Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107266 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joko Martanto
"Pergaulan bebas berdampak pada perkembangan remaja dan tidak bisa lepas dari permasalahan. Remaja merupakan masa-masa kritis dan pencarian identitas diri karena remaja tidak bisa beradaptasi dan melewati masa krisis dapat terlibat dalam perbuatan kriminal. Akibat kenakalan pada remaja menjadikan remaja menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan.
Program pembinaan dengan pendidikan, ketrampilan maupun kemandirian merupakan salah satu ketrampilan yang akan menjadi bekal untuk bekerja, berkeluarga dan bermasyarakat sesuai dengan sistem pemasyarakatan menjadikan warga binaan/anak didik di pemasyarakatan menjadi manusia yang mandiri dan bertanggung jawab.
Beberapa program pembinaan pada anak didik telah dilakukan namun demikian dalam proses pelaksanaannya masih terdapat kendala antara lain anak didik kurang berminat terhadap program-program pembinaan, kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan di lembaga pemasyarakatan. Salah satu sebabnya adalah anak merasa tidak berminat dengan kegiatan yang sesuai dengan keinginannya. Selain itu anak merasa belum terbuka terhadap petugas, dikarenakan komunikasi yang dilakukannya kurang berjalan optimal. Sedangkan petugas dalam pembinaan masih ada yang menggunakan cara dengan kekerasan bila anak didik tidak mengikuti aturan dan program pembinaan yang dilaksanakan.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya dalam memperbaiki dan menjadikan program pembinaan sebagai salah satu kegiatan mengembalikan anak kepada orang tua dan masyarakat. Di sisi lain diharapkan petugas dapat berperan sebagai pengganti orang tua di saat anak menjalani hukuman dalam lembaga pemasyarakatan. Untuk itu dilakukan intervensi dengan tujuan menciptakan anak yang selaras dengan norma dan anak dapat beradaptasi dengan program pembinaan. Salah satu intervensi yang dilakukan melalui komunikasi interpersonal.
Dalam tugas akhir ini penulis menawarkan program pelatihan komunikasi interpersonal bagi petugas khususnya petugas pembinaan dengan kemampuan ketrampilan komunikasi pada petugas diharapkan petugas lebih arif dan bijak dalam berhubungan dengan anak didik. Sehingga program yang dilaksanakan dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik.
Berdasarkan dengan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hal yang mempengaruhi keberhasilan anak didik dalam mengikuti program pembinaan adalah diikuti dengan ketrampilan petugas dalam hal komunikasi interpersonal dengan tujuan petugas dapat lebih memahami keberadaan anak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17798
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pujo Harinto
"ABSTRAK
Sistem Pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak lagi sekedar mengandung aspek penjeraan semata, tetapi juga merupakan suatu upaya untuk mewujudkan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan, yaitu pulihnya kesatuan hubungan Warga Binaan Pemasyarakatan, baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai insan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam sistem ini, narapidana tidak lagi dipandang sebagai obyek dan pribadi yang inheren dengan tindak pidana yang dilakukan, tetapi dipandang sebagai manusia yang memiliki fitrah kemanusiaan, itikad baik dan potensi positif yang dapat digali dan dikembangkan dalarn rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Khusus terhadap narapidana anak yang dikenal dengan istilah Anak Didik Pemasyarakatan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dilakukan usaha yang lebih mengarah pada upaya memberikan bekal keterampilan hidup (life skill) sehingga diharapkan mereka dapat berperan aktif dalam pembangunan.
Penulis mencoba mengajukan program intervensi dalam bentuk pelatihan Keterampilan Hidup (Life Skill) bagi Anak Didik sehingga diharapkan mereka dapat kembali berintegrasi dengan masyarakatnya secara sehat dengan bekal keterampilan yang dimiliki.
Diakhir pelatihan, anak didik diharapkan dapat mengenali kelemahan dan kekuatan atau potensi yang ada pads dirinya, sehingga is dapat mempersiapkan diri guna menyusun rencana pengembangan din dan strategi dalam usaha mewujudkan cita-citanya."
2007
T17661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Rizal Fuadi
"Terdapat variabel-variabel yang membentuk kepribadian anak ketika anak tersebut tumbuh menjadi remaja ataupun dewasa sehingga terjadi perilaku-perilaku menyimpang, pertama yang berasal dari Iuar individu dan kedua dari dalarn individu.
