Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161869 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Duddy Adiyatna
"Krisis yang menerpa perekonomian Indonesia sejak tahun 1997 lalu sangat berdampak terutama pada sektor perbankan nasional. Berbagai permasalahan yang muncul pada perbankan nasional diakibatkan oleh beberapa hal:
1) Banyaknya kredit bermasalah (non performing loans) akibat adanya kolusi dalam pemberian kredit, dan pelanggaran ketentuan perbankan seperti BMPK dan lain-lain.
2) Ekspansi kredit yang tidak hati-hati dan banyak tertuju pada sektor korporasi sehingga melupakan kekuatan utama yang dimiliki bank dalam melayani segmen tertentu.
3) Proporsi pendapatan bunga yang besar dalam total pendapatan membuat bank rentan terhadap fluktuasi suku bunga.
Keruntuhan pada sektor riil terutama pada sektor korporasi mengakibatkan kesulitan pada perbankan nasional berupa kredit macet dalam proporsi yang besar. Kesulitan ini diperparah dengan kenaikan suku bunga hingga mencapai 65% dan proporsi pendapatan bunga yang mendominasi total pendapatan bank sehingga banyak bank mengafami negative spread.
Dari kondisi tersebut dapat dilihat apabila sebuah bank memiliki proporsi fee based income yang berimbang dengan pendapatan bunga maka
in
penurunan pendapatan bunga masih dapat diimbangi oleh adanya fee based income tersebut.
Berdasarkan kondisi tersebut karya akhir ini disusun dengan maksud mencari suatu strategi pengembangan fee based income yang tepat untuk mengatasi penurunan pendapatan yang dialami Bank Rakyat Indonesia dengan memperhatikan kondisi ekstemal dan internal yang dihadapi.
Pengembangan fee based income dapat ditingkatkan melalui pengembangan produk atau jasa perbankan yang baru, atau peningkatan tarif fee yang sudah ada, dengan memfokuskan pada Strategic Business Unit (SBU) yang memiliki prospek pengembangan yang baik. Pengembangan fee based income merupakan alternatif dalam mengatasi penurunan pendapatan pada saat ini karena tanpa melalui ekspansi aktiva sehingga tidak memberatkan permodalan bank.
Namun pengembangan fee based income bukan hal yang mudah karena menuntut peran sumber daya manusia yang berkualitas dan ditunjang oleh sistem teknologi dan informasi yang memadai.
Dari hasil analisa terhadap kondisi eksternal dan internal yang dihadapi Bank Rakyat Indonesia, masih terbuka peluang untuk mengembangkan fee based income, terutama pada SBU-SBU dimana Bank Rakyat Indonesia memiliki kekuatan dan prospek pengembangan yang baik. Namun terdapat sejumlah kelemahan yang dimiliki oleh Bank Rakyat Indonesia yang masih harus diatasi untuk mencapai pengembangan fee based income yang optimal.
"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Nursahid
"ABSTRAK
Permasalahan yang dihadapi oleh industri perbankan di Indonesia termasuk BRI,
antara lain terletak pada struktur pendapatannya yang sangat tergantung pada pendapatan
bunga (interest income). Kenaikan tingkat suku bunga simpanan sebagai salah stum akibat dari
terjadinya krisis ekonomi, tidak dapat segera diatasi dengan cara menaikkan suku bunga
pinjaman. Hal ini terjadi selain karena adanya ketentuan review suku bunga secara periodik,
juga dampak kenaikan tersebut sangat memberatkan nasabah. Jumlah kredit bermasalah yang
semakin meningkat menyebabkan tidak seimbangnya antara pendapatan bunga dengan biaya
bunga yang harus ditanggung oleh bank. Dengan net interest margin yang negatif di satu sisi,
dan di sisi lain pendapatan lainnya di luar bunga tidak dapat menutupi selisih tersebut, maka
bank mengalami negative spread.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka bank perlu melakukan terobosan baru
dengan cara merubah struktur pendapatannya secara bertahap melalui penggalian potensi
untuk meraih pendapatan di luar bunga (fee based income). Fee tersebut diperoleh atas dasar
pelayanan (service) yang diterima oleh nasabah. Bank yang mampu memberikan kepuasan
kepada nasabahnyalah yang akan dapat mengumpulkan semakin banyak pendapatan dari
berbagai macam fee. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika kancah persaingan dalam
industri perbankan Indonesia di masa mendatang akan dipimpin oleh bank yang mampu
melepaskan diri dan ketergantungannya terhadap pendapatan bunga. Dan bank tersebut
adalah bank yang senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan kondisi Iingkungannya,
termasuk daiam merespon setiap tuntutan nasabahnya.
