Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142498 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mahpolah
"Salah satu dampak yang timbul dari perbaikan gizi masyarakat saat ini adalah transisi gizi. Sementara masalah gizi kurang yang berkaitan dengan penyakit infeksi dan kemiskinan belum sepenuhnya dapat teratasi, di pihak lain masalah gizi yang berkaitan dengan munculnya penyakit degeneratif diantaranya tekanan darah tinggi meningkat secara tajam. Semakin bertambahnya umur harapan hidup, gaya hidup (life style) yang tidak sehat, sepeni pola makan yang tidak berirnbang, kurang gerak dan stres, maka masalah gizi lebih akan meningkat sehingga penyakit tekanan darah tinggi akan semakin meningkat pula di masa datang.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran status gizi yang berhubungan dengan jenis kelamin, umur, status bekexja, pengetahuan diet, kebiasaan olah raga, kebiasaan merokok, pola makan, dan konsumsi zat gizi penderita tekanan darah tinggi yang sedang rawatjalan ke puskcsmas di Kota Banj am1asin. Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional. Sedangkan yang dijadikan sampel adalah penderita tekanan darah tinggi yang berumur Iebih dari 18 tahun yang sedang rawat jalan ke puskesmas di Kota Banjarmasin. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan alat bantu kuesioner dengan metode sampel acak sistematik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita tekanan darah tinggi yang diteliti mempunyai status gizi kurus set-esar 14,40 % dan gemuk sebesar 25,30 %, sebagian besar dengan jenis kelamin perempuan (55,50 %), umur kurang atau sama dengan 55 tahun (53,112) dan tidak bekeja (61 %), memiliki pengetahuan rendah (54,80 %), tidak mempunyai kebiasaan oleh raga (74,7O %), tidak merokok (63 %), pola makan cukup (65,30 %) dan konsumsi zat gizi tidak baik. Hasil analisis stalistik menunjukan bahwa ada hubungan yang bermalma antara jenis kelamin, umur, kebiasaan olah mga dan konsumsi protein dengan status gizi penderita penderita tekanan darah tinggi (p < 0,05). Dari model regresi logistik diketahui bahwa variabel yang paling besar peranannya berhubungan status gizi gemuk adalah kebiasaan olah raga. Sedangkan dari model regresi linier berganda, predik-tor status gizi adalah umm, kebiasaan olah raga dan konsumsi energi Model regensi linier yang diperoleh hanya 18 % dapat menjelaskan variasi status gizi penderita tekanan darah tinggi.
Disarankan bagi penderita tekanan darah tinggi untuk melakukan kegiatan olah raga secara rutin dan memperbaiki konsurnsi zat gizi dengan cara memahami syarat dicmya Agar lebih memahami syarat diet dapat dilakukan dengan menanyakan hal-hal yang berkaitan denggn diet kepada dokter, tenaga gizi atau tcnaga kesehatan lainnya ketika sedang rawat jalan ke pelayanan kesehatan.

One of the impact of nutritional community improvement program was nutrition transition. While the undernutrition problems related to infection disease and poverty hasn?t handled ye; on the otherside overnutrition problems related to degenerative disease, for instance hypertension, will increase significantly. The increasing of life expectancy, as well as unhealthy life style, such as imbalance eating pattern, less exercise and stress, appear will cause the increasing of overnutrition problems so that hypertension disease will more intensely in coming years.
The purpose of research was to know the association of find out sex, age, occupational status, knowledge of dietary, physical exercise and smoking habit, eating pattern, and consumption of nutrition to nutritional status in hypertension sufferer who has out patient care to public health centers in Banjarmasin city. This research use cross sectional design. The sample in this observation were the I8 years old up to and including 80 years old hypertension sufferer. Data was collected by direct interview using a questionnaire with systematic random sampling method.
The result of this research showed that hypertension sufferer had undernutrition (l4,40 %), overnutrition (25,3O %) and most of them were females (55,50 %), and unworking (61 %), knowledge of dietary were low (54,80 %), no physical exercise (74,70 '%), no smoking habit (63 %), adequate eating pattem (65,813 %)~and-insufficient consumption of nutrient. Base on statistical analysis, there were significant relationship between sex, age, physical exercise and consumption of protein to nutritional status of hypertension sufferer (p value < 0,05). From logistic regression model, it was known that the most dominant variable to nutritional status of fat was physical exercise. Base on multiple linier regression, the predictor of nutritional status were age, physical exercise as well as consumption of energy- The linier regression model could only 18 % in explaining the variety of nutritional status of hypertension sufferer.
