Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54576 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setiawan
"Sudah sejak dulu diketahui, bahwa dalam sebagian besar hidupnya, manusia selalu ingin menemukan siapa dirinya. Karena itu, manusia selalu dalam keadaan dalam proses pencarian jati dirinya. Bahkan filsuf Socrates memiliki kalimat terkenal, "Gnothi Seauton", yang artinya "Ketahuilah dirimu sendiri" (Hanifah, 1950:150). Aktivitas ini telah menyita tenaga rohani dan fisik, serta waktu yang paling berharga yang pernah dimiliki manusia. Apalagi untuk memahami Tuhan, sesuatu yang sangat makro, seseorang haruslah mengetahui diri sendiri (Tazimuddin Siddiqui, "Tauhid-Keesaan Tuhan", dalam Hameed, Aspek-Aspek Pokok Agama Islam, 1983:32). Krishnamurti mengatakan bahwa mengenal diri sendiri ialah permulaan hikmah (Lutyens, 1978:23).
Manusia memang gemar mencari. Ia dikaruniai akal atau rasio untuk mencoba membantu mendefinisikan dirinya, dan perasaan untuk menyemangati pencariannya (Hameed, 1983:31). Kalaupun pikirannya melanglang buana, itu pun dapat dikatakan bahwa manusia sedang berusaha melihat posisi dirinya di tengah-tengah sekitarnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Siwi Handayani
"Studi ini berusaha mengatasi masalah yang terjadi dalam penelitian kontemporer tentang identitas diri dengan menjelaskan 'identitas diri sebagai hasil kerja sistem representasi' Perspektif ini melibatkan teori diri dialogis, representasi sosial dan teori relasi ohjek yang mempertimbangkan baik realitas individual, sosial dan simbolik.
Penelitian berlangsung di Yogyakarta selama kurang iebih satu tahun (Januari-Desember 2006) dengan melibatkan 7 informan yang berprofesi sebagai SPG (Sales Promotion Girl) dan 625 responden. Informan dan responden berasal dari kalangan wanita muda perkotaan Yqgyakarta yang berstatus mahasiswi, berumur 21-25 tahun dan berasai dari Yogyakarta dan Jawa Tengah. Metode pengumpulan data meliputi metode partisipatif, anilisis media, observasi dan Wawancara mendalam serta penyebaran skala psikologis. Analisis data dilakukan dengan empat metode yaitu analisis diskursus, analisis isi, analisis faktor dan analisis kluster.
Studi ini membuktikan bahwa budaya-konsumsi sangat fberpengaruh besar pada pembentukan identitas diri wanita muda perkotaan Yogyakarta. Namun, mereka mengadopsi budaya konsumsi secara lebih kritis dan cerdas sehingga mcnghasiikan pemaknaan yang baru yang berbeda dengan yang dimaksudkan oleh media maupun industri. Studi ini juga membuktikan bahwa dinamika proses pembentukan identitas diri melalui konsumsi mempakan proses dialektika saling mempengaruhi antara kekuatan masyarakat dan kreativitas individu. Gambaran identitas diri yang dominan pada wanita muda perkotaan Yogyakarta adalah menilai pentingnya ekspresi gaul dengan mcmanfaatkan benda-benda konsumsi sekaligus menekankan pentingnya menjaga harmoni sosial.
Penelitian ini juga memperlihatkan pola konservatif yang diasumsikan di awal studi ada, ternyata tidak ditemukan baik pada informan maupun responden penelitian ini. Pola yang ditemukan adaiah pola emansipatif konsumtif atau masih dalam masa peralihan. Mencermati hasil ini, dapat dikatakan hahwa tidak ada wanita muda perkotaan Yogyakarta yang mampu mengelak dari pengaruh budaya konsumsi.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa telah dan sedang terjadi perubahan Kota Yogyakarta yang kini ekspresi masyarakatnya semakin melibatkan pemanfaatan barang konsumsi dan praktik kebertubuhan. Namun, di sisi Iain spirit untuk menjaga harmoni sosial juga masih terjaga. Dengan kecenderungan ini, dapat diprediksikan setidaknya dalam I0 tahun ke depan, Kota Yogyakarta masih tetap memiliki tradisi yang kuat meskipun fasilitas modern semakin banyak. Spirit untuk menjaga harmoni sosial tetap menjadi spirit yang dominan meskipun ekspresi penampilannya semakin diukur dari kepemilikan benda materi.
