Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125995 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rizal Prajna Fatawi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis argumentasi pemikiran pergeseran perubahan sistem pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang ke sistem dalam bentuk murni aslinya, dan substansi yang mempengaruhi pemberlakuan sistem pembuktian terbalik dalam bentuk murni aslinya, pada proses pemeriksaan di pengadilan. Permasalahannya ialah apakah yang menjadi faktor pendorong pemerintah agar segera melakukan perubahan sistem pembuktian terbalik ke arah bentuk murni aslinya, dan bagaimana pemikiran mengenai kemungkinan pemberlakuan sistem tersebut.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang berbasis pada analisis terhadap norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan untuk memandu penelitian digunakan teori beban pembuktian yang ditekankan pada terdakwa dalam hal ini terdakwa berperan aktif menyatakan bahwa dirinya bukan pelaku.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan KKN yang melanda bangsa Indonesia sudah sangat serius, dan merupakan kejahatan yang luar biasa dan menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu dalam usaha memerangi dan memberantas korupsi di Indonesia, perlu adanya perubahan sistem pembuktian terbalik dari yang bersifat terbatas ke arah sistem murni aslinya. Namun demikian, dalam penerapannya juga harus tetap memperhatikan asas praduga tak bersalah dan hak asasi manusia, serta adanya ramburambu yang ketat untuk mencegah tindakan kesewenangwenangan oleh penguasa terutama aparat penegak hukum.
Hasil penelitian juga mendapati adanya prasyarat bahwa dalam penerapan sistem pembuktian terbalik itu diperlukan pembersihan terlebih dahulu dari atas ke bawah, baik penyelenggara negara maupun aparat penegak hukum. Sementara itu, kemauan dan komitmen politik sangat diperlukan, juga dukungan dan partisipasi masyarakat untuk selalu mendorong dan menjaga momentum pemberantasan korupsi secara terusmenerus, berkelanjutan dan berkesinambungan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Beban pembuktian adalah bagian dalam sistem hukum pembuktian. Hukum pembuktian tindak pidana
korupsi mengenal system beban pembuktian terbalik. Pertama, mengenai pembuktian tindak pidananya.
Namun terbatas pada tindak pidana menerima suap gratifikasi yang nilainya Rp 10 miliar atau lebih
[Pasal 12B (1a)]. Kedua, mengenai harta benda terdakwa yang belum didakwakan (Pasal 38B). Tidak
banyak manfaatnya untuk membuktikan tindak pidana selain kedua objek tersebut. Untuk membuktikan
tindak pidana korupsi selain yang disebutlkan pertama, menggunakan sistem biasa ialah dibebankan
pada jaksa. Dalam praktik dapat menimbulkan persoalan, yakni pertentangan antara hasil pembuktian
beban pembuktian terbalik antara objek yang pertama dan yang kedua. "
340 ARENA 6:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Soeprapto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Masalah korupsi merupakan masalah yang besar dan menarik sebagai persoalan hukum yang menyangkut jenis kejahatan yang rumit penanggulangannya, karena korupsi mengandung aspek yang majemuk dalam kaitannya dengan politik, ekonomi,dan sosial-budaya. Berbagai upaya pemberantasan sejak dulu ternyata tidak mampu mengikis habis kejahatan korupsi. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu: kompleksitas persoalan korupsi, kesulitan menemukan bukti, dan adanya kekuatan yang menghalangi pemberantasan korupsi. Konstruksi sistem hukum pidana yang dikembangkan akhir-akhir ini di Indonesia masih bertujuan untuk mengungkap tindak pidana yang terjadi, menemukan pelaku serta menghukum pelaku dengan sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana kurungan. Sementara itu, isu pengembangan hukum dalam lingkup internasional seperti konsepsi tentang sistem pembuktian terbalik terkait tindak pidana dan instrumen hukum pidana belum menjadi bagian penting di dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Selanjutnya, mengenai sistem atau beban pembuktian dalam tindak pidana korupsi, ternyata dalam praktek dijumpai banyak kendala karena pelaku tindak pidana korupsi melakukan kejahatannya dengan sangat rapi dan sistemik. Salah satu cara yang ditempuh untuk mengatasi keadaan tersebut adalah melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang telah mencantumkan ketentuan mengenai pembuktian terbalik (reversal burden of proof). Persoalannya kemudian adalah apakah ketentuan tersebut telah diterapkan secara tepat dan utuh dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi sehingga implementasinya dapat berjalan dengan efektif sesuai dengan koridor hukum yang berlaku."