Sehubungan dengan kepribadian pada remaja, rintangan perkembangan remaja menuju kedewasaan itu ditentukan olch faktor-falctor yang mempengaruhi anak di waktu lampau, lingkungan menjadi salah sam faktor yang berperan sckali (social learning). J ika seseorang remqa di masa kanak-kanak banyak mcngalami rintangan hidup dan kegagalan, maka tiustrasi dan konflik yang pemah dialarninya dulu itu merupakan penyebab utama timbulnya deliquency, kegagalan penyesuaian diri dan perilaku yang bertentangan dengan aturan-aturan hukum berupa perilaku kriminal (criminal conduct disorder).
Pembentnkan perilaku anak sehingga menjadi deliquenqy disebabkan penyimpangam penyimpangan yang dilakukan oleh orang tua dan lingkungan sosialnya (significant others), dalam jangka waktu yang Iama dan terus menerus dapat rnembentuk suatu konsep diri (self concept) yang negatif dan menjadi traits dalam kepribadian remaja.
Pendidikan nilai respect dan responsibility terhadap remaja perlu diaphkasikan dalam kehidupan sehari-harinya untuk pengembangan nilai-nilai positif yang ada pada diri remaja sehingga merangsang terbcntuknya konsep diri positiif Pemasyarakatan mempakan institusi yang melaksanakan saiah satu tugas untuk membina remaja yang melakukan tindak pidana agar tidak melanggar hukum kembali. Petugas Pemasyarakatan yang menjadi pembina di Lembaga Pemasyarakatan Anak hams dapat mewujudkan apa yang menjadi Visi dan Misi Pemasyarakatan dalam proses pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Woro Wijayanti
"ABSTRAK
Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa cemas yang dialami petugas baru pada saat pertama kali bertugas di Lembaga Pemasyarakatan. Tujuan lain dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah mempersiapkan petugas baru agar siap dalam melaksanakan tugasnya di Lembaga Pemasyarakatan. Petugas Baru diharapkan menjadi petugas yang berkualitas yang mempunyai kemampuan menyelesaikan tugas dengan cepat dan baik, mengambil keputusan tanpa keragu-raguan dalam menghadapi warga binaan yang bermasalah dan menghilangkan atau mengurangi rasa cemas bila keputusan tersebut tidak diterima oleh petugas senior.
Teori yang dirujuk sebagai dasar dalam pembuatan rancangan program pelatihan pratugas bagi petugas baru di Lembaga Pemasyarakatan adalah teori kognitif.
Analisa pemecahan masalah berangkat dari adanya upaya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa cemas yang dirasakan petugas baru pada saat akan melaksanakan tugasnya di Lembaga Pemasyarakatan. Rasa cemas tersebut disebabkan karena ketidaktahuan mengenai apa dan bagaimana tugas-tugas yang harus diselesaikan, menghadapi warga binaan, menghadapi petugas senior. Pada akhirnya rasa cemas tersebut menimbulkan masalah dimana petugas baru tidak dapat melaksanakan tugasnya seefektif mungkin.
Sebagai salah satu langkah untuk membantu mengatasi masalah tersebut, diantaranya melalui upaya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa cemas petugas baru dengan cara memberikan pelatihan melalui pemberian informasi atau pengetahuan. Program pelatihan pratugas bagi petugas baru di Lembaga Pemasyarakatan memperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan kegiatan pelatihan tersebut, seperti : identifikasi kebutuhan pelatihan, tujuan pelatihan, pelatih/instruktur pelatihan, materi, metode, alat bantu, durasi pelaksanaan, tempat pelaksanaan, biaya dan evaluasi pelatihan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T38010
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Nurcahya
"ABSTRAK
Kenyataan menunjukkan bahwa beberapa anak yang melakukan penyimpangan perilaku dan mengarah pada perbuatan melanggar hukum menyebabkan mereka berurusan dengan hukum dan harus menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak. Dengan menjalani hukuman di Lapas maka anak merasa dirinya bersalah dan tidak berguna sehingga hal ini dapat mengakibatkan konsep diri pada anak menjadi negatif.