Considering the result of this research, suggest to do physical exercise regularly as well as improve the consumption of nutrient by understanding the qualification of dietary. In order to understand this, it was suggested to ask the health provider while the hypertension sufferer were at health service.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4619
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Kirana
"Salah satu penyebab tingginya angka kematian Balita di Indonesia adalah diakibatkan penyakit diare. Angka diare yang didapat dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1995) bila diproyeksikan pada semua golongan umur adalah 54/100.000 penduduk dan pada Balita terjadi kematian 55.000 (2,5il000 Balita). Propinsi Kalimantan Selatan mempakan daerah endemis diare. Berdasarkan Profil Kesehatan Kalimantan Selatan tahun 1995, telah teljadi tiga kali kejadian luar biasa (KLB) pada dua kabupaten yang mencakup 5 kecamatan dan 8 desa Di kota Banjarmasin sebagai ibukota Propinsi Kalimantan Selatan, menurut klasifikasi rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit, diare menduduki urutan pertama dan rnenduduki urutan ke dua di Puskesmas. Dari data Profil Dinas Kesehatan kota Banjamlasin tahun 2000, salah satu upaya penanggulangan diare adalah dengan pemberian cairan rehidrasi oral (oralit) kemasan (92,69%) kepada penderita diare. Tujuan perlelilian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian cairan rehidrasi oral di rumah pada Balita diare yang berobat ke Puskesmas se kota Banjamlasin tahun 2001. Rancangan penelitian ini adalah Cross Secrionai. Populasi adalah ibu-ibu yang mempunyai balita diare dau berobat ke Puskesmas so kota banjarmasin, sedangkan sampel adalah ibu-:ibu yang mempunyai balita diare yang berobat ke Puskesmas se kota Banjarrnasin pada bulan Maret tahun 2001 (Quora Sampling). Pengumpulan data dilakulcan dengan kuesioner dan wawancara langsung. Data kemudian diolah secara statistik dengan teknik analisis Chi Square dan Multiple Regression Logistic. Dari hasil analisis bivariat diketahui ada empat variabel yang mempunyai hubungan bemrakna terhadap perilaku ibu dalam pemberian cairan rehidrasi oral di rumah pada Balita diare, yaitu variabel pcndidikan, variabel pengerahuan, variabel sikap, dan variabel kerersediaan oairan rehidrasi oral. Sedangkan variabel nomra subyektif dan variabel rasa diketahui tidak ada hubungan yang bermalma dengan perilaku ibu dalam pemberian cairan rehidrasi oral di rumah pada Balita diare. Dari model Regression Logistic diketahui temyata variabel yang paling berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian cairan rehidrasi oral di rumah pada balita diare adalah variabel sikap yang dinyatakan dengan nilai Odds Ratio terbesar yaitu 8,508 ( 95% CI = l,0/-l-9 - 68,98l). Yang berarti ibu yang bersikap positif kemungkinan memberikan cairan rehidrasi oral pada balitanya yang diare sebesar 8,508 kali lebih besar dibandingkan ibu yang bersikap negatif terhadap pemberian CRO pada balita diare. Sebagai saran unluk tindak lanjut, maka upaya yang sebaiknya dilalrukan oleh Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin adalah perlunya peningkatan dan pengembangan Program Pemberantasan Penyakit Menular Diare sehubungan dengan didapatkannya infomrasi dari penelitian ini tentang rendahnya pemberian cairan rehidrasi oral di rumah oleh ibu kopada balita diare. Bagi Puskesmas se kota Banjamrasin, disarankan agar lebih meningkatkan dan mengembangkan materi penyuluhan tentang diare dan cairan rehidrasi oral. Disarankan juga perlunya penelitian lebih lanj ut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian cairan rehidrasi oral di rumah pada Balita diare, dengan melihat variabel-variabel lairmya, seperti, suku, tinglcat pendidikan suami, status pekerjaan dan lain-lain.

One ofthe causes of Child Mortality Rate in Indonesia is diarrhea. According to household health survey ( SKRT, l995) the incidence of diarrhea all age groups is 54/l00.000 and among child under tive years old is 55.000 deaths (2.5/l000). South Kalimantan is endemic area of diarrhea. Based on health profile of south Kalimantan 1995, there were three times diarrhea epidemic incidence. ln two regencies which covered 5 sub districts and S villages. While in Banjarmasin as capital of South Kalimaman, according to classification of medical treatment in hospital placed at first rank and second in public health center. From health office profile of Banjamiasin city 2000, one of effort to cope with diarrhea is provide oral rehydration fluid (92,69%) to patients. Objective of this research is to find out factors that related to mother?s behavior In The Use oral rehydration fluid at home to children under five years old with diarrhea who has taken medial care to public health centers in Banjanriasin city year 2001. This research use Cross Sectional Design. Population and sample are mothers which their children under tive years old get diarrhea and take medical care to public health centers in Banjarhidsih city, where as sample are mothers who brought their children under five years old get diarrhea and take medical care to public health centers in Banjarmasin city in March 2001 (Quola Sampling). Data collecting use questioner and interview. Data processed statistically and analyzed with Chi Square and Multiple Regression Logistic techniques. Bivariate analysis, should four variables were proved to be significant by correlated with mother?s behavior in the use oral rehydration fluid to children under five year old at home. They are education variable, knowledge variable, attitude variable and availability variable. While subjective nomi variable and taste variable found have no significant correlation with mother?s behavior In The Use oral rehydratiori fluid at home. From regression logistic model found the most significant variable related to mother behavior ln The Use oral rehydration fluid at home is attitude variable with Odds ratio 8,508 ( 95% Cl = 1,049 - 68,9811 From result of interaction test not found any significant correlation between variable. Based on result of this research health office of Banjarmasin should improve and develop of transmitted disease program for diarrhea because lack of mother's which giving their child with diarrhea with oral rehydration Fluid at home. For every public health centers in Banjarmasin, should improve and develop education matters about diarrhea and oral rehydration fluid. Other suggestion is conduct the other research with more variable, such as ethnic, husband education."
2001
T3753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Ariestiana Prabowo
"Gizi buruk merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terjadi pada balita. Kasusnya semakin banyak ditemukan karena malnutrisi pada balita lebih sulit dideteksi.Seringkali gizi buruk pada balita disertai dengan penyakit infeksi yang menyertai, disamping akibat asupan makanan yang kurang.Desain penelitian berupa cross sectionaldengan data sekunder dari laporan PPG, form pelacakan gizi buruk, dan pemeriksaan klinis balita gizi buruk tahun 2012-2013.Variabel dependen adalah peningkatan status gizi balita dan variabel independennya meliputi faktor karakteristik balita, orang tua, dan perilaku ibu.Analisis data berupa analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi balita yang mengalami peningkatan status gizi sebesar 55,0%, lebih banyak terjadi pada balita umur < 12 bulan (60,0%), dengan jenis kelamin perempuan (61,2%), yang lahir dengan BBLR (61,9%), ASI eksklusif (65,0%), disertai penyakit infeksi penyerta (58,7%), pada balita dengan ibu yang beumur <31 tahun (49,0%), berpendidikan tinggi (80,6%), ayah yang bekerja sebagai pekerja kasar (61,8%), ibu yang tidak bekerja (58,5%), dan ibu yang patuh dalam kunjungan PPG (70,7%).Faktor yang secara statistik memiliki hubungan yang bermakna dengan peningkatan status gizi adalah tingkat pendidikan ibu dan kepatuhan ibu dalam kunjungan PPG.

