Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161197 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akbar Harfianto
"Penelitian tentang ini pengaruh kebijakan pemerintah di bidang cukai pada kinerja pasar (market performance) hasil tembakau jenis sigaret di Indonesia. Tujuan penelitian untuk mengetahui serta menganalisis dinamika hubungan kebijakan pemerintah dengan kinerja pasar hasil tembakau jenis sigaret kretek mesin (SKM), sigaret kretek tangan (SKT), dan sigaret putih mesin (SPM).
Ruang lingkup penelitian mencakup kinerja pasar basil tembakau jenis sigaret kretek (SKM dan SKT) serta non-kretek (SPM). Spesifikasi tersebut bertujuan memperjelas dampak kebijakan pemerintah terhadap konsumsi masing-masing jenis sigaret.
Analisis penelitian menggunakan pendekatan Structure-Conduct-Performance (SCP) dengan memfokuskan pengukuran kinerja pasar untuk mengetahui bagaimana dampak kebijakan pemerintah pada pasar rokok sigaret. Dalam penelitian ini kinerja dlhitung dari rasio price-cost margin (PCM) yang dihasilkan oleh pasar sigaret. Rasio PCM atau dikenal dengan indeks Lerner menunjukkan kemampuan industri mengeksploitasi pasar untuk memaksimalkan laba. Nilai rasio sama dengan kebalikan dari nilai elastisitas permintaannya.
Menggunakan data triwulanan tahun 1996-2004, penulis mengestimasi permintaan hasil tembakau berdasarkan model myopic addiction yang direkomendasi World Bank dimana variabel terikat konsumsi dipengaruhi oleh variabel bebas harga, pendapatan perkapita, laju konsumsi (t-1), trend konsumsi dan dummy. Model direkonstruksi Wang menyesuaikan kondisi penelitian.
Dari hasil estimasi, elastisitas permintaan jangka pendek sebesar -0,57 untuk SKM, 0,23 untuk SKT dan -1,18 SPM. Sedangkan nilai rasio PCM masing-masing jenis hasil tembakau searah dengan semakin inelastis permintaannya yaitu sebesar 0,47 untuk SKM, 0,60 untuk SKT dan 0,23 untuk SPM.
Kebijakan pemerintah di bidang cukai hasil tembakau ternyata lebih memberikan dampak menguntungkan pada kinerja pasar sigaret kretek dibandingkan sigaret non-kretek, hal tersebut dapat dilihat dari besarnya rasio PCM untuk sigaret kretek dibanding sigaret non-kretek.
Variabel lag konsumsi yang mencerminkan sifat adiksi bhsil tembakau dalam penelitian ini terpaksa dihilangkan karena tidak signifikan terhadap variabel terikatnya. Sehingga perhitungan elastisitas permintaan dan rasio PCM untuk jangka panjang tidak dapat dilakukan.
Penulis menyarankan pada penelitian berikutnya dapat menggunakan data dengan rentang waktu lebih panjang (enam bulanan atau tahunan) untuk periode lebih lama sehingga dapat menggambarkan sifat adiksi basil tembakau.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan rekomendasi : (1) Optimalisasi penerimaan negara melalui cukai; (2) Kebijakan yang lebih bersifat membatasi konsumsi hasil tembakau."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Sarmuhidayanti
"Penetapan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) hasil tembakau jenis sigaret kretek tangan (SKT) , bukan semata-mata sebagai sumber penerimaan negara melainkan juga untuk membatasi perkembangan konsumsi rokok dalam masyarakat. Hal ini berkaitan dengan aspek kesehatan yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi hasil tembakau . Penetapan kebijakan cukai hasil tembakau khususnya tarif cukai dan HJE hasil tembakau jenis SKT selama ini dilakukan dengan pertimbangan strata produksi menurut jenis hasil tembakau dan harga jual eceran. Dengan kebijakan penetapan tarif dan HJE hasil tembakau yang cukup kompleks dan seringnya terjadi perubahan kebijakan cukai oleh pemerintah, maka diperlukan transparansi kebijakan cukai, sehingga kebijakan ini tidak memberikan dampak yang kontradiktif bagi pengembangan iklim usaha, terutama industri rokok. Menghadapi kenyataan seperti ini perusahaan hasil tembakau jenis SKT akan berusaha untuk mempertahankan usahanya agar tetap survive dengan melakukan strategi-strategi persaingan usaha dengan kompetitornya.
