Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103233 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aiz
"Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memunculkan semangat bagi masyarakat di daerah untuk ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan bernegara. Partisipasi daerah yang selama ini terpinggirkan dalam sistem negara yang ?sentralistik? telah menjadikan moment otonomi daerah sebagai waktu yang tepat untuk ikut berperan di dalam menentukan kebijakan nasional.
Berdasarkan ketentuan mengenai pemerintahan daerah, kini berbagai kewenangan telah didelegasikan dari pusat ke daerah. Hal ini tidak saja menimbulkan dampak positif, seperti demokratisasi, namun juga membawa kepada kekhawatiran munculnya "negara" dalam negara akibat kekuasaan yang begitu besar yang dimiliki oleh setiap daerah.
Salah satu isu yang menjadi fokus perhatian masyarakat saat ini dalam kaitannya dengan aspek perekonomian adalah belum kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Yang salah satu penyebabnya adalah pelaksanaan otonomi yang mengesampingkan kepentingan para investor. Keadaan ini diperburuk dengan munculnya peraturan perundang-undangan mengenai dunia usaha yang saling bertentangan dan tidak harmonis. Kota Bekasi menjadi obyek penelitian untuk dapat menggambarkan iklim investasi pasta otonomi daerah."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renaldi Zein
"Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk melakukan pembangunan di dalam negeri, khususnya di sektor sosial dan ekonomi. Untuk itu pemerintah Indonesia melakukan kebijakan mendorong masuknya investasi asing kedalam negeri. Guna memberikan pelayanan yang lebih dan memberikan komunikasi, koordinasi dan informasi bagi kepentingan investasi, maka Presiden Republik Indonesia membentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal pada tahun 1985, dan hingga saat ini organisasi ini masih eksis.
Terjadinya era reformasi yang menggantikan era Orde Baru kepemimpinan Soeharto, dilalui dengan berbagai gejolak-gejolak anatara lain demonstrasi masa dan kegaduhan yang berimbas pada krisis sosial dan ekonomi. Adanya data tentang turunnya investasi asing yang masuk ke Indonesia diduga akibat langsung atau tak langsung timbulnya persepsi buruk terhadap citra Indonesia, khususnya mengenai iklim investasi dimata investor asing. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat persepsi-persepsi para investor asing secara kualitas dan terurai jelas mengenai iklim investasi di Indonesia.
Metodologi yang dilakukan dalam penelitian lapangan adalah menggunakan survey kuestioner terhadap 100 responder yang terdiri dan investor asing.
Kuesioner ini meliputi pertanyaan terhadap 8 parameter iklim investasi berdasarkan hasil studi awal dan pengalaman peneliti, yaitu: keamanan, penegakan hukum, baiknya jalan pemerintahan, infrastruktur, prosedur investasi, insentif, biaya operasional, dan imej BKPM. Hasil survey ini ditindak lanjuti dengan "in depth interview" terhadap 10 responden investor asing yang dipilih berdasarkan "incidental and voluntary". Interview juga dilakukan terhadap 5 orang pejabat tinggi dan senior BKPM untuk mengetahui kegiatan mereka.
Temuan yang ada dalam penelitian adalah adanya gambaran jelas mengenai persepsi investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia. Persepsi yang negatif tersebut terdapat karena adanya dim Indonesia yang buruk sebagai negara yang mempunyai "country risk" tinggi, dan reputasi negatif sebagai negara yang banyak tindak korupsinya. Satu hal yang masih membuat positif pandangan terhadap iklim usaha disini, yaitu adanya persepsi positifik mengenai rendahnya biaya investasi, khususnya tenaga kerja dan sumber daya energi. Hai ini yangmembuat investasi masih menarik di Indonesia.
Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah, temuan betapa pentingnya peran media massa dalam menyebarluaskan informasi secara cepat, dan dapat mernbentuk opini-opini yang selanjutnya menjadikan persepsi masyarakat luas. Turunnya nilai investasi asing dapat diakibatkan pengaruh dari persepsi-persepsi yang negatif terhadap iklim investasi di Indonesia.
