Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174989 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Prasetyo Wiranto
"Dewasa ini masalah kejahatan tidak semata-mata dilihat sebagai masalah dalam hukum pidana, tetapi hal itu dikaji dalam kerangka berpikir yang lebih luas, yaitu dipadang pula sebagai masalah sosial. Hal itu menyebabkan penanggulangan kejahatan harus dikaitkan dengan persoalan-persoalan lain di luar hukum pidana, terutama dengan masalah kebijakan. Sebagai konsekuensinya aparat peradilan pidana dalam melaksanakan tugasnya mesti benar-benar memperhatikan berbagai kebijakan yang ditetapkan terhadap suatu kejahatan tertentu karena selain sebagai pedoman yang menentukan ke arah mana penegakan hukum pidana itu harus dilakukan. Hal itu juga menjadi batu ujian apakah upaya penanggulangan yang dilakukan telah benar efektif dan efesien. Adakalanya ditentukan untuk mengadakan penegakan hukum sepenuhnya terhadap suatu kejahatan, tetapi adakalanya pula kepada aparat peradilan pidana diberikan wewenang diskresi.
Subsistem kepolisian sebagai "gatekeepers" sistem peradilan pidana memainkan peran sentral karena proses peradilan pidana diawali dari subsistem ini. Adanya wewenang diskresi mengakibatkan kepolisian merdeka untuk menentukan apakah suatu tindak pidana akan disidik dan akan diteruskan kepada subsistem peradilan pidana setanjutnya atau tidak. Meskipun demikian, subsistem kepolisian juga sedapat mungkin mengupayakan pencegahan terhadap terjadinya suatu kejahatan. Dalam hal ini aparat kepolisian juga dipandang sebagai "goat prevention officers".
Terhadap tindak pidana narkotika dan psikotropika ada beberapa kebijakan khas yang berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas Polri. Terhadap peredaran gelap narkotika dan psikotropika Polri dituntut untuk dapat mengadakan penegakan hukum secara tegas, untuk itu Polri "dipersenjatai" dengan berbagai wewenang tambahan agar lebih proaktif memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Bagi Polri dibuka kemungkinan kerja sama internasional dalam menghadapi masalah ini, baik bersifat bilateral, regional maupun multilateral. Terhadap penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, Polri lebih banyak melakukan pendekatan kesejahteraan mengingat karakter khas tindak pidana ini yang memandang pelaku sekaligus korban dan kecenderungan pelakunya adalah anak-anak dan remaja atau generasi muda pada umumnya."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhie Subandri
"Penelitian ini hendak menjawab pertanyaan penelitian yaitu tentang kategori sistem politik Indonesia serta pengaruhnya terhadap kedudukan dan fungsi kepolisian serta ketahanan. Penelitian ini menjadikan bahan pustaka sebagai landasan utamanya, sehingga penelitian ini lebih merupakan sebuah penelitian dokumen (documentary study). Penelitian lapangan dilakukan juga dalam bentuk wawancara, untuk mendapakan konfirmasi dan pendapat tentang beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem politik pemerintahan Circle Baru, adalah sistem politik yang memiliki ciri-ciri model rezim birokratik otoritarian (otoritarian birokratik), dan model korporatis negara. Ciri-ciri tersebut adalah : pertama, dipimpin oleh rniliter sebagai suatu lembaga, bekerjasama dengan para teknokrat sipil; kedua, penyusunan kebijaksanaan nasional bersifat teknokratik birokratik; ketiga, massa dimobilisasi melalui pembentukan perwakilan kepentingan; keempat, tindakan represif dilakukan untuk mengendalikan oposisi; kelima, peran yang sangat dominan lembaga kepresidenan. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa sistem politik Orde Baru diatas membawa implikasi terhadap kedudukan dan fungsi kepolisian. Terhadap kedudukan Polri, pada masa Orde Baru, Kepolisian Negara diintegrasikan secara penuh kedalam wadah Angkatan Bersenjata. Pada masa Orde Baru, Polri tidak semata-mata sebagai alat penegak hukum dan pemelihara ketertiban melainkan juga sebagai kekuatan Hankam dan kekuatan sosial politik.
