Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115111 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Bagus Dharmika
"Usaha untuk melestarikan lingkungan alam dengan sebaik-baiknya ditemukan pada masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan, kecamatan Manggis, kabupaten Karangasem, Bali yang pernah dikenal dengan nama Republik Tenganan, dan usaha ini termuat dalam awig-awig. Awig-awig adalah suatu bentuk hukum tertulis yang memuat seperangkat kaedah-kaedah sebagai pedoman bertingkah laku dalam masyarakat dan disertai dengan sanksi-sanksi yang dilaksanakan secara tegas dan nyata. Para leluhur penduduk desa ini menyusun awig-awig pada sekitar abad ke 11, dan dibakukan dalam sebuah 'buku suci' 58 halaman yang ditulis dalam bahasa Bali. Sejumlah aturan adat yang dinyatakan dalam awig-awig tersebut dan ketaatan penduduk untuk menegakkan aturan-aturan yang bersangkutan memungkinkan sumber daya lingkungan alam tetap terpelihara. Berkat ketaatan penduduk dalam menjalankan aturan-aturan yang ada dalam awig-awig ini, penduduk desa Tenganan Pegringsingaan memperoleh penghargaan Kalpataru untuk kategori penyelamat lingkungan tahun 1989.
Awig-awig yang telah berlaku sejak abad 11 secara turun temurun dikalangan masyarakat Tenganan Pegringsingan, penulis duga telah mengalami proses perubahan. Oleh sebab itu, berbagai gejala yang berhubungan dengan keberadaan awig-awig ini ditelusuri kaitannya. Misalnya, gejala-gejala alam yang pernah terjadi, proses ekonomi, proses kontak.
Tujuan kajian ini adalah ingin menelusuri keberadaan awig-awig dan hubungannya dengan berbagai gejala yang melibatkan perilaku masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan. Selanjutnya tulisan ini mencoba menjawab persoalan﷓persoalan yang secara operasional dijabarkan sebagai berikut, (1) Mengapa pranata seperti awig-awig itu masih dipertahankan dan dilaksanakan oleh masyarakat desa adat Tenganan sampai sekarang? (2) Adakah perubahan-perubahan yang terjadi baik pada tingkat peraturan-peraturan dan penafsiran maupun pada tingkat perilaku masyarakat yang bersangkutan? Kalau ada, bagaimana perubahan-perubahan itu.
Dalam pengumpulan data untuk mengkaji pokok permasalahan tesis ini, penulis melakukan studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Dalam studi kepustakaan pertama-tama penulis berusaha mendapatkan teks awig-awigdesa adat Tenganan Pegringsingan dan sekaligus menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia. Sedangkan penelitian lapangan penulis lakukan untuk mengamati dan menjelaskan gejala-gejala sosial terutama yang mencerminkan interaksi penduduk desa dengan lingkungan yang berpedoman pada awig-awig yang mereka miliki.
Temuan ini menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut, (1) awig-awig desa adat Tenganan Pegringsingan dengan sanksi-sanksi yang tegas dan nyata ternyata telah mampu mengatur hubungan manusia dan kesinambungan pemanfaatan sumber daya alam. (2) Kelestarian lingkungan di desa adat Tenganan Pegringsingan dapat dipertahankan sampai sekarang karena potensi sosial budaya yang mereka miliki. Potensi budaya terlihat dalam kepercayaan tentang dunia Buana Agung dan Buana Alit di mana hubungan diantara dunia ini harus selalu dijaga, kepercayaan tentang adanya penjaga hutan (Lelipi Selahan Bukit) dan adanya aturanaturan adat (awig-awig) dengan sanksi-sanksi yang tegas dan nyata. Potensi sosial terlihat pada perkembangan penduduk relatif stabil, adanya struktur pemerintahan desa yang khas dan adanya sosialisasi yang intensif tentang tradisi yang penuh dengan dinamika dan perubahan sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya. (3) Pergantian generasi dengan tantangan yang berbeda dan bervariasi, menyebabkan terjadinya pemilihan terhadap unsur-unsur tradisi sesuai dengan kepentingan tertentu. Perubahan yang terjadi pada masyarakat desa Tenganan pada dasarnya disebabkan karena kekuatan dari dalam masyarakat maupun karena kekuatan dari luar. Kekuatan dari dalam seperti, terjadinya bencana alam kesadaran, meletusnya gunung Agung, kekeringan, terjangkitnya penyakit menular, dan adanya kesadaran individu akan mutu tanaman yang berlandaskan pada pertimbangan rasional dan memungkinkan individu bertindak dan memperoleh keuntungan-keuntungan yang memuaskan, menyebabkan individu-individu yang lain dalam situasi yang sama dapat mencontoh tindakan yang terealisasi tersebut.
