Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104374 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taufik Dermawan
"Penelitian ini bertujuan menemukan koherensi struktur intrinsik Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan menemukan koherensi struktur trilogi itu dengan struktur sosial masyarakat yang menjadi acuannya. Kerangka teori yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah teori semiotik dan teori strukturalisme-genetik. Teori semiotik menganggap karya sastra sebagai fakta semiotik, sebagai tanda; sedangkan teori strukturalisme-genetik. menganggap karya sastra sebagai fakta sosial. Penggunaan kedua teori itu dalam penelitian ini saling melengkapi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dialektik. Dengan metode itu penelitian berlangsung secara dialektis, dari fakta-fakta linguistik yang aktual ke fakta-fakta sosial dan semiotik yang ada di dalam masyarakat. Selanjutnya penemuan fakta-fakta sosial dan semiotik itu digunakan kembali untuk pemahaman ulang mengenai fakta-fakta linguistik. Proses dialektis itu berlangsung secara terus-menerus sampai ditemukannya koherensi struktur teks.
Dengan menggunakan kerangka teori dan metode tersebut di atas penelitian ini akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa keberhasilan Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor semiotik dan faktor sosiologis. Faktor semiotiknya berupa penggunaan dan penyangkalan terhadap sistem semiotik tingkat umum, sistem semiotik tingkat khusus, dan sistem semiotik tingkat sastra lokal. Faktor sosiologisnya berupa pengekspresian secara tepat pandangan dunia tragik wong cilik dan santri yang hidup di tengah masyarakat yang sedang berubah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
T2069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okke Saleha K. Sumantri Zaimar
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ridwan
"Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan semiotika untuk menganalisis teks berita konflik Israel-Palestina. Teori semiotika Barthes mengenai konotasi digunakan untuk menggali makna konotasi yang terdapat dalam sejumlah kata atau ungkapan yang menjadi tanda dalam teks berita. Korpus bersumber dari teks berita Kompas pada momentum pengajuan proposal Palestina untuk menjadi anggota PBB, yaitu September-Oktober 2011.
Hasil analisis menunjukkan bahwa konotasi sangat berperan dalam menggambarkan tanda yang sesuai dengan apa yang sebenarnya ingin diberitakan media Kompas. Hasil analisis ini juga membentuk makna konotasi yang mengungkap sudut pandang Kompas tentang Palestina, Israel, dan reaksi negaranegara di dunia selama momen tersebut.

This research uses qualitative method with semiotic approach to analyze the news text of the Israeli-Palestinian conflict. The semiotic theory of Barthes about connotations is used to find the meanings of the words or phrases that acted as sign in the news text. Corpus is taken from Kompas‟s news text at the moment of submission of Palestinian proposal for UN membership, during September-October 2011.
The results of the research analysis show that the connotation is crucial in describing the sign that correspond to what Kompas really want reported. The results of the research analysis also find the connotation meaning which reveal a perspective of Kompas on the Palestinian, Israel, and the reaction of countries in the world during this moment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T36138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Purnamasari
"Ragam bahasa keilmuan saat ini menjadi Salah satu unsur penting yang dibahas di perguruan tinggi dalam pengajaran bahasa Jerman bagi penutur asing. Satu dari sekian banyak ciri khas yang kerap ditemukan dalam bahasa Jerman ragam keilmuan adalah pronomina es.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menjelaskan pronomina es dari segi sintaktis dan semantis. Secara sintaktis pronomina es berfungsi sebagai kata ganti, pengisi rumpang, dan bagian dari valensi verba, sementara dari segi semantis dibicarakan pronomina es yang berperan sebagai pemarkah relasi semantis antara anteseden dan pengacunya.
Korpus data berjumlah 90 (sembilan puluh) kalimat diperoleh dari empat buah buku yang mewakili dua bidang ilmu, eksakta dan noneksakta. Dua buku yang mewakili bidang ilmu eksakta adalah teknik dan kedokteran, sedangkan dua buku lainnya mewakili bidang noneksakta, yakni hukum dan linguistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara sintaktis prosentase kekerapan kemunculan pronomina es sebagai kata ganti, sebagai pengisi rumpang atau sebagai bagian dari valensi verba tidak sama antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya meskipun berada dalam kelompok ilmu yang sama. Pronomina es yang ditemukan dalam ragam bahasa keilmuan bidang teknik dan kedokteran; misalnya. Dalam ragam bahasa keilmuan bidang teknik prosentase kemunculan pronomina es yang berlilngsi sebagai kata ganti hanya sebesar 7,69%, sedangkan dalam bidang kedokteran Sebesar 31%. Sementara berdasarkan analisis semantis diperoleh simpulan sebagai berikut; Secara umum pronomina es yang paling kerap muncul dalam keempat bidang ilmu yang diteliti adalah pronomina es yang secara sintaktis berfungsi sebagai bagian dari valensi verba seperti dalam frasa verbal es regnet 'hujan'. Pronomina es tersebut -mengacu pada von Polenz- tidak memiliki makna secara semantis (Ieeres semanticsubjec) karena tidak membuat rujuk silang dengan nomina atau hal yang berada di depannya atau di belakangnya.
