Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157537 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moh Misbahkhul Hamdan
"Radikalisme Agama merupakan persoalan yang sampai saat ini belum bisa tuntas dalam penangananya di Indonesia. Penelitian SETARA Institute menunjukkan bahwa kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan terdapat 208 kasus yang tersebar di 24 propinsi di Indonesia dengan 270 bentuk tindakan meliputi 140 kasus dilakukan oleh negara dalam bentuk tindakan aktif dan pembiaran, sedangkan 130 kasus yang lainya dilakukan oleh aktor non-negara. Hal tersebut tentunya berdampak langsung pada masyarakat sipil yang ada di Indonesia. Penerapan Bela Negara pada masyarakat sipil yang dilakukan oleh GP. Ansor merupakan proses atau upaya untuk menangkal radikalisme agama melalui kegiatan peningkatan kompetensi, resosialisasi kebangsaan dan kemitraan strategis dalam hal toleransi antar umat beragama. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan teknik observasi dan wawancara yang mendalam. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa GP. Ansor memiliki peran dalam pengembangan wawasan kebangsaan, serta pengembangan kapasitas diri dan gerakan nyata dalam menjaga keamanan dan kenyamanan pada kelompok minoritas.

Religious radicalism is a problem that until now has not been able to complete in its handling in Indonesia. The SETARA Institute research shows that there are 208 cases spread across 24 provinces in Indonesia with 270 forms of action covering 140 cases conducted by the state in the form of active and omission action, while 130 cases are conducted by non state actors. It certainly has a direct impact on civil society in Indonesia. Implementation of State Defense on civil society conducted by GP. Ansor is a process or an effort to ward off religious radicalism through the activities of increasing competence, national resocialization and strategic partnership in terms of tolerance among religious people. This research uses qualitative research type with deep observation and interview technique. The results of the research show that GP. Ansor has a role in the development of national insights, as well as the development of self capacity and real movements in safeguarding the security and comfort of minority groups.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katri Adiningtyas
"Radikalisme Menjala sebagai simpatisan dan penyebaran ideologi PNI Baru merupakan fokus dari penulisan ini. Pada masa pergerakan, majalah simpatisan menjadi sesuatu yang tabu, mengingat menumbuhkan kesadaran rakyat untuk bergerak cukup sulit. Terbitnya Menjala menjadi tolak ukur nasionalisme kaum marhaen yang terus meningkat. Penulisan ini menggunakan metode sejarah, yaitu proses menganalisa dan merekonstruksi peninggalan masa lampau. Pengumpulan surat kabar dan buku diperoleh melalui studi pustaka di Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan koleksi pribadi. Dalam proses rekonstruksi tersebut, penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh besar majalah Menjala sebagai pendorong dan penggerak pergerakan nasional, serta menumbuhkan radikalisme yang mencerdaskan pemikiran rakyat.

The radicalism of Menjala as a sympathizer and disseminator of New PNI ideology are the focus of this study. At the movement era, magazines that disseminate for particular ideologies were taboo, since it grew a kind of consciousness in people’s mind that their lives were restricted, so the founding of Menjala became a measurement of the nationalism of the marhaen people that was growing. This study is written through a historical method, which are analyzing and reconstructing the heritage of the past. The sources gathering process is carried out in the University of Indonesia’s Library, National Library of Republic of Indonesia and some private collections. In reconstructing process, this study shows that there are big significance changes in dissemination magazine like Menjala, as a firm advocate of national movement that yields radicalism and smart thinking in people’s mind.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S60080
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bachtiar
"Pada tahun 1996, masyarakat Australia dikejutkan dengan munculnya seorang politisi baru, Pauline Hanson, yang membangkitkan kembali perdebatan publik mengenai kebijakan multikulturalisme dan imigrasi dari Asia. Hal yang menjadi perhatian adalah sikap anti-Asia yang ditunjukan oleh Pauline Hanson ternyata mendapatkan dukungan masyarakat Australia dalam pemilihan umum Federal 1996 dan Pemilihan umum Queensland tahun 1997.
Fenomena Pauline Hanson tentunya tidak dapat muncul begitu saja, tetapi ada beberapa faktor yang mendorong kebangkitannya. Perkembangan domestik masyarakat Australia memegang peranan penting dalam membentuk dukungan dari masyarakat, sementara itu terdapat pula beberapa perkembangan politik internasional terutama di Asia yang turut mendorong munculnya fenomenon ini.