Permasalahan yang dihadapi oleh Andik di Lapas dapat ditinjau dari faktor internal dan ekstemal. Faktor internal adalah Andik yang bersikap pesimis, apatis, menarik diri dari pergaulan, dan tidak berani bertindak/mengambil inisiatif terhadap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Faktor ekstemal yaitu adanya peran petugas pembinaan yang tidak optimal karena lebih memperhatikan aspek-aspek pengamanan daripada aspek pembinaan. Penggunaan kekerasan verbal dan hukuman fisik lebih dominan daripada pendekatan non kekerasan melalui fungsi pendampingan dan pengayoman., petugas belum memahami tugas perkembangan Andik, lingkungan fisik bangunan Lapas yang kurang mendukung, dan program pembinaan lebih ditekankan pada aspek keterampilan daripada aspek kepribadian.
Teori-teori yang digunakan adalah delinkuen, konsep diri, konsep diri anak delinkuen, dan pola asuh. Teori-teori tersebut digunakan karena anak yang melakukan pelanggaran hukum (delinkuen) akan menjalani hukuman di Lapas anak yang menyebabkan konsep diri anak menjadi negatif. Dalam hal ini pihak Lapas harus menerapkan pola asuh yang sistematis agar konsep diri Andik menjadi positif.
Intervensi dilakukan untuk mengubah konsep diri negatif Andik menjadi positif yang ditujukan untuk petugas Lapas, Andik, dan institusi Lapas. Intervensi untuk petugas Lapas dan Andik adalah program Pelatihan Pengembangan Did yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan petugas dalam fungsi pembinaan terhadap konsep diri Andik, meningkatkan pengetahuuan petugas tentang peran pengembangan remaja, membantu Andik mengenal potensi-potensi dirinya dalam membuat perencanaan hidup. Intervensi yang dilakukan untuk institusi Lapas adalah berbentuk rekomendasi agar Lapas dapat menciptakan iklim yang kondusif dalam pembentukan konsep diri Andik dengan lebih banyak membuat program pembinaan psikologis; melakukan monitoring dan evaluasi, koreksi dan introspeksi secara sinergis, kontekstual dan efektif dalam rangka pembentukan konsep diri Andik; menciptakan faktor-faktor pendukung pembentukan konsep Andik dengan masa depan Andik setelah is berada di luar Lapas."
2007
T17693
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur`ainun
"Anak adalah generasi penerus, dan juga sekaligus merupakan salah satu aset penting yang ikut menentukan masa depan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Menyadari akan hal tersebut, negara berusaha untuk memberikan jaminan agar setiap anak Indonesia dapat tumbuh kembang secara wajar dan optimal dalam lingkungan masyarakat luas serta mendapatkan hak-haknya. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal (2) yang menyebutkan bahwa:
Penyelenggaran perlindungan anak berdasarkan Pancasila dan berlandaskan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi:
a. non diskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan penghidupan; dan
d. penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam kenyataannya, tidak semua anak dapat menikmati masa kecilnya dengan normal dan dalam lingkungan masyarakat luas. Di antaranya adalah anak-anak yang harus menjalani kehidupannya di dalam lingkungan penjara, atau yang secara resmi disebut Lembaga Pemasyarakatan. Untuk selanjutnya anak-anak ini disebut sebagai Anak Didik Pemasyarakatan yang terbagi dalam tiga kategori yaitu (Sujatno, 2004):
1. Anak Pidana, adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas Anak, paling lama sampai berumur 18 tahun.
2. Anak Negara, adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas Anak, paling lama sampai berumur 18 tahun.
3. Anak Sipil, adalah anak yang atas permintaan orang tua dan walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak, paling lama sampai berumur 18 tahun.
Dari uraian di atas diketahui bahwa batasan umur seorang warga binaan anak adalah mencapai usia hingga 18 tahun, meskipun kenyataannya di Lapas Anak dapat dijumpai anak didik yang berusia hingga 21-24 tahun. Dalam psikologi perkembangan, usia ini dapat digolongkan ke dalam tahap remaja atau masa adolesen (Hurlock, 1996).
Visi dari Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri seperti yang tercantum dalam rencana strategis Ditjen Pemasyarakatan adalah memulihkan kesatuan hubuagan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) sebagai individu, anggota masyarakat dan mahluk Tuhan YME. Sedangkan rumusan misinya adalah melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembiinbingan para WBP serta pengelolaan benda sitaan negara dalam kerangka penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Untuk mewujudkan misi tersebut, dalam kenyataannya bukanlah hal yang mudah. Dalam buku 40 tahun Pemasyarakatan (Ditjen PAS, 2004) menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan tetap dianggap oleh sebagian besar masyarakat adalah penjara. Para narapidana seperti di pengasingan dalam tembok penjara yang tinggi dan seram, serta kegiatan pembinaan dan pemberian pekerjaan dalam Lapas ternyata tidak memberi manfaat bagi para narapidana setelah mereka babas kelak. Hal-hal tersebut di atas hanyalah sebagian temuan kecil yang merupakan masalah-masalah dalam pembinaan narapidana.