Pronomina es yang memperlihatkan hubungan anaforis antara anteseden dan pengacunya ditemukan paling kerap muncul dalam ragam bahasa keilmuan bidang linguistik. Dalam ragam ini pula pronomina es yang rnemperlihatkan hubungan kataforis paling kerap muncul. Pronomina es yang merupakan pronomina katafor secara sintaklis adalah pronomina yang berfungsi sebagai pengisi rumpang dan memiliki pola-pola kalimat tertentu, seperti Es... Nebensatz, ob... Akan tetapi tidak semua pronomina es yang secara sintaktis berfungsi sebagai pengisi rumpang memperlihatkan hubungan yang bersifat kataforis antara anteseden dan pengacunya. Pronomina es yang tidak memiliki pola kalimat khusus dan hanya merupakan sebuah dummy subject dalam kalimat tidak bermakna secara semantis, karena ia tidak membuat rujuk silang silang dengan lingkungannya.

Scientific language is now becoming one of significant studies which is tought at universities in teaching german for foreign speaker. One of the characteristics mostly found in scientific german is the pronoun es.
This research tried to describe and to emphasize the syntactical and semantical phanomen of the pronoun es. The pronoun es has -according to van der Elst- three syntactical functions as followed: Es as pronoun, es as expletive, and es as part of the verb valence. And es semantically shows the relation between the determiner and its antecedent, anaphoric or cathaphoric.
90 (ninety) sentences as corpus was taken from four scientific books, which represent two group of studies, namely science and social. Technik and medicine were chosen to represent science, and law and linguistics to social.
The result revealed that the frequency of the syntactical function of pronoun es found in four books is not the same one with another, although they are in the same group of study. Those found in technic and medicine for example. Both are science books, but the pronoun es as pronoun is found more in medicine as in technic, 31% to only 7,69%. Semantical analysis on the other hand indicated that the pronoun es, which are meaningless -this pronoun syntactically functions as part of the verb valence- generally found mostly in all four books. The anaphoric relationship is showed mostly in linguistics, so is the cataphoric one. The cataphor pronoun es is that, which functions syntactically as expletive and has particular sentence model, such as Es ... Nebensatz, ob .... Those, which also has the same syntactical iilnction but doesn?t have particular sentence model and it is only the dummy subject of the sentence are meaningless.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T17211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waworuntu, Amira
"Aliran Metalcore adalah sebuah subgenre dari Heavy Metal yang menggunakan teknik vokal yang berbeda dari sebelumnya, yaitu dengan berteriak atau yang seringkali disebut screaming. Ketika mendengarkan ataupun menyaksikan sebuah lagu dibawakan dengan cara nyanyi berteriak, muncul sebuah anggapan bahwa aliran Metalcore ini membawa dampak negatif karena menerapkan teknik vokal yang keras, intimidatif dan penuh emosi. Tidak jarang teknik vokal screaming ini dianggap meniru 'suara setan'. Pernyataan ini tidak mengherankan apabila mengetahui bahwa memang ada beberapa aliran musik yang sengaja menirukan 'suara setan' tersebut dan menerapkannya ke dalam lagu.
Metalcore tentunya bukan merupakan sebuah aliran musik yang berasal dari Indonesia, namun sudah banyak band yang mulai memainkan aliran ini dan banyak diantaranya yang sudah cukup terkenal. Cara bernyanyi dengan berteriak sudah bukan lagi hal yang baru, namun masih banyak yang menganggap bahwa Metalcore memicu hal-hal negatif kepada para pendengarnya. Masih ada stereotype yang melekat pada screaming. Oleh karena itu, para pelaku Metalcore tanah air melihat bahwa perlu dilakukannya transformasi makna teknik vokal screaming agar menyadarkan masyarakat bahwa apa yang mereka sampaikan melalui teriakan bukanlah bersifat negatif. Caranya adalah dengan menulis lyric lagu yang memiliki pesan positif sesuai dengan norma-norma sosiokultural yang berlaku di masyarakat. Dengan tetap mengacu pada ciri-khas screaming, para pelaku Metalcore tanah air berusaha menyampaikan sebuah pesan moral melalui lyric lagu yang mereka teriakkan.