BRI sebagal bank dengan jaringan yang sangat luas dan jumlah nasabahnya yang
mencapai puluhan juta orang, memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat
mengembangkan beberapa jenis produk/jasa perbankan yang berbasiskan pelayanan. Dengan
memungut fee per transaksi sebagai pendapatan, maka jumlah nasabah yang banyak tersebut
akan menjadi modal utama untuk dapat meningkatkan kinerja profitabililas BRI di luar
pendapatan bunga. Selain itu, budaya baru BRI yang secara tegas mencantumkan ?kepuasan
nasabah? (customer satisfaction) sebagai salah satu unsur budaya kerja, merupakan landasan
yang kuat dalam usaha meraih sukses dalam bisnis jasa/pelayanan ini. Dengan meningkatnya
fee based income sebagai sumber pendapatan yang iebih ?sustainable? maka secara pasti akan
mengurangi ketergantungan BEl kepada pendapatan bunga, sehingga akan meningkatkan pula
kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Dari beberapa jenis jasa yang dapat dijadikan sumber fee based income, maka
international payment merupakan salah satu produk yang memiliki potensi sangat tinggi
untuk segera dikembangkan menjadi produk yang unggul. Pemanfaatan jaringan kerja yang
luas dan tersebar, jumlah nasabah yang mencapai puluhan juta, disertai usaha dan
pembenahan atas segala kekurangan yang masih ada, terutama di bidang teknologi akan
menempatkan BRI pada posisi unggul dalain persaingan. Keberhasilan dalam
mengernbangkan bisnis ini tidak hanya akan menghasilkan income bagi BRI, tetapi sekaligus
memberikan dampak berantai (multiplier effect) yang disebabkan oleh meningkatnya citra
perusahaan, dan berpotensi untuk menghasiikan other income dan proses ?cross-selling?
terhadap produk BRI lainnya maupun kegiatan promosi gratis oleh nasabah.
Peranan bank koresponden, khususnya bank depositori koresponden sangat besar sekali
dalam kegiatan bisnis international payment. Selain bertindak sebagai distributor, supplier,
sekaligus kasir dalam transaksi, bank depositori koresponden berperan aktif dalam usaha
memberikan pelayanan yang baik kepada nasabah. Untuk meraih kesuksesan seperti yang
diharapkan di atas, tidak ada cara lain selain terus berusaha meningkatkan kualitas pelayanan
melalui pemanfaatan secara maksimal atas seluruh sumber daya perusahaan, termasuk
jaringan bank koresponden yang dimiliki demi mencapai kepuasan nasabah.
Dalam usaha mengembangkan konsep bisnis international payment sebagai pendorong
keuntungan (profit boosters) bagi BRI khususnya fee based income, maka selain kompetensi
di bidang relationship management yang telah dimiliki, barus ditunjang pula dengan
kompetensi lainnya seperti transaCtion processing dan risk management. Kompetensi tersebut
hanya bisa diperoleh dengan dukungan teknologi yang memadai. Salah satu alternatif untuk
menguasai teknologi tersebut adalah melalui outsourcing.
"
2001
T5250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rubby Harijono
"Sejak krisis melanda Indonesia, sektor perbankan tak lagi terlampau mengandalkan income yang berasal dari interest spread karena negative spread yang pemah dialami, juga penyaluran kredit yang sudah tidak agresif akibat trauma kredit macet. Untuk itu bank harus mencari surnber pendapatan alternatif, dan sektor fee based saat ini mulai menjadi primadona pendongkrak income perbankan.
Ada beberapa alasan yang akan memotivasi bank untuk menggiatkan pendapatan fee basednya, antara lain:
Fee income merupakan cara untuk rneningkatkan daya saing
Meningkatkan diversifikasi peridapatan bank
Memberl jaIan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih stabil
Relatif tidak memerlukan modal/penghimpunan dana yang besar.
Selain krisis dalam negerl, perlu diperhatikan juga pengaruh liberalisasi pasar gobaI, dengan berlakunya AFTA, APEC dan WTO yang akan membawa dampak pada perkembangan industri perbankan di Indonesia. Dl satu sisi, perbankan nasional makin memiliki peluang untuk mengembangkan bisnisnya ke mancanegara, namun sebaliknya juga menghadapl ancaman masuknya bank-bank asing yang memiliki modal besar, memiliki reputasi internasional dan lebih berpengalaman dalam berbagal kegiatan yang menghasilkan fee based income maka perbankan nasional harus meningkatkan kinerja dan layanan agar bisa menguasai pasar domestik.
Pada prinsipnya fee based income merupakan sumber pendapatan bank selain pendapatan kredit dan sekuritas, yang umumnya berupa fee/komisi atau charges yang diperoleh dari pemberian komitmen dan Jasa-jasa. Ada berbagal jenis transaksl yang dapat dljadlkan sumber fee based income, yang secara garis besar terbagi menjadi 3 kategorl, yaltu : processIng, principal transactin dan advisory. Sedangkan dari sisi llngkup layanannya bisa berupa transaksl domestik dan transaksl internaslonal (lintas negara atau valuta).