Pemenjaraan bagi setiap orang berarti juga dipisahkannya individu tersebut dari lingkungan masyarakat disertai dengan segala pembatasan-pembatasan dalam setiap segi kehidupan. Seperti yang dikemukakan oleh Cooke, Baldwin & Howison (1990) bahwa terdapat berbagai permasalahan yang timbul serta berbagai pengarulmya bagi seseorang sebagai akibat dari pemenjaraan, seperti loss of control, loss of family, lack of stimulation, lack of communication, dan loss of models."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyalahgunaan NARKOBA merupakan fenomena gunung es, yakni apa yang tampak tidak seperti aslinya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa angka pencandu NARKOBA adalali 10 kali lipat dari jumlah yang tercatat resmi. Tujuan dari penelitian adalah mengidentifikasi hubungan yang ditimbulkan oleh teman sebaya/peer group dan perkembangan remaja terhadap penyalahgunaan NARKOBA. Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang Banten denagn jumlah responden 70 orang dan berusia 10 sarnpai 24 tahun. Desain penelitian yang digunakan adalah distribusi frekuensi dan Kai kuadrat untuk menganalisis hubungan antar variabel. Hasil penelitian ini menyiinpulkan ada hubungan yang signifikan antara pengaruh teman sebaya/peer group terhadap penyalahgunaan NARKOBA dengan tidak adanya pengaruh teman sebaya/peer group terhadap penyalahgunaan NARKOBA (p value = 0,000; α = 0,05). Ada hubungan yang signifikan antara tingkat perkembangan remaja yang sesuai, terhadap penyalaligunaan NARKOBA dengan tingkat perkembangan remaja yang tidak sesuai, terhadap penyalahgunaan NARKOBA (p value = 0,000; α = 0,05). Penelitian ini merekomendasikan pada tenaga kesehatan untuk melakukan upaya promotif dan preventif penyalahgunaan NARKOBA yang mengikutsertakan teman sebaya/peer group."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5471
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sunaryo
"Anak didik pemasyarakatan adalah juga sebagai anggota masyarakat yang mempunyai hak-hak yang harus dihormati oleh siapapun. Sebagai insan yang belum dapat berdiri sendiri, perlu diadakan usaha kesejahteraan anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosial. Perbedaan yang mendasar antara anak didik pemasyarakatan dengan masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan hanyalah hilangnya kemerdekaan sehingga meskipun berstatus sebagai anak didik pemasyarakatan (anak pidana, anak negara dan anak sipil), hak privatnya harus tetap dipenuhi. Mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan hak bagi anak didik pemasyarakatan yang sekarang berada dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Hidup bersama sekitar 267 orang menjadi rentan terhadap penyakit. Penyakit yang banyak diderita adalah radang usus dan penyakit diare. Adapun obat yang diberikan adalah diaforml, cantrymoxazol, and metronidazole. Pelayanan kesehatan yang dijalankan melalui klinik sebenarnya diberikan untuk memberikan pelayanan bagi anak didik pemasyarakatan yang bersifat promotif, kuratif, preventif dan rehabilitatif. Keempat jenis pelayanan kesehatan dalam lembaga pemasyarakatan tersebut belum semuanya dilakukan secara teratur karena belum adanya rencana kegiatan atau program kerja bagi petugas medis. Pelayanan kesehatan yang saat ini dijalankan masih tertuju pada aspek kuratif saja. Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang belum memiliki fasilitas laboratorium klinik, sehingga diagnosis penyakit hanya ditentukan secara klinis. Anggaran yang tersedia untuk pelayanan kesehatan bagi anak didik pemasyarakatan selama satu tahun sebanyak Rp 2.400.000. Nilai tersebut masih jauh dari harapan agar anak didik mendapatkan pelayanan secara Iayak dan mendapatkan obat-obatan yang baik. Kerja sama yang telah dilakukan masih harus diteruskan dengan pihak-pihak lain adar lembaga pemasyarakatan anak pria Tangerang dapat memperoleh bantuan obat-obatan secara berkesinambungan.Perlengkapan bagi anak didik pemasyarakatan yaitu pakaian untuk sehari-hari dan peralatan untuk mandi masih memprihatinkan. Untuk itu perlu mendapatkan perhatian yang serius dikarenakan anak didik pemasyarakatan hanya mendapat (disk) jatah pakaian biru yang diberikan sekali pada saat masuk lembaga pemasyarakatan dan untuk peralatan mandi selama ini belum diberikan.

