Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124895 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Milla Herdayati
"Tidak semua kehamihn disambut kehadirannya atau diinginkan perempuan. Kehamilan tidak diinginkan (KTD) terjadi karena berbagai alasan, misalnya perempuan/pasangan tidak menggunakan kontrasepsi padahal tidak ingin memiliki anak lagi, memakai kontrasepsi tetapi kehamilan tetap terjadi (kegagalan kontrasepsi, alasan kesehatan ibu, janin cacat, usia terlalu muda, terlalu banyak, atau sebab lain seperti hasil perkosaan atau kendala ekonomi.
Perempuan dengan KTD seringkali berakhir dengan keputusan aborsi. Mengingat aborsi masih dianggap ilegal menurut hukum di Indonesia, menyebabkan perempuan melakukan secara sembunyi-sembunyi di tempat yang tidak aman karena dilakukan oleh tenaga yang tidak berkompeten di tempat-tempat yang tidak memenuhi persyaratan medis. Sehinga aborsi yang tak aman ini berisiko terjadinya kesakitan bahkan kematian pada perempuan. Aborsi disengaja diduga merupakan salah satu penyebab kematian ibu di Indonesia yang bersembunyi di balik angka komplikasi perdarahan dan infeksi. Resiko kesakitan dan kematian pada perempuan makin tinggi jika aborsi terhadap berkali-kali atau berulang.
Studi ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaaan kontrasepsi terhadap kejadian aborsi berulang menurut faktor usia, paritas, menikah dan pendidikan perempuan. Untuk itu digunakan data sekunder betbasis fasilitas di sembilan kota di Indonesia. Sampel pada studi adalah perempuan dengan keluhan KTD dan memutuskan aborsi karena alasan non medis. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis deksriptif dan analisis inferensial, yaitu logistik non-hierarkhi dengan batas kemaknaan yang digunakan sebesar 5%.
Analisis deksriptif memberikan hasil bahwa di pelayanan kesehatan, aborsi berulang banyak dilakukan pada mereka yang berturut lebih dan 30 tahun dengan paritas 3 anak atau lebih. Status pernikahan sebagian besar berstatus pernah menikah (menikah dan cerai hidup/mati). Selain itu, kejadian aborsi berulang ternyata menurut tingkat pendidikan tidak memberikan pola yang jelas artinya antara perempuan yang pendidikan tinggi dan mereka yang berpendidikan rendah relatif tidak berbeda. Alasan perempuan melakukan aborsi antara lain: tidak menginginkan anak lagi, anak sebelumnya masih kecil, faktor usia yang terlalu tua sehingga resiko tinggi jika melahirkan, terikat perjanjian/kontrak kerja, masalah ekonomi, baru menikah belum siap memiliki anak dan terakhir alasan belum menikah/janda. Keputusan aborsi dihadapi perempuan ketika mereka mengalami KTD.
Hasil studi, sebagian besar penyebab mereka mengalami KTD adalah mereka menggunakan kontrasepsi tetapi mengalami kegagalan. Hal ini dikarenakan kontrasepsi yang dipilih merupakan adalah pil, suntik, kondom, dan coitus interruptus. Jenis-jenis kontrasepsi tersebut keefektifannya antara tergantung pada kedisplinan pemakai, seperti tidak lupa minum pil, tidak lupa suntik ulangan, dan Iain-lain. Sebab Iainya adalah kebutuhan mereka tidak terpenuhi (unmet need) padahal mereka tidak menginginkan anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilan.
Analisis inferensial didapatkan hasil bahwa di fasilitas kesehatan, kejadian aborsi berulang antara perempuan yang pendidikan tinggi tidak berbeda dengan perempuan yang berpendidikan rendah. Faktor usia ternyata mempengaruhi kejadian aborsi berulang, dimana perempuan yang berusia 30+ tahun lebih berisiko mengalami aborsi berulang dibandingkan mereka yang berusia kurang dari 30 tahun. Begitu juga dengan paritas, dimana perempuan dengan paritas 3 orang anak atau lebih ternyata lebih berisiko mengalami aborsi berulang dibandingkan mereka dengan paritas kurang dari 3 anak.