Dari transaksi internasional, dapat dlperoleh Jenis Pendapatan yang Iebih bervariasi dibanding transaksi domestik, antara lain:
Pendapatan provisi/komisi dan charges
Pendapatan selisih kurs
Pendapatan in lieu of exchange
Tidak semua bank memiliki pengalaman dan kompetensi yang memadai di sektor jasa layanan transaksi internasional, selain harus berupa bank devisa, juga diperlukan international network yang luas, teknologi komunikasi, kelengkapan produk dan jasa yang tersedia serta reputasi internasional sebagai faktor penting dalam transaksi yang berhubungan dengan Letter of Credit (L/C), karena L/C merupakan jaminan bank yang erat terkait dengan faktor trust dan risk.
Di Indonesia Bank X termasuk bank papan atas yang memiliki aset dan customer base yang besar. Keunggulan Bank X terutama pada jumlah cabang dan ATM yang banyak dan tersebar di seluruh Indonesia. Sejalan dengan misinya sebagai the biggest payment settlement agency, dengan jaringan cabang yang on-line dan features layanan ATM yang Iengkap, Bank X cukup mendominasi transaksi domestic paymen.t Sedangkan untuk transaksi intemasonal, Bank X telah banyak mempunyai pengalaman, jaringan bank koresponden dan reputasi internaslonal cukup luas selain juga memiliki produk dan jasa yang cukup variatif. Namun demikian performance Bank X untuk transaksi internasional khususnya trade finance tidakiah sebagus market share domestiknya.
Dalam karya akhir ini akan dibahas mengenai strategi Bank X dalam meningkatkan fee based income dan transaksi international. Pembahasan difokuskan pada fee based lncomee dari International payment services dan international trade services diluar pendapatan selisih kurs. Analisis dilakukan atas setiap aspek pada lingkungan umum, Iingkungan industri dan lingkungan internal perusahaan. Pendekatan terutama difokuskan pada kondisi dan Strategi Bank X dalam menghasllkan fee based dan transaksl trade servlces dan remittances, termasuk perbandingan tarlf/pricing yang ditawarkan Bank X dibanding beberapa bank pesaing dalam 3 kategori, yaitu bank pemenlntah, bank swasta naslonal dan bank asing.
Pemilihan bank koresponden khususnya depository bank juga penting untuk dianalisa mengingat fungsi bank koresponden sebagal supplier, distributor dan kasir bagi Bank X merupakan penunjang utama keberhasilan bisnis internasional. Disamping itu dari transaksl dengan bank koresponden juga menghasilkan pendapatan yang disebut rebate sharing.
Dari hasil arialisis dapat ditarik kesimpulan yang akan menjadi acuan atas pengembangan intemational business Bank X dengan tetap bersandar pada core competencnya. Beberapa rekomendasi yang diberikan meliputi:
Perluasan segnien market ke layanan transaksl antar bank, mengingat kebijakan kredit masih tersendat dan potensi Bank X cukup memadai untuk pengembangan jasa outsourcing remittances dan trade services melalui pengembangan produk L/C reissuance atau pnvate labelling.
Perlu adanya tailored service/customizadon berdasarkan prinsip eighty twenty rule atas nasabah korporasi melalul paket produk terpadu, layanan dan tarif khusus, serta bentuk-bentuk layanan lain yang Iebih speslal.
Pengembangan produk TKI remIttance dengan fokus ke negara-negara tujuan TKI. Perlu dllakukan pemasaran langsung oleh cabang-cabang Bank X di daerah kantong-kantong TKI, disamping usaha kerjasama dengan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja IndonesIa (PJTKI).
Pengembangan interrnationaI network melalui bank-bank koresponden yang dapat menghasilkan bisnis dan memberikan rebate yang menguntungkan.
Pengernbangan teknologl dan media transaksl terutama untuk meningkatkan bisnis layanan antar bank dengan pengembangan sistern aplikasl on-line pada client bank serta peningkatan features layanan Internet banking untuk memenuhi kebutuhan nasabah pada segmen korporasi.
Efisiensi blaya melalul sentralisasi aktlvltas back office yang low customization, sangat diperiukan untuk menlngkatkan efislerisi dan utliltas agar mencapai cost leaderhip bagi layanan outsourcing transaksl antar bank.
Dengan telah selesalnya proses divestasi saham Bank X dan kini ada Investor baru dari luar negerl sebagal mitra strategls pemerlntah, maka dlharapkan akan ada beberapa perbaikan kebijakan terutama credit policy dan perubahan orientasi untuk go international sehlngga dapat makin meningkatkan kinerja Bank X."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T2377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Nurhayati
"Dalam suasana persaingan sesama bank dan persaingan dengan lembaga keuangan bukan bank yang semakin ketat dewasa ini, bank bank harus lebih cerdik agar bisa bertahan dalam bisnis. Beberapa bank, mungkin perlu menyuntikkan modal baru, dan atau mengurangi kredit agar aktiva yang mengandung resiko tidak bertambah demi pemenuhan CAR minimum.