Metalcore is one of the subgenres of Heavy Metal which uses a vocal technique which differs from many before it called screaming. When one hears or sees a song that is being sung by way of screaming, one tends to associate it with having a negative impact on its listeners because of the loud, intimidative and emotional lyrics. Also, it is not uncommon for screaming to be thought of as an act of trying to replicate Satanic voices. This statement comes at no surprise because as a matter of fact there are certain genres of music that deliberately try to sound Satanic and apply it to the songs that they play.
As we may know, Metalcore is not a genre of music that originates from Indonesia. Even so, there are many bands these days that are performing this genre and many of them are already quite well known. Singing by screaming is no longer considered something new in the music world, yet there are still people who believe that Metalcore triggers negativity towards its listeners. There is still a stereotype attached to the act of screaming. Therefore, they who are active in the Indonesian Metalcore scene realize that there has to be an act of transformation towards the meaning of the screaming vocal technique in order to make people aware that what they are conveying through these screams are not negative. They soon figured out that writing song lyrics that have a positive message in accordance with the sociocultural norms in the society was what had to be done. By continuing to refer to the essence of Metalcore with its screaming, Indonesian Metalcore musicians are trying to convey moral messages through the song lyrics.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S1431
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Hoedoro Hoed
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
401.41 BEN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Halliday, M.A.K.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press , 1992
401 HAL it (3)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Metha Dwi Karina
"Skripsi ini membahas pencitraan produk jasa kereta api Jerman, Deutsche Bahn, dalam komik berjudul Rückenwind yang diterbitkan secara gratis oleh pihak perusahaan Deutsche Bahn AG. Dalam skripsi ini unsur nonverbal dianalisis dengan menggunakan teori semiotik menurut Pierce dan unsur verbal dianalisis menggunakan teori semantik menurut Hannappel dan Melenk, khususnya yang berkaitan dengan makna kontekstual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komik ini merepresentasikan citra produk jasa kereta api Deutsche Bahn, terkait dengan pelayanan jasa Deutsche Bahn dan hal-hal yang dapat dialami jika menggunakan kereta api Deutsche Bahn. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan, citra yang paling menonjol dalam komik Rückenwind ini adalah perkenalan dan kesenangan dalam perjalanan serta tempat tujuan untuk berlibur.

The study discusses the service product imaging of German's railway, Deutsche Bahn, in a comic book entitled Rückenwind, which is published for free by the company Deutsche Bahn AG. In this study, the nonverbal elements are analyzed using Pierce's theory of semiotics and the verbal elements are analyzed using Hannappel and Melenk's theory of semantic, especially the theory which related to contextual meaning.
The result showed that this comic represents the service product image of the Deutsche Bahn railway, related to the direct service of the company and the things that can be experienced by passengers when using the Deutsche Bahn railway. Based on the result we can conclude, the most existing image in the comic are having friends, having fun and the vacation destinations."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42053
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Robinhut
"Ikian televisi dalam sudut pandang ekonomi adalah sarana sekaligus komoditas jual beli sedangkan dalam pandangan semiotik dia adalah sebuah tanda dari sekian banyak tanda yang melingkupi kehidupan manusia. Dengan demikian studi tentang iklan secara semiotis adalah usaha interdisipliner antara ilmu semiotik dan ekonomi. Studi semiotik sekaligus menyingkap makna dibalik penggunaan unsur-unsur tertentu dalam ikian juga menjelaskan citra atau brand image barang atau hal yang diiklankan.
Semiotik Barthes memandang ikian televisi (sepeda motor Honda dan Yamaha) sebagai salah satu contoh mitos, yang pembuatan atau penayangannya dilatar belakangi oleh niat atau motivasi tertentu. Materinya pun rumit karena merupakan ramuan unsur verbal dan nonverbal. Karena adanya niat dibalik penggunaan unsur-unsur tertentu dalam ikian, maka pemaknaan iklan secara denotasi tidakiah cukup. Memang pemaknaan secara denotasi panting karena denotasi merupakan dasar konotasi (itulah sebabnya teori konotasi Barthes mengandung sistem denotasi di dalamnya), namun untuk menyingkap makna-makna pada lapisan dalam ikian perlu dilakukan analisis konotasi. Analisis konotasi bertujuan untuk menemukan makna-makna konotasi iklan dan kemudian menemukan citra produk atau merek dari barang atau hal yang diiklankan.
