Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198149 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Leida M.R. Th
"Angka Kematian Bayi di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 58 per 1000 kelahiran hidup, dengan pola penyakit penyebab kematian masih berkisar penyakit infeksi yaitu ISPA, tetanus neonatorum dan diare, campak. Pola ini hampir serupa dengan penyebab kematian Balita. Masih tingginya angka kematian bayi dan balita disebabkan oleh karena upaya-upaya yang dilakukan pada tingkat pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) lebih menekankan pada aspek promotif dan preventif, sebaliknya upaya kuratif dan rehabilitataif kurang mendapat perhatian. Selain itu, penanganan kasus masih bersifat terkotak-kotak pada setiap penyakit. Dengan demikian, kondisi tersebut ikut memberikan sumbangan terhadap meningkatnya resiko kematian. Selain penyebab masalah program, diduga masalah kinerja petugas juga perlu diperhitungkan sebagai salah satu faktor yang ikut mempengaruhi fenomena pelayanan kesehatan saat ini.
Untuk itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana tatalaksana kasus yang telah mempunyai standar baku dari Depkes pada tingkat operasional dilapangan. Pertanyaan tentang konsistensi tatalaksana baku kemudian menjadi penting,apakah telah dilaksanakan oleh petugas dan bagaimana peranan sarana pendukung sehingga ikut meningkatkan tatalaksana yang berkualitas.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yang bertujuan melihat hubungan dengan besarnya kualifikasi petugas, sarana dan logistik serta pengetahuan teoritis mengenai tindakan medis dan non medis dengan kualitas tatalaksana kasus pada bayi dan balita yang menderita ISPA, Diare, Campak dan KKP. Jenis studi berbentuk cross sectional. Populasi yang diteliti sekaligus merupakan sampel penelitian, yaitu semua bayi dan balita yang datang ke 12 Puskesmas dengan gejala batuk pilek atau panas atau mencret.
Data dikumpulkan dengan wawancara dan observasi, kemudian dianalisis dengan menggunakan program STATA versi 3.1 dan SPSS Versi 6.0 for Windows versi 3.1.1.
Dari hasil penelitian didapatkan cut off point untuk kualitas tatalaksana sebesar 60%, dengan proporsi pada tiap kasus yang sangat rendah yaitu dibawah 20%, hasil analisis bivariat pada kasus gabungan menunjukan bahwa ada hubungan antara jumlah staf yang cukup, tersedianya obat, barang cetakan serta pengetahuan dengan kualitas tatalaksana kasus, sedangkan pada kasus ISPA variabel yang berhubungan adalah lama kerja, staf dan pengetahuan. Untuk kasus diare hanya obat dan barang cetakan yang berhubungan dengan kualitas tatalaksana.
Analisis multivariat, dengan cara logistic regresi didapatkan tiga model yang dianggap sangat berpengaruh terhadap kualitas tatalaksana kasus, sehingga model tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk membuat strategi tatalaksana kasus yang berkualitas di Kabupaten Cianjur.

The Factors Which Influence of the Babies Case Management Quality and Children Under Five Years Old Sick at Public Health Centre of Cianjur, West Java The infant mortality in Indonesia are being high enough at least for about 58/1000 birthness, by the pattern of that case about infectious or Acute Respiratory Infection (ARI), Tetanus neonatorum, Diarrhea and Measles, this pattern almost the same as chlidren under five rears old mortality. The highest infant and child mortality because of health service effort in this case caressingly on preventive and promotive aspects, other wise rehabilitative and curative lack of attention. Beside that to do the case is still, so that the condition like this will give an increasingly of deadness risk. Beside amain case problem it seems that the human resources need to be though over , it's as a factor influence of health services phenomena.
So, this research would to know how a case management has standard from health department on a filed operational. The question about consistency that would be important weather it has already done by the provider and how supporting materials in order to increase of management quality.
The objective of this descriptive analytical study, the main point in order to be known a link or relation with provider qualification, logistic and facility and also theoretic knowledge in handling medically and non-medically, by the quality of case management how got ARI, diarrhea, measles and malnutrition. The design of the study was cross sectional. A population was researched as a research sample, all babies and child under five years old who are coming to 12 public health centers by a symptom of cought, fever and "menceret".
These data?s were collected by interviewing and observation then analyzed by using STATA program of version 3.1, SPSS for version 6.0 windows version 3.1.1.
From the result of research could be got cut of point for management quality 60% with a proportion each case very low 20%. The result of bivariate analysis in combined case, showed that there were a number of relations among staff available of drug, printed materials and also knowledge of case management quality, but in the case of ARI variable association was duration of working, staff and knowledge. For the case diarrhea were drugs and printed materials only wich management quality.
Multivariate analize by logistic regression cold be got three models, which influence of case management quality. So that those models as a consideration to make case management strategy, in order to be had quality in Cianjur regency.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T3978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Budiwarni
"Gudang farmasi kabupaten yang merupakan titik sentral pengelolaan obat di Daerah Tingkat II, melaksanakan sistem pengelolaan obat melalui satu pintu. Dengan pola satu pintu ini maka puskesmas tidak dibebani lagi dengan kewajiban untuk mengadmin istrasikan secara terpisah obat yang berasal dari berbagai sumber, sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada peningkatan kwalitas pelayanan.