Berdasarkan hasil studi tersebut ada beberapa rekomendasi yang dapat diberikan yaitu pertama, pemerintah sudah harus mengatur masalah pelayanan aborsi yang aman dalam bentuk undang-undang ataupun merevisi UU yang telah ada dengan melibatkan aspirasi masyarakat. UU ini harus mengatur dimana dan dalam kondisi spa aborsi dapat dilakukan, siapa yang dapat menyediakan pelayanan aborsi dan batas aman usia kehamilan yang diperbolehkan serta dengan dukungan konseling yang optimal.
Yang kedua, untuk mencegah aborsi terutama berulang maka di pelayanan kesehatan harus memasukan informasi sebagai salah Satu unsur pelayanan mereka dalam bentuk konseling sehingga kelompok unmet need dan kegagalan KB dapat dikurangi. Selain itu, yang ketiga masalah pengetahuan KB merupakan penyebab mendasar terjadinya aborsi berulang maka di tingkat masyarakat perlu digalakkan kembali promosi dan motivasi ber-KB terutama pada mereka dengan paritas 3 anak atau lebih, usia 30 tahun ke atas, dan untuk semua tingkat pendidikan baik perempuan berpendidikan tinggi maupun rendah. Bagi perempuan yang telah ber-KB sebaiknya diarahkan untuk memilih kontrasepsi yang efektif seperti IUD, implant dan steriliasi sehingga kemungkinan hamil karena gagal kontrasepsi bisa diperkecil."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Randy Fauzan
"Kanker ovarium merupakan kanker keempat tersering yang ditemukan pada wanita di seluruh dunia . Terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi angka kejadian kanker ovarium, diantaranya penggunaan kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum dan faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka kejadian kanker ovarium. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dan bersifat deskriptif retrospektif dengan total sampel 106 pasien kanker ovarium berdasarkan pemeriksaan histopatologik di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2003-2007. Dari hasil penelitian didapatkan jumlah angka kejadian 106 kasus kanker ovarium pada kurun waktu 2003-2007. Terdapat 25 kasus ( 23,6 % ) penderita kanker ovarium yang menggunakan kontrasepsi dan tidak menggunakan kontrasepsi sebanyak 74 kasus ( 69,8 %). Jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah kontrasepsi oral sebanyak 16 kasus ( 15,1 %) dan paling sedikit adalah ligasi tuba dan implan masing-masing 1 kasus (0,9 %). Lama penggunaan kontrasepsi paling banyak ditemukan pada rentang waktu 1-5 tahun sebanyak 17 kasus ( 16,0 %), dan paling sedikit pada rentang waktu 11-15 tahun sebanyak 2 kasus ( 1,9 % ). Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin lama durasi penggunaan kontrasepsi maka semakin berkurang risiko kejadian kanker ovarium, kontrasepsi oral merupakan metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan dari semua metode kontrasepsi, serta karsinoma ovarium yang paling banyak ditemukan adalah jenis epithelial.

Kanker ovarium merupakan kanker keempat tersering yang ditemukan pada wanita di seluruh dunia . Terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi angka kejadian kanker ovarium, diantaranya penggunaan kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum dan faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka kejadian kanker ovarium. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dan bersifat deskriptif retrospektif dengan total sampel 106 pasien kanker ovarium berdasarkan pemeriksaan histopatologik di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2003-2007. Dari hasil penelitian didapatkan jumlah angka kejadian 106 kasus kanker ovarium pada kurun waktu 2003-2007. Terdapat 25 kasus ( 23,6 % ) penderita kanker ovarium yang menggunakan kontrasepsi dan tidak menggunakan kontrasepsi sebanyak 74 kasus ( 69,8 %). Jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah kontrasepsi oral sebanyak 16 kasus ( 15,1 %) dan paling sedikit adalah ligasi tuba dan implan masing-masing 1 kasus (0,9 %). Lama penggunaan kontrasepsi paling banyak ditemukan pada rentang waktu 1-5 tahun sebanyak 17 kasus ( 16,0 %), dan paling sedikit pada rentang waktu 11-15 tahun sebanyak 2 kasus ( 1,9 % ). Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin lama durasi penggunaan kontrasepsi maka semakin berkurang risiko kejadian kanker ovarium, kontrasepsi oral merupakan metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan dari semua metode kontrasepsi, serta karsinoma ovarium yang paling banyak ditemukan adalah jenis epithelial."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrizal
"Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat perlu didukung oleh jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan, dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Selanjutnya proses pemberian pelayanan ditingkatkan melalui peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya kesehatan. Pada tahun 1992 Departemen Kesehatan telah mengeluarkan buku Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas yang memuat uraian tentang standard terapi yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh seluruh dokter Puskesmas dalam melaksanakan pelayanan pengobatan.