Malnutrition is a public health problem that occurs in toddler. The case increasingly found due to malnutrition in children under five is more difficult to detection. Oftentimes, malnutrition among children under five accompanied by an accompanying infectious diseases, in addition to due to the lack of food intake. The study design was cross-sectional, using secondary data from outpatient TFC reports, forms tracking of malnutrition, and clinical examination form malnutrition children in 2012-2013. Dependent variables is increase in nutritional status and the independent variables include factors toddlers characteristics, parents charracteristics, and mother behavior.Analisis performed by univariate and bivariate analyzes.
The results showed that the proportion of infants who have increased nutritional status is 55.0%, is more common in infants aged <12 months (60.0%), with female sex (61.2%), who were born with low birth weight (61, 9%), exclusive breastfeeding (65.0%), accompanied by concomitant infections (58.7%), in infants whose mothers age<31 years (49.0%), highly educated (80.6%), father who worked as a laborer (61.8%), mothers who did not work (58.5%), and mothers who are obedient to visit TFC (70.7%). Factors that have a statistically significant association with increased nutritional status is the level of maternal education and maternal adherence in PPG excursions.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55564
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Torry Duet Irianto
"Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tentang Pemerintah Daerah, dengan isu Desentralisasi Kesehatan, kemudian adanya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 dengan isu pemerataan dan mutu upaya kesehatan dasar (puskesmas), selanjutnya diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom dan selanjutkan ditegaskan dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan tentang Kewenangan Minimal yang wajib dilaksanakan oleh Kahupaten dan Kota ,dengan isu penyelenggaraan upaya/sarana kesehatan puskesmas.
Permasalahan yang terjadi adalah menurunnya kunjungan rawat jalan puskesmas rata-rata perbulan(3,26 % dari jumlah penduduk) di Kota Metro Propinsi Lampung tahun 2003 dibandingkan kunjungan rata-rata perbulan(5,3 % dari jumlah penduduk ) di Kota Metro Propinsi Lampung tahun 2002.
Tujuan secara umum penelitian ini adalah mendapatkan informasi faktor-faktor yang berhubungan dengan trend kunjungan pasien rawat jalan puskesmas Se-kota Metro Propinsi Lampung dengan objek penelitian masyarakat Kota Metro yang mengunakan jasa pelayanan puskesmas di Kota Metro dan lokasi di 5 puskesmas rawat jalan Kota Metro.
Farasuraman dan kawan-kawan yang meliputi, Tangible, Reliability. Responsiveness, Assurance dan Empathy ditambah dengan Preference serta faktor Confounding (usia pasien, jenis kelamin pasien , pekerjaan pasien, pendidikan pasien dan status sosial ekonomi pasien).
Desain penelitian meliputi jenis penelitian Cross sectional ,dengan uji Reliabilitas dan Validitas menggunakan rumus Corelalian Product Moment dari Pearson. sampel ditentukan dengan rumus Lemeshow dan kawan-kawan dengan demikian didapat jumlah sampel 100 orang. Uji hubungan variabel Dependent dengan variabel Independent memakai rumus Anova dan uji varibel Dependent dengan variabel Confounding memakai rumus Chi Square.
Hasil penelitian analisis Univariat ; variabel Independent didapat rata-rata nilai terbanyak yang diberikan oleh responden sedang untuk variabel Independent( Preference, Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy )adalah nilai 7 dan 8.
Sampel responden variabel Confimnding ((usia pasien, jenis kelamin pasien, pekerjaan pasien, pendidikan pasien dan status sosial ekonomi pasien) seluruhnya secara proposional sama dengan populasinya di Kota Metro, sehingga data dikatakan cukup merepresentasikan populasinya.
Hasil penelitian bivariat untuk variabel Independent adalah variabel Kebersihan tempat dari Tangible didapat p Vulue 0,020, variabel Waktu pelayanan dari Responsiveness didapat p Value 0,013 dan variabel kompetensi petugas dari Assurance didapat p Value 0,042 lebih kecil dari Alpha 0,05.
Dengan demikian disimpulkan Kebersihan tempat, Waktu pelayanan dan Kompetensi petugas mempunyai hubungan yang signifikan.
Disaran bagi petugas kesehatan dipuskesmas untuk lebih mempercepat waktu pelayanan kepada pasien dan lebih menjaga kebersihan tempat pelayanan serta meningkatkan kecakapan dan kesanggupan dalam memberikan pelayanan kepada pasien di puskesmas.
Daftar Bacaan 42 (1972-2002)

Factors Related to Out-Patient Visits of Metro City's Public Health Centers in Lampung ProvinceThe prevailing of Law no. 22 on the subject of Local Government, with the issue of Health Decentralization, and the availability of Law no. 25 year 2000 on the subject of National Health Development 2000-2004 with the main issue of health quality wide spreading and basic health efforts (Public health Centers), and then by issuing Government's Regulation No. 25 year 2000 on the subject of Province's Authority as Autonomous Region, which is clarified then by Health Minister's Decree on the subject of Minimum Authority that must be carried out by Regency and City with the issue of health efforts/facilities administration.
The current problem is the decrease of out-patient visits, where their average is 3.26 % from the whole number of population in Metro City of Lampung Province in 2003, if compared with monthly average visit. 5.3 % the whole number of population in 2003.
The general aim of this study was to obtain information on factors related to public health center out-patient visits trend of Metro City of Lampung Province. The object of the study was population of Metro City who used the service of the centers. The location of the study was five out-patients public health centers in Metro City.
The study acquired in formation by using Servqual dimension 1'arasuraman, which involved: tangible, reliability, responsiveness, assurance and empathy and added by preference and confounding factor (patients' age, sex, education, and social and economic status).