Pengelolaan obat, di puskesmas mempergunakan format Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO ). Dari LPLPO ini diharapkan akan diperoleh berbagai data dan informasi yang sangat dibutuhkan sehingga: (1) dapat terlaksana tertib administrasi dan pengelolaan obat; (2) tersedianya data yang akurat dan tepat waktu; dan (3) tersedianya data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian oleh unit yang lebih tinggi.
Untuk mencapai tiga sasaran pokok diatas peranan petugas pengisi formulir LPLPO cukup penting . Untuk itu maka studi ini akan melihat apakah ada faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas pengisi formulir LPLPO puskesmas dalam mengisi formulir LPLPO.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan data sekunder untuk melihat hasil pencapaian pengisian formulir LPLPO yaitu variabel kinerja : (1) tepat waktu; (2) kelengkapan (3) akurasi perhitungan dan (4) informasi dini penggunaan obat yang tepat menurut kelas terapi selama tahun anggaran 199511996, responden adalah 37 orang petugas pengisi formulir LPLPO puskesmas yang berasal dari 37 puskesmas di kabupaten karawang. Variabel independen yang diteliti meliputi faktor input, faktor proses, faktor lingkungan sistem pengisian formulir LPLPO terhadap faktor kinerja hasil pengisian formulir LPLPO (variabel dependen ).
Hasil penelitian menunjukan tingkat pendidikan, kepuasan dan waktu yang tersedia rnempunyai hubungan yang bermakna (pada p < 0,10) dengan menggunakan analisa statistik bivariat terhadap akurasi, selain itu diketahui pula bahwa tingkat kesulitan pengolahan data dan data morbiditas secara statistik memiliki hubungan bermakna dengan indikator tepat waktu.
Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut :
  • Meningkatkan pengetahuan, wawasan dan ketrampilan petugas.
  • Memilih petugas yang mempunyai latar belakang obat dan menyenangi pekerjaanmengelola obat.
  • Pembinaan staf secara terus menerus agar dapat melaksanakan tugas dengan balk.
  • Pemberian pengetahuan dan ketrampilan dalam manajemen waktu.

The Factors Relating To The Performance of Filler Officers To Puskesmas (Local Government Clinic) LPLPO Form In Regency of Karawang The District Pharmacy Warehouse (GFK) is the central point of drug management at Second Level Administrative Region (Dati II), which implement the system of drug management through one gate policy. With this system, puskesmas is not burdened again with the task of administrating separately the drugs from various sources, so that they can more concentrate to the improvement of service quality.
Drug management, in puskesmas level currently utilization report and Drug request Sheet (LPLPO). LPLPO is used to tap information and data about drug flow at puskesmas level so that : (1) drug use can be monitored at the puskesmas level; (2) timely and accurate data are available ; (3) data are available for planning of drug at higher level.
To achieve those three objectives, the role of LPLPO staf at puskesmas is important. This study then examine factors related to performance of the staff.
The study collected primary data from the staff using structured questionaire and examine LPLPO report for diagnosing their performances, which are measured by (1) timely reporting; (2) completeness of the report ; (3) report accuracy; (4) early information of the proper drug use. The respondents are 37 LPLPO staff of 37 puskesmas in Karawang District. Independent variabels which are studied are variables within input, process, and environment factors which influence the output performance (LPLPO report ).
The study showed that education level, work satisfaction and available time are significanly related (at p < 0,10 level) to acuracy. Moreover it is known also that the difficulty rate of data processing and statistical data of morbidity are significanly related (at p < 0,10 level ) whit indicator timely.
Based on the result, this study give recommendation as follows:
  • Government through its appropriate channel should plan managerial action in order to increase knowledge, and skills of LPLPO staff.
  • At the puskesmas level, manager should select LPLPO staff who has backgrounds on medicine and drug and who enjoy the jab.
  • At the puskesmas and GFK levels, mamager should continously supervice the LPLPO staff.
  • Management should consider to give training on manage of time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Husein
"Pendahuluan. Peranan Perawatan Antenatal sangat panting sekeli dalam menurunkan ungka kematian bayi maupun angka kematiam Ibu hamil dan masa nifas. Lama Hari rawat merupakan salah satu penilaian uatuk menilai mutu layanan audit rumah sakit disamping BOR RS , Angka Kematian Bayi , Angka Kematian Maternal, GDR, serta NDR. Betapapun baiknya mutu pelayanan suatu rumah sakit tidak akan mendapat hasil luaran yang baik pula, apabila tidak ditunjang oleh faktor-faktor eksternal. Hal ini tergambar pada penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi LHR pada pasien ibu hamil yang mendapat tindakan Bedah Sesar di Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok.
Tujuan. Untuk meagetahai Faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi Lama. Hari Rawat pasien yang mendapat tindakan bedah sesaria.
Metodologi. Studi Rotrospektif merupakan metode yang dipakai dalam penelitian ini terhadap 300 sampel dari 583 populasi sejak tahun 1992-1994. Merupakan data sekunder yang diambil dari Catatan Medik Bagian Informatika Rumah Sakit. Pengolahan data dengan Analiais Univariat, dan Analisia Bivariat yaitu Uji Analisis Varians, Uji Korelasi, uji t serta uji Scheffe
Hasil. Dari 14 variabel bebas yang diteliti hanya 2 variabel babas menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik melalui uji t yaitu faktor Tempat Tinggal dan Indikasi Operasi. Uji Korelasi yang di lakukan pada variabel bebas dengan LHR yakni Faktor Umur menunjukkan korelasi yang relatif bermakna secara statistik Hasil analiais univariat menunjukkan mean LHR selama 6 hari, dengan variasi antara 1 sampai 14 hari.
