktu pelayanan, dan kesinambungan proses pelayanan. Penelitian juga dilengkapi dengan profil pasien yang meliputi sosial ekonomi, jarak transportasi dan perilaku pasien. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metoda survai pada semua bangsal yang ada di rumah sakit dan wawancara terhadap individu sampel yang terdiri dari: kepala bang-sal dan pasien. Data sekunder diperoleh dari bagian rekam medis. Data pelengkap diperoleh dari wawancara mendalam terhadap direktur rumah sakit atau yang mewakili. Analisis data secara statistik menggunakan analisis univarian, korelasi, dan regresi. Khusus untuk data mengenai pasien hanya dilakukan analisis deskriptif.
Pada penelitian ditemukan: (1) faktor input yang berkorelasi. paling kuat dengan BOR adalah sarana umum (r=0,784), sarana penunjang medis (r=0,917), tenaga (r=0,789), dan tarif (r.0,900); (2) faktor proses pelayanan yang berkorelasi paling kuat dengan BOR adalah kesinambungan proses pelayanan (r=0,768) (3) uji regresi BOR dengan lima variabel yang mempunyai korelasi >0,75 dengan koefisien regresi yang bermakna adalah sebagai berikut: sarana umum (b=27,52), sarana penunjang medis (b=23,20), tarif (b=12,84), tenaga (b=23,35), kesinambungan proses pelayanan (b=9,21) semuanya pada alfa= 0,10. Hipotesis penelitian setelah melalui uji statistik adalah benar, bahwa BOR berkaitan secara bermakna dengan faktor input dan proses pelayanan; sedangkan faktor utama yang paling berperan adalah faktor input pelayanan.
Agar dapat meningkatkan BOR disarankan kepada rumah sakit untuk memperbaiki faktor input dan proses pelayanan, mengadakan rekayasa sosial terhadap masyarakat serta mulai melakukan upaya pemasaran rumah sakit.

Hospital health care plays strategic role in improving health status of Indonesian people. Many studies found that due to increased awareness on the importance of health, health care demand will also increased in the coming years. Nevertheless, at present this trend is not always true. Many hospitals especially the type C district hospital are still underutilized which is shown by the low percentage of BOR.
This study aims to seek the affect of input and process on the utilization of type C district hospital. Purposive sample technique is used to select six hospitals (Demak, Kendal, Salatiga, Jepara, Purwodadi, Boyolali). Main variables in this study are: 1) input factors (hospital facilities, medical equipment, medical support services, tariff, availability of services, professional man power) ; 2) services process factors (time of delivery and continuity of services) which is sought through primary source (interview and investigation) and secondary source using medical records. Data was analyzed using univariate, bivariate used correlation and regression statistical technique. Patients characteristics is sought through interview with selected sample and analyzed descriptively.
This study found: (1) variables of input factor which have strong correlation with bed occupancy ratio are hospital facilities (r=0,784), medical support services (r=0,917), professional manpower (r=0,789) and tariff (r=0,900); (2) variable of process services which have strong correlation with bed occupancy ratio are continuity of services (r=0,768); (3) bivariant regression analysis showed that hospital facilities (b = 27,52), medical support services (b = 23,20), tariff (b = 12,84), professional man power (b = 23,35), and continuity of services (b = 9,21 ) have significant effect on bed occupancy ratio. Statistical examination has proved that the research hypothesis was right, i.e.: that bed occupancy ratio had significant correlation with services input and services process factors; and that the most influential factor was services input factors.
To improve bed occupancy ratio it is recommended that the hospitals improve the services input and services process factors, provide social engineering to the community and initiate hospital marketing effort.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Nety Rustikayanti
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih rendahnya perilaku baik ibu hal kesehatan neonatal dan bayi. Perilaku ini akan meningkatkan angka kesakitan pada bayi prematur dan BBLR yang berkontribusi terhadap Angka Kematian Bayi.