Dalam situasi sulit mencari sumber pasok dana dan banyak nya kredit macet, maka upaya meningkatkan pendapatan fee based income dapat merupakan satu alternatif selain upaya penghematan biaya. Fee business yang beresiko lebih kecil daripada bisnis peminjaman dan penempatan uang ini, lebih bersifat padat karya. Sekalipun memerlukan investasi yang memadai pada berbagai sarana, dan penataan sistem informasi dan pemasaran yang baik, ia merupakan sinergi yang baik untuk upaya pendayagunaan karyawan bank secara lebih optimal.
Untuk meningkatkan fee-based income, yang saat ini baru mencapai 10 persen saja dari total pendapatan bank bank di Indonesia, diperlukan upaya sungguh sungguh. Strategi yang Cocok harus memperhatikan kondisi interen dan eksteren bank tersebut. Karena itu, pemahaman yang lebih baik atas lima kekuatan utama yang mempengaruhi persaingan, akan sangat membantu dalam perumusan strategi yang tepat.
Di Bank BNI, misalnya, walaupun sebagian besar masih merupakan basic service fee, dan jumlahnya secara rata rata hanya 4,11 persen dan total pendapatan, laju pertumbuhan fee based income meningkat terus, Sumbangannya terhadap laba kotor dan marjin kontribusinya hampir 5 kali lipat dari marjin kontribusi pendapatan bunga bank BNI, merupakan suatu sinyal prospek yang baik. Karena itu, upaya peningkatan fee-based income bank BNI selalu mendapat perhatian dari seluruh jaja ran. Kebijakan Umum Direksi dan RKAP 1992, berisikan kebija kan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, meningkat kan pelayanan mutu produk, pemasaran serta profesionalisme dan etika pegawai. Selain mengembangkan berbagai produk baru, bank BNI tetap memonitor dan mengkaji produk yang ada.
Dengan jaringan cabang kedua terbesar setelah BRI, dan sistem informasi terkomputerisasi dan sistem pendidikan karyawan yang sejajar atau lebih unggul daripada bank bank lainnya, penulis berkesimpulan bahwa strategi dasar yang paling cocok bagi BNI dalam meningkatkan fee based incomenya adalah strate gi differensiasi. karena BNI saat ini masih kalah efisien dengan bank bank lainnya, terutama dalam biaya karyawan dan biaya lainnya, sedangkan Fee business, lebih merupakan kegia tan padat karya daripada padat modal. Untuk itu, perlu diru muskan product features yang khas untuk berbagai produk produk baru yang sedang digali dan dikembangkan, terutama pada produk produk sisi liabilities."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Y. Bambang Harjono
"Rekapitalisasi perbankan oleh pemerintah, kini telah memasuki tahap akhir. Beberapa bank telah menyelesaikan program tersebut dan dikembalikan pengawasannya oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kepada Bank Indonesia. Salah satu dari bank yang telah lulus dari rekapitalisasi tersebut adalab PT Bank Central Asia, Tbk. (BCA).
Dengan selesainya program tersebut, tantangan yang baru kini menghadang BCA. Tantangan itu ìalah bagaimana menerapkan visi dan misi hasil paradigma baru, ke dalam suatu strategi yang sesuai dengan perkembangan industri perbankan nasional. Strategi tersebut harus dapat memanfaatkan kekuatan yang dimiliki (jaringan cabang dan ATM yang luas, reputasi yang baik, customer base yang besar, dll) untuk menganibil peluang yang ada, terutama di sektor Usaha Kecil dan Menengah.
Mencermati perkembangan persaingan perbankan yang semakin ketat, maka fokus studi pada karya akhir ini adalah untuk menganalisis dan mengusulkan strategi bisnis bagi BCA untuk tahun 2002 ? 2004, berdasarkan keunggulan, kemampuan, dan faktor-faktor yang terdapat pada perusahaan yang dapat mempengaruhi perkembangan kinerja bank dalam meningkatkan daya saingnya. Dengan demikian bank dapat memfokuskan kegiatan operasionalnya pada segmen Usaha Kecil dan Menengah khususnya dalam menghadapi dinamika persaingan industri perbankan di Indonesia serta meningkatkan daya saìngnya di masa yang akan datang. Untuk menggambar dinamika persaingan perbankan, digunakan beberapa bank, baik yang berasal dan bank pemerintah, bank swasta nasional maupun bank asing.
Berkenaan dengan semakin ketatnya persaingan perbankan di masa yang akan datang - terutama dengan masuknya bank asing di Indonesia ? BCA dapat melakukan pembenahan yang bertujuan untuk mengatitisipasi persaingan tersebut. Langkah yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan diferensiasi produk, investasi di bidang penelitian dan pengembangan (Litbang), penelitian dan pengembangan (Litbang), pembelian aset berkualitas dari BPPN, aliansi dengan bank asing, pelatihan terhadap karyawan yang berpotensi serta rasionalisasi terhadap karyawan yang kurang berkembang.