Perubahan yang disebabkan karena kekuatan dari luar seperti adanya kontak-kontak kebudayaan seperti misalnya, masuknya industri pariwisata ke desa ini, adanya program pendidikan sekolah, dan program penghijauan. (4) Pasal-pasal dari awig-awig yang terkait dengan lingkungan mengalami perubahan adalah, pasal 8 tentang larangan menanam beberapa tanaman dan larangan melakukan beberapa kegiatan, pasal 23 dan 37 tentang penggunaan tanah, larangan ke luar rumah selama melakukan kegiatan Metruna Nyoman, di samping itu juga terjadi penafsiran-penafsiran baru terhadap beberapa pasal dari awig-awig."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hamidi
Djakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1988.
394.4 MUH t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hammerle, P. Johannes Maria
Nias : Yayasan Pusaka Nias , [date of publication not identified]
306.072 HAM d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adhyaksa Dault
"ABSTRAK
Penelitian ini ingin mengetengahkan suatu pola penyesuaian (adaptasi) sebuah Lembaga Pendidikan Tradisiona! Agama Islam yang disebut Pesantren yang selama mi terkenal dengan tradisi lamañya. Tradisi lama yang dimaksud adalah keseluruhan tradisi pesantren yang sangat kuat diwarnal oleh doktnin keagamaan. Seluruh tradisi pesantren berpijak pada Kitab Kuning dan kitab-kitab kiasik Islam. Kurikulum pesantren berpijak pada kitab-kitab klasik 1W. Dalam system pendidikan dan pengajaran pesantren tidák ada system kias; Santri dianggap menyelesaikan pendidikan apabifa mampu dan menguasai kitab kuning dan kitab-kitab kiasik Lainnya. Dengan kuatnya pijakan terhadap doktrin keagamaan, maka pesantren yang berwawasan konsrvatif. mi tidak menerima unsurunsur luar yang bersifat non agama. Sikap tt tertutup mi telah berlangsung berabad-abad lamanya dan merupakan kekhasan utama yang ada pada sistem tradisional ini.
Sejalan dengan kemajuan zaman dan perubahan masyarakat, sistem tradisional mi tidak begitu saja dipertahankan Untuk dapat mengimbangi perkembangan clan dinamika perubahan masyarakat perlu ada penyesuaian (adaptasi). Adaptasi mi menyentuh berbagai bidang seperti pendidikan dan kurikulum, bidang sosial, ekonomi, dan politik. Proses penyesuaian din sebuah pesantren terhadapdinamika dan perubahan masyarakat ditunjukan oleh pesantren Daarul T...fluum di Kotamadya Bogor yang menjadi lokasi utama penelitian mi. Tulisan mi bersifat deskriptif anahtik yang lebih mengandakan wawancara dan pengamatan. Wawancara dilakukan terhadap berbagai komponen. pesantren seperti Kyai (4 orang), GurulUstadz (4 orang), Santri (14 orang), orang tua santri (16 orang), tokob masyarakat (5 orang) Mereka dianggap dapat mewakil; unsurunsur yang yang menjadi subyek penelitian.
Dan basil wawancara dan pengamatan intensifterhadap proses adaptasi pesantren Daarul Uluum terhadap dinamika dan perubahan masyarakat, penelitian ml menemukan berbagai perubahan antara lain bahwa ciri khas pesantren tradisional dimana dominasi pendidikan dan pengajaran adalah penguasaan kitab-kitab kiasik Islam perlahan-lahan ditinggalkan dengan teradopsinya kurikulum Nasional yang mewajibkan semua lembaga pendidikan balk Yang agama maupun yang umum menyelenggarakan sistem pendidikan Nasional. Penelitian mi menemukah bàhwa pesantr en Da arul Uluum tidak lagi bersifat tradisional eksk1usif, namun sudah mengarab ke modem inklusif lndikatornya ad alah adanya adaptasi kurikulum, adaptasi sistem pendidikan dan pengajaran, adaptasi di bidang keuangan dan ekonomi, sosial, budaya dan politik. lmplikasinya di masa .depan adalah bahwa pesantren ml akan bisa menghadapi berbagai perubahan dan dinamika zaman karena sifatnya yang sudah terbuka (modern-inklusit). Penulis akhirnya berkesimpulan bahwa karena adanya kemajuan cara berpikir dan dinamika masyarakat maka sistem pesantren yang selama mi dirasakan sangat eksklusif dan tradisional perlahan-lahan ditinggalkan dan disesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang ada."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Dhana
"ABSTRAK
Tesis ini membahas masalah tentang proses adaptasi orang Bali yang menjalankan tradisi yang berkaitan dengan adat dan agama Hindu di Jakarta Utara. Dalam menjalankan tradisi tersebut mereka membutuhkan organisasi sosial, yaitu banjar sebagaimana layaknya di Bali, padahal mereka berasal dari lingkungan tradisi yang berbeda-beda di Bali, dan tentunya mereka telah berada pada lingkungan sosial di kota yang berbeda dari lingkungan sosial di Bali. Karena itu, pertanyaan pokok yang dijawab dalam tesis ini adalah: mengapa demikian, dan bagaimana proses pembentukan, pengembangan, struktur, dan fungsi banjar tersebut?