Penelitian ini hanya terbatas pada konteks wanita muda perkotaan Yogyakarta yang berasal dari suku bangsa Jawa yang berusia 2l-25 tahun. Dengan demikian, penelitian ini tidak bisa digeneralisasikan untuk konteks penelitian yang Iain, baik jenis kelamin dan umur yang lain maupun konteks sosial-budaya yang lain.
Berdasarkan kontribusi teoritik, penelitian ini menyarankan agar kajian di bidang psikologi selalu memahami dan memperhitungkan proses dialektika antara individu dan sosial, antara konstruksi kreatif individu dan konstruksi sosial. Faktor sosial dan individu bukan variabel yang bisa diperlakukan semata-mata individu sebagai variabel yang tergantung dan sosial sebagai variabel bebas, keduanya saling mempengaruhi dalam proses dialektika yang bekerja sebagai siklus yang berulang. Ruang sosial juga dibentuk oleh aktivitas individu, demikian sebaliknya individu juga dipengaruhi oleh kondisi sosial. Dengan kata lain, penelitian ini menyarankan pendekatan penelitian yang bersifat holistik yang mempertimbangkan dialektika antara individu dan sosial.
Berdasarkan kontribusi ap1ikalif, hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pengaruh budaya konsumsi terhadap pembentukan identitas diri wanita muda perkotaan Yogyakarta sudah tidak mungkin dibendung lagi. Untuk itu Studi ini menyarankan:
Perlama, penting bagi Wanita muda perkotaan khususnya dan anak muda umumnya agar memiliki sikap kritis dan ketrampilan mengambil keputusan yang tepat. Hal ini sangat diperlukan untuk menghadapi pengaruh budaya konsumsi yang semakin kuat dan tak terbendung sehingga mereka tidak larut di dalamnya. Untuk membentuk sikap kritis dan ketrampilan tersebut orang tua dan masyarakar termasuk lembaga pendidikan harus memiliki pemahaman yang lebih tepat dan kontekstual atas kondisi wanita muda sehingga tidak jatuh pada pendakatan yang normatif.

Contemporary research on self-identity remains a problematic study area. This study aims at solving that problem by explaining ?self-identity as a result of the working of representation system? by using dialogical self-perspective, social representation and object relation theory by considering individual, social and symbolic realities.
This research was carried out in three steps. The first one is initial step, consisting of participatory research (from February to June 2006) and media analysis (from March to May 2006). The second step is observation and in-depth interview with sales promotion girls (SPG), from August to December 2006. The third step is the distribution of scale of psychology (from November to December 2006). This research was conducted in Yogyakarta, involving seven informan working as SPG and 625 respondents of urban, young females living in Yogyakarta, mostly students, age between 21 to 25 years old, grow up-in Yogyakarta -and Central Java. Data was analyzed through four methods, namely discourse analysis, content analysis, factors analysis and cluster analysis.
It is proven that consumption practice by utilizing body powerfully determines the very process of self-identity formation of urban young females in Yogyakarta. It means that consumer culture strongly affects their self-identity. However, they adopt consumer culture displayed by media Suggestion critically and intelligently that it results in another meaning which is different from that of what media intends. They are able to re-contextualize a number of new things, including media's suggestion on consumer culture, referring to the meaning and their own interests that can be completely different from that of what media and industry intend.
The main result of this research proves that as a result of the working of representation system, self-identity of urban young females in Yogyakarta that are strongly affected by consumer culture is dynamic and plural one. Their self-identities are dynamic and plural since they have been moving to Yogyakarta city. Prior to moving, the image of their self-identities was described as being in a position which is relatively integrated, stable, and single one, as a child of an ustadz, qoriah or as a child of a public figure in parochial council, etc. Moving to Yogyakarta the image of their self-identities which was relatively stable, single and integrated turned to be that of dynamic and plural. ln Yogyakarta, various identification and imitation figures exist in a number of social, academic, religious, tradition and gaul spheres. With the existence of new identification and imitation figures, there emerge new positions in their selves, e.g. SPG, model, entertainer and anal: gaul. Thus, these new positions were integrated with old positions in such a way that there is a dynamic movement among various positions.