Terkait dengan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Kebijakan Penetapan HJE Hasil Tembakau jenis SKT terhadap Persaingan Usaha diantara golongan p abrik hasil tembakau jenis sigaret kretek tangan. Jenis data dalam penelitian ini berbentuk kuantitatif dan merupakan data sekunder yang diperoleh dari hasil dokumentasi, laporan, serta arsip - arsip yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah dibidang cukai hasil tembakau.
Model permintaan hasil tembakau dalam penelitian ini dibagi dalam empat persamaan regresi sederhana yang terpisah berdasarkan golongan pabrik hasil tembakau jenis sigaret kretek tangan (SKT), yaitu persamaan regresi untuk konsumsi hasil tembakau jenis SKT golongan pabrik 1, 2, 3A dan 3B, yang masing -masing dipengaruhi oleh variable-variabel bebas mengacu pada World Bank, Economic of Tobacco Toolkit berupa harga jual hasil tembakau, pendapatan perkapita, konsumsi hasil tembakau sebelumnya, serta variable dummy kebijakan pemerintah. Aspek-aspek lainnya yang turut mempengaruhi factor permintaan seperti pertumbuhan usia perokok, perubahan selera merokok, tingkat kesadaran masyarakat akan bahaya merokok pada kesehatan dan lain sebagainya diabaikan untuk menyederhanakan model. Analisis efektivitas kebijakan pemerintah pada industri sigaret dilakukan dengan menggunakan pendekatan Structure_Conduct-Performance (SCP) yang menjadi fondasi dalam ekonomi industri. Dengan mengukur kinerja pasar masing -masing golongan pabrik jenis SKT dapat diketahui seberapa besar dampak kebijakan pemerintah.
Hasil penelitian diketahui Kinerja pasar hasil tembakau jenis SKT masing-masing golongan yang diukur dari rasio PCM, searah dengan semakin inelastisnya permintaan yaitu dimana golongan 1 mempunya i nilai PCM tertinggi dibandingkan dengan golongan 2, 3A, dan 3B. Golongan 3B dengan tingkat permintaan hasil tembakau yang elastis mempunyai nilai PCM paling rendah . Pada hasil estimasi model untuk industri hasil tembakau jenis SKT golongan 2 dan 3A , konsumen menanggung beban pajak cukai yang lebih besar daripada produsen dan sebaliknya pada industri hasil tembakau jenis SKT golongan 1 dan 3B, produsen yang menanggung beban pajak cukai. Tetapi pergeseran pajak cukai tersebut saat ini tidak sepenuhnya dibe bankan ke konsumen dengan semakin tingginya HJE minimum yang ditetapkan pemerintah dan jauh diatas harga pasar.

Stipulating of excise tariff and selling price at retail ( HJE) result of cigarette type handmade cigarette tobacco ( SKT) , not solely as source of receiving of state but also to limit development of consumption of cigarette in public. This thing relates to health aspect generated as result of consuming result of tobacco. Policy stipulating of excise result of tobacco especially excise tariff and HJE result of type tobacco SKT till now is done with consideration of strata produce of according to type result of tobacco and selling price at retail. With stipulating policy of tariff and HJE tobacco result that is complex enough a nd frequently happened policy change of duty by government, hence required by excise policy transparency, so that this policy doesn't give impact which contradictive to expansion of business climate, especially cigarette industry. Faces reality of like thi s company result of type tobacco SKT will try to maintain the business that still survive by doing competition business strategie s of effort for with the competitor.
Related to the thing, purpose of this research is to know influence policy of pricing retail (HJE) result o cigarette type handmade cigarette tobacco to business competition between faction of factory result of cigarette type handmade cigarette tobacco. Data type in this research is in the form of quantitative and is secondary data obtained f rom result of documentation, report, and archives relating to policy of government is area [by] duty result of tobacco.
Consumption model result of tobacco in this research divided into four equations of simple regression that is separate based on faction of factory result of cigarette type handmade cigarette tobacco ( SKT), that is equation of regression to consume result of type tobacco SKT faction of factory 1, 2, 3A and 3B, each influenced by free variables referred to World Bank, Economic of Tobacco To olkit in the form of selling price result of tobacco, earnings perkapita, consumption result of tobacco before all, and variable dummy government policy. Partaking other aspects influences factor consumption of like growth of smoker age, change of smoking appetite, level of awareness of public would danger of smoking at health and others disregarded to make moderate model. Governmental policy effectiveness analysis at cigarette industry is done by u sing approach Structure_Conduct Performance ( SCP) becoming foundation in industrial economy. With measuring market performance each factory faction of type SKT knowable how big government policy impact.