Kesimpulan. Hipoteeis yang semula dibuat berdasarkan kerangka konsep tidak secara keseluruhanmendukung penelitian ini. Walaupun tidak keseluruhan faktor penelitian dapat dibuktikan kemaknaannya. secara atatistik, ada hal penting yang perlu dicatat yaitu Mean LHR pasien yang mendapat tindakan Bedah Sesar adalah selama 6 hari. Angka rata - rata ini sesuai dengan standard yang dibuat oleh IDI bekerjasama dengan Departemen Kesehatan RI. Sebenarnya telah ditetapkan juga oleh Bagian Kebidanan Rumah Sakit Bhakti Yudha bahwa LHR pasien bedah sesaria. adalah 4 hari setelah sehari pasca bedah.
Daftar Bacaan : (1973 - 1994)

Factors That Influence The Length Of Stay Of Pregnant Mothers Who Underwent Cesarean Section Surgery At Obstetric Department In Bhakti Yudha Hospital - Depok Administration City, During 1992 - 1994.Introduction. The role of Antenatal Care is very important in decreasing Neonatal. Death Rate, Maternal Death Rate and Puerperalis phase. The Length of Stay ie one of the components to asses the hospital's quality of care in addition to Hospital Bed Occupancy Rate and Infant Mortality Rate, Maternal Death Rate, Gross Death Rate and Net Death. Rate. A high quality of care in hospital will not produce good outputs, if it is not supported by external factors. This was shown in this research about Hectors that influence the Length of Stay of pregnant mothers who underwent Cesarean Section surgery at Bhakti Yudha Hospital-Depok.
Objectives. The research objective way to analyze factors that presumed influencing the Length of Stay of pregnant mothers who underwent Cesarean Section surgery.
Methodology. The research was a Retrospective study on 300 Cesarean Section cases during 3 years period, 1992-1994, sampled from 583 populations . Data used were from the Medical Record of the Hospital Information Unit, Univariat Analysis,, and Bivariat Analysis each as Analysis of Variance, Correlation test, t-test, Scheffe test were used.
Result_ Two out of 14 independent variables which thawed significant difference by statistic test (t-test), were Residence factor and Indication of Surgery. The Analysis of Correlation on independent variable with Length of Stay showed that Agee had a statistically significant correlation. Univariat Analysis showed that the Mean of Length of Stay were 6 days, with its variance ranged from 1 to 14 days.
Summary. The hypothesis which had been made bailed on these concepts were not all supported in this study. Although not all of research factors could be proved statistically significant, it is important to underline that the Mean of Length of Stay of clients who underwent Cesarean Section was. 6 days. This mean matched the standard issued by Indonesian Medical Association in cooperation with Health Department Actually, the Length of Stay of patient who underwent Cesarean Section at Obstetric Department in Bhakti Yudha Hospital are 4 days after one day post operative.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyawati Garini
"Menurut WHO tahun 1990 ada sekitar 2,5 juta bayi berat lahir rendah (BBLR) di seluruh dunia dimana 90% terjadi pada negara berkembang. Di negara maju, Australia, angka kejadian BBLR adalah sekitar 6%, sedangkan di negara berkembang dimana status sosial ekonomi masyarakatnya masih rendah angka kejadian BBLR lebih tinggi yaitu sekitar 13-17%. Bayi berat lahir rendah merupakan salah satu faktor terpenting kematian neonatal dan determinan yang cukup bermakna bagi kematian bayi.
Tingkat kematian neonatal di Indonesia masih tetap tinggi meskipun angka kematian bayi (AKB) telah mengalami penurunan cukup tajam. Penurunan AKB yang terjadi pada dasawarsa terakhir ini disebabkan oleh turunnya angka kematian bayi diatas usia satu bulan, sementara 40% kematian yang terjadi pada periode neonatal angkanya hampir tidak berubah. Penyumbang utama kematian BBLR adalah prematuritas, infeksi, asfiksia, hipotermia, dan pemberian ASI yang tidak adekuat.
Angka BBLR di Kabupaten Bogor 21,4% diatas angka Provinsi Jawa Barat 18,3% dan angka Nasional 7,7%. Hasil penelitian lain tentang kelangsungan hidup bayi dengan hipotermia 10%-77% serta terbatasnya sarana inkubator di rumah sakit, maka diperlukan sosialisasi suatu cara alternatif yang secara ekonomis cukup efisien dan efektif untuk merawat bayi pretern yaitu dengan Metode Perawatan Bayi Lekat (MPBL).
Metode Perawatan Bayi Lekat dilakukan pendekatan dengan cara penyuluhan perorangan maupun kelompok dengan intervensi VCD MPBL pada ibu BBLR di RSUD Ciawi Bogor. Keberhasilan intervensi MPBL tergantung dari ketrampilan petugas kesehatan dalam meyakinkan ibu BBLR tentang keuntungan dan manfaat MPBL dalam penanganan BBLR.