In the mental world of these research?s informants and respondents, the image of their self-identities is expressed in their abilities to manage strategy of playing a number of positions in a harmonic way. Initially, the image of the self-identity in that mental world was social one, given that it emerged from social representation where an individual lives. ln other words, an individual heritages and live in a certain feature of self-identity existing in the society. In this research, social representation of urban young female in Yogyakarta can be described as vaulting the importance of expression of gaul style and having spirit to keep social harmony. The image of self-identity in social representation then belongs to individuals through identification as well as imitation process as being explained by object relation theory. ln consumption moment, this area represents moment of appropriation, a moment that shows individual?s creative acts in giving meaning to new object does not merely adopt meaning offered, but re-contextualize the meaning instead. Then it becomes completely new meaning or the result of modification from personal meaning and other meaning offered, so that it turns to be personal and belongs to her.
Dynamics of self-identity formation as a result of the working of representation as described above will occur over and over again so that self-identity is a result of dynamic relationship between two opposing powers, namely publicly acknowledged power of the society, and creativity as well as freedom acquired by individuals. There is inter-dependence between culture and individual?s mind in the process of self-
identity formation.
This research is limited to the context of urban young female. in Yogyakarta, whose ethnic background is Javanese, between 21 -25 years of age.Thus, this research cannot be generalized to other research, gender, age as well as socio-cultural contexts.
For that reason, this research suggest that study 911 self-identity for-other age-group, and cultural contexts to be carried out by implementing a holistic- research approach by considering individual, social and symbolic realities. Research on self-identity will not be sufficient if it merely consider one single reality. BY considering simultaneously those three realities, the study on self-identify can result in a perspective which is sensitive to various socio-cultural contexts where individual live
Other suggestion, since the influence of-consumer culture on the self-identity formation is impossible to prevent; it is important that urban young female particularly and youth generally acquire critical attitude and ability to make the right decision in order not to be drawn in it. ln order to develop such critical attitude and ability, parents/family and society as well as educational institution should have a better and contextual understanding on the nature of young female. By such a better and contextual understanding it is expected that they can implement a more appropriate approach without being trapped into that of normative one.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
D1242
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samantha Dewi Gayatri
"Skripsi ini membahas upaya individu dengan identitas gender dan orientasi seksual non normatif yang mengalami ACE dalam menemukan identitas dan relasi sehat. Studi ini mengadopsi kerangka penelitian kualitatif yang mengeksplorasi identitas gender dan orientasi seksual kelompok tersebut. Sebanyak tujuh partisipan mengikuti wawancara secara daring, di antaranya adalah seorang transpria, transpuan, dua perempuan biseksual, satu laki-laki gay, satu perempuan lesbian, dan seorang non biner, yang berusia dari 19 tahun hingga 25 tahun. Wawancara telah direkam dan ditranskrip serta dianalisis secara tematis. Tiga tema besar telah ditentukan berdasarkan data, yaitu “Identitas Gender dan Orientasi Seksual Non-Normatif,” “ACE,” dan “Relasi.” Tema-tema ini, serta kompleksitas identitas gender/orientasi seksual, dieksplorasi dalam hasil analisis silang dan diskusi. Temuan studi ini menunjukkan bahwa ACE yang dialami partisipan bukan konsekuensi dari identitas gender atau orientasi seksual non normatif yang dimiliki. Selain itu, stres minoritas semakin menggandakan tantangan bagi individu dengan identitas gender dan/atau orientasi seksual non normatif untuk mengeksplorasi dirinya, faktor protektif seperti mengikuti komunitas queer atau berteman dengan individu lainnya yang memiliki status yang sama melalui media sosial membantu mereka dalam meyakini dirinya masing-masing. Meskipun demikian, mereka hanya terbuka dan “menjadi diri sendiri sepenuhnya” kepada individu lainnya yang memiliki kesamaan dengan mereka atau pun orang-orang terdekat yang normatif sehubung dialaminya stres minoritas. Mengenai relasi sehat, seluruh partisipan tidak terisolasi, melainkan dapat menjalin relasi yang intim dengan orang lain. Tantangannya adalah mereka menghayati ekspektasi penolakan. Meskipun demikian, partisipan juga berkaca dari pengalaman masa kecil yang menyakitkan atau relasi tidak sehat lainnya di masa lalu dalam mengupayakan relasi yang sehat.