Dengan mengacu konsep dan teori tentang adaptasi dari Bennett (1976), dan tentang subkultur dari Fischer (1980), serta beberapa konsep dan teori terkait lainnya, kajian ini menunjukkan hasil sebagai berikut.
Orang-orang Bali di Jakarta Utara membentuk dan mengembangkan banjar karena mereka mengalami berbagai masalah yang berpangkal pada keterbatasan kemampuan mereka untuk menjalankan tradisi mereka.
Hal itu berlangsung melalui proses yang meliputi tahap-tahap: rapat pembentukan banjar, pembuatan anggaran dasar, pengadaan dan penggunaan tanah, dan pembuatan beberapa sarana kegiatan banjar. Dalam proses itu mereka melakukan penyesuaian dengan lingkungan mereka yang tercermin pada cara mereka berhubungan dengan, dan memanfaatkan lingkungan sosial dan lingkungan alam untuk metnenuhi kepentingan bersama mereka.
Berdasarkan hal itu terwujudlah banjar di Jakarta Utara dengan struktur dan fungsinya yang tidak identik tetapi menunjukkan perbedaan dan kemiripannya dengan struktur dan fungsi banjar di Bali. Fungsinya tercermin pada berbagai kegiatan, yaitu: kegiatan ritual, kegiatan pendidikan agama, kegiatan kesenian, dan kegiatan sosial ekonomi yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara yang relatif berbeda dari cara pelaksanaan kegiatan-kegiatan seperti itu yang dilakukan oleh banjar di Bali.
Dengan berfungsinya banjar di Jakarta Utara melalui berbagai kegiatan tersebut, maka timbullah rasa aman dan kebetahan orang-orang Bali yang bersangkutan untuk tetap bermukim di Jakarta Utara dan sekitarnya. Namun fungsi banjar itu bukanlah merupakan faktor tunggal yang menyebabkan rasa aman dan kebetahan orang-orang Bali tersebut, melainkan disebabkan pula oleh faktor-faktor lainnya."
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahman
"Tradisi maataa merupakan tradisi tahunan yang di dalamnya terdapat berbagai ritual, kabhanti, dan tarian. Tradisi maataa memiliki nilai yang dapat mempersatukan masyarakat pendukungnya. Nilai itu berupa nilai religius dan nilai sosial, bahkan secara filosofi tradisi maataa merupakan perwujudan dari siklus kehidupan terutama yang berhubungan dengan kelahiran dan perkawinan. Selain itu, masalah kelisanan ditemukan dalam kabhanti tradisi maataa.
Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan kelisanan dan keberlangsungan tradisi maataa. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelisanan dalam tradisi maataa tercermin dari kabhanti yang dilantunkan yang sarat dengan repetisi dan penggunaan perumpamaan yang mengambil dari alam sekitar. Selain itu, kabhanti dalam tradisi maataa penciptaannya terjadi secara spontan sangat bergantung pada audiens dan penari. Dari segi formula kabhanti dalam tradisi maataa umumnya berbentuk frasa dan ketika dilantunkan terjadilah variasi yang berbentuk teks dan cara melantunkannya. Untuk mempertahankan eksistensinya tradisi maataa diwariskan dengan melalui tiga pola pewarisan yaitu pewarisan dalam pertunjukan, pewarisan secara langsung, dan pewarisan di kalangan sendiri.

Maataa is an annual tradition and has various ritual, kabhanti and dancing. Maataa tradition has value that could unite all the society. Those values are religious and social value, even philosophically maataa tradition is a life cycle which relates to natality and marriage. In other hand, orality problem is also found in kabhanti maataa tradition.