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adami Chazawi
Bandung: Alumni, 2006
345.023 ADA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1997
S22142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Rahmadini
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S22170
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"makalah ini disampaikan dalam diskusi yang diselenggarakan oleh BPHN DEPKUMHAM RI Provinsi yogyakarta "
300 MHN 1:1 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Shinto Bina Gunawan
"Akhir-akhir ini sangat banyak kasus korupsi dan money laundering yang sulit dibawa ke proses pengadilan dengan menjatuhkan hukuman berat kepada para pelakunya karena kurang lengkapnya alat-alat bukti yang disajikan termasuk saksi. Di lain pihak, menurut akal sehat tidak mungkin seorang penyelenggara negara memiliki harta kekayaan dalam jumlah besar tanpa ikut melakukan korupsi. Oleh sebab itu, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus mencoba menerapkan sistem pembuktian terbalik pada kasus dugaan korupsi dan money laundering yang dilakukan oleh Bahasyim Assifie, seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
Sistem pembuktian terbalik memang belum bisa diterapkan di Indonesia pada karena keterbatasan perangkat aturan yang memberi payung hukum dalam penerapannya. Akan tetapi, dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sistem pembuktian terbalik dapat diterapkan pada dugaan tindak pidana korupsi dan money laundering yang dilakukan oleh Bahasyim Assifie.
Penerapan sistem pembuktian terbalik pada kasus Bahasyim Assifie ini merupakan sejarah dalam penegakan hukum di Indonesia, karena baru pertama sekali diterapkan dalam perkara tindak pidana korupsi dan money laundering. Penerapan sistem pembuktian terbalik dalam persidangan perkara Bahasyim Assifie merupakan kreativitas dari majelis hakim sebagai cerminan integritas moral untuk memberikan putusan yang memenuhi rasa keadilan.
Perkara Bahasyim Assifie pada tanggal 3 Februari 2011 telah divonis dengan pidana penjara 10 tahun dan perampasan harta kekayaan miliknya senilai sekitar Rp. 64 milyar, dan bahkan telah dikuatkan pula oleh Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan menambah masa hukuman menjadi 12 tahun penjara. Putusan ini mendapat apresiasi dari publik, dengan harapan bahwa sistem pembuktian terbalik dapat diterapkan pada persidangan tindak pidana korupsi dan money laundering lainnya, karena selain efektif untuk merampas harta kekayaan para pelaku tindak pidana korupsi dan money laundering, sistem pembuktian terbalik juga efektif memberi penjeraan bagi para pelaku dengan putusan pemidanaan badan dengan masa penjara yang cukup lama.

Lately so many cases of corruption and money laundering is difficult to be brought into litigation by imposing severe punishment to the perpetrators because the complete lack of evidence presented, including witnesses. On the other hand, according to common sense is not possible for a state apparatus has a large amount of wealth without being corrupt. Therefore, the Directorate of Criminal Investigation Special Investigator to try to apply the system of proof in cases of alleged corruption and money laundering committed by Bahasyim Assifie, an employee of the Directorate General of Taxation.
The system of proof is not yet applicable in Indonesia on due to the limitations set of rules that give legal protection in its application. However, by Act No. 31 of 1999 which was then amended in Law No. 20 Year 2001 on Combating Criminal Acts of Corruption, and Law No. 15 of 2002 as amended in Act No. 25 of 2003 on Crime Money Laundering, the latest by Law Number 8 Year 2010 on the Prevention and Combating Money Laundering, the system of proof can be applied to allegations of corruption and money laundering committed by Bahasyim Assifie.
Implementation of the system of proof in this case Bahasyim Assifie is history in law enforcement in Indonesia, because the first one applied in cases of corruption and money laundering. Implementation of the system of proof in court cases Bahasyim Assifie is the creativity of the judges as a reflection of the moral integrity to give a verdict that sense of fairness.
Case Bahasyim Assifie on February 3, 2011 has been sentenced to imprisonment for 10 years and confiscation of his property valued at around Rp. 64 billion, and has even been confirmed also by the Jakarta High Court decision to increase the sentence to 12 years in prison. This ruling is received appreciation from the public, with the hope that the system of proof can be applied in the trial of corruption and money laundering others, because in addition to effectively seize the wealth of the perpetrators of corruption and money laundering, an effective system of proof also gives penjeraan for offender with the sentencing decision of the body with the prison long enough.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29635
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"indonesia dinyatakan sebagai negara terkorup nomor 1 di asia pasifik berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh berbagai sumber. keinginan berbagai pihak untuk mempercepat upaya pemberantasan korupsi di indonesia. posisi indonesia tersebut sangat disayangkan mengingat indonesia telah melakukan reformasi pada 1998 dan sepakat memberantas korupsi kolusi dan nepotisme (KKN)"
300 JIH 1:1 2010
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>