Design of the study was included in cross sectional type. Test of reliability and validity is by using Correlation Product Moment formula from Pearson. Samples were determined by using the formula from Lemeshow, Cs. The number of sample acquired was 100 samples. Test of relation of dependent variable and independent variable was by using Anova formula, whereas test of relation of dependent variable and confounding variable was by using Chi Square.
The result of univariat analysis showed that independent variable obtained higher scores that were provided by the respondents, while the independent variable (preference, tangible, responsiveness, assurance and empathy) obtained 7 and 8 scores. Respondent samples of confounding variables are all proportionally similar with the population in Metro City, therefore the data were representative of their population.
The result of bivariat analysis for independent variable was the place cleanliness of tangible obtained p Value 0.020, while service time of responsiveness obtained p Value 0.013 and staff competency variable of assurance obtained p Value 0.042, which is smaller than alpha 0.05. To sum up, place cleanliness, service time and staff competency variable were significantly related.
It is suggested to the public health centers staff to shorten time of services process to the patients, to keep the place cleaned, and to improve their competence and ability in providing services to the patient.
References: 42 (1972-2002)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edmon
"Kemajuan dalam bidang ekonomi telah memberikan dampak pada terjadinya proses transisi epidemiologi termasuk dalam bidang gizi. Indonesia saat ini dan pada dekade yang akan datang diperkirakan akan menghadapi 2 jenis masalah gizi. Disatu sisi Indonesia masih menghadapi masalah gizi kurang, sementara disisi lain terjadi peningkatan prevalensi penderita gizi lebih terutama di perkotaan. Keadaan gizi kurang atau lebih terjadi karena kegagalan mencapai gizi seimbang. Ditinjau dari konsumsi makanan ternyata keadaan gizi tidak hanya ditentukan oleh total konsumsi energi saja tetapi juga ditentukan oleh komposisi zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari.
Beberapa pengukuran dapat digunakan untuk mengetahui keadaan gizi seseorang. Khusus untuk pemantauan keadaan gizi orang dewasa, salah satu cara yang dikenal dan sering digunakan adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Dengan mengetahui IMT dapat dinilai apakah keadaan gizi seseorang kekurangan berat badan (kurus), normal atau kelebihan berat badan (gemuk). Dalam rangka mengetahui masalah gizi pada orang dewasa, dan menemukan alternatif penanggulangannya terutama di daerah perkotaan, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI bekerjasama dengan FKM-UI telah melakukan penelitian di 12 kota di Indonesia. Sedangkan data yang dianalisa dalam rangka pembuatan tesis ini adalah merupakan bagian dad penelitian diatas yang mencakup 10 kota di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang lebih berperanan dari berbagai variabel yang diteliti terhadap Status Gizi orang dewasa dengan desain penelitian potong lintang (Cross Sectional). Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih.
Penelitian ini melibatkan 11 variabel Independen yaitu faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan status gizi (IMT) pada orang dewasa, variabel tersebut adalah sebagai berikut: umur dan jenis kelamin, status perkawinan, konsumsi makanan, aktifitas fisik , status sosio ekonomi, kebiasaan makan, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan gizi, etnik, dan kebiasaan merokok.
Dari seluruh hasil analisa ternyata umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kebiasaan makan, % konsumsi lemak dari energi, % konsumsi karbohidrat dan energi, status perkawinan, dan tingkat pendidikan, berhubungan secara statistik dengan Status Gizi orang dewasa di 10 kota di Indonesia.
Dari variabel yang bermakna ternyata umur, jenis kelamin, % lemak dari energi, dan pola kebiasaan makan mempunyai peranan yang dominan dibanding variabel lainya., Hasil analisis multivariat telah menghasilkan sebuah model yang dapat dipergunakan sebagai peramal status gizi dalam hal ini digambarkan oleh Indeks Massa Tubuh seseorang.
Dari hasil yang diperoleh dapat disampaikan saran bahwa dalam rangka penanggulangan masalah gizi, ada dua faktor yang harus menjadi titik perhatian di dalam penanggulangan masalah gizi lebih yaitu faktor kebiasaan makan dan komposisi konsumsi zat gizi , terutama % lemak dari energi.
Kepustakaan : 50 (1971-1996)

Factors Connected with the Nutritional Status of Adults in 10 Cities in Indonesia in 1996The advancement in economics have given the impact in the transition process of the epidemiologist including in nutrition problem. In Indonesia, today and the coming decade, was estimated to have two kinds of problems in nutrition. In one side Indonesian is still having the under nutrition, while in another side the increase of the over nutrition prevalence occurs especially in the city areas. The under nutrition or over nutrition occurs does to the failure in balancing the nutrition. From the food consumption point of view, it is clear that the nutritional status is not determined by total energy only, but also the composition of the nutrition substance consumed daily.
Several measurements could be used to identify the nutritional status. For a special evaluation of adult the nutritional status, the Body Mass Index (BMI) is one known and commonly used. Using in adults the BMI could estimate under nutrition, normal, or over nutrition. In the frame of identifying the nutrition problems and for finding alternative solutions especially in the city areas. The Directorate of the Community Nutrition and Faculty of Public Health University of Indonesia has done a research in 12 cities in Indonesia. The data analyzed for this thesis was part of the above research mainly the ten cities in Indonesia.
This research was intended to see the more significant factors from different variables observed, designed using a Cross Sectional method. The sample in this observation were the 18 years old adults or older.
This research involved 11 variables independents possibly related to the nutrition status (BMI) for adults, those variable as follows : age and sex, marital status, food consumption , physical activities, level of social economics, level of education, food habits, level of nutrition knowledge and health, ethnics, and smoking habits.
This study found out that the age, sex, food habits, percentage of the fat consumption in energy, percentage of carbohydrates from energy, marital status, and level of education are statistically related to the status of nutrition of adults in ten cities in Indonesia.