The protege of prison is also as a society member who has rights which have to be respected by o matter who. As individual who not yet earned self-supporting, required being performed the effort prosperity of child so that they can grow and expand fairly weather physically, spiritually and socially. The basic difference among protege of prison with society outside the prison is only loss of independence. Nevertheless, even though they legally are being protege of prison (crime child, state child, and civil child), their privates' rights have to be fulfilled. Getting health service is a basic right for protege of prison who now stay in Child Man Prison of Tangerang. Coexist with around 257 people with diseases. The diseases that suffered by many prisoners are chaffing intestines and diarrhea. As for medicine that given are diaform, cantrymoxazol, and meironidazole. Clinic as representation of health service in Child Man Prison of Tangerang is run to give service for protege of prison promotively, curatively, preventively and rehabilitative. Those service was not yet done regularly altogether because there is no work plan for medical officer and service of health. In this time, health service can only run concentrated to just curative aspect. Since The Child Man Prison of Tangerang does not have laboratory facility, hence diagnosed diseases only determined clinically. Available budget to serve health for protege of prison during one year counted Rp 2.400.000. Those values still far from expectation in order to protege of prison can get service and medicines properly. The cooperation that has been conducted still has to be continued and improved with other parties so that the Child Man Prison of Tangerang can obtain medicine aid continuously. The daily clothes and bath equipments supply for protege of prison are still concern. Serious attention is needed for that require because of they only get blue clothes of disk and bath equipment once at the time they entering prison."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afnaini
"Kenakalan anak adalah suatu gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat . Kenakalan anak terbagi 2 golongan yaitu kenakalan anak yang melanggar norma sosial dan kenakalan anak yang melanggar hukum. Anak yang melanggar hukum tersebut proses pembtnaannya antara lain dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Pembinaan yang benujuan untuk merubah tingkah laku anak didik supaya tidak melakukan perbuatan melanggar hukum lagi dan tidak menggulangi perbuatannya.
Persoalannya, dalam proses pembinaan yang diterapkan sudah sebagaimana mestinya, berdasarkan ketentuan yang adaXendala-kendala yang dihadapi. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif. Yaitu dengan mendeskripsikan fakta-fakta atau hal-hal yang berhubungan dengan masalah dalam proses pembinaan.
Data disimpulkan dengan menggunakan instrumen wawancara tidak terstruktur dengan imforman, ditambah dengan studi kepustakaan dan dokumen untuk melengkapi informasi dalam penelitian.Pertanyaan Penelitian adalah: (1) Bagaimana proses pembinaan terhadap anak nakal di Lapas anak Tangerang dilakukan, (2) Kendala-kendala apa yang ditemui dan bagaimana mengatasi nya. .Lokasi penelitian adalah Lapas Anak Pria Tangerang karena Lapas tersebut adalah merupakan Lapas Anak yang digunakan untuk OKI Jakarta, Propinsi Jawa Barat, Banten dan Serang. Dalam penelitian yang dilaksanakan terungkap bahwa proses pembinaan terhadap anak didik tidak sesuia dengan ketegori anak yang seharusnya yang dibina di Lapas.
Disamping itu kekurangan tenaga yang berkualitas dalam pelaksanaan program dan metode yang diterapkan kurang diminati oleh anak didik. Sehingga mereka mengikutinya hanya asal-asalan saja. Minimnya jenis keterampilan yang tersedia sehingga anak didik banyak yang tidak dapat mengikuti kegiatan tersedia sehingga anak didik banyak yang tidak dapat mengikuti kegiatan keterampiian. Apaiagi adanya ketentuan tentang batasan masa pembinaan yang diikuti oleh anak didik dengan jenis keterampiian yang seharusnya mereka ikuti.
Masih belum adanya penerimaan masyarakat terhadap anak yang berada di Lapas. Sehingga program asimilasi terhadap anak didik tidak dapat dijalankan. Kurang pedulinya orang tua anak didik terhadap anak-anak mereka. Sehingga anak didik tidak bisa melaknakan program pembinaan lanjutan sebab dalam pembinaan lanjutan yang bertanggung jawab adalah orang tua."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>