The study discusses the efforts of individuals with nonconforming gender identity and sexuality who experience ACE in finding self-identity and healthy relationships. This study adopts a qualitative research framework that explores the gender identity and sexuality of the aforementioned population. A total of seven participants took part in the online interview, including a trans man, a trans woman, two bisexual women, a gay man, a lesbian woman, and a non-binary person, with ages ranged from 19 to 25 years old. The interviews were recorded, transcribed and analyzed thematically. Three major themes have been determined based on the data, namely “Nonconforming Gender Identity/Sexuality,” “ACE,” and “Relationships.” These themes, as well as the complexities of gender identity/sexual orientation, are explored in the cross-analysis results and discussion. The findings of this study indicate that the ACE experienced by participants is not a consequence of their nonconforming gender identity or nonconforming sexual orientation. In addition, minority stress multiplies the challenges for individuals with nonconforming gender identities and/or nonconforming sexual orientations to explore themselves. Protective factors such as joining queer communities or making friends with other individuals of similar status through social media help them to accept themselves. respectively. However, they can only come out and “be themselves completely” to other individuals who have something in common with them or those closest to them which are a part of the heteronormative community due to the experience of minority stress. Regarding healthy relationships, participants are found to be able to establish intimate relationships instead of being isolated due minority stress. Regarding healthy relationships, all participants are not isolated, but can establish intimate relationships with other people. The challenge is that they live up to the expectations of rejection. However, participants have also reflected on the painful childhood experiences or other unhealthy relationships in the past in seeking healthy relationships.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Hasanah
"Identitas diri merupakan gambaran diri seseorang yang bersifat konsisten dan tersusun berbagai aspek. Meningkatnya angka kenakalan remaja adalah salah satu manifestasi belum tercapainya tugas perkembangan identitas diri pada remaja. Proses pencapaian tugas perkembangan identitas diri pada remaja tidak terlepas dari pengaruh keluarga. Tujuan penelitian ini adalah menggali makna pengalaman keluarga mendampingi remaja dalam pencapaian identitas diri di lingkungan eks lokalisasi. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang melibatkan dua belas partisipan. Pengumpulan data dengan indepth interview dan dianalisis menggunakan metode Colaizzi.
Hasil penelitian didapatkan lima tema yaitu Pencapaian identitas diri remaja di lingkungan eks lokalisasi sama seperti remaja pada umumnya, dominasi hambatan eksternal dalam pencapaian identitas diri remaja di lingkungan eks lokalisasi, lingkungan eks lokalisasi sebagai stresor, upaya keluarga mendampingi remaja dalam pencapaian identitas diri, dan harapan keluarga untuk masa depan. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya peningkatan pengetahuan keluarga oleh perawat kesehatan jiwa sebagai pendukung upaya pencapaian identitas diri remaja di lingkungan eks lokalisasi.

Self identity is an image of self consistency and be arranged from many aspects. The improvement of juvenile delinquency is one of manifestations which has not reach self identity development task yet in adolescents. The achievement process of the self identity task in adolescents is not apart of family influence. This research aims to examine mean of family experience in order to accompany adolescents in the achievement of self identity in a former red light district. This research uses qualitative design with phenomenological approach which involves twelve participants. The data collection uses in depth interview and be analyzed by using Colaizzi method.