From the meaningful variables are seen that sex, percentage of fat from the energy, and food habits have dominant roles compared with other variables. The multivariate analysis produced a model, which could be used as a prediction of nutrition status.
It could be suggested for of overcoming the problems of the nutrition, it should be focused in two factors, mainly food habits and the percentage of fat from energy.
References: 50 ( 9971-1996)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Halasan
"Salah satu upaya apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut adalah mempertahankan atau membawa status gizi yang bersangkutan pada kondisi optimal agar kualitas hidup yang bersangkutan tetap baik, gangguan gizi yang umumnya muncul pada lansia selain gizi kurang juga gizi lebih yang apabila dilihat dari sudut kesehatan, sama-sama merugikan dan dapat menyebabkan kematian dengan penyebab yang berbeda. Gangguan gizi pada lansia diduga berkaitan dengan perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran status gizi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lansia di kota Bengkulu.
Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dengan jumlah sampel sebanyak 207 orang lansia yang berumur > 60 tahun dan dipilih dengan menggunakan systematic random sampling.Pengumpulan data variabel bebas seperti jenis kelamin, status perkawinan, status tempat tinggal, tingkat pendidikan, pengetahuan gizi, status ekonomi dan aktifitas fisik dilakukan dengan wawancara terstruktur sedangkan untuk konsumsi makanan (total energi, karbohidrat, protein dan lemak) dengan menggunakan dua pendekatan yaitu food recall dan food frequencies.
Hasil penelitian melaporkan proporsi lansia yang mengalami gizi lebih sebesar 18,4% dan gizi kurang sebesar 19,3%. Hasil uji t menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (P>0,05) rata-rata IMT menurut jenis kelamin, status perkawinan dan status tempat tinggal serta tidak ada hubungan yang bermakna (p>0,05) antara pengetahuan gizi dengan IMT lansia. Akan tetapi, ada perbedaan yang bermakna (p<-0,05) rata-rata IMT antara lansia yang melakukan olah raga dengan yang tidak melakukan olah raga dan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) rata-rata IMT menurut frekuensi, lama dan jenis olah raga. Selanjutnya ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan IMT lansia. Ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara total energi dengan IMT serta ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara asupan karbohidrat, protein dan lemak dengan IMT setelah di adjusted dengan total energi. Hasil analisis multivariat regresi linier juga menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan dengan IMT lansia adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan dan asupan karbohidrat dengan koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,10 yang artinya variabel jenis kelamin, tingkat pendidikan dan asupan karbohidrat hanya dapat menjelaskan IMT lansia sebesar 10%.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lansia di kota Bengkulu mengalami masalah gizi ganda yaitu masalah gizi lebih sudah mulai timbul akan tetapi masalah gizi kurang masih terjadi. Untuk itu, perlu digalakkan promosi gizi melalui pendekatan keluarga dirnana lansia tinggal serta bila memungkinkan memberikan makanan tambahan kepada lansia yang kurang gizi terutama lansia dengan kondisi ekonomi yang kurang.

Factors Related to Nutritional Status among Elderlies Bengkulu City,2001When reaches elderly age, one should maintain an optimal nutritional status to ensure a good quality of life. Nutritional problems that occur during old ages may take two forms, that is, under nutrition or over nutrition, both are health devastating and might cause death due to different reasons. Nutritional problems among elderly relate to changes in both environment and health conditions in general. Thus, this study aims to describe the nutritional status and its related factors among elderly in Bengkulu city.
The study design is cross-sectional with 207 subjects aged > 60 years of old and were selected using systematic random sampling. Structured interview was used to collect data such as gender, marital status, residential status, educational level, nutrition knowledge, economic status, and physical activity level. While for food consumption (to predict macronutrients consumption such as total energy, carbohydrate, protein, and fat), two methods, that is, food recall and food frequency questionnaires were employed.
The study showed that the proportion of elderlies with over nutrition was 18,4% and elderlies with under nutrition was 19,3%. T-test showed no significant difference (p>O,05) in BMI for gender, marital status, and residential status. Moreover, there was no significant difference (p>O,45) in BM[ for nutrition knowledge. Significant difference (p< 0,05) was found in BMI for elderlies who perform sport activities and those who do not. However, no significant differences were found for frequency, duration, and type of sport activities. Significant differences in BMI (p<0,05) were found for different level of education, economic status, total energy intake, carbohydrate, protein, and fat intakes (after being adjusted for total energy intake). The multivariate tinier regression analysis showed that the dominant factors determining the BMI of elderlies in this study were gender, educational level, and carbohydrate intake (adjusted) with coefficient of determination (R2) of 0,10, meaning that these variables could only explain 10% of the BMI among elderlies in this study.
The results of the study lead to conclusion that elderlies in Bengkulu city faced a double burden of nutritional problems, that is over nutrition and under nutrition at the same time. Therefore, an adequate nutrition promotion is to be embarked through family approach where most of elderlies stay. If possible, for elderlies with low economic status, a supplementary food should be provided.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T5129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ishak Daud
"Tuber kulosis paru merupakan masalah kesehatan utama dinegara berkembang penyakit ini merupakan penyebab kematian no 3 di Indonesia setelah radang pernafasan bawah, penyakit kardiovaskuler. Di negara berkembang setiap tahun 4 - 5 juta kasus penyakit TB paru menular yang timbul setiap tahun, dimana 8 juta penduduk terserang, 3 juta diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia preevalensi TB paru dengan BTA + sebesar 0,29 % dari jumlah penduduk, kematian akibat TB paru lebih kurang 175 ribu penderita setiap tahun. Sumatera Barat prevalensi TB paru usia produktif adalah 5,3 %, cukup tinggi dari pada angka nasional. Keberhasilan pengobatan dan penyembuhan penyakit berhubungan dengan kepatuhan Penderita minum obat selama 2 bulan fase awal dan 4 bulan fase lanjutan sehingga memberikan dukungan dalam keberhasilan pengobatan.