Setelah intervensi MPBL, bagaimanakah pengaruh intervensi terhadap tingkat pengetahuan pada ibu BBLR serta faktor yang mempengaruhinya?. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh intervensi VCD MPBL terhadap tingkat pengetahuan ibu BBLR serta faktor yang berpengaruh. Penelitian menggunakan one group pre test - postest design, dengan populasinya adalah ibu yang melahirkan BBLR yang dirawat di RSUD Ciawi, cara pengambilan sampel dengan quota sampling dari tanggal 16 Juli sampai 16 Agustus 2002. Data dikumpulkan dengan cara wawancara pre dan post test.
Analisis data menggunakan t - test. Adanya hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu BBLR tentang MPBL setelah intervensi VCD MPBL. Setelah mendapatkan intervensi VCD MPBL kedua variabel pendidikan dan intervensi VCD MPBL bersama-sama dapat menjelaskan adanya peningkatan pengetahuan ibu BBLR tentang MPBL sebesar 68,1%.
Melihat adanya hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dan pengetahuan MPBL pada ibu BBLR (setelah intervensi VCD MPB), disarankan Pemerintah Kabupaten Bogor c.q Dinas Kesehatan Bogor mensosialisasikan MPBL ini sebagai salah satu terobosan baru tehnologi tepat guna untuk penanganan BBLR melalui media komunikasi massa, misalnya melalui VCD dan sebagainya. Hal ini juga perlu di dukung dengan kebijakan dengan kemungkinan sumber daya dan dana yang dapat diberikan oleh PEMDA. Selain itu, petugas lapangan/perawat dapat diberikan kemudahan oleh atasan yang berwenang untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan dalam masalah perinatal khususnya penanganan BBLR. Hal ini akan bermanfaat pada saat melaksanakan intervensi MPBL dilapangan.

The Effect of Video Compact Disc Intervention of Kangaroo Mother Care (KMC) on The Level of Knowledge of Mothers with Low Birth Weight's Babies (LBW) in Ciawi Public Hospital, District of Bogor, West Java, 2002According to WHO, in 1990 there were about 2,5 millions babies born with low weight, 90% of which occurred in developing countries. In a developed country, Australia, for examples, the prevalence of LBW babies was around 6% while in the developing countries with lower social economic status the prevalence of babies born low birth weight (LBW) reached 13 - 17%. The LBW babies constituted one of the most important factors causing neonatal deaths.
In Indonesia, the of neonatal death rate remains high although the rate of the infant mortality has dropped quite sharply. The decrease of the infant mortality in the last ten years was primarily caused by the death infants over one month age, while the 40% death took place during the neonatal period has never changed. The main contributors to deaths of the LBW babies born were the following : prematurity , infection, asphyxia, hypothermia and inadequate breast feeding.
The rate of the LBW in the District of Bogor was 21,4% which was above that of the rate of the West Java Province (18,3%) and the National rate (7,7%). Other studies revealed that the survival of babies with hypothermia was 10% - 77% and the number of incubator facilities in the hospital was insufficient, so it was deemed necessary to socialize an alternative method which was economically effective and efficient to treat preterm babies, namely Kangaroo Mother Care (KMC).
The Kangaroo Mother Care was conducted through both individual and group intervention of VCD on KMC among mother's with LBW babies in Ciawi Hospital, District of Bogor.
After intervention, how did the intervention affect the level of the mothers knowledge of KMC ? The objective of study was to assess the effect of the VCD on KMC intervention on the knowledge level of mothers with LBW babies . The study used one grouped pretest - posttest design and the population was mothers having just given births of babies with LBW in Ciawi Hospital. Samples were gathered using quota sampling method from 16 July to 16 August 2002. Data was collected through 'interview with pre test - post test and discussions.
Data analysis was carried out with t - test. After receiving the VCD on KMC intervention there was significant relationship between education level and knowledge of the mother's LBW babies on KMC. After the above intervention similar using the VCD on KMC, both education level mother's and intervention of VCD on KMC, could explain the increase/change of knowledge of the mother's on KMC 68.1%.
Considering the importance of the VCD on KMC intervention in enhancing the mothers' knowledge of KMC, it is recommended that the Government of the District of Bogor c.q Bogor Health Office establish the prevention and management of LBW babies using appropriate technology. In addition, the KMC could be socialized through mass media for example using VCD method. Support in the form of policy, facilities and others resources including fund should also be made to enhance the intervention.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maskito A. Soerjoasmoro
"Puskesmas yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat, saat ini kuantitasnya sudah mencukupi, tetapi bagaimana dengan kualitasnya? Penelitian ini ingin mendapatkan gambaran tentang kinerja petugas pengisi formulir stratifikasi yang merupakan alat evaluasi Puskesmas. Metoda penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Unit analisis adalah petugas pengisi formulir stratifikasi seluruh puskesmas Kabupaten Tangerang. Cara memperoleh datanya dengan wawancara terstruktur dan dengan menilai kinerja petugas dari hasil isian formulir stratifikasi tahun 1992.
Hasil variabel independen masukan yaitu pendidikan, pengetahuan, bimbingan, jabatan, lama bekerja, kepuasan, pendapat, pengisian dan ketekunan yang berhubungan dengan kinerja petugas adalah pengetahuan dan kepuasan bekerja. Variabel-variabel independen proses yaitu tingkat kesulitan tidak ada yang berhubungan bermakna dengan kinerja petugas. Sedangkan variabel independen lingkungan yaitu data, sarana dan waktu yang tersedia serta Hubungan dengan atasan, yang berhubungan dengan kinerja adalah sarana dan waktu. Hasil variabel dependen yaitu ketepatan, kelengkapan dan kecermatan hasilnya 86% kurang dan 14% yang baik. Hal-hal panting lain yang memberikan dorongan kinerja adalah bimbingan, tersedianya data dan perbaikan formulir stratifikas Puskesmas.