The results are five themes, those are the adolescents self identity achievement in the former red light district which has similar to adolescents in general, the dominance of external barriers in the achievement of self identity in adolescents in the former of red light district, the former of red light district environment as a stressor, the family effort in accompanying adolescents in achieving self identity and the family expectation for the future. This research recommends the importance of improving family knowledge to mental health nurse as support for adolescents self identity achievement in the former of red light district."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Gede Windu Saskara
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang (re)konstruksi identitas disc jokey di
Jakarta serta dampaknya pada praktik komodifikasi yang terjadi dalam berbagai bidang industri budaya Jakarta, era 1990-2010, dimana narasi besar dari kekuatan modernitas, yaitu teknologi, perubahan ekonomi dan sosial budaya, menjadi landasan global yang turut mempengaruhi proses tersebut.
Hasil penelitian tiba pada satu kesimpulan bahwa rekonstruksi identitas
DJ serta praktek komodifikasi yang dilakukan dalam berbagai bidang industri budaya Jakarta, tidak dapat dilepasan dari tujuan serta ciri-ciri proyek identitas DJ, serta upayanya melakukan pemasaran identitas dan subkultural yang berproses melalui dua cara, yaitu eksploitasi dan eksistensi. Eksploitasi yatu mengalihfungsikan identitas DJ dari entitas sosial menjadi entitas ekonomi, sedangkan eksistensi yang mereproduksi kesadaran ideologis demi penguatan (re)konstruksi identitas dan regenerasi identitas. Kedua tujuan tersebut pada
hakikatnya saling terkait demi tujuan pasar dan pengakuan atas keberadaan posisi DJ dalam masyarakat. Dalam praktiknya, agenda kreatif tersebut melibatkan relasi dengan aktor-aktor industri budaya lainnya dalam dinamika masyarakat yang dilandasi oleh pola konstelasi dan kolaborasi. Proyek ini juga menghadapi tantangan dari budaya dominan, yang selalui mengidentikkan gambaran DJ dengan stigma negatif industri hiburan malam yang sarat dengan perilaku moral yang
dekaden.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif bersandarkan pada metode
sejarah dengan menggunakan konsep-konsep sosiologi. Model penulisan dilakukan secara deskriptif eksplanatif dan analitis. Gejala sosial yang dihasilkan sebagai akibat interaksi antara aktor dan struktur menjadi suatu peristiwa sekaligus fakta historis yang memiliki keunikan pada setiap gejala sosial yang dihasilkannya, namun bagaimanapun juga ia dapat dijelaskan dalam pola-pola umum yang bersifat sosiologis."
2011
T29770
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shaumiyatul Ghufronia
"Siswa-siswi yang sebagian besar masih berusia remaja, sangat rentan terhadap tampilan mengenai remaja perempuan ideal. Setidaknya Remaja SMA 1 Depok merupakan remaja yang kelas menengah dan atas. Salah satu media yang tanggap perubahan fashion adalah majalah khususnya pada rubrik fashion. Di sekolah SMA 1 Depok remaja banyak ragam menampilkan berbagai gaya fashion yang menjadi gaya tarik masing-masing.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif , tehnik pengamatan dilakukan dengan cara observasi keadaan sekolah dan wawancara kepada salah satu informan yang gemar, berlangganan membaca majalah. Hasil data penelitian di analisis sesuai sesuai teori atau konsep. Dari hasil penelitian siswa-siswi SMA 1 Depok persepsi media majalah merupakan acuan pertama untuk merubah penampilan dan fashion remaja. Majalah merupakan alasan satu cara Remaja untuk membentuk identitas di sekolah atau di lingkungan masyarakat.