The objective of this research is to explore the orality and the sustainity of maataa tradition. It used qualitative method by ethnography approach. The result shows that orality in maataa tradition reflected from the sound of kabhanti which has repetition and using of metaphor from the environment. Then, kabhanti in maataa tradition created spontaneously depend on the audiences and the dancers. Kabhanti formula generally in phrase and there are is variations on text and the way of orality when it is orality. There are three inheritance ways in keeping the existence of maataa tradition which are by performance, direct and inheritance of the society itself.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T29270
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Latifa Dinar Rahmani Hakim
"ABSTRAK
Multikulturalisme merupakan salah satu isu penting dalam masyarakat majemuk yang menekankan toleransi dan penerimaan terhadap kelompok lain. Multikulturalisme turut menyiratkan kehendak untuk membawa semua ekspresi kebudayaan dalam struktur yang seimbang dan mampu mengatasi permasalahan ekslusivitas yang dapat memicu konflik. Studi ini melihat praktik keberagaman yang diakomodasikan melalui even kesenian berupa Grebeg Sudiro sebagai identitas bersama komunitas Sudiroprajan. Merujuk pada kajian sebelumnya yang membahas akomodasi keberagaman melalui intervensi pemerintah,
penelitian ini melihat sisi lain yang jarang diurai dalam studi sebelumnya yakni kesadaran kolektif. Melalui metode kualitatif, penelitian ini menemukan bahwa kesadaran kolektif komunitas Sudiroprajan secara positif mendorong terciptanya Grebeg Sudiro. Kesadaran kolektif terbangun melalui nilai-nilai kebersamaan, pengalaman, relasi dan kepercayaan antar anggota dalam komunitas Sudiroprajan sehingga Grebeg Sudiro sebagai even kesenian yang hanya terjadi setahun sekali dapat menjadi praktik keberagaman yang kuat. Grebeg Sudiro sekaligus menjadi simbolisasi komunitas untuk membangun kembali citra kampung sebagai kampung pembauran Sudiroprajan.

ABSTRACT
Multiculturalism is one of the most important issues in a compound society that emphasizes tolerance and acceptance of other groups. Multiculturalism also implies the will to bring all cultural expressions into a balanced structure and able to address the problems of exclusivity that can trigger conflict. This study saw the practice of diversity that was accommodated through the art event of Grebeg Sudiro as a shared identity of the Sudiroprajan community. Referring to previous studies discussing accommodation of diversity through government intervention, this study saw the other side that is rarely disraveled in the previous study of collective consciousness. Through qualitative methods, the study found that the collective consciousness of the Sudiroprajan community led positively to the creation of Grebeg Sudiro. Collective consciousness awakens through the values of togetherness, experience, relationships and beliefs between members in the Sudiroprajan community so that Grebeg Sudiro as an art event that happens only once a year can be a strong practice of diversity.
Grebeg Sudiro also became the symbolization of the community to rebuild the image of Kampung as Sudiroprajan intermingling."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Herlina
"Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah memusatkan perhatian pada sebuah karya Ishida Eiichiro (1903-1968) yang berjudul Nihon Bunka Ron 'Argumentasi Kebudayaan Jepang' dan sekaligus penulis jadikan sebagai sumber utama topik pembahasan skripsi ini. Di dalam karyanya tersebut, ia membahas tentang ciri-ciri kebudayaan Jepang khususnya mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan asal mula kebudayaan dan bangsa Jepang. Sebagai seorang antropolog budaya, Ishida mengemukakan bahwa orang Jepang telah hidup di kepulauan Jepang sejak sekitar jaman Yayoi (abad 3SM-abad 3M) dan mereka merupakan nenek moyang orang Jepang orang Jepang yang menciptakan budaya kehidupan orang Jepang sekarang ini. Adapun manusia jaman Yayoi ini memiliki tiga ciri khas. Pertama adalah merupakan suku bangsa yang membudidayakan padi atau bangsa tani. Kedua, mereka yang berbicara bahasa Jepang dan yang ketiga, mereka yang melakukan cara hidup seperti sekarang ini. Dengan tiga alasan ini, Ishida membuat suatu hipotesa bahwa kebudayaan dan kehidupan orang Jepang di kepulauan Jepang dibentuk oleh orang-orang di jaman Yayoi. Istilah Yayoi ini, diambil dari gerabah yang ditemukan dari timbunan kulit-kulit kerang di kota Yayoi bilangan Bunkyoku, Tokyo pada tahun 1884 (Meiji 17). Dalam menyimpulkan hipotesa-hipotesanya ia banyak menggunakan bahan acuan yang berasal dari ilmu-ilmu arkeologi, etnologi, folkor, lingguistik dan lain-lain. Dari salah satu hipotesanya yang dilihat dari sudut antropologi budaya, ia mengemukakan bahwa kebudayaan Jepang memiliki ciri khas asli Jepang yang berkesinambungan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
781.629922 KUM (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Kwang Pou
Seoul: Epublic, 2010
KOR 306.51 LEE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>