Fokus penelitian ini membahas pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu post partum di kota Bandung dalam merawat bayi prematur dan BBLR dengan diberikannya informasi melalui pemberian paket pendidikan kesehatan pada perencanaan pulang ibu post partum. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi pengaruh paket 'CINTA IBU' terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam merawat bayi prematur dan BBLR. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan design post-test only with control group.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu post partum pada kelompok intervensi lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok non intervensi; dengan nilai p untuk pengetahuan dan sikap yaitu 0.000 sedangkan untuk perilaku yaitu 0.001. Saran dari penelitian yaitu dapat digunakannya paket 'CINTA IBU' pada perencanaan pulang ibu post partum yang memiliki bayi prematur dan BBLR.

The background of this study lies on the fact that the majority of mothers in Bandung lack sufficient behavior on neonatal and baby's health. This condition has lead to increasing illness rate among premature-born babies and low birth weigt (LBW) eventually contributing to baby mortality rate.
The reasearch discusses the post partum mothers' knowledge, skills, and attitude in treating premature-born babies and LBW after being given health education package before they go home.The research aims at identifying the influence of "Cinta Ibu" health education package on mothers' knowledge, skills, and attitude in treating premature-born babies and BBLR. This quantitative research employs post-test with the control group design.
The result shows the intervened post partum mothers perform better on the knowledge, attitude, and behavior than the nonintervened ones. The latter obtains the p value 0.000 for knowledge and attitude, and 0.001 for behavior. Therefore, 'Cinta Ibu' health aducation package is highly recommended for post partum mothers with premature-born babies and LBW in post partum discharge planning.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mustamin Alwy
"Para ahli ilmu sosial dan kebudayaan menyoroti masalah sosial-budaya dengan mengacu pada dua paradigma, yaitu paradigma 'behavioristic' dan paradigm 'cognitive' (d'Andrade 1976, dalam Shweder 1984; Spradley 1972; Berkhofer 1969). Paradigma pertama diartikan sebagai suatu pendekatan yang menekankan pada pola - pola prilaku yang dapat diamati dalam kelompok-kelompok sosial tertentu. Paradigma kedua diartikan sebagai suatu pendekatan untuk menjelaskan kebudayaan dalam betas pengertian ide-ide, gagasan-gagasan, kepercayaan dan pengetahuan. Kedua paradigma tersebut lahir dari latar disiplin khususnya psikologi, sosiologi dan antropologi. Kecenderungan dan kepentingan analisis dalam menyoroti masalah sosiobudaya, membawa pengaruh terhadap pandangan dan perkembangan orientasi teoritis yang pada gilirannya masing-masing kutub paradigma berpendirian kuat dan seolah-olah saling mengungguli satu sama lain. Implikasinya, bahwa penganut aliran behavioristic maupun cognitive dihadapkan pada suatu dilemma untuk menyodorkan penjelasan komprehensif mengenai masyarakat dan kebudayaan. Berpegang pada satu aliran tertentu secara kaku, bukanlah sikap bijak keilmuan dalam dekade terakhir ini, mengingat kompleksitas masalah sosiobudaya yang semakin rumit. Tentu saja memerlukan berbagai keahlian dan pendekatan yang bersifat multidisipliner.
Dalam periode tahun 1950-an, ilmu-ilmu tentang manusia mengalami perubahan yang mendasar, di mana sebelum periode tersebut ilmu sosial didominasi oleh behavioristic sebagai paradigma untuk memahami 'stimulus' dan `response' yang saling berhubungan (d'Andrade 1984:88). Kalangan ilmuan perilaku (behavioral scientist) mendapat kritikan tajam dari, kalangan ilmuwan sosial lain, namun 'behavioralism' tetap mengembangkan pendekatan baru dengan situational analysis yang sering disebut 'action frame of reference' (Berkhofer, 1969). Analisis situasional yang disebutkan terakhir ini menggunakan konsep-konsep 'biopsikososiobudaya' dalam menginterpretasikan suatu tindakan (action) yang dilakukan oleh pelaku (actor). Dalam periode yang sama, 'behavioristic' mendapat tantangan keras dari berbagai ahli. Dari ahli psikologi misalnya, Jerome Bruner, George Miller dan lainnya mengembangkan 'cognitive' dan manajemen informasi tindakan dan 'learning'. Demikian pula ahli linguistik; Chomsky melihat konsep-konsep 'behavioristic' dari segi bahasa, tidak dapat rnenjelaskan sifat-sifat kebahasaan (Chomsky, 1957, dalam d'Andrade 1984). Kritikan tajam mengenai 'behavioristic' terakhir muncul dari kalangan ahli antropologi. Alasan-alasan berkenaan dengan kebudayaan secara tegas dinyatakan bahwa kebudayaan tidak hanya terdiri atas prilaku dan pola-pola prilaku, tetapi keduanya merupakan bagian informasi atau pengetahuan yang ditandai dengan sistem simbol (lihat Geertz, Goodenough dan Hall, dalam d'Andrade 1984:88-116). Kalangan yang disebutkan 'cognitive' yang secara tegas menentang perilaku untuk disamakan dengan kebudayaan.