Konsekuensi dari kedudukan dan fungsi tersebut, telah menyebabkan Polri tidak dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya kinerja Polri, sebagaimana dipersepsikan oleh masyarakat melalui berbagai penelitian. Sementara itu, sistem politik yang otoriter dan rendahnya kinerja Polri menyebabkan lemahnya penegakkan hukum, dan adanya kesenjangan sosial ekonomi, yang muaranya memberikan kontribusi terhadap lemahnya ketahanan nasional pada masa Orde Baru."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T11172
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baharudin Djafar
"Tesis ini bertujuan menunjukkan bagaimana pengendalian program kerja operasional yang dilakukan oleh pihak pimpinan Polres Metro Jakarta Selatan. Pengendalian yang dijalankan oleh pihak Polres akan terwujud pada pengendalian operasionainya.
Dalam rangka pengumpulan data, digunakan metode penelitian kualitatif, dengan memfokuskan pengamatan pada aktivitas pusat-pusat tanggung jawab pada Polres yaitu Kapolsek dan Kepala Satuan pada Polres, dengan maksud memahami makna gejala yang menyebabkan efektif tidaknya pengendalian yang dijalankan di Polres Metro Jakarta Selatan. Selain dari tehnik pengamatan, penulis juga melakukan wawancara dengan sejumlah personel Polres tersebut temasuk personel Polsek.
Teori dan konsep yang digunakan dalam mengkaji pelaksanaan pengendalian adalah teori pengendalian yang mencakup empat unsur utama dalam proses pengendalian, yaitu (1) Menetapkan standard kinerja,(2) Mengukur kinerja yang sedang berjalan,(3) Membandingkan kinerja dengan standard yang telah ditetapkan, serta (4) Mengambil tindakan untuk memperbaiki kalau ada penyimpangan.
Berdasarkan pada analisis data yang terkumpul dari hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa pengendalian program kerja operasional yang dijalankan oleh pihak Poires tidak dapat efektif karena proses pengendalian yang terdiri dari empat unsur tersebut diatas yang diajukan oleh AF. Stoner, belum diikuti secara utuh. Nampak pada pembuatan program kerja yang seharusnya melibatkan seluruh unsur pimpinan lapangan tidak diikutkan, kemudian pada aplikasinya tidak diadakan pembetulan Iangsung, atau peneguran bila terjadi kesalahan serta pada tahapan evaluasi dijalankan hanya sebagai formalitas. Sebaliknya, Pengendalian program kerja akan Iebih efektif apabila tahapan pengendalian diikuti secara utuh atau setidaknya akan Iebih meningkatkan produktifitas Polres sebagai Kesatuan Operasional Dasar (KOD).
Dalam penelitian ini ditemukan juga bahwa pembuatan program kerja yang dibuat oleh pihak Polres hanya sebagai formalitas dalam memenuhi kewajiban dari pihak Polres dalam membuat program kegiatan dan sebagai dasar pertanggung jawaban penggunaan keuangan yang dialokasikan kepada polres secara rutin setiap tahun.
Pengendalian program kerja akan Iebih efektif apabila sejak awal telah melibatkan pusat-pusat tanggung jawab dalam menyusun/ merumuskan kegiatan-kegiatan yang akan dijalankan dan selama aplikasi program kerjanya para petugas mengetahui secara menyeluruh tentang apa yang menjadi tujuan dari kegiatan itu serta pada tahap evaluasi kegiatan yang telah dijalankan harus dalam bentuk tim dan merupakan masukan bagi pembuatan program yang baru."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T1382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Faisal
"Tesis ini menguraikan tentang Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak-Jakarta Selatan. Permasalahan dalam tesis ini difokuskan pada manajemen yang dilakukan Kapolsek beserta anggotanya pada kegiatan Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak-Jakarta Selatan, yang mendorong terciptanya suasana aman dan tertib dalam masyarakat, suasana kerjasama yang baik sesuai peran-peran yang dipunyai oleh Kapolsek dan anggotanya serta masyarakat, dan keteraturan kerja yang mendukung terciptanya Kamtibmas.