Tujuan penelitian ini untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita di poliklinik paru Rumah Sakit Dr. Ahmad Muchtar Bukit Tinggi tahun 2000. Waktu penelitian adalah dari bulan Januari 2000 sampai dengan Agustus 2000 dengan desain penelitian adalah potong lintang (cross sectional) populasi penelitian adalah penderita TB paru yang berobat di poliklinik Rumah Sakit Dr.Ahmad Muchtar Bukit Tinggi dengan jumlah sampel 100 orang dan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara langsung.
Hasil penelitian menunjukan 69 orang (69%) patuh dan 31 orang (31 %) penderita tidak patuh berobat. Analisis menghasilkan 5 variabel yaitu umur, pengetahuan, pendidikan, jarak rumah penderita, dan dukungan keluarga yang mempunyai hubungan bermakna (p 0,05) dengan kepatuhan berobat. Pertama umur, yang lebih 50 tahun berhubungan dengan kepatuhan berobat dengan odds Ratio 2,78 (95% CI; 1,16 - 6,05). Kedua hubungan antara pengetahuan yang kurang dengan kepatuhan berobat dimana Odds Ratio 14,74 (95% CI; 3,96 - 54,85). Ketiga pendidikan rendah berhubungan dengan kepatuhan berobat Odds Ratio 7,31 (95 % CI; 2,65 - 20,28). Keempat hubungan antara jarak rumah penderita dengan kepatuhan berobat Odds Ratio 3,20 (95% CI; 1,32 --1,75). Kelima hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat Odds Ratio 2,57 (95% CI; 1,05 - 6,27).
Dari hasil multivariat dengan metode regresi logistik dari 10 variabel bebas, hanya 8 variabel yang masuk sebagai kandidat untuk dianalisis. Hasilnya hanya 1 variabel yang dominan yaitu umur, pengetahuan pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, jarak, hubungan keluarga. Setelah dikontrol dengan variabel bebas lainnya beberapa kali, ternyata variabel determinan yaitu pendidikan dan jarak rumah ke rumah sakit. Untuk mengatasi ini perlu diadakan penerangan terus manerus bagi pengunjung poliklinik paru sebelum diadakan pelayanan pengobatan kesehatan serta perlu di bentuk pusat-pusat pelayanan penderita TB paue agar penderita tidak terlalu jauh datang ke poliklinik paru Rumah Sakit Dr.Ahmad Muchtar Bukit Tinggi.

Lung Tuberculosis as main public health problem in the developing country. Indonesia is one of the country with high prevalence of tuberculosis disease, is third -death after cardiovascular disease, lower respiratory infection. In developing countries 4-5 million peoples were covered every year, which are 3 million is dead. Indonesia prevalence Lung Tuberculosis with Acid Flaccid Bacteria positive about 0,29% cases of people and death ± 175.000 peoples every year. West Sumatera more than national prevalence is 5,3% of productive age. Successfulness of disease of control and treatment program is related closely to patients compliance.
The aim of research to evident compliance treatment in polyclinic of Dr. Ahmad Muchtar Hospital Bukittinggi year 2000. The study was conducted on January to August 2000 by using cross sectional design. The population of this study was patients of Tuberculosis treatment with short course regiment at polyclinic of Dr. Ahmad Muchtar Hospital, have got Tuberculosis drugs for 6 month. Sample of 100 patients were taken from the perspective population. Data were collected by interviewing Tuberculosis patients using structured questionnaire. The result of the study showed that only 69 (69%) patient compliance to the treatment and 31 (31%) incompliance.
The result of analysis found 5 variables significantly to treatment compliance (p c 0,05). First younger more compliance than older with OR 2,78 (95%CI 1,10 - 6,05). Second, good knowledge compliance than low knowledge with OR 14,74 (95%C13,96 - 34,05). Third high education compliance with CR 7,31 (95%CI 7,65 - 20,28). Fourth closely distance, compliance with CR 3,20 (95%CI 1,32 - 1,75). Fifth family supported, compliance with OR 2,57 (95%CI 1,05 - 6,27).
The result of multivariate analysis with logistic regression method found 8 candidate variables of 10 independent variables and 2 variables statistically significant (p < 0,05), they are education with DR 7,31 (p = 0,000) and close distance with OR 3,20 (p = 0,0024). The analysis was controlling by the other variable, such as age, knowledge, job, sex, perception of service and family support. The study concluded that education and distance patient home have more contribution to treatment compliance of Tuberculosis disease in hospital than the other variables. Based on the result of the study, it is recommended to increase patients knowledge in Tuberculosis by health education, to increase patients compliance and make new Tuberculosis centre beside coordinate with health centre where is the patient live.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachriani Putri
"Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2000, Angka Kematian lbu (AKD di Indonesia sebesar 213/100.000 kelahiran hidup. AKI tersebut masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan AKI negara-negara ASEAN. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena perdarahan (45,2%) sedangkan penyebab tak langsung adalah karena anemia Diketahui bahwa anemia dapat meningkatkan risiko perdarahan dan infeksi selama proses melahirkan yang menjadi penyebab langsung kematian ibu.
Kejadian anemia di negara berkembang Sekitar 56 % dan sebagian besar (80 %) diderita oleh ibu hamil. Penyebab utama anemia pada ibu hamil (90 %) adalah karena defisiensi besi, sehingga anemia pada ibu hamil sering diidentikkan dengan anemia gizi yaitu Anemia Defisiensi Besi. Data SKRT tahun 2001 menunjukkan prevalensi anemia ibu hamil di Indonesia sebesar 40,1 %. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Riau tahun 2006 menunjukkan prevalensi anemia ibu hamil di Provinsi Riau sebesar 47,8%. Penelitian tentang prevalensi anemia ibu hamil di Kota Pekanbaru belum pernah dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kejadian anemia gizi besi pada ibu hamil pengunjung Puskesmas Wiiayah Kota Pekanbaru tahun 2007 dan faktor- faktor yang berhubungan dengan status anemia gizi besi tersebut, yang terdiri dari faktor internal meliputi variabel umur, usia kehamilan, paritas, jarak kelahiran dan lingkar lengan atas (LILA) dan faktor eksternal meliputi variabel konsumsi makanan, pendidikan, suplementasi tablet tambah darah (TTD) dan pengetahuan.