Kesimpulan dan rekomendasi dibuat berdasarkan konsep-konsep ilmu komunikasi. Perlunya komunikasi yang instruktif dari presiden kepada jajarannya untuk membenahi pemerintahan ini dengan baik. BKPM harus melakukan komunikasi yang persuasif kepada presiden dalam memberikan masukan informasi yang berpengaruh dalam mengambil kebijakan, serta komunikasi yang informatif BKPM kepada investor asing untuk memberikan jawaban dan kepastian atas perbaikan yang dilakukan. Untuk itu BKPM diusulkan untuk lebih berperan sebagai sentra komunikasi dan koordinasi terhadap aspek-aspek lingkungan organisasi, antara lain "stakeholders and audience".

Indonesia as a developing country needs a lot of capital sources to build its country, especially in social and economic sectors. The Indonesian government has issued policies to encourage incoming of foreign investors to the country. In order to serve more foreign investor in the way of communicating, coordinating, and providing information the President of Indonesia had established the Indonesian Investment Coordinating Board in 1985, which is still exist until today.
The transaction period of changing the power in this country from Soeharto era to reformation era had made through a very crucial things, such as uncontrolled mass demonstrations and riots. Those things had made impact to crisis of social and economy of Indonesia. The declining of foreign investment on statistics recently was assumed related to the bad perceptions about the investment climate of Indonesia. Image and reputation of Indonesia has contributed the building of the perception. This research was conducted to see in "descriptive and qualitative" aspects of those foreign investors perceptions about the investment climate.
This research study used a questionnaire survey to 100 respondents, who are foreign investors. The questioner covers B parameters of the investment dimate which are based on study and experiences of the researcher, such as security, law enforcement, good governance, infrastructures, procedures, incentives, cost of investment, and image of BKPM. The survey was followed up by in depth interviews to ten respondents representing foreign investors through incidental and voluntary selections.
Interviews were also made to five senior and high level officials of the Indonesian Investment Coordinating Board (BKPM) to see the organization activity.
The result of interviews has provided clear pictures of perceptions. Foreign investors' perceptions are bad to the Indonesia's investment climate. The negative perceptions were caused by the bad image of Indonesia, which occupies high score in the country risk list and it has a long in the negative reputation among the most corrupt countries. There is one positive perception about to the Indonesian investment climate. It is low cost of investment, such as low labor cost and cheap fuel and energy costs. These factors make Indonesia attractive for investment.
The interesting part of this research discovered that mass media had an important role in disseminating information fastly and it could influence public opinion. The declining foreign investment might be related to those negative perceptions about the investment climate in Indonesia.
Conclusions and recommendations were made based on communication concepts. It needs instructive communication from the country's president to manage better government. BKPM has to make persuasive communications to the president with information used for policy making, and informative communications to foreign investors with certainty saying that the government is improving the condition. It is proposed that BKPM should becomes a centre of communication and coordination to all aspects of the organization stakeholders and audiences.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imanuela MCR
"Paradigma baru sistem penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat dalam kerangka otonomi daerah telah menimbulkan perubahan, yang signifikan terhadap tugas dan fungsi pemerintah di daerah dalam bidang investasi. Otonomi dalam implementasinya memberikan kewenangan yang cukup luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya, termasuk menyangkut masalah investasi. Untuk menggerakkan kegiatan investasi, pemerintah daerah perlu mengadakan koordinasi dengan seluruh instansi terkait, para pelaku usaha, perbankan, serta pemerintah Kabupaten/Kota, perlu juga menciptakan iklim investasi yang kondusif dan stabil untuk meletakkan dasar investasi yang berkelanjutan, mewujudkan kerja sama internasional yang mengutamakan kepentingan nasional/daerah dengan mengadakan kegiatan promosi yang aktif. Investasi di daerah akan berjalan dengan baik apabila ada supremasi hukum yang menjamin tegaknya kepastian dan transparansi dengan didukung lahirnya produk peraturan daerah yang tidak menghambat investasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oerip Lestari D. Santoso
" ABSTRAK
Sebagai bagian integral dari negara kesatuan Republik Indonesia, Propinsi Jawa Tengah melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan dilaksanakan disemua aspek kehidupan, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Untuk tujuan tersebut, Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Tengah merencanakan pertumbuhan ekonomi regional rata-rata 7% per-tahun pada Repelita VI.