Dari hasil survey pendahuluan diketahui hampi 80 % dokter Puskesmas tidak mematuhi pedoman pengobatan. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian sejak bulan September sampai bulan Oktober 2002, dengan pendekatan kuantitatif secara pengamatan (observasional) dengan dasar potong lintang (cross sectional) yang menggunakan sampel total populasi sebanyak 44 orang dokter Puskesmas di kota Jambi, dengan tujuan mengetahui gambaran kepatuhan, faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dokter Puskesmas terhadap penerapan pedoman pengobatan dalam penggunaan antibiotika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 25 dokter Puskesmas (56,8 %) kurang patuh, sedangkan sisanya 19 dokter Puskesmas (43,2 %) patuh. Dari hasil uji Chi Square diketahui bahwa sikap dan persepsi dokter Puskesmas, supervisi dan ketersediaan obat di Puskesmas berhubungan bermakna dengan kepatuhan dokter Puskesmas terhadap penerapan pedoman pengobatan dalam penggunaan antibiotika. Dokter Puskesmas yang mempunyai sikap negatif tehadap pedoman pengobatan akan berpeluang kurang patuh 4,4 kali dari yang mempunyai sikap positif dan dokter Puskesmas yang memiliki persepsi kurang kondusif terhadap pedoman pengobatan akan berpeluang kurang patuh 7,2 kali dari yang memiliki persepsi kondusif. Supervisi yang kurang baik oleh atasan akan berpeluang dokter Puskesmas kurang patuh 8,6 kali dari supervisi atasan yang baik, sedangkan dokter Puskesmas yang memiliki ketersediaan obat tidak cukup akan berpeluang kurang patuh 20,5 kali dari yang memiliki ketersediaan obat cukup.
Berdasarkan hasil tersebut terdapat beberapa saran untuk dinas kesehatan kota Jambi menyusun pedoman pengobatan yang bersifat lokal yang melibatkan seluruh dokter Puskesmas dengan melakukan penyesuaian Pedoman Pengobatan dari Departemen Kesehatan, mengkomunikasikan dan mensosialisasikan penggunaan pedoman pengobatan, melaksanakan lokakarya dengan tujuan tergalangnya kerja sama antar tenaga kesehatan, menyusun perencanaan obat menggunakan metoda morbiditas akan menghasilkan jumlah obat mendekati kebutuhan riil untuk masing-masing penyakit pada populasi, serta meningkatkan peran dinas kesehatan kota melakukan supervisi. Untuk dinas kesehatan propinsi Jambi perlu melakukan bimbingan teknis secara periodik tentang penggunaan dan pengelolaan obat di puskesmas, serta peran dokter Puskesmas menulis resep sesuai dengan standard terapi yang ada dan mengikuti kaedah penulisan resep yang lengkap. Saran untuk peneliti lain melakukan penelitian tentang dampak kemungkinan terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika Ampisilin, Arnoksisilin dan Tetrasiklin akibat pemberian yang tidak sesuai dalam interval waktu dan lama pemberian.

Analysis Of Health Center Staff's Compliance On Therapy Guidelines In Antibiotics Use In The Municipality Of Jambi, 2002In order to maintain the quality of public health service, available human resource, medicines, medical equipments, other supporting facilities, health delivery process, received compensation, and community, as user should be provided. Then, the health delivery process can be enhanced through quality improvement and professional health resources. In 1992 the Ministry of Health had published Primary Therapy Guidelines for Health Center that contains the explanation about standard of therapy that should be noticed and be conducted by all health staff in delivering therapy.