Pauline Hanson dapat diindentifikasi sebagai gerakan radikal kanan baru yang sebelumnya telah berkembang di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Gerakan ini dapat muncul dan berkembang di negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi, jumlah pengangguran meningkat sementara itu jumlah pengangguran semakin banyak. Para penganut gerakan ini menawarkan formula politik yang anti-imigran, anti-globalisasi dan kebijakan ekonomi yang nasionalistik.
Dalam menganalisa fenomenon ini digunakan teori-teori yang berkembang di Amerika Serikat dan Eropa dari Herbert Kitschelt, Leonard Winenberg, Joseph H. Caren. Sementara itu dalam mencari gambaran hubungan internasional dari fenomenon yang dibahas, dipergunakan teori citra (image) yang dikemukakan oleh Kenneth E. Boulding dan R. Holsti.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kualitatif melalui studi kepustakaan (library research) dengan mengandalkan data dan informasi yang dianggap relevan.
Fenomenon Pauline Hanson menunjukkan dua hal : pertama, krisis identitas yang belum teratas; kedua, krisis ekonomi yang belum selesai. Hal ini diakibatkan oleh kebijakan multikulturalisme dan imigrasi yang meningkatkan jumlah penduduk imigran dari Asia. Sementara itu, dalam jangka dua dekade terakhir, kebijakan ekonominya belum dapat mengatasi masalah ekonomi nasional sehingga angka pengangguran terus meningkat dan kesejahteraan hidup. Akibatnya timbul sentimen negatif terhadap imigran Asia, penegasan kembali superioritas budaya Inggris dan penolakan atas globalisasi dunia."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haykal Hafizul Arifin
"Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ekstremitas sikap politik disokong oleh overestimasi pengetahuan (illusion of explanatory depth; IOED). Dalam paradigma IOED, ekstremitas sikap politik dapat diturunkan dengan meminta ekstremis menuliskan penjelasan mengenai mekanisme kebijakan politik yang ia dukung dengan runut dan merinci (treatment IOED). Penurunan rasa tahu yang diindusi oleh treatment IOED dihipotesiskan menyebabkan perubahan sikap yang awalnya ekstrem menjadi moderat. Permasalahannya, ekstremis memiliki karakteristik yang dapat meniadakan perubahan sikap akibat penurunan rasa tahu dikarenakan ekstremis merasa yakin bahwa pandangan mereka lebih benar dibandingkan orang lain (belief superiority). Penulis menduga ada peranan kepercayaan superioritas pada pengaruh antara treatment IOED terhadap ekstrimitas sikap. Sebanyak dua studi penulis lakukan untuk mereplikasi hipotesis dari paradigma IOED di konteks politik Indonesia. Pada studi pertama, penulis mendemonstrasikan bahwa fenomena overestimasi pengetahuan dapat memprediksi sikap oposisi ekstrem pemilih pada hasil hitung cepat Pemilu 2019. Pada studi kedua, penulis mendemonstrasikan bagaimana efek treatment IOED terhadap sikap terhadap program deradikalisasi pada partisipan yang secara aktual terpapar ideologi radikal (narapidana terorisme). Pada studi ketiga, penulis menguji peranan kepercayaan superior dengan memanipulasi umpan balik pada tulisan penjelasan yang dibuat oleh partisipan pada treatment IOED. Dua umpan balik dirancang agar partisipan merasa pengetahuan mereka superior atau inferior. Hasil studi 3 menunjukkan ada penurunan ekstremitas akibat dari tugas menulis yang diikuti dengan manipulasi umpan balik pada isu domain sosial. Diskusi hasil tiga studi ini membahas limitasi metodologi penelitian termasuk tantangan menangani ekstremitas politik melalui pendekatan metakognitif.