Honda dan Yamaha, meialui iklan-ikian televisinya, menampilkan citra merek yang berbeda. Honda sejalan dengan slogan yang diusungnya: bagaimanapun Honda selalu lebih unggul menempatkan teknologi handal sebagai citra untuk mereknya. Yamaha di lain pihak menampilkan citra kecepatan, sesuai slogannya yang berbunyi Yamaha semakin di depan.
Dua produk sepeda motor untuk masing-masing merek tersebut secara konsisten menampilkan citra merek yang disebutkan tadi. Supra X 125, misalnya, adalah produk Honda yang mengusung citra teknologi handal, begitu jugs Jupiter MX yang merupakan produk Yamaha dengan citra kecepatan. Pesan teknologi Honda ada juga pada produk skuter matiknya: Vario, di samping citranya sebagai produk untuk anak muda. Produk matik Yamaha juga meneruskan citra kecepatan. Yamaha Mio, di samping produk dengan harga bekas yang tinggi juga adalah sepeda motor dengan kemampuan berakseierasi cepat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T19223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Pappilon Halomoan
"Media massa sebagai regime of looking membentuk penilaian yang didasarkan pada 'yang terlihat'. Hubungan kekuasaan yang terjadi adalah pengaturan tentang bagaimana tubuh harus hadir dan juga dialektika antara tubuh yang hadir dan yang tidak hadir (absence). Konsekuensinya terjadi `normalisasi' dalam representasi. Media massa menentukan siapa yang berada dalam batas `normal' siapa yang kurang normal dan siapa yang melanggar kenormalan. Media massa melakukan kategorisasi terhadap tubuh.
Subjek penelitian ini adalah majalah Kawanku, yang merepresentasikan tubuh dan identitas remaja melalui teks berupa artikel maupun foto-foto di dalamnya. Mitos dan ideologi teks tersebut dibaca dengan menggunakan pendekatan semiotika. Melalui metode semiotika ini, akan diungkapkan identitas ideologis yang dibangun dalam penanda-penanda foto maupun tulisan dan juga ideologi apa yang disampaikan melalui representasi tubuh dalam media tersebut.
Ada tiga bingkai teori yang juga menjadi titik perhatian masalah ini, yakni: (1) Identitas ideologik. Bagian ini berisi uraian tentang praktik mode of address oleh media. Beberapa pendapat Althusser tentang ideologi yang berbentuk ajakan bagi pembaca untuk masuk dalam sistem makna media massa menjelaskan proses ini. (2) Media sebagai name of the father. Mendiskusikan proses pembentukan identitas dalam media massa dengan menggunakan teori psikoanalisis dari Lacan. Bagian ini adalah eksplorasi lebih jauh identitas ideologis. (3)Tafsir tubuh. Berisi gagasan-gagasan Foucault tentang tubuh dan disiplin. Bagaimana bentuk kekuasaan yang terus berubah dalam menangani tubuh. Mulai dari hukuman fisik sampai psikis. Yang utama adalah proses kategorisasi tubuh dalam berbagai bidang.
Kawanku membangun mitos-mitos tentang cantik, remaja, cewek, sehat, yang menuju pada pembentukan ideologi tertentu. Ideologi dengan tujuan naturalisasi makna, penyalahpahaman identitas, dan pembentukan subjek bagi tatanan simbolis majalah tersebut, adalah salah satu bagian dari strategi pengontrolan tubuh. Misrecognition, interpellation dan naturalisation adalah bagian dari strategi pengontrolan dan pendisiplinan terhadap tubuh dan identitas individu. Pengontrolan dan pelatihan membentuk tubuh yang patuh, efisien, efektif dan produktif. Majalah ini mengawasi individu supaya tetap berada dalam bingkai nilai-nilai Kawanku. Penekanan pada suatu bentuk kecantikan tertentu memaksa individu untuk juga membentuk tubuhnya sejalan dengan mitos yang direpresentasikan Kawanku. Dengan pendisiplinan dan pengawasan ini maka roda produksi budaya akan tetap berputar. Tubuh yang sudah siap dan terlatih menjadi komoditi bagi produksi dan konsumsi. Pelatihan dan pengawasan terhadap tubuh yang terus menerus bisa mengantisipasi kekurangan persediaan tubuh. Tubuh menjadi stock dalam proses ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>