Berdasarkan fungsi, peranan, tugas pokok, dan tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Tanggung jawab ini telah dijalankan Kepolisian Negara Republik Indonesia sejak terbentuknya organisasi Polri, namun tanggung jawab yang dijalankan belum mencapai hasil secara efektif dan efisien.
Ketidakefektifan dan ketidakefisienan kegiatan yang dilaksanakan dalam Pencegahan Gangguan Kamtibmas ini terlihat pada pelaksanaan kegiatan oleh polisi, instansi terkait dan warga masyarakat dimana masing-masing pihak belum melihat Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas sebagai suatu proses kerjasama antara pihak-pihak yang berkait (dalam hal ini polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat), sehingga hasil yang dicapai belum efektif dan efisien. Selain itu dalam pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas, polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat belum semuanya memahami dasar hukum pelaksanaan kegiatan Pencegahan Gangguan Kamtibmas dengan lengkap yang meliputi : aturan-aturan, azas, serta ukuran, yang mendukung kegiatan Pencegahan Gangguan Kamtibmas.
Kegiatan-kegiatan yang dijalankan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat masih perlu ditata sehingga mencapai hasil yang efektif dan efisien. Ini berarti diperlukan administrasi yang baik dalam menjalankan kegiatan tersebut. Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas mutlak melibatkan instansi lain dan warga masyarakat sesuai dengan perannya masing-masing yang dijalin dalam kerjasama yang baik, karena tanpa adanya kerjasama antara Polisi, Instansi Lain, dan warga masyarakat, tujuan Kamtibmas tidak akan tercapai.
Dalam melaksanakan tindakan-tindakan tersebut di atas, Polisi perlu menjaga hubungannya dengan masyarakat, sehingga dalam pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas, Polri tidak hanya mengandalkan kekuatan dan kemampuannya, tetapi melibatkan masyarakat secara langsung. Dalam pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas, Polri perlu menjaga hubungan-hubungan. Hubungan-hubungan ini terbentuk karena adanya interaksi sosial. Yang dimaksud dengan Hubungan di sini adalah kerjasama antara polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat dalam menyelesaikan Gangguan Kamtibmas yang ada dalam masyarakat.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang saya lakukan tentang Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak adalah : (1) Dalam Manajemen Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak-Jakarta Selatan kurang menguasai pengetahuan hukum yang mendasari tindakan-tindakan Pencegahan, yang meliputi Aturan, Azas, dan Ukuran-ukuran dalam bertindak; (2) Kerjasama antara polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat dalam Pencegahan Gangguan Kamtibmas masih kurang tertata, sehingga tujuan pencegahan belum tercapai secara efektif dan efisien, masing-masing instansi dan warga masyarakat cenderung melakukan sendiri kegiatannya dalam melakukan Pencegahan Gangguan Kamtibmas; (3) Anggaran operasional Pencegahan Gangguan Kamtibmas masih kurang, sehingga membuka peluang bagi penyimpangan yang dilakukan oleh anggota Polsek Metro Cilandak. Berdasarkan kesimpulan ini, maka perlu pemahaman tentang konsep Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas oleh Polisi dan Masyarakat, sehingga dengan pemahaman yang sama, pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas lebih mudah dimanajemeni dan mencapai hasil yang diharapkan.
Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas mutlak melibatkan instansi lain dan warga masyarakat sesuai dengan perannya masing-masing yang dijalin dalam kerjasama yang baik, karena tanpa adanya kerjasama antara Polisi, Instansi Lain, dan warga masyarakat, tujuan Kamtibmas tidak akan tercapai."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardiyaningsih
"POLRI memiliki tugas pokok dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Perubahan sosial dan teknologi saat ini menuntut POLRI menyediakan SDM yang memiliki kompetensi dan kualitas untuk mencapai tujuan POLRI. Kondisi yang terjadi adalah kurangnya SDM untuk terus belajar, kurangnya motivasi kerja anggota, budaya organisasi yang dianggap belum sesuai dan sikap melayani yang kurang kepada masyarakat. Hal ini dapat terlihat dari masih adanya persepsi masyarakat yang menganggap sikap melayani anggota POLRI masih belum sesuai dengan harapan masyarakat.
Penelitian dilakukan di Polresta Bekasi Kota dengan jumlah responden 109 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan organisasi pembelajar, motivasi kerja dan budaya organisasi terhadap sikap melayani masyarakat. Penerapan organisasi pembelajar memiliki pengaruh positif terhadap sikap melayani masyarakat yang ditunjukkan dangan hasil uji regresi dengan nilai r2 sebesar 84,8%. Motivasi kerja memiliki pengaruh positif terhadap sikap melayani masyarakat yang ditunjukkan dengan hasil uji regresi dengan nilai r2 sebesar 81,4%. Budaya organisasi memiliki pengaruh positif terhadap sikap melayani masyarakat yang ditunjukkan dengan hasil uji regresi dengan nilai r2 sebesar 81,6%. Penerapan organisasi pembelajar, motivasi kerja dan budaya organisasi secara bersama-sama memiliki pengaruh positif terhadap sikap melayani masyarkat yang ditunjukkan dengan hasil uji regresi dengan nilai r2 sebesar 91,2%.
Penerapan organisasi pembelajar di Polresta Bekasi Kota sudah diterapkan dengan baik, begitu pula motivasi dan budaya organisasi. Namun, masih perlu memperhatikan prioritas peningkatan penerapan organisasi pembelajar yaitu sikap diri, penguasaan diri, pembelajaran tim. Untuk motivasi kerja masih perlu adanya perbaikan dalam hal kreativitas dan inovasi anggota, motivasi anggota dalam mengembangkan orgainsasi dan motivasi anggota untuk bekerja keras. Dalam budaya organisasi perlu adanya perhatian dalam hal pengendalian dan pengawasan, sistem yang terbuka serta penerapan aturan-aturan yang berlaku dalam organisasi.

Indonesia National Police has the main task of maintaining security and public order, enforce the law, provide protection, guidance, and service to the community. Social and technological changes currently requires human resources that make police actually have the ability to perform the duties of police in order to achieve goals. Conditions prevailing in the police is the lack of human tendency to continue to learn, lack of motivation of members, organizational culture and attitudes deemed not fit to serve people. It can be seen from the persistence of the perception of people who think the attitude of serving police members are still not in accordance with the expectations of society.
The study was conducted in Bekasi Kota Metropolitan Police with the number of respondents 109 people. This study aimed to determine the effect of the application of learning organization, work motivation and organizational culture on attitude of serving the community. Application of learning organization has a positive influence on attitudes serve the community as indicated with regression test results with r2 value of 84.8%. Work motivation has a positive influence on the attitude of serving the community as indicated by the results of the regression r2 value of 81.4%. Organizational culture has a positive influence on the attitude of serving the community as indicated by the test results of the regression with r2 value of 81.6%. Application of learning organization, work motivation and organizational culture together has a positive influence on the attitude of serving the community as indicated by the test results of the regression with r2 value of 91.2%.