Penerapan strategi yang tepat khususnya dalam segmen pasar UKM - akan menghasilkan perkembangan dan penguasaan pasar yang mengikat. Namun demikian sernuanya tidak akan mungkin terjadi j¡ka tidak didukung oleh komitmen yang kuat dari seluruh karyawan perusahaan. Sebab suatu strategi baru akan berjalan dengan efektif jika dilaksanakan scara konsisten dan berkesinambungan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T2376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Akhir Priatmaja
"PT. Pos Indonesia (Pos Indonesia) adalah salah satu BUMN yang mengemban dua tugas penting negara, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa pelayanan pos yang terjangkau di seluruh pelosok nusantara, sekaligus juga memberikan keuntungan bagi negara. Namun, akibat persaingan yang sangat ketat, serta biaya operasional yang semakin meningkat, Pos Indonesia mengalami kinerja keuangan yang kurang baik. Untuk menghadapi permasalahan teresbut, Pos Indonesia memformulasikan strategi yang memiliki sasaran strategis 3G, yaitu ?Good place to work, Good place to shop, Good place to invest?.
Strategi adalah hal penting agar perusahaan dapat bersaing dan memenangkan persaingan. Namun hal yang terpenting adalah justru implementasi strategi itu sendiri. Untuk memformulasikan dan mengimplementasikan strategi, dibutuhkan suatu sistem manajemen stratejik yang dapat menterjemahkan misi, visi, strategi pada tindakan nyata dalam bentuk program kerja. Sesuai dengan sasaran strategis 3G tersebut, Pos Indonesia berencana untuk menerapkan sistem pengukuran kinerja berbasis balanced scorecard. Sistem tersebut akan digunakan untuk memonitor dan mengendalikan kinerja Pos Indonesia setiap saat seperti layaknya dashboard pada sebuah mobil.
Dalam perkembangannya, balanced scorecard sesungguhnya merupakan suatu sistem manajemen stratejik yang tidak hanya mencakup sistem pengendalian kinerja saja. Lebih dari itu, balanced scorecard dapat dimanfaatkan untuk menerjemahkan strategi ke dalam program kerja. Selain itu, penerapannya juga membutuhkan usaha yang spesifik, agar dapat efektif dijalankan. Untuk itu, consulting paper ini akan membahas upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan oleh Pos Indonesia dalam menerapkan balanced scorecard sebagai sistem manajemen stratejiknya. Namun sebelum itu, akan di bahas terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Pos Indonesia kurang dapat mengimplementasikan strateginya secara efektif dengan menggunakan model manajemen stratejik yang dimilikinya saat ini.
Berdasarkan hasil study, dilihat bahwa permasalahan yang dihadapi oleh Pos Indonesia dalam mengimplementasikan strateginya adalah penentuan sasaran dan pengukuran kinerja. Pos Indonesia memang telah memiliki berbagai sasaran strategis, namun masih belum cukup jelas dan kurang terfokus. Pada Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) disebutkan banyak sekali sasaran strategis yang kurang terfokus. Selain itu, pengukuran kinerjanya pun masih belum cukup jelas untuk mendukung pencapaian sasaran strategis 3G. Pos Indonesia pun terlihat kurang dapat mengimplementasikan strateginya, karena program kerja dan anggaran yang dicanangkan terlihat masih belum terkait dengan strateginya.
Dari analisa tersebut, consulting paper ini mengusulkan agar Pos Indonesia menerapkan balanced scorecard sebagai lebih dari sekedar sistem pengendalian kinerja, melainkan menjadikannya sebagai sistem manajemen stratejik. Ini dilakukan untuk memudahkan Pos Indonesia mengimplementasikan strateginya dalam bentuk program kerja. Selain itu, balanced scorecard memiliki framework yang cukup lengkap sehingga organisasi dapat berfokus pada strategi. Di sini juga ditekankan bahwa penerapan balanced scorecard membutuhkan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dan pemberdayaan, serta didukung oleh budaya perusahaan yang kuat.

PT. Pos Indonesia (Pos Indonesia) is one of state owned enterprise that has two major mission. First they should provide postal service, with affordable price and reach nationwide (known as Universal Service Obligation). Second they should be a profitable company. With fierce competition and increasing operational expenses, Pos Indonesia lately has a unfavorable financial performance. Therefore, Pos Indonesia formulated a new strategy which has the strategic objectives namely 3G: ?Good place to work, Good place to shop, Good place to invest?.
Strategy is one of the important thing that a company should have in order to be competitive. But the most important thing is the implementation itself. To implement the strategy, it requires a strategic management system that can translate the mission, vision, and strategy into operational terms in initiative programs. According to the strategic objective, Pos Indonesia plans to implement a performance measurement system based on balanced scorecard. The system will be used for monitoring and controlling the performance of Pos Indonesia in a real time, like a dashboard system.
Balanced scorecard has evolved from a measurement system to a strategic management system. It requires commitment at all levels and strong leadership to implement the system. Therefore, this consulting paper will explain the principles that have to be done by Pos Indonesia in order to implement balanced scorecard as its strategic management system. Before that, it will be explained the factors that makes Pos Indonesia unable to implement its strategy.