Result of research simply mode of action market result of type tobacco SKT each faction measured from ratio P CM, unidirectional increasinglyly its(the inelastis request that is where faction 1 has highest PCM value compared to faction 2, 3A, and 3B. Faction 3B with elastic tobacco result demand rate has lowest PCM value. At result of estimation of model is upper to earns we to see for industry result of type tobacco SKT faction 2 and 3A , consumer accounts duty tax burden larger ones than producer conversely at industry result of type tobacco SKT faction 1 and 3B, producer accounting duty tax burden. But Hasill du ty tax shifting is the existing not fully is burdened to consumer increasinglyly height of HJE minimum specified by government and far to market price."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24593
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Nazif
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Yulius Amos Taruli Ferdinand
"Skripsi ini membahas tinjauan prinsip netralitas atas penetapan tarif cukai dan harga jual eceran hasil tembakau dalam negeri jenis SKTF. Pola kebijakan yang selama ini diterapkan oleh pemerintah adalah untuk menciptakan rasa adil di kalangan pengusaha dengan cara membedakan skala cukai berdasarkan tingkat produksi dan jenis hasil tembakau. Pola kebijakan ini ternyata memberikan insentif bagi pengusaha kecil untuk menghindari cukai baik secara legal ataupun ilegal.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif, berdasarkan manfaat adalah penelitian murni, berdasarkan teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif dokumen, pengamatan, dan wawancara. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan kebijakan ini adalah untuk menekan peredaran rokok ilegal, membina industri kecil, dan kebijakan yang mengarah pada fungsi regulerend. Ditinjau dari prinsip netralita, kebijakan penetapan tarif cukai dan harga jual eceran hasil tembakau dalam negeri jenis SKTF tidak netral, karena mempengaruhi keinginan seseorang untuk berproduksi dan pilihan seseorang untuk mengkonsumsi.
Hasil penelitian ini menyarankan penetap kebijakan agar meninjau kembali PMK No.134/PMK.04/2007, karena apabila sifat distortifnya memang menjadi suatu tujuan dalam rangka membatasi konsumsi, maka tarif cukai tertinggi seharusnya dikenakan pada produk SKM, SPM, dan SKT sebagai penyumbang terbesar penerimaan negara dari sektor cukai.

This minithesis analyzes neutrality principle toward excise rate and local tobaco retail price type SKTF. The policy applied by the government is one that is to emerge fairness amongst entreprenuer by distinguishing excise rate base on the the production and the type of tobacco itself.
This research uses quantitative descriptive interpretative, as benefit is pure in: documents, observations, and intervews. This research result comes to a conclusion that basic considerations of its emplementation are to press illegal cigarettes more distributed, to develope small industries, and to aim the policy to regulerend function. Viewed from its neutrality principle, this policy affect the desire produce, to consume, and to encourage the others work.
This result suggest policy maker consider PMK No.134/PMK.04/2007, if it distortive objective is to bound the consumption of tobacco, then the highest excise rate shuld be put upon SKM, SPM, and SKT for giving this country most income from excise sector.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Emi Ludiyanto
"Untuk menggenjot penerimaan cukai sebagai upaya untuk mencapai tanget penerimaan cukai yang diamanatkan oleh APBN, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menfokuskan pada kebijakan cukai hasil tembakau. Kebljakan cukai hasil tembakau terdiri dari dua variabel yaitu variabel tarif cukai dan variabel harga jual eceran yang secara bersama-sama menjadi variabel Beban Cukai.
Namun demikian pemerintah juga harus cermat dalam menerapkan kebijakan cukai hasil tembakau jangan sampai penurunan produksi yang diakibatkan oleh kenaikan beban cukai justru akan menurunkan juga penerimaan cukai secara keseluruhan.
Penulis ingin menganalisa apakah kebijakan cukai hasil ternbakau yang mengenakan tarif cukai SKT, SKM, dan SKT tersebut berpengaruh terhadap penurunan produksi hasii tembakau jenis Sigaret Putih Mesin. Jangan sampai kebijakan menaikkan tarif cukai justru akan menurunkan penerimaan cukai terutama dari rokok jenis SPM karena bagaimanapun juga penerimaan cukai masih dibutuhkan oleh pemerintah untuk membantu pembiayaan negara.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai terhadap harga rokok.
2. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai SPM terhadap produksi Sigaret Putih Mesin (SPM).
3. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai SKM terhadap produksi Sigaret Putih Mesin (SPM).