Application of learning organization in Bekasi Kota Metropolitan Police are well implemented, as well as motivation and organizational culture. However, still need to pay attention to inmprove the attitude, self-learning organization, selfmastery and team learning. For work motivation is still need to improve in terms of creativity and innovation, motivation in developing organization and motivation to work hard. In terms of the organizational culture still need to pay attention on control and supervision, open system as well as the implementation of rules that apply in the organization.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amran Ampulembang
"RINGKASAN
Program Studi Kajian llmu Kepolisian
Program Pascasarjana Universitas Indonesia
Tesis, 1 Agustus 2001
Nama Judul Tesis
Jumlah halaman
Amran Ampulembang
PERILAKU UNIT KERJA RESERSE DALAM
PROSES PENYELESAIAN KASUS TINDAK
PIDANA Dl POLRES DEPOK
x + 186 halaman + 26 halaman lampiran
RINGKASAN
Perilaku anggota reserse masih sering menjadi sorotan. Sebagai salah satu unsur pelaksana penegakan hukum, perilaku anggota reserse dianggap masih belum memenuhi harapan masyarakat. Tulisan ini berupaya mencermati perilaku anggota unit reserse di Polres Depok. Permasalahan yang dikemukakan adalah perilaku unit kerja reserse dalam proses penyelesaian tindak pidana di Polres Depok, dengan fokus perilaku anggota unit reserse. Permasalahan ini muncul, karena telah ada persyaratan perilaku yang seharusnya menjadi acuan anggota reserse, dalam melaksanakan tugasnya, namun kenyataannya masih terdapat perilaku angggota reserse yang tidak seharusnya dilakukan sebagai seorang penegak hukum.
Tujuan penulisaan ini adalah untuk mendeskripsikan gejala-gejala sosial yang ada dalam unit reserse sehubungan proses penyelesaian perkara. Apa saja kegiatan yang dilakukan dan mengapa suatu perilaku tertentu bisa terjadi. Melalui pemahaman perilaku ini, diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan, dalam membentuk perilaku yang positip dari anggota reserse.
Teori dan konsep yang digunakan adalah perilaku organisasi. Perilaku seseorang tidak terlepas dari karakteristik individu yang dimiliki, yang kemudian terbawa dalam organisasi. Organisasi juga membatasi perilaku anggotanya melalui berbagai peraturan. Adapun metode pendekatan dalam menganalisa permasalahan adalah metode kualitatif, dengan tehnik pengumpulan data : pengamatan, wawancara terstruktur dan pengamatan terlibat.
Hasil penelitian adalah bahwa perilaku anggota reserse didasarkan pada adanya pengalaman, kemampuan, pengharapan yang dimilki oleh anggota reserse, sikap dan kepuasan kerja, beban dan situasi kerja yang dirasakan oleh anggota reserse, kebijakan pimpinan, dan kepemimpinan Ka Unit. Perilaku anggota reserse juga didasarkan pada faktor internal organisasi yang membatasi perilaku, seperti adanya pembagian tugas, kebijakan pimpinan, bentuk kegiatan yang harus dilakukan sehubungan proses penyelesaian perkara.
Dalam menjalankan tugasnya, menyelesaikan perkara, masing-masing anggota reserse menampilkan variasi perilaku yang berbeda. Latar belakang pengalaman yang berbeda menghasilkan perilaku yang berbeda. Masing-masing anggota reserse menampilkan perilaku yang berbeda dalarn menyikapi perkara yang dihadapi. Mereka merespon kondisi yang ada sesuai dengan persepsinya masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya perilaku anggota reserse tidak terlepas dari lingkungan atau iklim organises! yang ada, misalnya situasi kerja yang penuh keakraban. Masih terdapat perilaku anggota reserse yang tidak sesuai dengan harapan, misalnya bertindak sewenang-wenang kepada tersangka, membebani pelapor dalam proses penyefesaian perkara, dan berbagai perilaku lainnya yang tidak menunjukkan rasa tanggung jawab sebagai seorang polisi yang bertugas menyelesaikan perkara.