Kesimpulan terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan, kepuasan bekerja, sarana buku pedoman dan waktu pengisian terhadap hasil kinerja petugas pengisi formulir stratifikasi. Sebagai saran perlu ditingkatkan pengetahuan petugas, diusahakan agar pekerja puas baik fisik maupun mental, dicukupi sarananya dan alokasi waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya. Puskesmas-puskesmas Kabupaten Tangerang agar lebih memperhatikan kinerja pengisian formulir stratifikasi Puskesmas sehingga hasilnya lebih baik. Untuk Dinkes Kabupaten DT II Tangerang agar memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang pentingnya stratifikasi Puskesmas dan peningkatan kinerja.

A Case study on factors connected with performance of officers responsible for Health Center (Puskesmas) Stratification has been carried out in Tangerang Regency, West Java, Indonesia. The study incorporate all 43 puskesmas in the regency and select one person from each Puskesmas, who was responsible for Puskesmas stratification, as a responder for the unit analysis. Data for independent variable collected for the study wa conducted through structural interview at February 15, 1993. And for the dependent variable, data collected by measurement of the performance od the filling 1992 Tangerang Regency Puskesmas Stratification.
The result indicated that some factors (i.e Knowledge, Job Satisfaction, Studies Guide book and Enough Time Allocation), Significantly connected with increased performance. Performance itself, measured through exactness, completeness and accuracy of Puskesmas Stratification fill in, showed an inadequate 86% Low result with only 14% fair result. Other important factors indicating performance stimulation were personal training, data availability and stratification form improvement.
It was suggested to increase Knowledge, Job Satisfaction, resources fulfillment and allocating enough time for persons involve in Puskesmas stratification to rise their performance. Puskesmas in Tangerang Regency should also suggested to increased their effort for a better performance result. Regency Health office should increased their training, guidance and information regarding the importance of Puskesmas Stratification performance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustamin Alwy
"Para ahli ilmu sosial dan kebudayaan menyoroti masalah sosial-budaya dengan mengacu pada dua paradigma, yaitu paradigma 'behavioristic' dan paradigm 'cognitive' (d'Andrade 1976, dalam Shweder 1984; Spradley 1972; Berkhofer 1969). Paradigma pertama diartikan sebagai suatu pendekatan yang menekankan pada pola - pola prilaku yang dapat diamati dalam kelompok-kelompok sosial tertentu. Paradigma kedua diartikan sebagai suatu pendekatan untuk menjelaskan kebudayaan dalam betas pengertian ide-ide, gagasan-gagasan, kepercayaan dan pengetahuan. Kedua paradigma tersebut lahir dari latar disiplin khususnya psikologi, sosiologi dan antropologi. Kecenderungan dan kepentingan analisis dalam menyoroti masalah sosiobudaya, membawa pengaruh terhadap pandangan dan perkembangan orientasi teoritis yang pada gilirannya masing-masing kutub paradigma berpendirian kuat dan seolah-olah saling mengungguli satu sama lain. Implikasinya, bahwa penganut aliran behavioristic maupun cognitive dihadapkan pada suatu dilemma untuk menyodorkan penjelasan komprehensif mengenai masyarakat dan kebudayaan. Berpegang pada satu aliran tertentu secara kaku, bukanlah sikap bijak keilmuan dalam dekade terakhir ini, mengingat kompleksitas masalah sosiobudaya yang semakin rumit. Tentu saja memerlukan berbagai keahlian dan pendekatan yang bersifat multidisipliner.
Dalam periode tahun 1950-an, ilmu-ilmu tentang manusia mengalami perubahan yang mendasar, di mana sebelum periode tersebut ilmu sosial didominasi oleh behavioristic sebagai paradigma untuk memahami 'stimulus' dan `response' yang saling berhubungan (d'Andrade 1984:88). Kalangan ilmuan perilaku (behavioral scientist) mendapat kritikan tajam dari, kalangan ilmuwan sosial lain, namun 'behavioralism' tetap mengembangkan pendekatan baru dengan situational analysis yang sering disebut 'action frame of reference' (Berkhofer, 1969). Analisis situasional yang disebutkan terakhir ini menggunakan konsep-konsep 'biopsikososiobudaya' dalam menginterpretasikan suatu tindakan (action) yang dilakukan oleh pelaku (actor). Dalam periode yang sama, 'behavioristic' mendapat tantangan keras dari berbagai ahli. Dari ahli psikologi misalnya, Jerome Bruner, George Miller dan lainnya mengembangkan 'cognitive' dan manajemen informasi tindakan dan 'learning'. Demikian pula ahli linguistik; Chomsky melihat konsep-konsep 'behavioristic' dari segi bahasa, tidak dapat rnenjelaskan sifat-sifat kebahasaan (Chomsky, 1957, dalam d'Andrade 1984). Kritikan tajam mengenai 'behavioristic' terakhir muncul dari kalangan ahli antropologi. Alasan-alasan berkenaan dengan kebudayaan secara tegas dinyatakan bahwa kebudayaan tidak hanya terdiri atas prilaku dan pola-pola prilaku, tetapi keduanya merupakan bagian informasi atau pengetahuan yang ditandai dengan sistem simbol (lihat Geertz, Goodenough dan Hall, dalam d'Andrade 1984:88-116). Kalangan yang disebutkan 'cognitive' yang secara tegas menentang perilaku untuk disamakan dengan kebudayaan.