Untuk mencapai tingkat pertumbuhan sebesar diperkirakan adanya investasi sebesar Rp. 63.18 triliun, dan 76% (Rp. 18,132 triliun) dari total investasi diperoleh dari sektor swasta (non pemerintah), sedangkan sisanya yang 24% (Rp. 15,05 triliun) dari pemerintah. Secara nasional angka pertumbuhan yang direncanakan tersebut cukup beralasan, Pada Pelita V angka rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah adalah 7,02%, dan lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,7%.
Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang memiliki daya tarik bagi investor. Pada tahun 1993, daerah seluas 34.503 km2 ini dihuni oleh 29.093,507 orang penduduk, yang tersebar di 35 Daerah Tingkat II (29 Kabupaten dan 6 Kotamadya). Kepadatan penduduk 843 orang/km2, dan menempati papan atas dalam hal kepadatan penduduk (angka nasional adalah 105 orang/ km2). Jumlah perduduk yang tergolong padat ini menimbulkan berbagai permasalahan, seperti urbanisasi, kemiskinan, dan berbagai gangguan kamtibmas lainnya. Kondisi ini tentu kurang mendukung upaya pembangunan di Jawa Tengah, dan kurang menguntungkan bagi ketahanan regional serta pada gilirannya akan berdampak pula pada ketahanan nasional.
Masalah ketenagakerjaan berupa pengangguran merupakan faktor pendorong Pemda Jawa Tengah untuk meningkatkan investasi. Proyek-proyek baru yang diminati khususnya bersifat padat karya (labour intensive). Laju pertambahan penduduk Jawa Tengah selama kurun waktu 1980-1990 sebesar 1,18% per-tahun, Angka yang besar ini membutuhkan investasi yang besar pula, agar tersedia lapangan kerja yang cukup.
Dari segi ketersediaan lahan, potensi pertanian tidak mungkin lagi dikembangkan dengan cara ekstensifikasi. Salah satu upaya peningkatan ekonomi yang dilakukan adalah pengembangan sektor industri. Sektor industri ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang sangat banyak, sehingga tingkat pengganguran dapat ditekan, sumber daya alam dapat dimanfaatkan, serta terwujud pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trihadi Karnanto
"Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh Pemerintah dengan mengimplementasikan peran serta Bank Jabar sebagai operator pengumpul hasil tol telah memberikan pengaruh menurunnya kinerja keuangan investor jalan tol.
Permasalahan yang timbul dari pengalihan operator pengumpul tol ke Bank Jabar adalah kerugian hak Hasil Tol yang disebabkan perlambatan cash in flow hasil tol.
Menurunnya kinerja keuangan menyebabkan kesulitan membayar kewajiban sebagai akibat penerimaan tol (cash in flow) yang terganggu dapat diselesaikan melalui Restrukturisasi utang yang bertujuan untuk menunda kewajiban membayar bunga dan mengurangi beban bunga dan pokok sehingga meningkatkan kinerja keuangan dimasa yang akan datang.
Methode penelitian yang dipergunakan adalah dengan methode Deskriptif dan mengevaluasi data-data sekunder yang diperoleh dari Proyek Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
PT BangunTjipta Sarana melakukan Restrukturisasi atas utangnya sebesar Rp. 292.584.000,- dalam rangka mengurangi beban cicilan bunga.
Restrukturisasi utang dapat terlaksana karena adanya keterbukaan antara PT Bangun Tjipta Sarana dengan Bank, ditambah adanya keyakinan pihak Bank bahwa utang dapat dibayar oleh PT Bangun Tjipta Sarana berdasarkan Rencana Cash in flow yang diyakini oleh Bank berpedoman dengan perilaku penerimaan tol sebelum masa krisis.
Restrukturisasi utang dilaksanakan dengan cara Rescheduling terhadap pembayaran utang pokok dan penundaan kewajiban pembayaran bunga serta kebijakan pemotongan sebagian bunga. Dengan Restrukturisasi utang PT Bangun Tjipta Sarana untuk sementara bisa mengatasi kesulitan kinerja keuangannya.