Most of students which are adolescent, are particularly vurnerable to the appearance of ideal female teen. At least, teens at SMA 1 Depok are in a middle and upper class category. One of the up to date information about fashion dynamic is a magazine, especially in a fashion session. At SMA 1 Depok, teens have showed many different styles of fashion which have their own uniqueness. This study is a qualitative research, data collections are done by observing the school condition and indepth interview with the informants who have the qualification reading a magazine. The result of the this research was analized by the suitable theory and conceptual. Based on the result of this research in teens at SMA 1 Depok, magazine perception is a first reference to change the appearance and teens fashion. A Magazine is one of the teens? reason to form an identity at school or the environment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S63054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Alverina Jovita
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran pengungkapan diri dan status identitas pada perempuan penyintas pemerkosaan di Jabodetabek. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan keprihatinan akan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan, salah satunya kasus pemerkosaan. Pengukuran status identitas menggunakan Extended Objective Measure of Ego Identity Status II EOM-EIS II dan pengukuran proses pengungkapan diri menggunakan wawancara semi terstruktur dengan mengembangkan tinjauan pustaka terkait pengungkapan diri menjadi pertanyaan-pertanyaan wawancara. Pengolahan statistik deskriptif menunjukan bahwa frekuensi tertinggi status identitas partisipan berada pada status Diffusion f=10. Dari hasil olah data kualitatif ditemukan bahwa pengungkapan diri berdampak positif terhadap pemulihan identitas seseorang jika diikuti dengan reaksi sosial positif. Usia ketika pemerkosaan terjadi dan stabilitas keluarga menjadi dua variabel penting yang mempengaruhi pengaruh pengungkapan diri.

ABSTRACT
The objective of this research is to describe the identity status and self disclosure process among rape survivors in Jabodetabek. This research was based on the increasing number of violence against women, especially rape. To measure identity statuses, we used Extended Objective Measure of Ego Identity Status II EOM EIS II and self disclosure was measured using semi structured interview in which the questions were developed from literature study on the matter. Descriptive statistics analysis shows that identity Diffusion is the most frequent identity status among all the participants f 10. Qualitative analysis found that self disclosure has big impact on survivors rsquo identity healing process if it is followed with positive social reactions. Individuals age and family stability are two important variables that affect the impact self disclosure. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhaifina Dini Ghassani Rizki
"ABSTRAK
Pendahuluan: Remaja merupakan fase pembentukan identitas diri. Identitas diri remaja dapat dipengaruhi oleh faktor risiko dan faktor protektif. Faktor tersebut dapat menimbulkan kondisi stres dan konflik yang berdampak pada penyalahgunaan NAPZA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko dan faktor protektif yang berhubungan dengan identitas diri dan penyalahgunaan NAPZA pada remaja.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif-korelatif dan dua teknik sampling yaitu purposive sampling dan stratified-cluster sampling dengan jumlah sampel sebesar 288 remaja SMA di Jakarta Timur. Pengambilan data menggunakan lima kuesioner yaitu data demografi, Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ), Typology of Parenting Style, Identity Function Scale, dan Drug Abuse Screening Test-20 (DAST-20).
Hasil: Remaja SMA di Jakarta Timur sebagian besar memiliki identitas penundaan dan tidak melakukan penyalahgunaan NAPZA. Masalah emosi dan perilaku dan pola asuh orang tua memiliki hubungan secara bermakna dengan identitas diri. Tidak ada faktor yang berhubungan dengan penyalahgunaan NAPZA.
Rekomendasi: Promosi dan prevensi masalah identitas diri dan penyalahgunaan NAPZA pada remaja dengan cara melakukan stimulasi perkembangan, Terapi Kelompok Terapeutik, dan Cognitive Behavior Therapy.

ABSTRACT
Introduction: Adolescent is a phase of self-identity development. Self-identity on adolescent can be influenced by risk factors and protective factors. These factors have risk to cause stress and conflicts which lead to drug abuse. The purpose of this study was to determine the risk factors and protective factors that related to self-identity and drug abuse in adolescents.
Methods: The study use descriptive-correlational research design with two sampling techniques that are stratified-cluster sampling and purposive sampling which are 288 samples of high school students in East Jakarta. The data was collected by five questionnaires that are demographic data, Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ), Typology of Parenting Style, Identity Function Scale, and Drug-Abuse Screening Test 20 (DAST-20).
Results: Most high school adolescents in Jakarta have identity moratorium and nonuse of drug abuse category. Emotional-behavior problems and parenting have a significant relationship with self-identity. There are no factors related to drug abuse.