Kedua paradigma tersebut, dengan segala kekuatan dan kelemahannya, telah menerima kritikan dari berbagai kalangan, namun pada gilirannya tetap bertahan sampai dewasa ini dan upaya untuk menjembatani di antara keduanya menjadi bagian dari perkembangan ilmu-ilmu sosialbudaya, khususnya para ahli antropologi (Sperber 1984; Schweder 1984 dan Berkhofer 1969). Dalam tradisi pendekatan metodologis antropologis, menggiring ke arah posisi pendirian yang lebih ringkih, karena pendekatan 'emic' dan 'etic' 1) dan penyelidikan alamiah masalah (natural-inquiry) tetap memberikan corak dalam antropologi, dan berkembang pesat dalam ilmu-ilmu sosial terakhir ini (Lincolm et.al 1985; William 1988). Hal ini merupakan terobosan baru dalam dunia ilmu-ilmu sosial-budaya termasuk antropologi. Menjelaskan masalah sosio-budaya dengan terikat pada satu definisi tidak dapat memberikan penjelasan dan pengertian yang memadai. Kecuali dengan memulai menyusun paradigma yang relevan dengan kondisi sosiobudaya tertentu.
Dalam kepustakaan antropologi maupun disiplin sosial lain, dijumpai berbagai konsep dan definisi tentang kebudayaan. Tetapi kesan terhadap konsep dan definisi yang ada, secara samar-samar menunjukkan latar kepentingan disiplin tertentu. d"Andrade (1984) menjelaskan kebudayaan dengan berfokus pada 'knowledge', bahkan ahli antropologi tertentu menempatkan "pengetahuan budaya" sebagai terra sentral dalam kebudayaan (Keesing 1980; Sparadley 1972)."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T49
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Nofianti
"Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah salah satu sarana pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita yang sangat penting dan memiliki peran strategis dalam upaya pembentukan generasi penerus yang sehat, cerdas, dan berkualitas. Namun pemanfaatannya oleh ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Maek masih jauh dari yang diharapkan, dimana cakupan D/S Puskesmas Maek hanya sebesar 62,6%. Angka ini masih jauh dibawah target Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yaitu sebesar 85%.
Tujuan penelitian ini adalah adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemanfaatan posyandu oleh ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Maek, Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Populasinya adalah ibu balita yang mempunyai anak umur 4-59 bulan dengan sampel berjumlah 100 orang. Analisis menggunakan chisquare. Hasil penelitian diperoleh ibu balita yang mempunyai perilaku baik dalam pemanfaatan posyandu adalah sebesar 41%.
Dari hasil analisis data diperoleh faktor yang berhubungan secara bermakna dengan perilaku pemanfaatan posyandu oleh ibu balita adalah umur ibu (p=0,001), pekerjaan ibu (p=0,023), umur balita (p=0,000), urutan kelahiran balita (p=0,006) dan kepemilikan KMS (p=0.001). Disarankan agar semua pihak baik dari unsur kesehatan, kader, tokoh masyarakat maupun masyarakat sendiri bahu membahu dalam menggerakkan posyandu.

Integrated Service Post (Posyandu) is one of growth monitoring facilities and development of toddler is very important and has a strategic role in efforts to establish the next generation of healthy, intelligent, and quality. However, its utilization by mother of toddler in the working area of Community Health Center of Maek is still far from the expected, where the coverage of D/S CHC Of Maek only by 62,6%. This figure is still far below the target of Ditjen Gizi and KIA Kemenkes RI which is 85%.
The purpose of this study was to determine the factors associated with utilization behavior of integrated service post (posyandu) by mother who has toddler in the working area of Communitity Health Center of Maek, District of Lima Puluh Kota in 2012. This research is a descriptive study with cross sectional design. Population is the mother who has children aged 4-59 months with totaling sample of 100 people. The analysis using the chi-square.
The results of research obtained that mother toddler who have good behavior in utilization of integrated service post is 41%. From the analysis of data obtained factors significantly associated with utilization behavior of integrated service post (posyandu) by mother who has toddler is the mother's age (p=0,001), occupation (p=0.023), age toddlers (p=0,000), toddlers birth order (p=0,006) and ownership of KMS (p=0,001). It is recommended that all sector, both of the elements of health, cadre of health, community leaders and communities themselves to work together in improve performance the integrated service post.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arlan Yulfar
"Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan pemerintah yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan seeara menyeluruh, terpadu, merata dan terjangkau. Namun dari sejak kelahirannya tahun 1969 hingga saat ini implementasi kegiatan puskesmas belum menunjukkan hasil yang optimal dan kurang tanggap terhadap dinamika masyarakat khususnya aspek sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat, yang tercermin dari belum optimalnya pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat. Arus globalisi, kemajuan teknologi kedokteran dan kesehatan, perubahan struktur sosial ekonomi dan budaya masyarakat tentunya berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemanfaatan puskesmas Selpanas oleh masyarakat dan mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas Sei.panas, serta mengetahui faktor yang dominan berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas Sei.Panas kota Batam tahun 2003.