Previous researches have shown that political extremity is supported by knowledge overestimation (illusion of explanatory depth; IOED). Within IOED paradigm, extreme political attitudes can be decreased through asking extremist to write detailed mechanistic explanation about political policies that they supported (IOED treatment). Decrease of subjective knowledge, induced by IOED treatment, has been hypothesized may cause attitude change from extreme attitude to moderate attitude. The problem is: due to extremist’s belief superiority nature, extremists more likely to nullify cognitive based attitude changes treatment. This lead to a question: what is role of belief superiority on the link between knowledge overestimation and political extremity? Prior to answer this question, two replication studies conducted to test hypotheses derived from IOED paradigm within Indonesian political context. In study 1, the author demonstrates how knowledge overestimation may predict extreme opposition on quick count result in 2019 Indonesian presidential election (Pemilu 2019). In study 2, the author demonstrates how IOED treatment can influence attitude toward rehabilitation on actual extremists whom exposed by radical ideologies (terrorist detainees). In study 3, the author explores the role of belief superiority by manipulating feedback on participant’s explanation esais. Two kinds of feedback designed to make whether participants feel their knowledge is superior or inferior. Results summarized from study 3 conclude that there is decrease of political extremity on social domain issue due to effect of writing task and feedback manipulation. The author discussed methodological limitation including the challenging nature of metacognitive approach on handling political extremity."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Prasetyo
Depok: Rajawali Press, 2022
320.53 DED r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Setyo Utomo
"Aksi yang mengarah pada ekstremisme dan teror yang melibatkan Aparatur Negara adalah bagian dari fenomena puncak akibat dari paparan paham radikalisme dan terorisme di Indonesia. Beberapa Anggota TNI, Polri, PNS/ASN terbukti terlibat tindak pidana terorisme dan telah diputuskan bersalah oleh Pengadilan serta menjalani hukuman. Maraknya kasus radikalisme Aparatur Negara ini memberi peringatan akan bahaya radikalisme sehingga perlu dilakukan analisis mendalam serta evaluasi terhadap upaya pencegahan radikalisme yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Penelitian ini melakukan analisis terhadap praktik radikalisme Aparatur Negara, khususnya Aparatur Sipil Negara (ASN) serta memberikan hasil analisis atas relevansi teori terhadap strategi pencegahan radikalisme ASN di Indonesia. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Identitas Sosial (Social Identity Theory), Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), Teori Pencegahan Kejahatan Sosial (Social Crime Prevention Theory) dan Teori Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini, diketahui bahwa praktik radikalisme pada Aparatur Negara masih terjadi walaupun sudah diterbitkan Surat Keputusan Bersama 11 Kementerian. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Indonesia dituntut melaksanakan strategi pencegahan yang komprehensif, diantaranya melalui penegakan hukum, pelibatan tokoh agama, kontra terorisme, kolaborasi antar instansi dan komunitas intelijen serta partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, memperkuat demokrasi dan counter-messaging (kontra narasi)

Actions that lead to extremism and terror involving State Apparatus are part of the peak phenomenon due to exposure to radicalism and terrorism in Indonesia. Several members of the TNI, Polri, and PNS/ASN have been proven to be involved in criminal acts of terrorism and have been found guilty by the Court and are serving their sentences. The rise of cases of radicalism by the State Apparatus warns of the dangers of radicalism, so it is necessary to carry out an in-depth analysis and evaluation of the efforts to prevent radicalism by the Government of Indonesia. This study analyzes the practice of State Apparatus radicalism, especially the State Civil Apparatus (ASN). It provides analysis results on the relevance of theory to the strategy of preventing ASN radicalism in Indonesia. The main theories used in this research are Social Identity Theory, Social Learning Theory, Social Crime Prevention Theory, and Human Resource Management Theory. The method used in this study uses a qualitative approach. The results of this study show that the practice of radicalism in the State Civil Apparatus still occurs even though the Joint Decrees of 11 Ministries have been issued. To resolve the issue, the Government of Indonesia is required to implement a comprehensive prevention strategy, including law enforcement, involvement of religious leaders, counter-terrorism, a collaboration between agencies and the intelligence community as well as the active participation of all components of society, strengthening democracy and counter-messaging (counter-narrative)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoni Djuhana
"Fenomena penyebaran faham radikalisme dan aksi terorisme merupakan permasalahan yang serius yang mengancam kesatuan dan persatuan Negara Republik Indonesia. Issue tentang perbedaan faham dan pandangan tentang akidah dan syariat agama menjadi hal yang paling mendasar, sehingga yang terjadi adalah intoleransi sesama umat Muslim, terlebih lagi dengan umat non muslim. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa sejauh mana pelaksanaan kegiatan atau program kontra radikalisme yang dilaksanakan oleh Bidang Pencegahan Densus 88 AT Polri, dan juga melihat sejauh mana kementerian dan lembaga yang terkait dalam menyikapi masifnya penyebaran faham radikalisme dan aksi terorisme saat ini.
Dari penelitian ini, peneliti juga menyusun dan membuat suatu konsep pelaksanaan kegiatan kontra radikalisme yang terintegrasi, dimana pihak - pihak yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan kontra radikalisme bersama - sama turun ke lapangan, berada di tengah - tengah masyarakat, sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi serta peranannya melaksanakan kegiatan pencegahan terhadap penyebaran faham radikalisme dan aksi terorisme di Indonesia.