Dari hasil penelitian tesis ini menunjukkan indikasi bahwa posisi investor jalan tol saat ini sangat lemah. Sehingga diharapkan tesis ini bisa menjadi sumbangan pemikiran kepada para calon investor dan dapat dikembangkan oleh peneliti tesis lainnya pada masa mendatang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Sufianti
"Tesis ini menyajikan hasil penelitian mengenai kinerja investasi etis, khususnya investasi syariah, di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah investasi syariah yang melakukan proses screening (mengeluarkan saham-saham yang dinilai tidak sesuai dengan syariah) dalam pembentukan portofolionya dapat memberikan kinerja yang sama baiknya dengan investasi konvensional yang tidak melakukan proses screening.
Perbandingan kinerja dilakukan dengan membandingkan tiga hal, yaitu membandingkan kinerja indeks, kinerja reksadana dan kinerja portofolio. Sebagai ukuran kinerja digunakan rata-rata return bulanan. Pada perbandingan kinerja indeks, dilakukan uji-t antara rata-rata return bulanan yang dihasilkan oleh indeks LQ 45 dengan rata-rata return bulanan yang dihasilkan oleh Jakarta Islamic Index (JII). Walaupun rata-rata return bulanan LQ 45 (0.73% per bulan) lebih basal dibandingkan rata-rata return bulanan Jll (031% per bulan), tetapi hasil uji-t menunjukkan nilai yang tidak signifikan (probabilitas untuk menerima Ho sebesar 99.5%), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata return bulanan indeks LQ45 dengan rata-rata return bulanan JII. Hasil yang sama (tidak signifikan) juga diperoleh pada perbandingan dengan menggunakan rata-rata return mingguan dan return harian.
Selain dibandingkan dengan indeks LQ45 sebagai proxi dari indeks konvensional, dilakukan juga perbandingan dengan Indeks Harga saham Gabungan (IHSG) sebagai proxi kinerja pasar. Dari uji-t yang dilakukan, diperoleh basil yang tidak signifikan (probabilitas untuk menerima HO sebesar 86%), sehingga dapat disimpulkan juga bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata return bulanan yang dihasilkan JII dengan return bulanan yang dihasilkan MSG. Demikian pula, jika digunakan rata-rata return mingguan dan rata-rata return harian. Kesimpulan umum yang dapat diambil dari perbandingan kinerja indeks ini adalah, tidak ada perbedaan kinerja yang signifikan antara investasi syariah dengan investasi konvensional dan tidak ada perbedaan kinerja yang signifikan antara investasi syariah dengan kinerja pasar.
Selanjutnya dilakukan perbandingan kinerja reksadana antara reksadana syariah dengan reksadana konvensional. Untuk menghindari bias yang disebabkan perbedaan kemarnpuan rnanajer investasi dalam menghasilkan abnormal return, maka perbandingan dilakukan antara rekasadana syariah dengan reksadana konvensional yang dikelola oleh satu manajer investasi. Reksadana terpilih adalah Danareksa Syariah sebagai wakil reksadana syariah dengan Danareksa Mawar sebagai wakil dari reksadana konvensional yang keduanya dikelola oleh PT. Danareksa Investment Management. Perbandingan pertama dilakukan dengan melihat rata-rata return bulanan yang dihasilkan oleh kedua reksadana. Terlihat bahwa Danareksa Syariah, selama periode 2001-2002 dapat menghasilkan rata-rata return bulanan yang lebih balk dari Danareksa Mawar. Rata-rata return bulanan Danareksa Syariah adalah berapa 0.6% per bulan sedangkan rata-rata return bulanan Danareksa Mawar adalah berapa 0.04% per bulan. Dari uji-t yang dilakukan ternyata hasilnya tidak signifikan (probabilitas untuk menerima Ho sebesar 76.7%) sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata return bulanan yang dihasilkan oleh kedua reksadana ini secara statistik tidak berbeda. Dari hasil perbandingan rata-rata return bulanan, secara umum dapat dikatakan bahwa reksadana syariah menunjukkan kinerja yang tidak berbeda dengan reksadana konvensional.