4. Untuk mengetahui pengaruh pengenaan tarif cukai SKT terhadap produksi Sigaret Putih Mesin (SPM)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17107
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agust Pernando
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S10479
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tedy Septian
"Dalam praktik desentralisasi, Dana Bagi Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) diberikan kepada daerah penghasil cukai dan/atau tembakau dengan tujuan sebagai salah satu sumber pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penggunaan utama dana ini oleh pemerintah daerah adalah untuk penyediaan supply side sektor kesehatan diantaranya pengadaan fasilitas kesehatan. Peningkatan anggaran DBH CHT setiap tahunnya belum diiringi dengan memadainya jumlah fasilitas kesehatan. Menggunakan data sekunder tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2018-2020, studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kebijakan DBH CHT terhadap jumlah fasilitas kesehatan di daerah. Metode analisis yang digunakan dalam studi ini adalah model regresi Negative Binomial. Hasil validasi awal menunjukan bahwa daerah penerima DBH CHT mengalami peningkatan jumlah fasilitas kesehatan dibandingkan daerah nonpenerima. Hal ini didukung dengan hasil regresi yang menunjukan bahwa DBH CHT mampu memberikan dampak positif terhadap peningkatan jumlah fasilitas kesehatan di level kabupaten/kota. Diharapkan proses perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan kebijakan DBH CHT dapat dikelola dan diawasi dengan lebih baik agar manfaatnya dapat dirasakan dalam peningkatan pelayanan kesehatan di masyarakat.

In the implementation of decentralization, the Tobacco Product Excise Sharing Fund (DBH CHT) is given to excise and/or tobacco producing regions with the aim of being one of the sources of funding for the National Health Insurance (JKN) program. The main use of these funds by local governments is to provide the supply side of the health sector including the provision of health facilities. The annual increase in the DBH CHT budget has not been followed by an adequate number of health facilities. Using secondary data at the provincial and district levels in Indonesia in 2018-2020, this study aims to determine how the DBH CHT policy influences the number of health facilities. The analytical method used in this study is Negative Binomial regression model. The result of the initial validation shows that the DBH CHT recipient regions have increased the number of health facilities compared to non-recipient regions. This is supported by the regression results which show that the DBH CHT have a positive impact on increasing the number of health facilities at the district levels. It is hoped that the process of planning, budgeting and implementing the DBH CHT policy can be better managed and monitored so that the benefits can be felt in improving health services in the community."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusumasto Subagjo
"Peranan penerimaan cukai dalam menyumbang penerimaan pajak tetap penting, yaitu bila pada Tahun Anggaran 1969/1970 penerimaan cukai merupakan 18,8% dari penerimaan pajak maka pada Tahun Anggaran 1997/1998 turun menjadi 8,2% dan pada Tahun Anggaran 1998/1999 diharapkan naik menjadi 10,6%, atau terus meningkat dari Rp 32,5 milyar pada Tahun Anggaran 1969/1970 menjadi Rp 5.335,8 milyar pada Tahun Anggaran 1997/1998 dan pada Tahun Anggaran 1998/1999 ditargetkan Rp 7.755,9 milyar. Dari jumlah tersebut ternyata penerimaan cukai hasil tembakau memegang peranan sangat penting yaitu pada Tahun Anggaran 1997/1998 Rp 5.138,6 milyar atau 96,3% penerimaan cukai adalah dari cukai hasil tembakau. Pada Tahun Anggaran 1998/1999 ditargetkan 94% penerimaan cukai atau Rp 7.290,5 milyar dari cukai hasil tembakau. Dari jumlah ini 79,3% berasal dari cukai sigaret kretek buatan mesin (SKM).
Cukai atas hasil tembakau dipungut berdasarkan tarif cukai dan harga jual eceran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dua unsur ini dipakai sebagai dasar perencanaan dan penetapan target penerimaan cukai hasil tembakau. Untuk mencapai target penerimaan cukai hasil tembakau pada setiap tahun anggaran maka dua unsur tersebut dipakai sebagai dasar perhitungan, ditambah dengan unsur data produksi tahun sebelumnya. Dalam realisasinya ternyata produksi SKM selalu naik sehingga target penerimaan cukai tercapai meskipun ada kenaikan pembebanan (tarif dan/atau harga jual eceran) cukai.
Permasalahannya bagaimana menetapkan tarif dan harga jual eceran SKM dalam usaha meningkatkan penerimaan negara di sektor cukai dengan tetap memelihara insentif bagi pengusaha untuk menaikkan produksi. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana proses kebijakan penetapan tarif cukai dan harga jual eceran SKM dilakukan dan berapa sumbangan penerimaan cukai SKM kepada penerimaan negara.