Dengan konsep kegiatan/program Kontra radikalisme yang terintegrasi diharapkan mampu menyentuh masyarakat di berbagai lapisan dan tingkatan maupun di berbagai komunitas masyarakat guna membentengi dan meng counter penyebaran faham radikalisme dan aksi terorisme yang terjadi di tengah - tengah masyarakat, sehingga kesatuan dan persatuan NKRI dapat terpelihara dan terjaga dari berbagai ancaman disintegrasi bangsa dan Negara yang terjadi.

The phenomenon of the spread of radicalism and terrorism is a serious problem that threatens the unity and integrity the Republic of Indonesia. Issue about the differences ideology and views on faith and religious laws become the most basic things, so that happen is intolerance among Muslims, especially with the non-Muslim community. This study aims to assess and analyze the extent to which the implementation of activities or programs carried out by the counter radicalism Prevention Division Densus 88 AT Police, and also look at the extent to which the relevant ministries and agencies in responding to the massive spread of radicalism and terrorism at this time.
From this study, researchers also compiled and made a draft implementation of the counter-radicalism integrated, where the relevant parties in the implementation of counter radicalism together down to the field, located in the middle of the community, according to their roles, responsibilities and functions as well as conducting preventive role against the spread of radicalism and terrorism in Indonesia.
With the concept of activities / programs Contra radicalism that integrates expected to be able to touch people in different layers and levels and in various communities in order to fortify and counters the spread of radicalism and terrorism that occurred in the middle - the middle of the community, so that the unity and integrity of the Republic of Indonesia can be maintained and awake from a variety of threats disintegration and state what happened.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Mas Jerry indrawan
"Terorisme, yang berakar dari gerakan-gerakan radikal pasca peristiwa 9/11 di Amerika Serikat, mulai berkembang pesat juga di Indonesia. Gerakan radikal, terutama yang berlandaskan agama, berkembang menjadi gerakan teror yang mengancam keamanan dan pertahanan negara. Bela negara adalah bagian dari penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara. Radikalisme, baik sebagai gerakan maupun ideologi atau paham yang berkembangan di tengah masyarakat Indonesia, adalah ancaman bagi negara yang bersifat non-konvensional. Untuk itu, bela negara dapat menjadi progam yang dapa mengubah budaya masyarakat agar menempatkan cinta bangsa dan negara sebagai hal yang terutama, dengan demikian dapat mencegah berkembangnya gerakan dan ideologi radikal di Indonesia. Unsur-unsur religiusitas (agama) juga dapat berperan penting dalam menangkal ancaman radikalisme juka diintegrasikan ke dalam kurikulum bela negara. Tulisan ini akan melihat bagaimana progam bela negara dapat digunakan sebagai sarana mencegah ancaman radikalisme di Indonesia. "
Bogor: Universitas Pertahanan, 2017
345 JPUPI 7:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Sajiwo
"Penelitian ini bertujuan membuat model pemenjaraan narapidana terorisme supaya lembaga pemasyarakatan tidak menjadi tempat penyebaran radikalisasi dalam konteks Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif serta menggunakan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan permenkumham No 35 tahun 2018. tentang revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan bahwa sudah diterapkannya assesmen dengan menggunakan SPPN (Standar Sistem Pembinaan Narapidana) untuk penempatan narapidana meliputi super maximum security, maximum security ,medium security atau minimum security. Standarisasinya disetiap kamar menggunakan CCTV untuk kategori kategori super maximum security  dan maximum security menggunakan konsep one man one cell. Agar terhindar dari adanya upaya pengancaman antar sesama warga binaan pemasyarakatan kasus terorisme yang sudah berkomitmen nasionalisme dan yang belum berkomitem pihak lembaga pemasyarakatan memberikan fasilitas menempatkan warga binaan berbeda bloknya.  Permasalahan utama adalah penempatan warga binaan pemasyarakatan yang tidak sesuai dengan kategori narapidana terorisme tersebut sehingga mengakibatkan terjadi perekrutan serta penyebaran paham radikalisme di dalam lembaga pemasyarakatan. Sebagai solusi harus ada strategi kebijakan pencegahan penyebaran paham radikalisme di dalam lembaga pemasyarakatan meliputi aspek restoration (perbaikan), provision (penyediaan sumber-sumber daya) dan prevention (pencegahan).