Daftar Kepustakaan
: 28 buku + 3 dokumen
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awaloedin Djamin
Jakarta: [publisher not identified], 2005
363.2 AWA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Guki
"Polri mengharapkan masyarakat meningkatkan kerja sama dengan Polri agar dapat meningkatkan keberhasilan pelaksanaan tugas Polri. Upaya yang dilakukan Polri yaitu menerapkan program Polmas dengan Babinkamtibmas sebagai ujung tombak. Kepuasan menyeluruh pelanggan/konsumen terhadap kualitas jasa oleh penyedia jasa mempengaruhi loyalitas, sikap, dan perilaku konsumen terhadap penyedia jasa. Untuk itu peneliti melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji pengaruh kualitas layanan Babinkamtibmas terhadap kepuasan masyarakat. Penelitian dilakukan di Semarang karena kerja sama masyarakat dengan Babinkamtibmas belum maksimal dan berdasarkan tugas pokok serta komposisi personil Unit Binmas Polsek Pedurungan Semarang, kinerja jasa (service performance) Unit Binmas cenderung merupakan kinerja yang dicapai oleh para Babinkamtibmas. Sampel penelitian 142 responden ditentukan secara acak dari populasi yang terdiri atas 240 orang warga yang telah beberapa kali bekerja sama dengan Babinkamtibmas. Alat analisis yang digunakan yaitu regresi. Hasil penelitian menunjukan bahwa interaksi antara dimensi tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy dapat lebih menjelaskan variasi kepuasan nasabah daripada masing-masing dimensi.

Indonesian National Police (INP) hopes that the community keep increasing their cooperation with INP so that INP will be able to keep increasing the success of doing INP's duties. The effort that's been done is to implement community policing program with Babinkamtibmas as the community officer. Consumer's overall satisfaction toward service quality that provide by service provider influent consumer's loyality, attitude, and behavior toward service provider. Therefore researcher held research that aim to examine the influence of service performance of Babinkamtibmas toward overall community's satisfaction. The research taken place in Semarang due to the cooporation between community and Babinkamtibmas not optimized yet and based on the main job also the personnel composition of Community Development Unit (Binmas) tend to become performance that achieved by all Babinkamtibmas. 142 respondent sample determined randomly from population that consist on 240 members of community that often cooperate with Babinkamtibmas. Regression use as analisys tool. The result of the research indicates that the interaction among tangible, reliability, responsiveness, assurance, and empathy dimension will explain more of the variance in customer's satisfaction than the direct influences of each dimension."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29898
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nahak, Herry Rudolf
"Penyimpangan pekerjaan polisi adalah perilaku menyimpang:, kriminal dan nonkriminal, yang dilakukan selama serangkaian kegiatan tugas normal dilakukan dengan memanfaatkan wewenang petugas polisi. Penyimpangan pekerjaan polisi bisa muncul dalam dua bentuk yaitu korupsi polisi dan penyelewengan polisi. Keduanya secara spesifik dilakukan dalam peran petugas sebagai pegawai dibanding dengan sekadar praktek kegiatan polisi saja.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan bentuk-bentuk penyimpangan yang dilakukan polisi dalam penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Penelitian juga ingin memberikan jawaban mengapa para penyidik melakukan penyimpanganpenyimpangan dalam proses penyidikan. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif.
Peneliti ingin menggambarkan praktek penyidikan dan pola-pola penyimpangan yang terjadi pada proses penyidikan tindak manfaat pada penyempurnaan proses penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan memberi masukan pada institusi kepolisian di Indonesia dalam memaksimalkan tugas memberantas penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam proses penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat pola penyimpangan dalam penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika ini sangat spesifik dan selalu berulang pada penyidikan-penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika.
Dari empat pola penyimpangan yang ditemukan, tiga diantaranya berindikasi korupsi polisi. Penyimpangan yang berindikasi korupsi polisi ini bisa dilakukan atas inisiatif sendiri tetapi juga bisa dilakukan karena adanya perintah atasan. Sedangkan satu jenis penyimpangan lainnya termasuk penyimpangan yang dilakukan karena tuntutan pekerjaan.