Penelitian dilakukan dengan raneangan "Cross Sectional" dengan pendekatan kuantitatif dan melibatkan sampel sebanyak 240 KK yang berada di wilayah kecamatan Lubuk Baja dan sebagian kecamatan Bata Ampar dalam wilayah kerja Puskesmas SeLPanas kota Batam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keikutsertan askes atau asuransi kesehatan lainnya, merupakan variabel yang dominan dalam kaitannya dengan tidak memanfaatkan puskesmas dengan Odds Ratio 0.016 setelah dikontrol secara bersama sama oleh faktor lainnya seperti sistem birokrasi, persepsi terhadap petugas maupun pelayanan kesehatan serta jarak antara rumah responden dengan puskesmas Sei,.anas kota Satam. Sedangkan faktor pendidikan, umur, biaya pelayanan dan ada tidaknya pelayanan kesehatan lain selain puskesmas Sei.Panas tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan puskesmas Sei.Panas kota Batam. Untuk itu perlu di upayakan peningkatkan kerjasama dengan masyarakat industri yakni pihak manajemen dan karyawan melalui perusahaan asuransi/jamsostek ataupun Badan Penyelenggara JPKM dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Health center is a front liner in the government health care that aims to provide the health care as a whole, integrated, equal, and affordable. However, since its existence in 1969 the implementation of health programs have not been showing an optimal result yet and it seemed less responsive toward population dynamic, especially economy-social aspect in the community, which reflects that health care has not been optimally utilized yet.
The globalization stream, advance in medicine and health technology, changing of economy social and culture structure in the community, are related to the health center utilization.
The study aimed to assess the description of health care utilization at Sei Panas Health Center and to asses the factors related to the health care utilization at Sei Pangs Health Center, and to asses the dominant factors related to the health care utilization at Sei Pangs Health Center in the City of Batam year 2003 as well.
The study used cross sectional design with quantitative research approach and used 240 head of families as research sample that lived around the Sub District of Lubuk Baja and Batu Ampar in the working area of the SeL Panas Health Center.
The result of the study showed that taking part in the government health insurance or another health insurance was a dominant variable that related to not utilizing the health center (odds ratio= 0.016) after being controlled altogether with other factors such as bureaucracy system, perception toward both provider and health care, distance between respondent's house and health center. Nevertheless, the factors such as education, knowledge about health center, age, price, and perception of illness did not have significant relationship with the health center utilization. Therefore, it is necessary to maintain the cooperation with the industrial community such as management and employee in providing the health care through the insurance companies/man power social insurance or the implementing agency of public health care insurance in delivering health care.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Djakfar Sadik R.
"ABSTRAK
Latar belakang dilakukannya penelitian ini karena dengan Antenatal Care (ANC) yang baik, akan memberikan sumbangan dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah merupakan Kecamatan yang rendah dalam hal cakupan Ibu hamil termasuk frekuensi kunjungannya.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang hubungan antara faktor Predisposisi yang terkelompok dalam Socio Demographic dan Socio Psychologic, faktor Pemungkin (Enabling factor) dan faktor Penguat (Reinforcing factor)terhadap derajat pemanfaatan Pelayanan Antenatal di wilayah Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.
Pada peneltian ini akan dilihat hubungan beberapa variabel yang menyangkut faktor Predisposisi seperti Amur, Pendidikan responden dan Suami, Pekerjaan responden dan suami, Jumlah anak, Jarak kehamilan, Pengetahuan dan Sikap responden serta persepsi responden tentang kehamilannya, faktor Pemungkin seperti; Ketersediaan fasilitas, Jarak tempat tinggal dengan Puskesmas, Biaya transportasi dan pengobatan, Pengahasilan Keluarga dan adanya faktor resiko dan yang menyangkut faktor Penguat yaitu Perilaku Petugas Kesehatan dan Dukungan Keluarga/lingkungan.
Penelitian ini dilakukan di Kec. Gunung Sugih Lampung Tengah dengan responden Ibu-ibu hamil trimester III sebanyak 140 sampel. Analisa dilakukan dengan analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi populasi penelitian, analisa bivariat untuk melihat hubungan variabel babas dengan variabel terikatnya menggunakan tabel silang dan uji Khai kuadrat. Sedangkan analisa multivariat dengan menggunakan tabel silang dua variabel terhadap variabel terikat, juga menggunakan uji Logistik regresi.
Dari penelitian ini dihasilkan beberapa variabel yang mempunyai hubungan dengan derajat pemanfaatan pelayanan antenatal responden seperti umur, pendidikan responden, jumlah anak, jarak anak, pengetahuan responden tentang kesehatan kehamilan, sikap responden jarak tempat tinggal responden dengan Puskesmas, social support dan lain-.lain.