Perbandingan kedua dilakukan dengan menggunakan model Jensen's alpha. Pada perbandingan ini akan dilihat perbedaan kinerja reksadana syariah dengan kinerja pasar. Dari hasil regresi yang dilakukan terlihat bahwa nilai alpha yang dihasilkan Danareksa Syariah lebih besar dibanding nilai alpha Danareksa Mawar. Tetapi karena kedua alpha tidak signifikan pada tingkat 5%, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kinerja kedua reksadana. Nilai alpha yang tidak signifikan juga menunjukkan bahwa kinerja Danareksa Syariah sama dengan kinerja pasar.
Selain menggunakan model Jensen's alpha juga dilakukan perbandingan dengan menggunakan model Carhart. Dengan menggunakan model ini dapat diketahui juga gaya manajer investasi dalam rnemilih saham-saham untuk portofolio reksadana. Perbandingan kinerja dengan menggunakan Carhart model menunjukkan bahwa nilai alpha reksadana syariah lebih baik dari reksadana konvensional. Tetapi karena kedua alpha juga tidak signifikan pada tingkat 5% maka disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kinerja kedua reksadana. Selain itu terlihat bahwa hanya variabel pasar saja yang signifikan mempengaruhi excess return reksadana syariah sedangkan variabel-variabel size, book-to-market rasio dan momentum tidak berpengaruh secara signifikan terhadap excess return reksadana syariah, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam pembentukan portofolionya, manajer investasi baru mempertimbangkan faktor pasar saja.
Terakhir dilakukan perbandingan antara kinerja portofolio syariah dengan portofolio konvensional. Portofolio syariah dibentuk dari saham-saham anggota Jakarta Islamic Index sedangkan untuk portofolio konvensional dibentuk dari saham-saham anggota LQ 45. Dari perbandingan kinerja ini juga akan dilihat kriteria apa saja yang dapat digunakan dalam pemilihan saham sehingga investasi syariah dapat memberikan kinerja yang lebih baik atau sama baiknya dengan investasi konvensionaI.
Adapun kriteria yang dipertimbangkan mengacu pada model Carhart, yaitu kriteria size, rasio book-to-market, rasio earnings per price dan kriteria momentum. Pada pembentukan portofolio dengan menggunakan kriteria size, kinerja terbaik ditunjukkan oleh portofolio syariah dengan size besar, sedangkan pada pembentukan portofolio dengan menggunakan kriteria rasio book-to-market, kinerja terbaik diperlihatkan oleh portofolio syariah dengan rasio book-to-market rendah. Kinerja portofolio konvensional yang sedikit lebih baik dibandingkan kinerja portofolio syariah terlihat pada pembentukan portofolio dengan kriteria rasio earnings per price rendah. Sedangkan dengan menggunakan strategi momentum, portofolio syariah yang dibentuk dari saham-saham winner menunjukkan kinerja yang paling baik. Tiga dari empat kriteria yang digunakan menunjukkan bahwa, portofolio syariah dapat memberikan kinerja yang lebih baik dari portofolio konvensional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20619
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Keterbatasan dana pemerintah untuk membiayai pembangunan memerlukan keterlibatan pihak swasta (domestik dan sing). Oleh karena itu pemerintah berupaya menciptakan kondisi yang dapat meningkatkan minat swasta untuk berinvestasi pada berbagai sektor. Di Indonesia, masalah penciptaan iklim investasi masih menghadapi jalan terjal. Satu paling utama adalah inefisiensi birokrasi pemerintah. Selain itu, ketersediaan dan kualitas infrastruktur turut mengurungkan niat investor untuk melibatkan diri di Indonesia. Saat investasi mengalir ke dalam negeri berbagai masalah turut muncul. Hal tersebut terekam dari berbagai ketimpangan yang tercipta, mulai dari ketimpangan sumber, regional, hingga sektoral. Ke depan, investasi perlu diarahkan umtuk mencapai mandiri pangan, energi, dan ketersediaan serta perbaikan kualitas infrastruktur. Pencapaian investasi pada sektor tersebut bukan hanya mengamankan suplai pangan, energi, dan menikmati infrastruktur yang baik, namun berimplikasi pula terhadap penekanan inflasi. Upaya meningkatkan minat investor dapat dimulai dengan memperbaiki iklim investasi. Selain itu, upaya menjalin kerjasama investasi dan promosi investasi layak dipertimbangkan untuk memberikan informasi yang lebih jelas bagi investor."