Kedua paradigma tersebut, dengan segala kekuatan dan kelemahannya, telah menerima kritikan dari berbagai kalangan, namun pada gilirannya tetap bertahan sampai dewasa ini dan upaya untuk menjembatani di antara keduanya menjadi bagian dari perkembangan ilmu-ilmu sosialbudaya, khususnya para ahli antropologi (Sperber 1984; Schweder 1984 dan Berkhofer 1969). Dalam tradisi pendekatan metodologis antropologis, menggiring ke arah posisi pendirian yang lebih ringkih, karena pendekatan 'emic' dan 'etic' 1) dan penyelidikan alamiah masalah (natural-inquiry) tetap memberikan corak dalam antropologi, dan berkembang pesat dalam ilmu-ilmu sosial terakhir ini (Lincolm et.al 1985; William 1988). Hal ini merupakan terobosan baru dalam dunia ilmu-ilmu sosial-budaya termasuk antropologi. Menjelaskan masalah sosio-budaya dengan terikat pada satu definisi tidak dapat memberikan penjelasan dan pengertian yang memadai. Kecuali dengan memulai menyusun paradigma yang relevan dengan kondisi sosiobudaya tertentu.
Dalam kepustakaan antropologi maupun disiplin sosial lain, dijumpai berbagai konsep dan definisi tentang kebudayaan. Tetapi kesan terhadap konsep dan definisi yang ada, secara samar-samar menunjukkan latar kepentingan disiplin tertentu. d"Andrade (1984) menjelaskan kebudayaan dengan berfokus pada 'knowledge', bahkan ahli antropologi tertentu menempatkan "pengetahuan budaya" sebagai terra sentral dalam kebudayaan (Keesing 1980; Sparadley 1972)."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T49
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwardi Astradipura
"ABSTRAK
Sistim Rujukan adalah suatu sistim dalam pelayanan kesehatan dimana terjadi pelimpahan ilmu pengetahuan dan keterampilan ataupun pasien dari unit yang berkemampuan kurang kepada yang lebih mampu baik secara vertikal ataupun horizontal.
Rumah Sakit Umum Indramayu merupakan Rumah Sakit Rujukan untuk Puskesmas -puskesmas di wilayah Indramayu dan fasilitas kesehatan lainnya.
Pada kenyataannya jumlah pasien rujukan dari Puskesmas dalam tahun 1994. Sampai dengan tahun 1996 mengalami penurunan, juga tidak ada kunjungan dokter Spesialis ke Puskesmas-Puskesmas untuk rujukan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan sistim rujukan Depkes.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu Model Rujukan Medik yang sesuai dengan sarana dan prasaranayang ada di RSUD Indramayu.
Jenis Penelitian adalah kualitatif deskriptip.
Dengan membuat analisa SWOT terhadap Sistim Rujukan di RSUD Indramayu sekarang FGD dengan dokter spesialis, direktur RSUD Indramayu dan wawancara mendalam dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu serta kuesioner kepada 49 dokter Puskesmas maka dibuatlah Suatu model Rujukan Medik yang disepakati dan dianggap cocok dengan kendaraan sarana dan prasarana yang ada di RSUD Indramayu.