Based on the study, it can be concluded that the problem that Pos Indonesia in implementing its strategy is its disability to set clear and focus strategic objectives and its performance measurement. In the Company Long Term Plan (Rencana Jangka Panjang Perusahaan), there are many unfocused strategic objectives mentioned. Instead, the performance measurement is not clear enough to support its strategy. It is obviously seen that Pos Indonesia has problems with implementing its strategy. It?s initiative programs and budget seems not linked with the strategy. From the analysis, it will be suggested that Pos Indonesia should implement balanced scorecard, not only as a performance measurement system, but as a strategic management system.
It is suggested because balanced scorecard could alleviate Pos Indonesia to formulate and implement strategy into a concrete initiative programs. Instead of that, balanced scorecard has an adequate framework so that it can create a strategy focused organization. One thing that should be taken into consideration that its implementation needs a strong communicating and empowering leadership style and supported by strong corporate culture."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T25481
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lakhsmi Damayanti
"Dalam era perdagangan bebas, proses globalisasi akan mendorong negara-negara untuk dapat turut serta secara aktif dalam pasar bebas atau internasional dimana dunia menjadi satu unit ekonomi yang saling terkait sehingga suatu perusahaan dapat dengan mudah melakukan kegiatan bisnis dan bersaing melewati batas-batas nasional suatu negara. Suatu perusahaan dan suatu negara dapat menjadi pesaing bagi perusahaan di negara lain.
Oleh karena itu, untuk dapat bersaing di pasar internasional, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dituntut untuk memiliki tingkat efisiensi usaha yang tinggi, profesional serta tanggap terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan usahanya dengan merancang suatu strategi agar dapat memiliki daya saing.
PT Surveyor Indonesia (PT SI) sebagai salah satu BUMN yang bergerak pada bidang jasa survey, appraisal dan inspection juga tidak terlepas dari semua pengaruh lingkungan global. Untuk dapat bertahan dalam kompetisi global, strategi PT SI harus tanggap terhadap berbagai kemungkinan perubahan yang akan terjadi, dimana PT SI harus dapat melakukan penyesuaian strategi secara tepat dan cermat.
Untuk mengantisipasi hal diatas, PT SI akan melakukan turn around strategy atau pemulihan usaha kembali perusahaan terutama dalam aspek peningkatan pendapatan dan pengurangan biaya. Peningkatan pendapatan dilakukan bukan hanya dengan cara menurunkan fee namun juga meningkatkan kualitas sumber daya yang menjadi aset perusahaan.
Sedangkan pengurangan biaya dilakukan melalui efisiensi operasi dengan cara melakukan restrukturisasi organisasi secara keseluruhan, pengurangan biaya di bagian supporting Units, peningkatan operasi serta peningkatan produktivitas tenaga kerja.
Pada bulan November 2000, PTSI membentuk tim restrukturisasi untuk menyusun strategi restrukturisasi. Tujuan utama dari dibentuknya tim ini adalah untuk menyiapkan suatu rencana reformulasi strategi di segi keuangan dan organisasi agar perusahaan dapat tetap bertahan serta meningkatkan keuntungan atau laba perusahaan.
Setelah dianalisa oleh tim restrukturisasi tersebut, kelemahan utama yang dimiliki PT Surveyor Indonesia adalah kelemahan yang bersifat internal. Hal inilah yang kemudian harus dibenahi agar perusahaan dapat beroperasi dengan optimal untuk mendapatkan revenue yang lebih baik. Usaha pemulihan kondisi perusahaan tersebut dilakukan dengan proses turn around, yang dilakukan melalui beberapa tahap sampai pada akhirnya dapat menjadikan PT Surveyor Indonesia yang dapat berkompetisi lebih baik di industri surveyor, inspection dan appraisal.
Upaya-upaya yang dilakukan menekankan pada eflsiensi biaya non operasional juga pada pengembangan konsep pemasaran dan pemilahan tugas divisi-divisi serta biro biro pendukung juga cabang-cabang sebagai ujung tombak perusahaan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soeseno Adi
"Gas bumi atau gas aiam yang merupakan bahan bakar dan bahan baku industri adalah salah satu kekayaan alam Indonesia dan menjadi sumber daya alam andalan bagi negara Indonesia terutama untuk menghasilkan devisa yang sangat besar bagi pemerintah. Sumber daya alam ini juga telah menjadikan Indonesia dikenal sebagai produsen dan pengekspor gas alam cair terbesar di dunia selama lebih dan sepuluh tahun terakhir ini.