JUDIMWR
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mawardi
"Penelitian ini akan menganalisis dampak kebijakan investasi Pemerintah Daerah Jawa Barat pada sektor industri terhadap struktur penyerapan tenaga kerja di Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan daerah lainnya. Pemilihan Propinsi Jawa Barat sebagai basis penelitian dikarenakan Propinsi tersebut merupakan salah satu sentra industri yaitu di wilayah Bandung, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Botabek). Menarik untuk dijadikan kajian karena Botabek merupakan daerah penyangga Propinsi DKI Jakarta yang notabene merupakan pusat aktivitas perekonomian Indonesia.
Kurang lebih 60% pembangunan sektor industri di Indonesia didominasi oleh sektor industri pengolahan dan berada di Propinsi Jawa Barat. Kebijakan tersebut diharapkan dapat berdampak pada penyerapan jumlah tenaga kerja sekaligus mengurangi tingkat pengangguran regional. Konsekuensi logis adanya interregional effect akan berdampak pula pada daerah sekitarnya.
Investasi yang dilakukan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat di dalam penelitian ini bukanlah investasi yang sebenarnya, melainkan hanya merupakan skenario alternatif kebijakan investasi yang mungkin diambil, untuk menstimulasi pihak swasta sebagai pelaku utama dalam pembangunan sektor industri. Pemilihan skenario kebijakan investasi Pemerintah Daerah Jawa Barat tersebut berdasarkan kebutuhan msayarakat akan peluang memperoleh lapangan kerja di berbagai sektar industri pengolahan.
Adapun skenario yang dilakukan adalah dengan melakukan pengembangan sektor-sektor industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Setor-sektor yang dimaksud adalah sektor industri tekstil (sektor 9), industri kertas (sektor 11) dan industri barang dari logam (sektor 15). Pertimbanganya adalah ketiga sektor tersebut merupakan sektor penyumbang terbesar ketiga yaitu 17,3% bagi penyerapan tenaga kerja di Propinsi Jawa Barat setelah sektor pertanian 29,69% dan sektor perdagangan 24,96%.
Data awal yang digunakan untuk menganalisis dampak tersebut adalah Tabel Input-Output Antar Daerah (IRIO) Tahun 2000 hasil pemutakhiran data Input-Output Antar Daerah (IRIO) Tahun 1990 yang disusum oleh Bappenas.
Dari hasil simulasi dapat dikatakan bahwa kebijakan yang dilakukan Pemerintah Daerah Jawa Barat dengan mendorong pihak swasta untuk lebih banyak berperan dalam pembangunan ekonomi, terutama disektor industri tekstil (sektor 9), industri kertas (sektor 11) dan industri pengolahan barang dari logam (sektor 15) memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat, akan tetapi kurang signifikan dampaknya terhadap Propinsi DKI Jakarta dan daerah lainnya. Hal ini disebabkan karena keterkaitan antara sektor-sektor ekonomi di Propinsi DKI Jakarta dan lainnya relatif rendah bila dibandingkan dengan sektor-sektor sejenis di Propinsi Jawa Barat. Hal ini ditunjukan oleh rendahnya nilai keterkaitan kebelakang (backward linkages), keterkaitan kedepan (forward linkages) dan pure linkages. Dengan kata lain, dampak interregionalnya kecil atau kurang berarti."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutikno
"Optimasi pendanaan investasi merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan perusahaan, terutama untuk perusahaan yang sedang berkembang seperti PT Perusahaan Gas Negara (Persero). Untuk mengetahui apakah pendanaan investasi telah dilaksanakan secara optimal dan kriteria apa yang digunakan untuk memilih sumber dana, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian sehingga dapat diketahui langkah-langkah apa yang seharusnya ditempuh manajemen agar pemenuhan kebutuhan dana investasi dapat dilaksanakan secara optimal.