Dari penelitian ini menyimpulkan bahwa model Rujukan Medik yang dipakai adalah dengan kunjungan dokter spesialis ke Puskesmas Kawedanaan/Puskesmas Perawatan untuk alih pengetahuan dan keterampilan kepada dokter Puskesmas di Wilayah Kawedanaan dalam satu bulan sekali dan mengunjungi forum pertemuan dokter poliklinik pabrik dan forum organisasi masyarakat serta organisasi profesi, juga dokter spesialis siap dihubungi selama 24 jam oleh dokter Puskesmas dalam kasus gawat darurat dan pasien dari Puskesmas bisa dirawat di Puskesmas Perawatan sebagai Sub Sentra Rujukan, Rumah Sakit Indramayu menjadi "RUMAH SAKIT TANPA DINDING".
Disarankan agar dibuat SK bersama antara Direktur RSUD Indramayu dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu dan SK Bupati untuk memperkuat SK diatas, serta adanya anggaran daerah untuk mendukung model rujukan Medik dimaksud.

ABSTRACT
The Development of Medical Refferal Model by Indamayu District General HospitalA Referral System is a system in the health administration where to occur of transfer a know ledge and skill or patient as well from the unit the has less ability to the unit that has more ability as well as vertical or horizontal.
Indramayu District general hospital is the referral hospital for the Puskesmas in the Indramayu area and the other health facility.
In the fact a large number of referral patient from the Puskesmas in 1995 until 1996, get down, Then is not visited specials doctor to Puskesmas for Referral a know ledge and skill agree with Referral system Health Department.
This research has purpose for make medical referral model agree with facility and infrastructure in the General Hospital District Indramayu.
Research classification is descriptive qualitative with to create FGD, The in depth interview and questioner.
With make analysis SWOT About Referral System PIN General Hospital District Indramayu Now, FGD With specialist doctor, director and the in depth interview with the head minister of health Department District Indramayu, with questioner to 49 doctor Puskesmas then to make as medical referral model that has agreed and consider with facility and infrastructure in the general hospital district Indramayu.
Form Research that has conclude about medical referral model as use is with visited specialist doctor to Puskesmas Kawedanaan/Puskesmas Perawatan form to occur of transfer a knowledge and skill to doctor Puskesmas in the Kawedanaan Area for in once month between specialist doctor according to rotation and to visitor from doctor forum factory, people organization forum and Professional Organization also is specialist doctor ready to contact for 24 Hours by doctor Puskesmas in emergency critical case and Patient
from Puskesmas can be care in Puskesmas Perawatan as Sub center referral, and Indramayu General Hospital can be , Hospital without wall.
To Propose that make together between director General Hospital District Indramayu with the headmaster of health Department district Indramayu and SK Bupati for to strength the SK Above, then to make regional budget to support medical referral model as meant.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Halim
"ABSTRAK
Pelaksanaan akreditasi rumah sakit merupakan salah satu langkah strategis dari Departemen Kesehatan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia.
Pelayanan keperawatan adalah salah satu aspek yang akan diakreditasi, merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang mempunyai peranan sangat penting, karena baik /buruknya mutu pelayanan keperawatan sering menentukan baik /buruknya mutu pelayanan kesehatan suatu rumah sakit.
Rumah Sakit Umum Daerah Serang mendapat kepercayaan dari Depar temen Kesehatan untuk diakreditasi tahun 1996.
Rendahnya nilai penerapan standar asuhan keperawatan pada waktu diadakan self assessment dalam rangka pelatihan mempersiapkan RSUD Serang untuk diakreditasi, memacu manajer RSUD Serang untuk meningkatkan manajemen asuhan keperawatan.
Untuk melihat sejauh mana dampak upaya peningkatan ini, pada penerapan standar asuhan keperawatan diadakan penelitian yang dilakukan pada bulan Mei 1996 dan bulan November 1996 di RSUD Serang.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan studi dokumentasi, yang merupakan Instrumen A dari Buku Pedoman Evaluasi dan Penerapan Standar Asuhan Keperawatan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI.