Responden yang berumur 30 thn ke bawah cenderung memeriksakan kehamilannya secara baik. Faktor ini erat kaitannya dengan jumlah anak yang dimiliki reponden dan jarak kehamilannya. Responden yang mempunyai anak kurang dari tiga orang pemeriksaan kehamilan dengan kategori baik lebih besar (58,9%) dari responden dengan jumlah anak tiga orang atau lebih. Sedangkan sebaliknya pada responden yang mempunyai anak tiga orang atau lebih, pemeriksaan kehamilan dengan kategori jelek lebih besar tiga kali (35,6%) dari pada responden dengan jumlah anak kurang dari tiga orang (11,6%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa responden dengan jumlah anak lebih sedikit cenderung akan lebih baik dalam pemeriksaan kehamilannya dari pada responden dengan jumlah anak yang lebih banyak.58% dari 93 responden yang berumur 30 thn ke bawah dan mempunyai anak kurang dari 3 orang memeriksakan kehamilannya dengan baik lebih besar dari responden yang mempunyai anak 3 orang atau lebih. Dari responden yang berumur di atas 30 thn dan memiliki anak kurang dari 3 orang, 100% (dari 2 responden) memeriksakan kehamilannya dengan baik (tabel 53). Sedangkan pada tabel 54, responden yang jarak kehamilannya lebih dari 3 thn pemeriksaan kehamilannya secara baik cenderung tinggi (49% dan 50%) pada masing-masing kelompok umur.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan ibu hamil dengan jarak kehamilan yang jarang serta dekatnya lokasi pusat pelayanan antenatal dan dengan mendapat dorongan dari keluarganya terutama suami responden maka pemanfaatan pelayanan antenatalnya cenderung baik.
Daftar bacaan : 29 (1973 - 1995).

ABSTRACT
The opinion and background of this research carried out because the adequate Antenatal Care gives contributing in order to make good Human Resources. Kecamatan Gunung Sugih has low coverage about pregnant women and their visited frequencies.
The objective of this research obtain information about relationship between Predisposing factor, Enabling factor and Reinforcing factor lead to degree of utilization Antenatal Care (ANC) in Kecamatan Gunung Sugih, Lampung Tengah.
This research intended to know relationship about several variables that consist of Predisposing factor like ages, respondents and husband's education, occupations, parity, child spacing, knowledge and attitude and also respondents perception their pregnancy; Enabling factor like facility available, house distance to Health Center, transportation, family income, pregnancy with risk factor and related to Reinforcing factor like health provider behavior and social or family support.
The respondents were pregnant women with gestational age trimester 11I amounts 140 samples. Univariate Analysis was to knew population distribution frequency. Result of this research was founded several variables has relation-ship to dependent variable, that was; age, respondents education, parity, child spacing, knowledge about health of pregnancy, attitude, house distance to Health Center. Respondent with small child (less than three years) has good Antenatal Care categories (58,4%) more than respondent with rare child spacing.
The conclusion of this research is; respondent that has well known about health pregnancy with spacing of the child rares than other, and also antenatal care service center is near to their houses, the utilization of respondent antenatal care tends are well.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, A. Syukri
"Tingginya lama hari rawat yang ada di UPF Bedah Umum RS DR. Sarjito menjadi masalah karena, jika dibandingkan dengan lama hari rawat di negara maju dan di Indonesia sendiri, lama hari rawat di UPF Bedah Umum RS Dr. Sarjito termasuk tinggi dan menduduki ranking ke dua tertinggi di banding dengan rata-rata lama hari rawat untuk RS type B diseluruh Indonesia, yang hanya 11.73 hari. Rata-rata lama hari rawat untuk penyakit Bedah di RS Dr. Sarjito pada th 1987, 1988, dan 1989 adalah 18.38 hari, 18.45 hari dan 19.42 hari. Tingginya rata-rata lama hari rawat ini akan ikut menurunkan penampilan RS dan hal ini merupakan masalah bagi administrator RS.
Penelitian ini merupakan studi. korelasional yang dilakukan secara cross-sectional dengan meneliti catatan medik penderita-penderita Appendicitis Acuta, Appendicitis Chronica, Hernia Inguinale, dan Hiperplasia Prostat yang dirawat di RS tersebut pada th 1989. Teknik analisa statistik yang digunakan adalah Analisa Varians satu dan empat faktor serta Analisa Klasifikasi Ganda (MCA).
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya dua faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat penderita keempat penyakit yang diikutkan dalam penelitian, yaitu faktor umur dan kelas perawatan. Faktor dokter, sekalipun hanya pada dua penyakit yang berhubungan dengan lama hari rawat, namun didapat kesan bahwa hubungan tersebut juga ada pada kedua penyakit lainnya. Untuk ketiga faktor, yaitu hari kedatangan, hari kepulangan dan pembayar biaya perawatan, tampak tidak ada hubungan. Hal ini sebetulnya terjadi karena tidak ada perencanaan yang baik dalam pemulangan penderita.
Berdasarkan beberapa pemikiran, maka dikemukakan 7 (tujuh) saran-saran guna menurunkan lama hari rawat.
Pertama, adalah perhatian yang khusus pada pasien yang berumur 40th atau lebih.
Kedua, kwalitas/ketrampilan dokter.
Ketiga, mengadakan quality control.
Keempat, perencanaan yang baik dalam pemulangan pasien.
Kelima, adanya standar kwalitas pelayanan RS.
Keenam, dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor dokter untuk mengetahui sub-faktor sub-faktor yang berperan dan penelitian terhadap faktor-faktor lain yang berhubungan dengan LHR dari keempat penyakit tersebut.
Ketujuh, melengkapi isian formulir pada catatan medik penderita, terutama formulir-formulir pemeriksaan penunjang yang sering tidak diisi, kapan selesai pemeriksaan penunjang tersebut."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>