Penyimpangan terjadi dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adanya kesempatan untuk melakukan penyimpangan, tawaran yang menggiurkan, tuntutan pekerjaan, atau karena adanya perintah atasan. Guna meminimalkan penyimpangan yang dilakukan petugas polisi dalam proses penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika perlu dilakukan peningkatan pengetahuan penyidik, peningkatan disiplin organisasi, pengawasan para pimpinan, dan sanksi tegas dari setiap petugas penyidik yang melakukan penyimpangan.
Kepustakaan: 40 buku"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tavip Yulianto
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menganalisis kondisi administrasi kepolisian Polres Metro Tangerang Kota sekarang, yang berkaitan dengan manajemen operasional dan manajemen pembinaan dalam mencapai tujuan tugas pokoknya pada kondisi pembangunan kota Tangerang saat ini, sehingga bermanfaat bagi pengembangan ilmu kepolisian dan pembenahan kesatuan Polri khususnya Polres sebagai komando operasional dasar (KOD) di waktu yang akan datang.
Perkembangan administrasi kepolisian dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu dalam membahas administrasi kepolisian Polres Metro Tangerang Kota harus pula diperhatikan pula perkembangan lingkungan yang terjadi di kota Tangerang. Administrasi kepolisian Polres Metro Tangerang Kota mensyaratkan bahwa pencapaian tujuan tugas kepolisiannya ditentukan oleh manajemen operasional yang menyangkut tugas pokok, tugas-tugas dan wewenang yang di atur dalam undang-undang, yang dilaksanakan oleh unsur-unsur operasional (Sabhara, Intelkam, Polantas, Reserse, Binmas), dan didukung oleh manajemen pembinaan (sumber daya manusia, material, anggaran dan pengawasan). Paradigma Polri yang berorientasi pada perlindungan dan pelayanan, mengedepankan tugas-tugas pre-emtif dan prefentif sesuai dengan tuntutan masyarakat, dijadikan kerangka berfikir di dalam menganalisis fenomena dan praktek tugas kepolisian di Polres Metro Tangerang Kota.
Penelitian ini dilakukan di Polres Metro Tangerang Kota sebagai unit analisisnya dengan metode kualitatif yang berfokus pada kedalaman mengungkap dan mengekplorasi berbagai fenomena dan praktek tugas bidang operasional dan pembinaan di Polres Metro Tangerang Kota. Oleh sebab itu teknik pengamatan terlibat (complete participant observation) dan wawancara mendalam (indepth-interview) kepada informan kunci, dengan mengandalkan peneliti sebagai instrument penelitian diharapkan mampu mengeksplorasi kedalaman data yang lebih komprehensif. Triangulasi dan pemaknaan terhadap temuan penelitian merupakan pendekatan yang dikedepankan di dalam melakukan analisis.

This study aims to look at and analyze the state metropolitan Tangerang police administration now, relating to the management of operational and management guidance in achieving the main task in the conditions of the current construction of Tangerang city, making it beneficial for the development of police science and the improvement of the unity of the Police, especially police station as basic operational command (cod) in the future.
The development of police administration is influenced by the environment. Therefore, in discussing the metropolitan Tangerang police administration should also be noted also that the environmental developments happening in the city of Tangerang. Metropolitan Tangerang Police Administration requires that the achievement of goals set by management duties policing operations involving the main tasks, duties and powers that be set in legislation, implemented by the operational elements (Sabhara, Intelkam, Traffic Police, Detective, Binmas), and supported by management training (human resources, materials, budget and supervision). Paradigm Police protection and service-oriented, forward tasks and preventive pre-emtif accordance with the demands of society, the framework used in analyzing the phenomenon of thinking and practice of police duties at the police station Metropolitan Tangerang.
The research was conducted at the metropolitan Tangerang police station as the unit of analysis with qualitative methods that focused at a depth of reveal and explore the various phenomena and practices of operational and field coaching duties at the metropolitan Tangerang police station. Therefore, the observation techniques involved complete participant observation and in-depth interviews to key informants, by relying on the researcher as research instrument should be able to explore the depths of the more comprehensive data. Triangulation and interpretation of research findings are put forward approach in conducting the analysis.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30197
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>