From the preliminary survey, it was found that almost 80% of the health center staff (doctors) did not adhere to the therapy guidelines. Based on that matter, the study about the health center staff's compliance was conducted from September to October 2002. The study employed an observational quantitative approach as with cross sectional method and covered a sample of 44 doctors who work at health center in the Municipality of Jambi. The objective of this study was to find the description of compliance and factors related to the health center staff's compliance on application of therapy guidelines in antibiotics use.
The study found out that 56.8% of the health center staff did not comply on the therapy guidelines and the rest (43.2%) complied on the therapy guidelines. A Chi square test showed that attitude and perception of health center staff, supervision, and drug supply related to the staffs compliance significantly. The staff who had negative attitude to the therapy guidelines was risky to have not quite compliance about 4.4 times of the staff who had positive attitude. The staff whose the lack of good perception was risky 7.2 times lower to have compliance than the staff whose good perception on the therapy guidelines. The staff who did not get good enough supervision from the higher manager gave a risk 8.6 times lower compliance than the staff who did get good supervision. Meanwhile, inadequate drug supply in the health center had risk about 20.5 times to not quite comply on the therapy guidelines.
According to the result above, it is recommended to the Health Office in the Municipality of Jambi to make a local therapy guidelines which involves all doctors in the health center by conducting the adjustment of therapy guidelines that published by the Ministry of Health and also to make drug planning by using morbidity method which will result the quantity of medicine that is close to the real need for each disease in population, and to maintain the Health Office roles to do supervision as well. Recommendation for the Jambi Province Health Office, it is necessary to conduct technical assistance periodically about using and managing medicines/drug in the health center, and to maintain doctor roles to write the prescription appropriately with the principle of prescription writing. It is recommended to other researchers to conduct the study about the possible impact of bacterial resistance against antibiotics such as amphycillin, amoxycillin, and tetracyclin, caused by inappropriate time interval and time during period therapy delivery."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlinawati
"Penggunaan alat kontrasepsi oleh PUS (pasangan usaha subur) sangat penting tetapi banyak mengalami drop out. Drop out penggunaan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain faktor individudan lingkungan adalah faktor program yaitu pelayanan KIE (komunikasi, informasi, edukasi) dan kualitas pelayanan kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh KIE (macam KIE KB dan macam konseling KB) dan kualitas pelayanan kontrasepsi (pilihan metode kontrasepsi, kemudahan pelayanan dan pemberian informasi) terhadap terjadinya drop out penggunaan alat kontrasepsi. Jenis penelitian ini explanatory survey degan rancangan cross sectional study. Populasi penelitian adalah PUS yang menjadi apsektor KB dan tercatat pada bulan Desember 2002-Desember 2003 di Desa Setupatok. Besar sampel sebanyak 119 orang yang diambil secara acak sistematik. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik. Hasil uji statistik dengan uji regresi logistik (araf signifikasn 95%) diperoleh simpulan bahwa ada pengaruh macam KIE KB terhadap drop out (p=0,024), ada pengaruh macam konseling terhadap drop out (p=0,0001), ada pengaruh layanan KIE KB terhadap drop out (p=0,0001), ada pengaruh pilihan metode kontrasepsi terhadap drop out (p=0,008), tidak ada pengaruh kemudahan pelayanan terhadap drop out (p=0,186), ada pengaruh pemberian informasi terhadap drop out (p=0,0001), dan ada pengaruh kualitas pelayanan kontrasepsi terhadap drop out (0,002), ada pengaruh layanan KIE KB terhadap drop out (p=0,0001), dan ada pengaruh kualitas pelayanan kontrasepsi terhadap drop out (p=0,002) serta probabilitas terjadi drop out sebesar 38% pada ekspektor KB yang memperoleh konseling yang tidak lengkap dan informasi yang tidak memadai. disarankan kepada petugas pemberi pelayanan KB untuk memberikan pelayanan KIE KB yang teratur, pemberian materi KIE yang lengkap, pemberian konseling yang lengkap dan pemberian informasi yang memadai."