Metode penelitian ini adalah analitik kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Responden adalah seluruh ibu hamil pengunjung Puskesmas yang datang untuk memeriksakan kehamilannya di 17 Puskesmas Wilayah Kota Pekanbaru pada bulan Maret sampai dengan Mei 2007. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur, pengukuran LILA dengan menggunakan pita ukur LILA dari Depkes dan pengukuran kadar hemoglobin (Hb) darah tepi dengan menggunakan metode Sahli.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil pengunjung Puskesmas Wilayah Kota Pekanbaru menderita anemia gizi besi yaitu sebanyak 132 orang (73,3%). Rata-rata kadar Hb ibu hamil sebesar 9,86 g/dl dengan variasi antara 9,67 g/dl - 10,06 g/dl. Hasil analisis penelitian membuktikan bahwa variabel umur, usia kehamilan, paritas dan konsumsi makanan memiliki hubungan secara bermakna dengan status anemia gizi besi pada ibu hamil. Namun variabel paling dominan berhubungan dengan status anemia gizi besi pada ibu hamil adalah paritas. lbu dengan anak lebih dari 2 orang berisiko 4,5 kali menderita anemia gizi besi dibandingkan ibu dengan anak kurang dari 2 orang.

Regarding to the Household and Health Survey in 2000, the Maternal Mortality Ratio (MMR) of Indonesia is as high as 213 per 100,000 live births. The figure is relatively high compare to the MMR of other ASEAN countries. One of the direct causes on maternal death is hemorrhage (45.2%) and one of indirect cause is anemia. It has been known that anemia can elevate the risk of hemorrhage and infection during parturition process which can lead to the direct cause of maternal death.
The prevalence of anemia cases in the developing countries are comprises around 56% and mostly takes place in a pregnant mother (80%), The main cause of anemia among pregnant mothers is iron deficiency (90%). Therefore, the anemia among pregnant mothers are identically called nutrition anemia, i.e. Iron Deiciency Anemia The Household and Health Survey data in 2001 showed that anemia among pregnant mothers has a figure of 40.l%. In 2006, data of The Health Authority of Riau Province show the prevalence of anemia in pregnant mothers in the region is 47.8%. However, there is never been a study on anemia prevalence in pregnant mother of Pekanbaru has carried out.
The study has an aim to describe the prevalence of iron deficiency anemia among pregnant mothers who visit to Community Health Center / Puskesmas in the working area of Pekanbaru in 2007 and factors related to the status of its anemia. The factors consist of intemal factors (age, gestational age, parity, pregnancy interval, and Upper Arm Diameter/ UAD) and external factors (food consumption, level of education, iron tablet supplementation, and knowledge).
The method of the study is using quantitative approach with a cross-sectional design. The respondents are all mothers who visit and have pregnancy checked in 17 Puskesmas at Kota Pekanbaru, from March to May 2007. Data are collected with some methods: interview by using a structured questionnaire, measuring UAD by using measurement band of UAD of MoH, and measuring the level of Haemoglobine (Hb) of capilair blood with a Sahli method.
The result of the study found that most of pregnant mothers who visit the Puskesmas at working area of Pekanbaru have suffered with iron deficiency anemia (73.3%) The average of Hb level in the blood is 9.86 g/dl with variation between 9.67 g/dl to 10.06 g/dl. The analysis of the study showed that variables of age, gestational age, parity and food consumption have a signijqicant relationship with the status of iron deficiency anemia in pregnant mothers. Though, the most dominant factor that significantly related to the status of iron deficiency anemia in pregnant mothers is parity. Mothers with 2 or more children are 4.5 times having a risk to iron deficiency anemia comparing with mothers who have children less than 2.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nur Fatimah
"Tujuan: (1) mengetahui perubahan status protein dalam 5 hari pasca serangan stroke; (2) mengetahui faktor risiko, status gizi dan asupan energi dan protein selama dirawat; (3) mengetahui hubungan antara perubahan status protein dengan faktor risiko, status gizi dan asupan energi dan protein.
Tempat: Ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo.
Metodologi: Sebanyak 77 pasien diambil dengan diagnosis stroke iskemik dan hemoragik yang memenuhi kriteria perterimaan. Dilakukan pengukuran antropometri yaitu berar badan dan tinggi badan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan yaitu kadar albumin plasma pada hari kel dan ke 5, NUU dan kleatinin urin dari urin tampttng 24 jam pada hari ke 1, 3 dart 5. Data asupan energi dan protein melalui oral, enteral dan parenteral selama 24 jam pada hari ke 1, 3 dan 5, hasil dianalisis dengan program Food Processor II. Imbang nitrogen diperoleh dengan menghitung asupan nitrogen dan NUU 24 jam. Hubungan antara parameter Status protein dengan faktor risiko diuji dengan uji One Way ANOVA/uji Kruskal Wallis. Hubungan antara parameter status protein dengan status gizi diuji dengan uji t berpasangan/uji Man Whitney U. Korelasi antara parameter status protein dengan asupan energi dan protein diuji dengan uji korelasi Spearman Rank.