Recommendation: Promotion and prevention of self-identity problems and drug abuse on adolescent by developmental stimulation, Therapeutic Group Therapy, and Cognitive Behavior Therapy."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verawati Dewi Susanti
"Kejadian stunting masih menjadi masalah kesehatan anak-anak bahkan hingga remaja. Dampak stunting khususnya pada remaja dapat memengaruhi mereka di sekolah dan kemungkinan juga berpengaruh pada konsep diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kejadian stunting dengan konsep diri remaja di Jakarta Selatan. Desain penelitian ini adalah analitik korelatif cross-sectional dengan menggunakan tabel z-score tinggi badan menurut usia (TB/U) dari WHO dan kuesioner Piers-Harris Childrens Self-Concept Scale 2nd Edition (Piers-Harris 2). Penelitian ini dilakukan pada 143 responden yang dipilih dengan menggunakan cluster, stratified dan random sampling pada sekolah di 10 Kecamatan yang berada di Jakarta Selatan. Hasil penelitian ditemukan 5,6% remaja di Jakarta Selatan mengalami stunting dan 64,3% memiliki konsep diri yang negatif. Selain itu, tidak ada hubungan yang bermakna antara kejadian stunting dengan konsep diri remaja di Jakarta Selatan. Konsep diri yang positif terdapat pada domain behavioral adjustment dan happiness and satisfaction. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelayanan kesehatan untuk lebih meningkatkan upaya penanganan stunting hingga pada masa remaja juga kepada sekolah agar dapat mengadakan dan/atau meningkatkan program-program yang berfokus pada pengembangan konsep diri peserta didik.

The incidence of stunting is still a health problem for children and even adolescent. The impact of stunting, especially in adolescents, can affect them in school and possibly influence their self-concept. This study aims to determine the relationship between the incidence of stunting and the self-concept of adolescents in South Jakarta Region. The design of this study was correlative analytic cross-sectional using the z-score height for age tables from WHO and Piers-Harris Childrens Self-Concept Scale 2nd Edition questionnaire (Piers-Harris 2). This study was conducted on 143 respondents who were selected using clusters, stratified and random sampling at schools in 10 sub-districts located in South Jakarta Region. The results of the study found 5.6% of adolescents in South Jakarta Region were stunted and 64.3% had a negative self-concept. In addition, there was no significant relationship between the incidence of stunting and the self-concept of adolescents in South Jakarta Region. Positive self-concepts are found in the behavioral adjustment and happiness and satisfaction domains. Furthermore, the results of this study are expected to be useful for health services to further improve stunting management efforts until adolescence also for schools to be able to hold and/or improve programs that focus on developing students self-concept."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Krisna Murti
"Fraud merupakan fenomena yang sangat merugikan banyak pihak. Penelitian sebelumnya telah menemukan hubungan antara keterikatan orangtua-anak dan perselingkuhan. Akan tetapi, sebagai faktor eksternal, keterikatan orang tua-anak tidak cukup menjelaskan mengapa ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Identitas moral karena posisinya sebagai faktor internal diduga berperan dalam memediasi hubungan kedua variabel tersebut. Penelitian ini memiliki dua tujuan, (1) apakah keterikatan orang tua-anak mempengaruhi identitas moral dan (2) apakah identitas moral memediasi pengaruh keterikatan orang tua-anak terhadap kecurangan. Penelitian yang dilakukan pada 213 siswa di Jabodetabek ini menunjukkan pengaruh keterikatan orang tua-anak terhadap identitas moral. Namun, tidak ditemukan adanya peran mediasi yang signifikan dari identitas moral dalam pengaruh keterikatan orangtua-anak terhadap perselingkuhan. Diskusi dan saran akan dibahas.

Fraud is a phenomenon that is very detrimental to many parties. Previous research has found a link between parent-child attachment and infidelity. However, as an external factor, parent-child attachment does not adequately explain why there is a relationship between the two variables. Moral identity due to its position as an internal factor is thought to play a role in mediating the relationship between the two variables. This study has two objectives, (1) whether parent-child attachment affects moral identity and (2) whether moral identity mediates the effect of parent-child attachment on cheating. This study, which was conducted on 213 students in Jabodetabek, shows the effect of parent-child attachment on moral identity. However, it was not found that there was a significant mediating role of moral identity in the influence of parent-child attachment to infidelity. Discussions and suggestions will be discussed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>