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi, 2005
JKKI 7:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sarip Usman
"Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit virus akut, mudah menular melalui perantaraan nyamuk Aedes aegepti. Penyakit ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang relatif singkat, belum ada obat maupun vaksin. Penyakit ini juga telah menyebar tidak hanya di perkotaan saja namun merambah ke daerah pedesaan, karena vektornya (Aides aegypli) tersebar luas di kawasan pemukiman atau di tempat-tempat urn urn. DBD merupakan salah satu penyakit endemis yang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia meskipun sudah dapat ditekan, namun insidennya masih cukup tinggi, yaitu 3,6% (tahun l990) menjadi 2,0% (tahun 1999). CFR 3,2 % (tahun 1994) menjadi 1,4 % (tahun 2000). Namun demikian daerah yang terjangkit terus bertambah dari 201 Dati II (tahun 1998) menjadi 225 Dati II (tahun 2000). Oleh karena itu penyakit DBD ini harus terus diwaspadai dan dipantau terus menerus. Dengan demikian penelitian kearah mencari faktor karakteristik dan kebersihan lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian DBD menjadi dasar penelitian ini dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi, hubungan dan mencari model faktor karakteristik dan kebersihan lingkungan fisik rumah dengan kejadian DBD yang dilakukan di Kota Bandar Lampung dengan rancangan kasus-kontrol dengan metoda population based, kasus diambil dari regristrasi 5 (lima) Rumah Sakit Umum yang ada di Bandar Lampung sedangkan kontrol diambil dari tetangga terdekat kasus dengan jumlah sampel 56 kasus dan 112 kontrol (1:2) dengan rentang waktu dari bulan Januari 2002 s/d Mei 2002.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 9 (sembilan) variabel yang diuji dengan uji bivariat ada enam variabel yang mempunyai hubungan bermakna ( <0,05) dan iiga variabel mempunyai nilai p nya > 0,05.
Dari hasil uji multivariat dan uji interaksi diperoleh model dan dari model tersebut, faktor umur merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian DBD di Kota Bandar Lampung dengan OR .= 18,48 (Cl: 6,51-52,47) dan p value 0,000,
Aplikasi dari penanganan program pemberantasan penyakit ini, tidak terlepas dari berbagai kebijakan dari sektor lain, sehingga upaya pemecahannya harus secara strategic melibatkan sektor terkait. Kerjasama lintas sektor dalam pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan akan meneptukan keburhasilan program ini. Upaya-upaya kerja sama lintas sektor seperti Gerakan 3 M,dan lain-lain perlu ditingkatkan dan dilanjutkan. Pelaksanaan hukum, advokasi, sosialisasi serta adanya kesepakatan dalam pemberantasan penyakit menular dan kesehatan lingkungan perlu ditingkatkan dan dikembangkan lagi.
Daftar Bacaan: 35 (1960-2002)

Risk Factor Relating to Dengue Haemorhogic Fever (DHF) Incident in Bandar Lampung 2002Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is acute virus disease, easly communicable and transmitted by Aedes aegypti mosquito. Di-IF can be causation mortality in short time drug or vacsin find not yet. It transmitted in cities, but now had transmited to districs. Because vectors in everywhere as buildings or in public places. DHF is one of endemic disease and still health problem in Indonesia, although it could be pressed but incidence still high enough is 3.6 % (1990) to 2.0 % (1999th). Case Fatality Rate (CFR) from 3.2%(1994`') to 1.4% in 2000th. But the distric endemic is increase, from 201 districs (1988th) become 225 districs in 2000`''. Because of that DHF disease must to be monitor everywhere and time.
This study proposed to find out the frequency distribution, relation ship and look for characteristic and house phisic environmental Health factors model relation to Di-IF incidence in Bandar Lampung city 2002 and used Case Control study design. Cases take from 5 Hospital regristration in Bandar lampung City and control take from neighbour cases with 56 samples and 112 controls (1:2) in January 2002 - Mci 2002.
The result of study, with Chi square Test from 9 variables in relation to DI-IF find out 6 variables related significant (p value <0,05) and 3 variables isn't significant (p value > 0,05) related to DHF incident.
The result model from multivariate and interaction test, find out that highest dominan factor relation to Dl-IF incidence in Bandar Lampung city is age factor.