Upaya-upaya ini membawa dampak positif dengan meningkatnya tingkat penerapan standar asuhan keperawatan dari 26,83 % pada bulan Mei 1996, menjadi 59,17 % pada bulan November 1996.
Peningkatan yang cukup tinggi ini bila dibandingkan dengan nilai standar akreditasi (75 %) masih kurang, kemungkinan penyebabnya antara lain peserta pelatihan tidak seragam pendidikannya, beratnya beban kerja perawat, tingginya Turn Over tenaga kontrak kerja perawat.

ABSTRACT
Nursing service one of the aspect that will be accredited, is a very important part of health service, because the quality of hospital services is also depended on nursing service.
In 1996, Department of Health accredited General Hospital Serang. Prior to the accreditation process, the hospital was required to do self assessment. During the self assessment the hospital's Management Team discovered that nursing service quality was low.
The result the assessment stimulated the Hospital's management to improve the nursing service quality.
To understand the improvement of the nursing service, the nursing service on May 1996 and on November 1996 was reviewed.
Research method used was an approach of documentation study, used the A instrument from Evaluation Standard book and Standard Implementation of Nursing, published by Department of Health.
The study found that during the research nursing service was improved from 26.83 % on May 1996 to 59.17 % on November 1996.
The improvement was less than the accreditation standard (75 %). This condition may be caused by several factors, such as heterogeneous of the training participant, over work load of nurse, and highly turn over of contracted nurse.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindyah Sri Erawati
"Dalam mengemban statusnya sebagai rumah sakit swadana, RSUD Pasar Rebo berupaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan nyaman bagi konsumen sasarannya.
Salah satu upayanya adalah membuka Poliklinik Kesehatan Sore (PKS) pada akhir tahun 1994 dengan membuka 8 poliklinik. Dalam perjalanannya hingga pertengahan tahun 1996 angka kunjungan pasien relatif konstan padalah telah dilakukan perpanjangan hari buka bagi 3 poll. Hal ini merupakan indikator kurang maksimalnya pemanfaatan PKS oleh konsumennya. Untuk itu perlu diketahui informasi tentang perkembangan konsumen dengan melakukan pemantauan tentang keinginan dan kebutuhan konsumen sasaran .
Tujuan penelitian ini ialah diperolehnya informasi yang memberikan gambaran tentang beberapa faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan PKS sebagai bahan penyusunan strategi pengembangan PKS. Penelitian ini merupakan survai deskriptif analitik dengan desain cross sectional dari data primer yang diambil melalui kuesioner dengan melakukan wawancara terhadap 236 orang responden.
Tehnik analisa data ialah analisa univariat dan analisa bivariat untuk menganalisa faktor-faktor yang diteliti. Kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara faktor yang diteliti dengan pemanfaatan PKS.
Hasil penelitian umumnya merlunjukkan bahwa persepsi responden terhadap pelayanan PKS relatif baik dan hanya sebagian kecil yang juga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada di sekitar PKS RSUD Pasar Rebo.
Persepsi responden yang relatif baik belum diikuti dengan pemanfaatan PKS yang optimal, hal ini disebabkan karena manajemen RSUD Pasar Rebo belum menyebarluaskan infomasi keberadaan PKS dengan aktif.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka seyogyanya manajemen RSUD Pasar Rebo harus lebih aktif memberi informasi kepada konsumen sasaran.

Utilization Of Pelayanan Kesehatan Sore (PKS) Or Afternoon Health Care Service At Pasar Rebo General HospitalAs a swadana (self-funding) government hospital, Pasar Rebo General Hospital (RSUDPR) is mostly concern in improving the quality of their health care service by providing better quality health care, affordable to the target consumer and creating convenience for them.
One of the effort made is by operating an Afternoon Health Care Services, known as PKS which opens from 2 pm until 5 pm in the afternoon. PKS has 8 clinics and since it was opened at late 1994 until recently the flow of the patients has been relatively constant even though 3 clinics has prolonged the work day. The average patient per day at the moment is 53 persons, which is relative low compare to 96 persons which is the figure if PKS with 8 clinics is fully utilized. In other word the shortage of patients is an indicator that PKS is not being fully utilized by its target customer.