Namun demikian, gas bumi yang dihasiikan tersebut tidak bisa dinikmati secara optimal oleh masyrakat Indonesia sendiri. Alokasi penjualan gas bumi lebih banyak disalurkan ke luar negeri dari pada ke dalam negeri dengan alasan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor gas alam cair ke luar negeri. Ketimpangan alokasi gas bumi ini secara jangka panjang akan banyak merugikan bangsa Indonesia sehingga sebaiknya ketimpangan alokasi ini tidak boleh dibiarkan begitu saja mengingat manfaat gas bumi yang sangat banyak. Bahkan gas bumi mampu menciptakan keunggulan kompetitif nasionat Indonesia dalam persaingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
PT Perseroan Gas Negara (Persero), selanjutnya disingkat PGN, diberi tugas dan kewenangan secara eksklusif (exclusive assignment] oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 1994, untuk mengembangkan dan mendistribusikan gas bumi ke pasar domestik. Berdasarkan hal tersebut, PGN memfokuskan bisnisnya pada lini bisnis distribusi dan lini bisnis transmisi gas bumi. Distribusi gas berkaitan dengan bisnis retail gas untuk konsumsi rumah tangga, kepentingan komersial, dan industri kecil lainnya melalui * pipa distribusi, sementara itu transmisi gas berkaitan dengan bisnis gas untuk konsumsi industri berskala besar dan jasa transportasi gas melalui pipa transmisi.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, PGN membutubkan kejelasan visi, misi, dan strategi bisnis jangka panjang PGN sehingga PGN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan public utility company mampu memberikan layanan yang lebih merata dan dinikmati oleh banyak kalangan di Indonesia baik secara langsung melalui konsumsi gas untuk rumah tangga, komersial, dan industri domestik maupun secara tidak langsung melalui perolehan devisa hasil penjualan ke pasar luar negeri. Selain itu, PGN perlu memiliki strategi yang tepat guna mendukung penciptaan keunggulan kompetitif nasional.
Penelitian ini menghasilkan saran pengembangan strategi bagi PGN agar melakukan refonnulasi visi dan misi PGN guna mendukung penciptaan keunggulan kompetitif nasional, merintis penciptaan keunggulan kompetitif nasional dalam industri gas bumi dan penguasaan teknologi dan manajemen pemanfaatan gas bumi, melakukan strategi penetrasi pasar dalam negeri yang secara proaktif memberi masukan kepada Pemerintah dan DPR untuk memberi dukungan politik, dan menciptakan aliansi stratejik antara PGN dan produsen gas bumi di Indonesia mengingat posisi PGN sebagai penjual atau penyalur gas bumi dan bukan sebagai produsen gas bumi akan banyak dilemahkan oleh pemberlakuan UU Migas No. 22 tahun 2001. Strategi ini harus secara konsisten dan terus menerus dikerjakan oleh PGN dengan dukungan Pemerintah agar manfaat gas bumi bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Ramawijaya
"Sebelum krisis moneter terjadi, industri rokok di Indonesia mempunyai peluang pertumbuhan yang sangat baik. Hal ini tercermin dari hampir selama sepuluh tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan industri rokok di Indonesia mencapai 5% per tahunnya dan pertumbuhan tersebut sejalan dengan rata-rata pertumbuhan industri di Indonesia sebesar 7% pertahun (GAPPRI: 1993 - 1997).
Setelah krisis moneter mulai melanda Asia yang diawali dengan merosotnya nilai mata uang Bath dipertengahan tahun 1997, gejolak ekonomi di kawasan Asia telah mengimbas hampir semua pelaku bisnisnya. Ini terlihat pada akhir tahun 1997 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalarni penurunan hingga tingkat 4,5% dibandingkan pertumbuhan pada tahun sebelumnya dan bahkan keadaan ekonomi tahun 1998 diperkirakan akan lebih sulit lagi.
Kondisi-kondisi tersebut mengharuskan para pelaku bisnis, khususnya dalam industri rokok untuk segera memformulasikan strateginya kembali. Pengembangan terhadap misi suatu bisnis, mengidentifikasi peluang dan ancaman pada organisasi perusahaan, rnenentukan kelebihan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan, menetapkan tujuan jangka panjang adalah beberapa hal penting yang harus diformulasikan kembali untuk rnengantisipasi darnpak ketidakpastian dirnasa mendatang.
PT. Britih American Tobacco Indonesia Thk (PT. BAT Indonesia Thk) adalah salah satu perusahaan multinational dalam lingkup British American Tobacco Group yang bergerak dalarn industri rokok di Indonesia. Pada tahun 1997, PT. BAT Indonesia bk tercatat menguasai 6% dari pasar rokok di Indonesia, setelah PT. Gudang Gararn Tbk sebesar 42% dan PT. HM Sampoerna sebesar l 0% (GAPPRI: 1993 - 1997). Situasi ekonomi Indonesia yang ditandai dengan kenaikan inflasi, tingkat suku bunga yang tinggi, melemahnya nilai tukar rupiah, serta penurunan daya beli masyarakat, berpengaruh besar atas kinerja PT. BAT Indonesia Tbk. Hal tersebut ditambah lagi dengan persaingan dari industri rokok domestik yang umumnya mendominasi pasar di Indonesia.