Ternyata 90% penerimaan cukai hasil tembakau berasal dari SKM hasil produksi 4 pabrik besar yaitu PT. Gudang Garam, PT. Djarum, PT. Bentoel dan PT. H.M. Sampoerna. Berdasarkan hal tersebut sampel yang diambil dalam penelitian adalah secara purposive yaitu 4 pabrik ini ditambah dengan satu pabrik golongan kecil PT. Menara Kartika Buana serta 5 Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang membawahi 5 pabrik tersebut ditambah dengan Direktorat Cukai pada Kantor Pusat DJBC sebagai perumus kebijakan di bidang cukai. Dari hasil penelitian terbukti bahwa meskipun ada kenaikan beban cukai, produksi SKM selalu meningkat sehingga penerimaan cukai juga meningkat. Peningkatan produksi SKM secara keseluruhan terutama terjadi pada 3 dari 4 pabrik golongan besar tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka disarankan untuk memperluas tax base dengan cara memberi insentif kepada pabrik-pabrik hasil tembakau lainnya berupa beban cukai yang lebih ringan sehingga mereka dapat meningkatkan produksi dan menaikkan beban cukai pada SKM produksi. PT. Gudang Garam. Tujuannya agar setiap pabrik hasil tembakau penghasil SKM dapat meningkatkan produksi SKM dan kontribusinya dalam penerimaan cukai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Fauzia Chairunissa
"Eksistensi industri rokok semakin menimbulkan dilema. Tidak dapat dipungkiri bahwa industri rokok secara konsisten menyumbangkan porsi yang cukup besar bagi APBN Indonesia dari tahun ke tahun, dengan jumlah yang besar, yaitu lebih kurang 40 triliun rupiah untuk tahun 2007 ini, ditambah lagi dengan penyerapan tenaga kerja yang tidak sedikit. Namun, kenyataan bahwa produk rokok adalah produk yang berbahaya dan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, karena menjadi penyebab dari 5 juta kematian per tahun, membuat dunia tidak dapat menutup mata. Menanggapi permasalahan tersebut, WHO pada tahun 1999, menginisiasikan Framework Convention of Tobacco Control (FCTC), yang merupakan kesepakatan internasional mengenai pengaturan dan pengendalian tembakau bagi negara-negara anggotanya. Namun, Indonesia sebagai salah satu negara produsen dan konsumen rokok terbesar di dunia, menolak untuk menandatangani dan meratifikasi poin-poin FCTC, bahkan tidak memasukkan isu tersebut ke dalam Program Legislasi Nasional selama masa pemerintahan berjalan, dan mengesampingkan kenyataan bahwa lebih dari setengah anggota DPR-RI telah menyetujuinya. Adapun alasannya adalah karena pemerintah khawatir akan banyak tenaga kerja yang kehilangan pekerjaannya, dan akan berkurangnya pemasukan dari cukai, karena salah satu poin dalam kesepakatan FCTC adalah menaikkan cukai dan pelarangan beriklan bagi perusahaan rokok.Melalui penelitian ini, penulis mencoba menganalisis pengaruh cukai dan kebijakan pengendalian tembakau terhadap kinerja, pertumbuhan dan kemampuan perusahaan dalam industri rokok untuk bertahan. Penetapan cukai dan kebijakan pengendalian tembakau yang efektif, secara umum akan berdampak negatif dan signifikan terhadap kinerja, pertumbuhan dan ketahanan dari perusahaan. Di dalam penelitian ini, ditemukan bahwa penetapan cukai selama ini cukup efektif, karena memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemampuan perusahaan untuk bertahan, namun tidak pada tingkat pertumbuhan, tak terkecuali labor growth. Hal tersebut menjawab kekhawatiran pemerintah mengenai banyaknya pekerja yang akan kehilangan pekerjaannya. Penetapan kebijakan pengendalian tembakau justru terbukti tidak efektif, karena memiliki pengaruh yang positif (beberapa di antaranya) signifikan terhadap kemampuan perusahaan untuk bertahan, serta hanya memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap productivity growth perusahaan. Terdapat juga penemuan-penemuan lain di dalam penelitian ini, seperti kecenderungan perusahaan rokok putih untuk memiliki kemampuan untuk bertahan yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan rokok kretek, adanya dugaan kerja sama antara perusahaan-perusahaan dalam industri rokok dengan BPPC, dan tidak berpengaruhnya pendidikan tinggi masyarakat terhadap pertumbuhan dan kemampuan perusahaan untuk bertahan. Secara umum, penelitian ini menerima teori Evans, Jovanovic, dan Dunne-Hughes. Di samping itu, teori Gibrat juga tidak terbukti di dalam penelitian ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>