For that reason, information regarding the behavior of the target customer is needed and can be achieved through monitoring their wants and needs so we can really understand them. Because the lack of information about the customer could mean the customer leaving us.
The objective of this research is to obtain information about the factors affecting the utilization of PKS as an input to set up a strategic plan for PKS.
This research is made by using descriptive survey with cross sectional design and using primary- data taken from questionnaire of. 236 respondent interviewed. Univariate analysis is used to set up the frequency distribution and followedbythebivariateanalysisto obtain the cross tabulation of variables used in this research.
The result shows that in general the perception about PKS is relatively good but more attention must be made to the service delivered by doctors and the sanitary factor of the toilet. Other health care facilities nearby has no affect in the utilization of PKS, the perception of the patient who also use other health care facilities is that PKS is relatively better especially the price which they think is affordable.
The fact is that the relatively fair perception itself could not increase the utilization of PKS. So for the sake of increasing the number of patients the management must be actively involved in promoting PKS.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T1654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Sakti Rahardjo Soedipo
"Kelangsungan pelayanan kesehatan sangat tergantung dari para pengelolanya, tak terkecuali dalam pelayanan rumah sakit, yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Agar Rumah sakit dapat tetap survive maka perlu didukung oleh sistem keuangan yang baik, dapat memuaskan pelanggannya baik pelanggan eksternal maupun pelanggan internal, dijalankannya bisnis inti secara professional. Untuk itu , maka salah satu pendekatan yang dapat dipakai adalah dengan memakai balanced scorecard. Di sini tidak saja dibahas kinerja keuangan rumah sakit tetapi juga kinerja non keuangan, antara fogging indicator dengan leading indicator. Empat aspek kinerja tersebut adalah kinerja keuangan, kinerja pelanggan, kinerja bisnis internal dan kinerja pertumbuhan dan pembelajaran. Rumah Sakit Umum Cianjur yang merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang berada di Jawa Barat ingin memberikan akuntabilitas kinerjanya dengan memakai pendekatan ini.
Penelitian ini memakai pendekatan deskriptif, dimana data yang diperoleh baik data primer dari responder maupun data sekunder yang sudah ada akan dianalisis dengan cara deskriptif, kemudian dicoba mengaitkan hasil penelitian ini secara analitik.
Hasil penelitian: 1) Kinerja keuangan: dari rencana pendapatan tahun 1999 tercapai 100,16 %, tahun 2000 tercapai 101,76 %, tahun 2001 tercapai 101,87 %, tahun2002 tercapai 100,27 % dan tahun 2003 tercapai 100,74 %. Peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun terus terjadi yang disebut trend positif. Tahun 2001 dibandngkan tahun 1999 terjadi peningkatan lebih dari 200 % dan tahun 2003 hampir 300 % jika dibandingkan dengan tahun yang sama.J dibandingkan dengan pengeluaran ditahun yang sama, selalu terjadi sisa anggaran. Dengan kata lain pendapatan melebihi kewajibannya sehingga berada diatas break event paint. 2) Kinerja pelanggan : Tingkat kepuasan pelanggan rata-rafa berada lebih dari 75% dengan derajat kepuasan 100 %, sehingga dikatakan bail. Pada Diagram kartesius, di kuadran A ditemukan faktor kepuasan pelanggan berdasarkan dimensi keandalan petugas, di kuadran B ditemukan dimensi kepuasan yang bersifat tangible dan keyakinan pelanggan akan kemampuan 1 keterampilan petugas, di kuadran C ditemukan dimensi kepuasan empati dan responsivitas petugas dalam setiap keluhan pelangggan, di kuadran D tidak ditemukan adanya dimensi kepuasan. 3) kinerja bisnis internal: Pada rawat jalan ditemukan trend yang terus meningkat disetiap tahun. Kunjungan tahun 2001 adalah lebih dari 115 000 prang, tahun 2002 berjumlah lebih dari 119 000 orang dan tahun 2003 adalah lebih dari 122 000 orang. BOR tahun 2001 adalah 74,24 %, tahun 2002 adalah73 % dan tahun 2003 adalah 79,58 %, BTO pada 3 tahun tersebut secara berurutan adalah 88 kali, 83 kali dan 95 kali pertahunnya. NDR dan GDR masih berada dibawah garis yang ditolerasikan oleh depkes yakni kurang dari 25 orang untuk NDR dan kurang dari 45 orang untuk GDR. 4) Kinerja pertumbuhan dan pembelajaran : kepuasan pekerja berada pada level 3,25 dari skala 5 dan Likert yang berarti berada diantara puas dan sangat puas. Tingkat drop out petugas yang rendah, tingkat produktivitas karyawan yang tinggi. Produktivitas tahun 2001 adalah Rp 26000, tahun 2002 Rp 31 000 dan tahun 2003 Rp 39 000 perhari.