Aplication for Communicable Disease Control Programs depend on the other sectors wisdom and to solve this problem must be strategic to involve the other sectors. Coordination between sectors in communicable disease control and environmental health very important for succesfully this program, for example as " Gerakan 3 M " and "Pekan Sanitasi" action. The Law, advocation, socialization and same goal in communicable disease control and environmental health must he increase and to develop again.
Refeuvnce: 35 (1960 - 2002)"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 9550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fardiani
"Kecamatan Nongsa merupakan daerah High Case Incidence (API > 5 %o ) untuk penyakit malaria dan di kecamatan ini terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat penambangan pasir yang menimbulkan lubang-lubang bekas galian pasir yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk penyebar malaria di sekitar pemukiman penduduk. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Nongsa Kota Batam.
Disain yang digunakan adalah studi observasional kasus kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 107 kasus dan 107 kontrol dan menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner dan observasi di lapangan.
Faktor lingkungan yang diteliti adalah faktor lingkungan fisik yaitu tempat perindukan nyamuk dengan variabel lubang galian pasir, rawa-rawa dan faktor sosio budaya dengan variabel pekerjaan/aktivitas pendidikan, status sosio ekonomi dan lama tinggal.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa ada hubungan antara lubang galian pasir yang berjarak kurang atau sama dengan 2 km dari pemukiman penduduk dengan kejadian 'malaria dengan p 'value 0,000 dan OR 3,184 (1,798-5,637), ada hubungan rawa-rawa dengan jarak yang sama dengan kejadian malaria dengan p value 0,001 dan OR 3,24 (1,650- 6,372) dan ada pengaruh lama tinggal dengan kejadian malaria setelah dikontrol oleh variabel lainnya dengan p value 0,010 dan OR 2,743 (1,271 - 5,921). Dari analisis multivariat didapatkan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian malaria adalah faktor lubang bekas galian pasir dengan jarak kurang atau lama dengan 2 km dari pemukiman penduduk.dengan OR 5,260 (2,663-10,389).
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa galian pasir sangat berhubungan dengan kejadian malaria. Untuk itu pengusaha atau masyarakat yang akan melakukan penggalian pasir harus memiliki izin dan pemerintah Kota Batam mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang berisi larangan menggali pasir dengan jarak kurang dari 2 km dari pemukiman penduduk, serta untuk puskesmas agar melaksanakan penyuluhan kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan sehingga masyarakat tahu bagaimana pencegahan malaria baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarga.
Daftar Pustaka : 39 (1963 - 2002)

The Environmental Factors in Association with The Incidence of Malaria in Sub District Nongsa in Batam City in the Year 2002Sub district Nongsa is a high case incidence area (API > 5 %) of malaria disease. In this sub district, there was an environmental change as a result of sand mining which left such holes of the effects of the mining. The holes were potential for the place of mosquito proliferation as malaria disseminator to the population settlement. Therefore, there was a need to do some studies in order to know the related environmental factors with the incidents of malaria in the Sub District Nongsa of Batam City.
The design used was observational study of case control with the number of sample 107 people for each case and control samples. The data was collected by using questionnaire and through field observation.
The environmental factors studied were physical factors of the environment, that was the place for mosquito proliferation and variables of sand mining holes, swamps, and soscioculture factors with the variables of occupation/level of education, socioeconomic status and period of living.
The result of the research showed that there was a relationship between sand mining holes, which were located 2 kilometers far away from the settlement with the incidences of malaria with p value 0,000 and OR 3,184 (1,798 - 5,637). There was a relationship between' swamps with similar distances with malaria incidences with with p value 0,001 and OR 3,24 (1,650 - 6,372) and there was an effect of the period of living and the incident of malaria after being controlled by other variables with with p value 0,010 and OR 2,743 (1,271 -- 5,921). From multivariate analysis, it was known that most dominant factor which associated with the incidences of malaria was the used holes of sand mining factor that their distance less than 2 kilometers from the community settlement with the OR 5,260 (2,663-10,389).