Penelitian dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi kasus perusahaan dengan menggunakan landasan teori sebagai dasar analisis yang meliputi pengertian mengenai proses pelaksanaan investasi ditinjau dari sudut manajerial, metode-metode pemilihan investasi (kriteria investasi) dan metode-metode yang berkaitan dengan pemilihan sumber dana melalui perhitungan biaya penggunaan dana (cost of capital).
Hasil analisis dari aspek manajerial melalui tahapan kegiatan investasi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan investasi di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) belum dilakukan melalui tahapan yang benar, terutama yang menyangkut kegiatan penyusunan gagasan investasi, studi kelayakan investasi, koordinasi tugas di lapangan dan pemanfaatan investasi.
Untuk melakukan pilihan alternatif investasi, manajemen belum memiliki pola atau teknik analisis tertentu yang digunakan sebagai dasar penentuan pilihan. Dari analisis kriteria investasi dengan menggunakan metode NPV, IRR dan Pay Back Period terhadap 50 calon pelanggan industri dapat disimpulkan bahwa 28 calon pelanggan dinyatakan layak dan 22 calon pelanggan tidak layak.
Analisis kebutuhan dana yang ditujukan untuk memilih sumber dana yang paling optimal dengan menggunakan metode-metode perhitungan jangka waktu kritis hutang, Weighted Average Cost of Capital (WACC) dan Cost of Capital dari masing-masing sumber dana dapat disimpulkan bahwa penggunaan dana investasi yang ada sekarang dinilai optimal dengan skala prioritas dari prioritas I s/d IV sebagai berikut : Sumber Dana Bank Dunia/ADB, Obligasi Biasa, Obligasi Konversi dan Kredit Komersial.
Dari hasil-hasil analisis tersebut disarankan haI-hal sebagai berikut : pelaksanaan investasi dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang benar, untuk melakukan pilihan alternatif investasi hendaknya selalu didasarkan pada analisis kriteria investasi, manajemen harus memikirkan untuk memilih alternatif sumber dana lainnya dengan menggunakan analisis cost of capital seperti tersebut diatas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Setioko
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai perbandingan kinerja reksa dana etis dengan kinerja reksa dana konvensional di Indonesia. Dalam perbandingan kinerja dilakukan dalam 2 hal, yaitu membandingkan kinerja indeks dan kinerja reksa dana.
Dalam perbandingan indeks ini yaitu IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan), HI (Jakarta Islamic Index) dan LQ45 dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2003 terdapat dua pengujian hipotesis. Hipotesis pertama untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara return AI dengan return LQ45. Sedangkan hipotesis kedua untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara return HI dengan return IHSG. Hasil perbandingan indeks LQ45 dan Jakarta Islamic Index tidak menunjukkan adanya perbedaan kinerja yang signifikan. Uji t menunjukkan -0,529 pada taraf signitkan 5% sedangkan t hitting tabel adalah 2,042. Hipotesis diterima, karena t output terletak pada daerah penerimaan terhadap Ho. Hal ini menandakan bahwa Jakarta Islamic index di pasar modal tidak mempengaruhi kinerja indeks LQ45, begitu juga sebaliknya. Sedangkan hasil perbandingan indeks IHSG dan indeks Jakarta Islamic Index juga tidak menunjukkan adanya perbedaan kinerja yang signifikan. Uji t menunjukkan -1,270 pada taraf signifkan 5% sedangkan t hitung tabel adalah 2,042. Hipotesis diterima, karena t output terletak pada daerah penerimaan terhadap Ho. Hal ini juga menandakan bahwa Jakarta Islamic Indeks di pasar modal tidak mempengaruhi kinerja indeks IHSG, begitu juga sebaliknya.