Berdasarkan penelitian ini dapat dikatakan bahwa keempat kinerja pelayanan di Rumah Sakit Umum Cianjur dengan memakai pendekatan balanced scorecard sudah cukup memadai. Tinggal dikembangkan dengan memakai ukuran rasio di lingkungan keuangan dan penaksiran harta tetap yang dimiliki rnmah sakit ini.

The Survival of health service depends greatly upon the management, including those of a hospital as an integral part of health services in general in order for hospital to survive it has to have the support of a sound financial system, able to satisfy the patients/customers, both external and internal, and its core business professionally. In order to find our all that, one of the approaches that can best be used is the balance scorecard. Not only must the financial aspect of the hospital be addressed, the non-financial aspects must also be considered, the logging indicators as well as the leading indicators. Performance comprises four aspects- the financial aspect, the customers aspect, the internal business aspect and the growth and instruction aspect. The Cianjur General Hospital, one of the Government hospitals in West of Java, wishes to present the accountability of its performance by using the approach already cited.
This is a descriptive research, who primary data are obtained from respondents plus the already existing secondary data which are then analysed descriptively.
The findings of the research include: 1) financial performance the projected income for 1999 was realized 100.16%, for the year 2000, 101.76 % for 2001, 101.87 % for 2002, 100.27 % and for the year 2003 100.74 %. The yearly increase of more than 200 % in the 2001 income, and almost 300 % in 2003. Compared with the expresses spent in the same year, there was a positive balance. In other words the income of the hospital exceeds its obligation hence it is above the break even point. 2) For the customers aspect it can be said that the average customers satisfaction reached 75 % of the 100 scales, which can be considered good. On the Kartesius diagram, quadrant A show s the customers satisfaction based on the reliability of staff members; quadrant B shows the tangible dimension of the customer satisfaction and their trust in the ability of the medical staff, quadrant C shows the dimension of empathy with and responsiveness of the staff members to every gripe or complaint that the patient' may show, quadrant D does not show any satisfaction dimension. 3) Internal business performance the number of patients under therapy keeps increasing every year. There were more than 115.000 visits made by patients in 2001 more than 119.000 visits in 2002, and more than 122.000 in 2003. The BOR for 2001 is 74.24%, 73% in2002 and 79.58% in 2003, making annual BTO for the three consecutive years 88 times, 83 times, and 95 times. The NDR and the GDR be still below the level tolerance under line by the Department of Health which is lower than 45 person for GDR and 25 person for NDR. 4) Instruction and growth performance: employee satisfaction is at the level on 3,25 the Likert Scale of 5 which means a point between satisfactory an very satisfactory. The level of dropouts among the worker is low, where as productivity among the employees is high. Productivity in 2001 was Rp 26.000,00; Rp 31.000,00 in 2002; and 2003 was Rp 39.000,00.
It can be concluded that on the basic of this research using balanced scorecard approach, the tour service performances at the Cianjur General Hospital are quite satisfactory. What is left to be done now is for further development and improvement of facilities, using as standard the ratio between the financial aspect of the operation and the estimation of the value of the fixed of the hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>