Hasil: Hasil penelitian diperoleh 67,5% stroke iskemik dan 32,5% stroke hemomgik Faktor risiko yang didapat adalah hipertensi, diabetes melitus, kelainan jantung dan dislipidemia, faktor risiko dibagi menjadi faktor risiko terkontrol, tidak terkontrol dan belum ditemukan Fktor risiko. Median asupan energi dan protein masih dibawah kebutuhan. Terdapat penurunan bermakna Radar albumin hari ke 5 dan peningkatan NUU hari ke 3, tidak ada perbedaan bermakna kadar kreatinin urin. Imbang nitrogen negatif selama penelitian. Terdapat perbedaan bermakna kadar albumin antara kelompok pasien stroke iskemik dan stroke hemoragik. Tidak ada perbedaan bermakna parameter status protein antara ke 3 kelompok faktor risiko. Terdapat perbedaan bermakna kadar albumin hari ke 1 dan 5 serta kadar kreatinin urin hari ke 3 dan 5 antara kelompok pasien dengan status gizi normal dan berat badan lebih,.Terdapat korelasi lemah antara parameter status protein dengan asupan energi dan protein. Korelasi lemah sampai sedang terdapat antara imbang nitrogen dengan asupan energi dan protein.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan terdapat penurunan status protein pada pasien stroke. Terdapat penurunan bermakna kadar albumin, hari ke 5, peningkatan nilai NUU hari ke 3, tidak ada perubahan kadar kreatinin urin, imbang nitrogen negatif selama penelitian.

Objective: (1) to investigate the changes of protein slams within 5 days alter stroke, (2) to observe the risk factors, nutritional status, energy and protein intake, and analyze the correlation with protein indicators, (3) to analyze the correlation between protein indicators with energy and protein intake.
Location: Ci ptolvlangunkusumo General Hospital, Jakarta.
Subject and Methods: Seventy seven patients with acute stroke were recruit as the subjects of the study. Anthropometry assessments i.e body weight and height were assmsed in the 1st day of admission. Laboratory assessment i.e albumin were assessed in the 1' and 5?? day. Urinary urea nitrogen (UUN) and urinary creatinine were assessed in the 1st, 3rd and 5th day using 24-hour urine collection. Energy and protein intake from parenteral, enter-al and oral route were calculated in the 1st, 3rd and 5th day and analyzed by Food Processor ll program. Nitrogen balanced was calculated by substracting nitrogen intake with urinary nitrogen. The correlation between protein indicators with risk factors was tsted using One Way ANOVA/Kruskal Wallis test. The correlation between protein indicators with nutritional status was tested using t test/Man Whitney U test. The correlation between protein indicators with energy and protein intake was tested using Spearman Rank Correlation.
Results: The type of stroke determined by clinical diagnosis were; ischemic stroke 615% and hemorrhagic stroke 32,5%. Risk factors found ofthe subjects were: hypertension, diabetes mellitus, cardiac disease, hypercholesterolemia and unknown risk lilctors. The risk factors were grouped into 3 categories; controlled risk factors, uncontrolled risk factors and unknown risk factors. The median intake of energy and protein were below the requirement There were significant decrease in serum albumin in the 5th day and increase in UUN in the 3rd day, and no significant difference in urinary creatinine. During the study, there were negative nitrogen balance. No significant difference in protein indicators between risk factors group. There were significant difference in protein indicators between ischemic and hemorrhagic stroke, and significant difference in serum albumin and urinary creatinine between normal weight and overweight There was no correlation significant between protein indicators and energy and protein intake using Spearman Rank correlation The correlation between protein indicators and nitrogen balance was significant.
Conclusions: The current study indicates that there was decreases of protein status in stroke patients. There were significant decrease in serum albumin in the 5th day and increase in UUN in the 3rd day, and there were negative nitrogen balance during the study."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T10960
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktoruddin Harun
"Banyak cara yang dapat dipergunakan untuk mengetahui keadaan gizi seseorang. Salah satu diantaranya adalah dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Dan dapat menggolongkan status gizi seseorang normal atau tidak normal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran status gizi (IMT) usia lanjut dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi usia lanjut (IMT).
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari penelitian potong lintang Studi Evaluasi Program Kesehatan Usia Lanjut di Puskesmas DKI Jakarta ( kerja sama Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta), dengan mengambil wilayah Jakarta Selatan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Nopember s.d Desember 1997, dengan sampel adalah usia lanjut >= 55 tahun sebanyak 173 orang yang terdiri 77,46% wanita dan 22,54% pria.
Penelitian ini melibatkan 7 variabel independen yaitu faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan status gizi (IMT) pada usia lanjut, variabel tersebut adalah sebagai berikut : jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan., status kesehatan, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok.
Hasil analisis bivariat dan multivariat diketahui bahwa secara statistik tidak ada variabel independen yang berhubungan bermakna dengan status gizi usia lanjut (IMT).
Dari hasil penelitian ini disarankan agar diteliti faktor-faktor lain yang belum tercakup dalam penelitian ini seperti % karbohidrat terhadap energi, % lemak terhadap energi, tingkat stress, keturunan dan tingkat hormonal.

Factors Associated With Nutritional Status of Guided Elderly in Community Health Centres Area in South Jakarta in 1997Nutritional status can be measured by many methods and one them is measuring body mass index (BMI). Based on BMI we would know if someone had normal or not nutritional status. The objective of this study is to find the nutritional status (BMI) of elderly and were had know factors associated with the nutritional status of elderly.
This study use secondary data according to study evaluation health program elderly in community health centers in DKI Jakarta ( cooperation Faculty of Public Health University of Indonesia and Department of Health DKI Jakarta). Design of study was a cross sectional and data were collected on November - December 1997. Total sample were 173 persons aged > =55 years, consist of 22,54% male and 77,46% female.
This study involved 7 variables independent possibly related to the nutritional status (BMI) of elderly, those variables as follow : sex, age, level of education, level of income, health status, physical activities and smoking habits.
Based on bivariate analysis and multivariate analysis there are not independent variables significant associated with nutritional status elderly (BMI).
According to this result it is suggested to study another factors not included, those factors as follow : % carbohidrat by energy, % fat by energy, level of stress, genetic and level of hormonal.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>