This research aims to create a model of imprisoning for terrorism convicts so that correctional institutions do not become a place to spread radicalization in the Indonesian context. This research uses a qualitative approach and descriptive research. The results of this study indicate that based on Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. 35 of 2018 about the revitalization of correctional administration that the assessment has been implemented using SPPN (Standard Prisoner Development System) for the placement of prisoners including super maximum security, maximum security, medium security or minimum security. The standardization in each room uses CCTV for the super maximum security and maximum security categories using the concept of one man one cell. In order to avoid attempts to threaten fellow prisoners of terrorism cases who have committed nationalism and who have not committed the correctional institution provides facilities to place prisoners in different blocks.  The main problem is the placement of prisoners who are not in accordance with the category of terrorism prisoners, resulting in the recruitment and spread of radicalism in correctional institutions. As a solution, there must be a policy strategy to prevent the spread of radicalism in correctional institutions, including aspects of restoration (repair), provision (provision of resources) and prevention (precaution). "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Pradipta Budhihatma Adikara
"Radikalisme masih menjadi ancaman yang besar bagi ketahanan ideologi negara Indonesia. Pasca reformasi dan terbukanya segala informasi, membuat perkembangan radikalisme dan perilaku teror semakin meluas. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai lembaga yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pencegahan harus mampu menerapkan pendekatan yang tepat untuk melakukan pencegahan radikalisme di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk penerapan dari program pencegahan radikalisme yang dilakukan oleh Direktorat Pencegahan dan Direktorat Deradikalisasi BNPT serta merumuskan analisis penggalangan intelijen dengan menggunakan RASCLS-MICE dalam program pencegahan radikalisme di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengolahan data dan analisis menggunakan triangulasi data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara narasumber dan studi kepustakaan baik buku, jurnal, media, dan berita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program pencegahan radikalisme yang dilakukan oleh BNPT terbagi dalam dua direktorat, yaitu Direktorat Pencegahan dan Direktorat Deradikalisasi. Direktorat Pencegahan memiliki beberapa cakupan bidang yang bertujuan untuk mencegah masyarakat umum dan kelompok rentan untuk tidak terpapar faham radikalisme. Kemudian Direktorat Deradikalisasi memiliki cakupan bidang yang bertujuan untuk mengembalikan para napiter, eks napiter, dan keluarganya kepada ideologi Pancasila dan NKRI. Serta mencegah agar tidak kembali kepada jaringan/kelompoknya dan melakukan aksi teror. Dalam melaksanakan program pencegahan radikalisme, pendekatan RASCLS-MICE dan Cultural Intelligence diterapkan oleh BNPT. Namun terdapat beberapa pendekatan yang tidak diterapkan oleh masing-masing direktorat seperti, pendekatan Scarcity dan Coercion tidak diterapkan dalam Direktorat Deradikalisasi. Kemudian pendekatan Commitment tidak diterapkan dalam Direktorat Pencegahan.

Radicalism is still a big threat to the resilience of the Indonesian state ideology. After the reformation and the opening of all information, the development of radicalism and terror behavior became more widespread. National Counter Terrorism Agency (BNPT) as an institution that has the duty and authority to carry out prevention must be able to apply the right approach to prevent radicalism in Indonesia. This study aims to determine the form of implementation of the radicalism prevention program carried out by the Directorate of Prevention and the Directorate of Deradicalization of the BNPT and to formulate an analysis of intelligence gathering using RASCLS-MICE in the radicalism prevention program in Indonesia. The research method used is descriptive qualitative. Data processing and analysis techniques use data triangulation. Sources of data used in this research are interviewees and literature studies both books, journals, media, and news. The results of this study indicate that the implementation of the radicalism prevention program carried out by BNPT is divided into two directorates, namely the Directorate of Prevention and the Directorate of Deradicalization. The Directorate of Prevention has several scopes of fields that aim to prevent the general public and vulnerable groups from being exposed to radicalism. Then the Directorate of Deradicalization has a scope of fields that aims to return convicts, ex-convicts, and their families to the ideology of Pancasila and the Unitary Republic of Indonesia. And prevent them from returning to their networks/groups and carrying out acts of terror. In implementing the radicalism prevention program, the RASCLS-MICE and Cultural Intelligence approaches are applied by BNPT. However, there are several approaches that are not applied by each directorate, such as the approaches Scarcity and Coercion that are not applied in the Directorate of Deradicalization. Then the approach is Commitment not applied in the Prevention Directorate."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>