Dalam perbandingan kinerja reksa dana akan dilakukan dua pengujian hipotesis. Hipotesis ketiga adalah untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja reksa dana etis dengan kinerja pasar. Sedangkan hipotesis keempat adalah untuk menguji apakah terdapat perbedaaan yang signifikan antara kinerja reksa dana etis dengan kinerja reksa dana konvensional. Hasil perbandingan reksa dana syariah (etis) terhadap indeks pasar yaitu LQ45 menunjukkan tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Uji t menunjukkan -0,400 pada taraf signifikan 5% sedangkan t hitung tabel adalah 2,060. Hipotesis diterima, karena t output terletak pada daerah penerimaan terhadap Ho. Oleh sebab itu, dapat diketahui dengan adanya reksa dana syariah di pasar modal tidak mempengaruhi kinerja indeks LQ45. Dengan kata lain indeks pasar tidak terganggu dengan keberadaan reksadana syariah tersebut. Reksa dana Bima merupakan yang mewakili reksa dana konvensional karena memiliki beta yang mendekati beta reksa dana syariah dengan selisih 0,0071. Hasil pengujian reksa dana syariah dan reksa dana konvensional menunjukkan tidak terjadi perbedaan yang signifikan secara statistik. Dimana Uji t menunjukkan -0,137 pada taraf signifikan 5% sedangkan t hitung tabel adalah 2,060. Hipotesis diterima, karena t output terletak pada daerah penerimaan terhadap Ho.
Secara umum penelitian ini menyimpulkan bahwa kinerja reksa dana syariah (etis) tidak jauh berbeda dengan kinerja reksa dana konvensional. Akan tetapi reksa dana syariah tidak dapat beradaptasi secara cepat terhadap perubahan makro karena ada batasan reksa dana syariah yaitu untuk tidak melakukan daily trading karena akan menjurus pada spekulasi khususnya pada reksa dana syariah yang berpendapatan saham.

This research aim is to get description about comparison of performance Islamic fund with performance conventional fund in Indonesia. The comparison would be dividing in two things namely, comparing of index performance and comparing of mutual fund performance.
In comparison of index performance, namely IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan), ill (Jakarta Islamic Index) and LQ45, from year 2001 up to year 2003 there are two-hypothesis examination. The first hypothesis is to test whether there are differences significant between return of JII and return of LQ45. Meanwhile the second hypothesis to test whether there are differences significant between return of JII and return of IHSG. The result of comparison index of LQ45 and Jakarta Islamic Index not show performance difference existence which significant. The test t showing -0,529 at confidence interval 5% meanwhile the t count base on table is 2,042. Hypothesis accepted, because t output lay in acceptance area of Ho. This matter indicated that Jakarta Islamic Index in capital market not influence of index LQ45 performance, so also on the contrary. Meanwhile comparison result of index IHSG and Jakarta Islamic Index not show performance difference existence which significant. The test t showing -1,270 at confidence interval 5% meanwhile the t count base on table is 2,042. Hypothesis accepted, because t output lay in acceptance area of Ho. This matter indicated that Jakarta Islamic Index in capital market not influence of index IHSG performance, so also on the contrary.
In comparison of mutual fund performance, there are two-hypothesis examinations; the third hypothesis is to test whether there are differences significant between ethical fund performance and market performance. Meanwhile the second hypothesis to test whether there are differences significant between ethical fund performance and conventional fund performance. The result of comparison ethical fund with index of LQ45 not show performance difference existence which significant. The test t showing -0,400 at confidence interval 5% meanwhile the t count base on table is 2,060. Hypothesis accepted, because t output lay in acceptance area of Ho. On that account, knowable with existence Islamic fund in capital market not influence performance of index LQ45. In other words, market index not disturb existence of ethical fund (Islamic fund), so that the contrary. Bima fund represent of conventional fund because owning near beta which near beta of Islamic fund with difference 0,0071. The result of examination between Islamic fund and conventional fund, show not happened the difference which significant statically. Where test oft show -0,137 at confidence interval 5% meanwhile the t count base on table is 2,060. Hypothesis accepted, because t output lay in acceptance area of Ho.
In general this research concludes that performance of Islamic fund (ethical fund) not far differ from performance of conventional fund. However, Islamic fund (ethical fund) cannot adapt quickly to macro change because Islamic fund cannot do daily trading which aim toward to speculation especially for Islamic fund of share earning equity.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>