Adapun permasalahan-permasalahan tersebut tidak akan berdampak negatif dalam waktu dekat, tetapi strategi yang tepat harus mulai direncanakan dari sekarang. Apabila perusahaan mengabaikan permasalahan tersebut dan hanya berusaha untuk mengatasinya pada saat krisis ini saja, hal tersebut akan menghadapkan pihak manajemen pemsahaan PT. BAT Indonesia Tbk pada krisis waktu dan kesempatan.
Dalam pembahasan karya akhir ini akan menggunakan pendekatan ilmiah strategic management yang memfokuskan pada pembentukan formulasi strategi. Komponen-komponen utama yang membentuk formulasi strategi ini digunakan sebagai kerangka utama dalam melakukan analisa pembahasan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah mengenai pengembangan misi dan tujuan suatu bisnis serta identiftkasi pengaruh lingkungan eksternal dan internal perusahaan, dan terakhir merumuskan beberapa alternatif strategi.
Untuk lebih memfokuskan pada lingkungan internal PT. BAT Indonesia Tbk., maka diperlukan identifikasi kembali kompetensi khusus (distinctive competence) yang dimiliki saat ini. Kompetensi khusus yang berupa superioritas dari efesiensi, inovasi, kualitas, dan customer responsiveness yang dibutuhkan dalam upaya untuk mengembangkan keunggulan daya samg yang berkesinambungan (sustainable competitive advantage). Demikian halnya dengan lingkungan ekstemal PT. BAT Indonesia Tbk., juga akan difokuskan pada perubahan faktor-faktor lingkungan makro seperti perubahan ekonomi makro, sosial, pemerintah, teknologi, dan hukum yang berdampak langsung pada kinerja perusahaan saat ini. Sedangkan untuk lingkungan industri akan dibahas mengenai pemain dalam struktur industri rokok di Indonesia.
Selanjutnya setelah terbentuknya penetapan misi dan tujuan, serta telah dilakukannya identifikasi dari peJuang dan ancaman yang terdapat pada Jingkungan ekstemal, dan kompetensi khusus yang dimiJiki beserta kelemahan-kelemahan yang terdapat pada internal perusahaan, maka secara bersama dianalisa dengan menggunakan SWOT Analysis. Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor ekstemal dan internal secara sistematis untuk dapat merumuskan berbagai aJternatif strategi perusahaan.
Tahap akhir dari formulasi strategi adalah pemilihan strategi yang akan diterapkan pada perusahaan. Beberapa altematif perumusan strategi basil anaJisis SWOT tersebut, difokuskan dengan menggunakan konsep strategic business unit (differentiation, cost leadership, danfocus khususnya market niche) yang dipadukan dengan konsep strategi competing on the edge (Brown & Eisenhardt Competing on The Edge: Strategy as structured chaos: 1998). Konsep strategi competing on the edge turut digunakan dalam pembahasan ini dikarenakan mempertimbangkan terhadap perubahan yang telah teljadi secara drastis pada hampir semua faktor lingkungan makro di Indonesia yang secara langsung berdampak pada perubahan yang cepat dan tidak dapat diprediksi pada struktur industri di Indonesia khususnya industri rokok.
Dari keseluruhan kondisi-kondisi tersebut diatas, baik berupa misi PT. BAT Indonesia Tbk untuk tetap mengembangkan usahanya, situasi lingkungan eksternal yang tidak menentu dan sulit diprediksi, serta kompetensi khusus yang dimiliki PT. BAT Indonesia Tbk saat ini, maka formulasi strategi utama yang sebaiknya diterapkan oleh PT. BAT Indonesia Tbk adalah leadership strategy, yaitu strategi yang berorientasikan pada pertumbuhan usaha dalam lingkungan industri rokok Indonesia yang sedang menurun, dengan cara mengambil market share dari perusahaan rokok lainnya.
Selanjutnya strategi pendukung yang sebaiknya digunakan PT. BAT Indonesia Tbk untuk dapat mencapai posisi leadership dalam industri rokok yang kondisinya sedang menurun tersebut, adalah dengan menerapkan navigating the edge of chaos, improvisasi. Improvisasi secara umum adalah apa-apa yang memungkinkan bagi tingkatan manajemen PT. BAT Indonesia Tbk untuk melanjutkan dan menciptakan penyesuaian terhadap perubahan pasar dan secara konsisten menggerakan merek-merek rokok yang ada ke berbagai segmen pasar yang ada.
Adapun kunci sukses dari taktik startegi ini dibangun berdasarkan kombinasi pada merek, inovasi produk, dan biaya rendah untuk mencapai leadership dalam setiap segmen pasar yang dimasuki. Adapun konsep kunci dari improvisasi ini yang harus diterapkan pada PT. BAT Indonesia Tbk, adalah: adaptive culture (menciptakan keluwesan budaya perusahaan), semi-structure (menciptakan keluwesan struktur organisasi sekaligus dihara~kan tidak terjadi kekacauan mekanisme struktur yang sedang berjalan), dan real-time communication (menciptakan komunikasi berdasarkan kelompok-kelompok fungsional yang bertemu secara berkala dan dipusatkan pada pelaksanaan waktu sesungguhnya)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soeseno Bong
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>