The result of the study showed that sand mining was strongly associated with malaria incidences. Therefore, private sectors and public who want to do sand minings to apply the admission letter for sand mining and to the government of Batam City to issue the Provincial Regulations which contains the prohibition of sand mining which their location are less than 2 kilometers from the community settlement, and to the public health center to provide health illumination to the community about self and family prevention from the risk of malaria disease.
References: 41 (1963-2002)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyani
"Menopause merupakan berhentinya menstruasi secara permanen yang disebabkan hilangnya fungsi folikel-folikel sel-sel telur. Wanita yang memasuki menopause mengalami penurunan hormon estrogen yang menyebabkan wanita mengalami keluhan-keluhan atau gangguan yang mengganggu aktivitas sehari-hari, bahkan menurunkan kualitas hidupnya. Penggunaan kontrasepsi pil memiliki keterkaitan dengan penundaan usia dan keluhan menopause. Penelitian ini meneliti hubungan antara penggunaan kontrasepsi pil terhadap usia menopause. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah wanita menopause di Posbindu Kota Depok. Sampel pada penelitian ini adalah wanita menopause yang berusia 45 sampai 60 tahun. Teknik pengambilan sampel secara Purposive Sampling subjek dengan besar sampel 407 orang. Analisis multivariat pada penelitian ini menggunakan cox proportional hazard model. Hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi pil terhadap usia menopause baik sebelum maupun sesudah dikontrol variabel kovariat yaitu tingkat pendidikan. Namun demikian masih diperlukan penelitian lain dengan menggunakan desain penelitian kohort prospektif untuk dapat melihat hubungan temporal antara lama penggunaan kontrasepsi pil terhadap usia menopause.

Menopause is marked with the permanent cessation of menstruation due to the loss of follicles. Earlier menopause will be likely to increase the risk factors relating to declined estrogen level, such as osteoporosis that can lead to early death. A woman entering menopause period often experiences declined estrogen hormone that causes her to have complaints or disturbances that hinder her daily activities and even reduce her quality of life. However, the use of oral contraceptive poses a correlation with the postponing of menopause age and complaints. The primary purpose of this study was to examine the relation of oral contraceptive use and age at menopause. This was an observational study with cross-sectional study design. Population in this study was all menopausal women in Posbindu, Depok. The sample was menopausal women among 45-60 years old. Sample was 407 menopausal women taken Purposive Sampling. The data was analysed by cox?s proportional hazard analysed. The longer use of oral contraceptive was not associated with age at menopause before and after adjusted for confounding variable (education). However, another similar studies was still needed with prospective kohort study design to know temporality causal of longer use of oral contraceptive and age at menopause.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T32725
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harianto
"World Health Organization (WHO) state that breast cancel is second cause of death among ether cancer illness. Up to wow, what become a a major factor that caused the breast cancer has known yet, but it mas believed that the relation of some factors can improve the risk of breast cancer. Breast cancer is believed happened because of a complicated interaction between many factors like genetic, environment and hormonal, which one of them is abundant estrogen hormone rate in women's body. This research is aim to knoe the risk level that caused by She use of combination contraception pills, which is combination of estrogen and progesterone with the breast cancer risk. The research use case control method in hospital based with period of September-Desember 2004 at Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo.
Hie research results show Shut the user of combination contraception pill has the risk to have breast cancer 1,864 tunes bigger compare with them who doesn't take that pills. However, the combination contraception pills is not the major risk factor but it's only a light factor to increase the risk of breast cancer.
"
2005
MIKE-II-2-Agust2005-84
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"World Health Organization (WHO) state that breast cancer is second cause of death among other cancer illness. Up to now, what become a major factor that caused the breast cancer has known yet, but it was believed that the relation of some factors can improve the risk of breast cancer. Breast cancer is believed happened because of a
complicated interaction between many factors like genetic, environment and hormonal, which one of them is abundant estrogen hormone rate in women?s body. This research is aim to know the risk level that caused by the use of combination contraception
pills, which is combination of estrogen and progesterone with the breast cancer risk. The research use case control method in hospital based with period of September-Desember 2004 at Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo. The research results show that the user of combination contraception pills has the risk to have breast cancer 1,864 times bigger compare with them who doesn?t take that pills. However, the combination contraception pills is not the major risk
factor but it?s only a light factor to increase the risk of breast cancer."
[Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>